81 KORELASI ANTARA KETERAMPILAN METAKOGNISI DENGAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN KIMIA KELAS X MIA SMA NEGERI 7 PONTIANAK Nurul Fitri , Mawardi dan Rizmahardian Ashari Kurniawan

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

KORELASI ANTARA KETERAMPILAN METAKOGNISI DENGAN AKTIVITAS
DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN KIMIA
KELAS X MIA SMA NEGERI 7 PONTIANAK
Nurul Fitri*, Mawardi dan Rizmahardian Ashari Kurniawan
Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak
Jalan Ahmad Yani No. 111 Pontianak Kalimantan Barat
*Email: nurulfitri612@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar dan kurangnya aktivitas siswa pada mata pelajaran
kimia di kelas X MIA SMA Negeri 7 yaitu rendahnya keterampilan metakognisi siswa. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan keterampilan metakognisi, aktivitas belajar dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia, serta mengetahui tingkat hubungan antara varibaelvariabel tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan bentuk
penelitian korelasional. Keterampilan metakognisi diukur menggunakan kuesioner MCAI, hasil
belajar dengan dokumentasi ulangan harian siswa, dan aktivitas belajar dengan kuesioner aktivitas

belajar. Hasil analisis menunjukkan bahwa keterampilan metakognisi siswa kelas X MIA sebesar
79% berada pada kategori berkembang yakni siswa dapat dibantu menuju kesadaran berpikir jika
tergugah atau didukung, aktivitas belajar siswa berada pada kategori tinggi (51%), hasil belajar
siswa berada pada kategori sangat kurang (38%). Hasil uji korelasi (uji pearson product moment)
keterampilan metakognisi dengan aktivitas belajar siswa kelas X MIA menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan, koefisien korelasi Pearson (r) sebesar 0,542 yang
termasuk kategori sedang dan koefisien determinasi sebesar 0,293. Hasil uji korelasi pearson
product moment keterampilan metakognisi dengan hasil belajar siswa kelas X MIA menunjukkan
bahwa tidak terdapat korelasi dengan nilai signifikan sebesar 0,136.
Kata Kunci: aktivitas belajar, keterampilan metakognisi, korelasi, hasil belajar

ABSTRACT
Low learning outcomes and lack of student activity on chemistry subject at X grade science
students in SMAN 7 Pontianak was caused by low metacognition skills. Therefore, this research
aimed to describe student‟s metacognition skills, learning activities, and learning outcomes in
chemical subjects, as well as to determine the level of correlation among those variables. The
method was descriptive method with correlational research. Students‟ metacognition skills were
measured using MCAI questionnaire, students‟ learning outcomes by summative test
documentation, and students‟ learning activities by learning activities questionnaires. The analysis
showed that students‟ metacognition skill average was 79% in the developing category, which

meant students can be helped toward realizing think if intrigued or supported, students‟ learning
activities ware at the high category (51%), while students‟ learning outcomes was in the less
category ( 38%). The correlation test (Pearson product moment test) results of students‟
metacognition skills with students‟ activity showed positive and significant correlation. Pearson
correlation coefficient (r) was 0.542 as the moderate category and determination coefficient was
0.293. The correlation test results of students‟ metacognition skills with students‟ learning
outcomes indicated that there was no correlation with the significant value of 0.136.

Keywords: learning activities, metacognition skills, correlation, learning outcomes
81

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Metakognisi memiliki peranan
penting dalam keberhasilan belajar,
sehingga

metakognisi
perlu
dikembangkan dalam hal bagaimana
siswa diajarkan untuk mengaplikasikan
sumber-sumber kognisinya dengan lebih
baik melalui kontrol metakognisi.
Ayersman (dalam Nulhakim, 2013)
berpendapat
bahwa
kurangnya
kesadaran siswa dalam menggunakan
kognisinya, menghalangi siswa untuk
mengerti mengapa siswa tetap tidak
berhasil dalam menyelesaikan tugasnya.
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan di kelas X MIA SMA Negeri 7
Pontianak pada tanggal 24 Maret 2015
menunjukkan bahwa pembelajaran kimia
yang biasa dilakukan masih belum
memberdayakan potensi siswa secara

optimal. Hal tersebut salah satunya
disebabkan
oleh
kurangnya
pemberdayaan berpikir siswa, karena
mayoritas persepsi pembelajaran kimia
mengetahui dan menghafal materi saja.
Hal ini menyebabkan pembelajaran yang
berlangsung hanya berorientasi pada hasil
saja, tanpa meningkatkan aktivitas siswa
secara
langsung
dan
kurang
memberdayakan kemampuan berpikir
siswa, sehingga siswa hanya mempelajari
kimia pada aspek kognitif saja.
Selain
itu,
siswa

belum
mempunyai
kesadaran
bagaimana
seharusnya mempelajari materi kimia
yang
benar,
baik
dalam
segi
merencanakan,
memilih
strategi,
memonitor dan mengevaluasi kemajuan
belajarnya sendiri. Akibatnya siswa
merasa kesulitan dalam memecahkan
masalah–masalah yang terkait dengan
kimia karena tidak ditemukan bahwa
siswa kurang memperhatikan saat guru
menjelaskan

dan
jarang
sekali

PENDAHULUAN
Mata pelajaran kimia merupakan
mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
siswa, kebanyakan siswa mengalami
kesulitan dalam mempelajari konsep
kimia daripada konsep pelajaran yang
lain, hal ini disebabkan karena
karakteristik ilmu kimia yang bersifat
abstrak (Rusmayansyah, 2001; Melati,
2010: 619).
Menurut Diniwati (2011: 1)
konsep dalam ilmu kimia secara garis
besar dibagi dalam dua kategori yaitu
konsep konkret dan konsep terdefinisi.
Konsep konkret digeneralisasi dari
pengamatan langsung terhadap gejalagejala alam atau eksperimen, misalnya

konsep tentang zat padat dan zat cair.
Sedangkan konsep terdefinisi adalah
gagasan yang berada pada tingkat
molekuler yang dibangun dari gagasangagasan lebih mendasar.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Pendley (Rusmayansyah,
2001; Melati, 2010: 620) menunjukkan
bahwa pada umumnya siswa cenderung
belajar dengan menghafal dari pada
membangun
pemahaman
terhadap
konsep-konsep kimia. Cara belajar
dengan hafalan seperti itu yang
menyebabkan
siswa
tidak
dapat
mengenali konsep-konsep kunci atau
hubungan antarkonsep yang diperlukan

untuk memahami konsep kimia. Untuk
itu, mengetahui kemampuan bagaimana
caranya belajar dalam pelajaran kimia
sangatlah penting bagi siswa, agar siswa
dapat mengatur cara belajarnya sendiri.
Salah satu kemampuan yang diperlukan
siswa dalam proses belajar di sekolah
adalah kemampuan metakognisi.

82

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

mengajukan pertanyaan walaupun guru
memancing
dengan
pertanyaanpertanyaan yang sekiranya belum jelas.
Hasil penelitian yang dilakukan

Kirkwood dan Symington (1996) (dalam
Rusmansyah, 2001). menunjukkan bahwa
banyak siswa yang dengan mudah
mempelajari mata pelajaran IPA lainnya
tapi
mengalami
kesulitan
dalam
memahami konsep-konsep dan prinsipprinsip kimia Hal ini dapat dilihat pada
persentase hasil ulangan umum siswa
semester ganjil kelas X MIA SMA
Negeri 7 Pontianak pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Ketuntasan Hasil
Ulangan Umum Siswa Semester Ganjil
Pada Pelajaran Kimia Tahun Ajaran
2014/2015
Kelas

X MIA
1

X MIA
2
X MIA
3
X MIA
4
Rata –
rata

Jumlah Siswa

akademis tinggi, 2 siswa berkemampuan
akademis sedang, dan 2 siswa
berkemampuan
akademis
rendah,
diperoleh informasi bahwa siswa kurang
menyukai pelajaran kimia karena
menurut siswa materi kimia sulit
dipahami, banyaknya rumus dan definisi

yang sulit dipahami serta sulitnya
mereaksikan
unsur-unsur
kimia.
Berdasarkan
hasil
observasi
dan
wawancara dengan siswa tersebut dapat
disimpulkan bahwa salah satu penyebab
rendahnya ketuntasan belajar dan
kurangnya aktivitas siswa dalam mata
pelajaran kimia adalah rendahnya
kesadaran siswa tentang bagaimana cara
belajarnya.
Penelitian
Rusdi
(2014:35)
menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kesadaran
metakognisi dengan hasil belajar.
Semakin tinggi kesadaran metakognisi
siswa maka semakin tinggi pula hasil
belajar siswa. Begitu juga sebaliknya
semakin rendah kesadaran metakognisi
siswa maka semakin rendah pula hasil
belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka
perlu dilakukan analisis keterampilan
metakognisi siswa agar dapat diketahui
secara rinci karakteristik belajar yang ada
pada siswa dalam pembelajaran kimia.
Untuk dapat mengukur keterampilan
metakognisi siswa maka digunakan
kuesioner yang diadaptasi langsung oleh
Cooper dan Urena (2009) yang disebut
dengan MCAI (Metacognitive Activities
Inventory).

Persentase (%)

Tun
tas
9

Tidak
Tuntas
29

Tunt
as
24

Tidak
Tuntas
76

2

37

5

95

0

39

0

100

2

36

5

95

8,5

91,5

ISSN. 2503-4448

Sumber: Daftar nilai ulangan kimia
mata pelajaran kimia 2014/2015 SMAN 7
Pontianak
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa
persentase ketuntasan belajar siswa
dalam mata pelajaran kimia sangat
rendah yaitu hanya 8,5 %, dengan kriteria
ketuntasan
minimum
yang
telah
ditentukan adalah 75. Artinya banyak
siswa mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal kimia.
Hasil wawancara dengan siswa
yang memiliki kemampuan akademis
tinggi, sedang dan rendah yang masingmasing terdiri 2 siswa berkemampuan

METODE PENELITIAN
Metode dan Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif.
83

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

c. Skor yang diperoleh siswa pada
masing-masing angket dikonversikan
menjadi nilai dengan skala 100
dengan rumus:

Menurut Darmadi (2011: 145) penelitian
deskriptif merupakan metode penelitian
yang berusaha menggambarkan objek
atau subjek yang diteliti sesuai dengan
apa
adanya,
karena
tujuannya
menggambarkan secara sistematis fakta
dan karateristik objek yang diteliti secara
tepat. Bentuk penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif korelasi yaitu penelitian yang
dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui
tingkat hubungan antara dua variabel atau
lebih, tanpa melakukan perubahan,
tambahan atau manipulasi terhadap data
yang memang sudah ada (Arikunto,
2013: 4).

X =

x

100
Keterangan:
X = Nilai dalam skala 100
Y = Skor yang diperoleh siswa pada
angket
d. Menentukan tingkat kerampilan
metakognisi.
Nilai yang diperoleh ditotal
kemudian
hasilnya
dicocokkan
dengan
skala
interval
nilai
keterampilan
metakognisi
dan
tingkat keterampilan diadaptasi dari
Green dalam Wati (2013: 587):
Tabel 2. Tingkat Keterampilan
Metakognisi

Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik komunikasi tidak langsung, teknik
komunikasi
langsung
dan
teknik
dokumentasi. Alat yang digunakan dalam
penelitian
ini
yaitu
kuesioner
keterampilan
metakognisi
(MCAI),
kuesioner aktivitas belajar, wawancara,
dan dokumentasi.

Inter
Ting-val
kat
Nilai
0-17

Teknik Analisis Data
1. Perhitungan
Keterampilan
Metakognisi Siswa
Angket MCAI yang telah diisi oleh
mahasiswa dianalisis dengan cara
menghitung jumlah jawaban dari masingmasing mahasiswa. Langkah untuk
mendapatkan
skor
keterampilan
metakognisi adalah sebagai berikut:
a. Merubah skor menjadi nilai dengan
skala 100
b. Mencari
nilai
minimum
dan
maksimum dari masing-masing
angket.

84

0

18-34

1

35-51

2

52-68

3

69-85

4

Nama

Keterangan

Belum
mengarah pada
kognisi
Tampak tidak
memiliki
At risk
kesadaran
(beresiko)
berpikir sebagai
suatu proses
Tidak mampu
memisahkan
Can not really apa yang
(maseh belum dipikirkan
terlalu bisa) dengan
bagaimana dia
berpikir
Dapat dibantu
menuju
Developing kesadaran
(berkembang) berpikir sendiri
jika tergugah
atau didukung
Sadar akan
berpikirnya
sendiri dan
dapat
OK (bagus)
membedakan
tahap-tahap
elaborasi input
dan output
Not yet
(belum)

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

86-102

5

Super
( sangat
bagus)

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

pikirannya
sendiri.
Terkadang
menggunakan
model ini untuk
mengatur
berpikir dan
belajarnya
sendiri
Mampu
menggunakan
keterampilan
metakognisi
secara teratur
untuk mengatur
proses berpikir
dan belajarnya
sendiri. Sadar
akan banyak
macam
kemungkinan
berpikir,
mampu
mnggunakannya
dengan lancer
dan
merefleksikan
proses
berpikirnya.

kelompok yaitu (Arikunto, 2013:
130):
Tabel 3. Kategori Penilaian
Nilai
Kategori
81 –
100
61 –
80
41 –
60
21 –
40
0–
20

𝑌 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚

Sangat
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat
Rendah

f. Menentukan nilai rata-rata yang
diperoleh siswa untuk setiap sub
aktivitas belajar yang dilakukan.
g. Menentukan kategori kemampuan
untuk masing-masing sub aktivitas
berdasarkan
skala
kategori
kemampuan. Kategori kemampuan
dilihat berdasarkan Tabel 4:
Tabel
4.
Skala
Kategori
Kemampuan
Persentase
Kategori
rata-rata
85 – 100
Sangat Baik
75 – 84
Baik
55 – 74
Cukup Baik
41 – 54
Kurang Baik
0 – 40
Sangat
Kurang Baik

2. Perhitungan Aktivitas Belajar
a. Merubah skor menjadi nilai dengan
skala 100
b. Mencari
nilai
minimum
dan
maksimum dari masing-masing
angket.
c. Skor yang diperoleh siswa pada
angket dikonversikan menjadi nilai
dengan skala 100 dengan rumus:
X =

ISSN. 2503-4448

x 100

3. Perhitungan Hasil Belajar Kimia
Hasil belajar siswa diperoleh dari
nilai hasil ulangan umum semester
genap tahun ajaran 2014/2015 kelas
X MIA SMA Negeri 7 Pontianak.
Data hasil belajar siswa diinterpretasi
berdasarkan Syaifuddin (2006: 106)
pada Tabel 5:

Keterangan:
X = Nilai dalam skala 100
Y = Skor yang diperoleh siswa pada
angket
e. Menentukan kategori pada angket
Kategori jenjang ini bertujuan untuk
menempatkan individu ke dalam
kelompok-kelompok yang terpisah
untuk aktivitas belajar menjadi lima

85

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

Tabel 5. Interpretasi Penilaian
Hasil Belajar Siswa
Rentang
Kategori
Nilai
80 – 100
Sangat Baik
70 – 79,99
Baik
60 – 69,99
Cukup
50 – 59,99
Kurang
0 – 49,99
Sangat Kurang
4.

ISSN. 2503-4448

Tabel
6.
Pedoman Interpretasi
Koefisien Korelasi
Besarnya nilai r
Interpretasi
0,00 - 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000

Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat

Untuk menyatakan besar kecilnya
sumbangan variabel yang satu terhadap
variabel yang lainnya, dapat ditentukan
dengan rumus koefisien determinan
sebagai berikut (Riduwan, 2004: 38):
KD = r2 x 100%

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk
menguji apakah data berdistribusi normal
atau tidak (Sugiyono, 2010: 55). Uji
normalitas pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan teknik statistik uji
Kolmogorov
Smirnov.
Pedoman
pengambilan keputusan untuk uji
normalitas adalah sebagai berikut
(Sugiyono, 2010: 55):
Jika signifikansi > 0,05 maka varians
populasinya adalah identik/terdistribusi
secara normal.
Jika signifikansi < 0,05 maka varians
populasinya adalah tidak identik/tidak
terdistribusi secara normal.
1. Korelasi
Uji korelasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji korelasi Pearson
Product Moment dengan menggunakan
aplikasi SPSS (Statistical Product and
Service Solution) 22.0 karena data
berdistribusi
normal.
Interprestasi
terhadap
koefisien
korelasi
yang
diperoleh
adalah
sebagai
berikut
(Sugiyono, 2010: 68):

Keterangan:
KD : nilai koefisien determinan
r : nilai koefisien korelasi
Tabel 7. Pedoman Kriteria Koefisien
Determinan
Persentase
Kriteria
80% - 100%
60% -79,9%
40% - 59,9%
20% - 39,9%
0% - 10,9%

Tinggi
Cukup
Agak Rendah
Rendah
Sangat Rendah

Hubungan
antara
keterampilan
metakognisi dengan aktivitas belajar dan
keterampilan metakognisi dengan hasil
belajar
juga dilihat dari nilai
signifikannya dengan pedoman sebgai
berikut:
Jika signifikansi > 0,01 maka Ho
diterima.
Jika signifikansi < 0,01 maka Ho ditolak.

86

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

Rusdi (2014: 33) yang menyatakan
bahwa sebesar 56,73%
siswa SMA
Negeri 4 Pontianak kelas XI IPA 3, XI
IPA 4, dan XI IPA 5 berada pada tingkat
3 yaitu tahap berkembang yakni siswa
dapat dibantu menuju kesadaran berpikir
sendiri jika tergugah atau didukung,
sehingga
guru
disarankan
untuk
mendukung siswa dan memfasilitasi
siswa dengan menerapkan strategistraregi metakognisi, sehingga dapat
meningkatkan keterampilan metakognisi
siswa dan membantu siswa mencapai
kemampuan berpikir mandiri.

HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
1. Deskripsi
Keterampilan
Metakognisi
Keterampilan metakognisi siswa
kelas X MIA SMA Negeri 7 Pontianak
terhadap mata pelajaran kimia diperoleh
dengan menyebar kuesioner terhadap 102
orang responden. Hasil analisis kuesioner
keterampilan metakognisi dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase Jumlah Siswa
Terhadap
Tingkat
Keterampilan
Metakognisi
Tingkat

Jumlah
Siswa

%

0

Kategori
Keterampilan
Metakognisi
Belum

0

0

1

Beresiko

0

0

2

6

6

3

Masih Belum
Terlalu Bisa
Berkembang

81

79

4

Bagus

15

15

5

Sangat Bagus

0

0

ISSN. 2503-4448

2. Deskripsi Aktivitas Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan dapat dilihat bahwa dalam
mata pelajaran kimia, siswa dengan
aktivitas belajar “Sangat Tinggi”
berjumlah 5 orang siswa, siswa dengan
aktivitas belajar “Tinggi” berjumlah 52
orang siswa, siswa dengan aktivitas
belajar “Sedang” berjumlah 40 siswa,
siswa dengan aktivitas belajar “Rendah”
berjumlah 5 siswa dan tidak ada siswa
yang berada pada kategori “Sangat
Rendah” (Gambar 1).
Gambar 1, menunjukkan bahwa
sebagian besar dari siswa kelas X MIA
memiliki aktivitas belajar dalam kategori
tinggi (51%) dan sedang (39%). Aktivitas
belajar yang tinggi dapat meningkatkan
hasil belajar yang dicapai. Aktivitas
mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses pembelajaran, sebab pada
prinsipnya belajar adalah berbuat yang
berarti melakukan kegiatan. Tidak ada
proses belajar kalau tidak ada aktivitas,
oleh karena itu aktivitas merupakan
prinsip belajar yang sangat penting dalam
belajar mengajar (Sardiman, 2004).

Berdasarkan hasil analisis data
keseluruhan keterampilan metakognisi
yang dilakukan, diperoleh persentase
keterampilan metakognisi siswa terhadap
tingkat keterampilan metakognisi. Hasil
kuesioner menunjukkan bahwa ada 6%
siswa SMA Negeri 7 Pontianak kelas X
MIA yang berada pada tingkat 2, berarti
siswa tidak mampu memisahkan apa
yang dipikirkan dengan bagaimana siswa
tersebut berpikir. Sebagian besar siswa
(79%) berada pada tingkat 3, artinya
siswa dapat dibantu menuju kesadaran
berpikir sendiri jika tergugah atau
didukung.
Data penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
87

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

rata-rata aktivitas sebesar 68,53% dengan
kriteria cukup baik. Aktivitas emosional
merupakan aktivitas belajar terendah, di
mana persentase rata-rata aktivitas belajar
sebesar 60,59% dengan kategori cukup
baik.
3. Deskripsi Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar didapatkan dari nilai
ulangan kimia semester genap siswa
tahun ajaran 2014/2015. Data diperoleh
dari 102 siswa kelas X MIA SMA Negeri
7 Pontianak. Data hasil belajar siswa
diinterpretasi berdasarkan Syaifuddin
(2006: 106) pada Tabel 9:
Tabel 9. Interpretasi Penilaian Hasil
Belajar Siswa
Rentang Kategori Freku PersenNilai
-ensi
tase
(%)
80 – 100
Sangat
13
13
Baik
70 –79,9
Baik
20
19
60 – 69,9
Cukup
18
18
50 – 59,9
Kurang
12
12
0 – 49,9
Sangat
39
38
Kurang
Berdasarkan Tabel 9, nilai tes
hasil belajar siswa kelas X MIA SMA
Negeri 7 Pontianak yang berada pada
kategori sangat kurang, lebih besar
daripada kategori lainnya. Siswa kelas X
MIA SMA Negeri 7 Pontianak dari 102
data siswa, yang masuk ke dalam
kategori sangat baik sebesar 13%, pada
kategori baik sebesar 19%, pada kategori
cukup sebesar 18%, pada kategori kurang
sebesar 12%, dan sebesar 39% siswa
pada kategori sangat kurang. Salah satu
penyebab rendahnya ketuntasan belajar
siswa dalam mata pelajaran kimia adalah
dikarenakan masih kurangnya kesadaran
tentang bagaimana siswa belajar. Hal ini
dapat terjadi karena selama ini hasil

Gambar 1. Pie Chart Persentase
Kategori Aktivitas Belajar Siswa

Gambar 2. Persentase
Aktivitas Belajar Siswa

Rata-Rata

Berdasarkan Gambar 2 diketahui
bahwa aktivitas belajar siswa tertinggi
yaitu aktivitas mendengar
sebesar
77,59%, termasuk dalam kategori baik.
Aktivitas menulis siswa sebesar 70,85%
dengan kriteria cukup baik. Aktivitas
mental siswa sebesar 70,73% dengan
kriteria cukup baik. Persentase aktivitas
oral atau aktivitas lisan rata-rata aktivitas
belajar sebesar 69,08% dengan kriteria
cukup baik. Persentase aktivitas visual
88

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

pendidikan
hanya
tampak
dari
kemampuan menghafal fakta, konsep,
teori atau hukum. Walaupun banyak
siswa mampu menyajikan tingkat hafalan
yang baik terhadap materi yang
diterimanya, tetapi pada kenyataannya
siswa seringkali tidak memahami secara
mendalam
substansi
materinya
(Depdiknas, 2007: 2).

mengetahui
koefisien
korelasi
keterampilan
metakognisi
dengan
aktivitas belajar digunakan dengan
perhitungan korelasi pearson product
moment.
5. Korelasi
Antara
Keterampilan
Metakognisi
dengan
Aktivitas
Belajar Siswa
Pengolahan
data
koefisien
korelasi dihitung menggunakan SPSS
22.0 dengan variabel bebas keterampilan
metakognisi dan variabel terikat aktivitas
belajar kimia pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Uji Korelasi Antara
Keterampilan Metakognisi dengan
Aktivitas Belajar Siswa

4. Uji Normalitas
Sebelum menghitung koefisien
korelasi, dilakukan uji distribusi normal
yang dihitung menggunakan SPSS
(Statistical Product and Service Solution)
22.0 menggunakan pendekatan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji ini
dilakukan untuk memastikan data telah
terdistribusi normal atau tidak.
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Data
keterampi
lan_metakognisi
N
Normal
Parametersa,b

Most Extreme
Differences

Mean
Std.
Deviati
on
Absolut
e
Positive
Negativ
e

ISSN. 2503-4448

keterampilan
_metakognis

aktivitas_be

i

lajar

keterampilan_met Pearson
aktivitas_
belajar

hasil_
belajar

1
akognisi

102

102

102

61.4875

61.2915

56.4510

.542**

Correlation
Sig. (2.000
tailed)

7.98960

11.54818

18.53689

.110

.089

.109

.110

.056

.075

-.069

-.089

-.109

.110

.089

.109

c

c

c

Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)

N

.050

.440

.050

aktivitas_belajar

Pearson

102

102

.542**

1

Correlation
Sig. (2.000
tailed)

a. Test distribution is Normal.

N

102

102

b. Calculated from data.

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

c. Lilliefors Significance Correction.

Hasil dari pengolahan data
tersebut menunjukkan bahwa data
keterampilan
metakognisi,
aktivitas
belajar dan hasil belajar terdistribusi
normal dengan sig ≥ 0,05 yaitu 0,05
untuk keterampilan metakognisi, 0,44
untuk aktivitas belajar dan 0,05 untuk
hasil belajar. Berdasarkan uji yang
menghasilkan data normal maka untuk

Berdasarkan hasil perhitungan
korelasi pearson product moment dengan
N=102 diperoleh sig 0,00. Sig 0,00 ≤
0,01 menunjukkan adanya korelasi yang
positif antara ketrerampilan metakognisi
dangan aktivitas belajar kimia. Besarnya
korelasi antara keterampilan metakognisi
dengan aktivitas belajar ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi sebesar
89

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

memantau, dan menilai apa yang
dipelajarinya sehingga siswa lebih siap
dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas.

Aktivitas Belajar

0,542 dengan tingkat hubungan keduanya
dalam kategori sedang. Selain itu dari
nilai korelasi yang didapat melalui
perhitungan, dapat dicari seberapa besar
pengaruh keterampilan metakognisi
terhadap aktivitas belajar siswa dengan
mencari nilai koefisien determinasi (r 2).
Dalam penelitian ini nilai r2 yang
diperoleh adalah 0,293. Hal ini
menunjukkan
bahwa
kesadaran
metakognisi
memberikan
pengaruh
sebesar 29,3% terhadap aktivitas belajar
siswa

6. Korelasi
Antara
Keterampilan
Metakognisi dengan Hasil Belajar
Siswa
Pengolahan
data
koefisien
korelasi dihitung menggunakan SPSS
22.0 dengan variabel bebas keterampilan
metakognisi dan variabel terikat hasil
belajar kimia pada Tabel 12.
Tabel
12.
Korelasi
Antara
Keterampilan Metakognisi dengan
Hasil Belajar Siswa

100
y = 0.7829x + 13.15
R² = 0.2934

50

ISSN. 2503-4448

keterampilan
_metakognisi

0
0

50

keterampilan_metako
gnisi

100

Keterampilan Metakognisi

1

Sig. (2-tailed)
hasil_belajar

Gambar
3.
Korelasi
keterampilan metakognisi
aktivitas belajar siswa

Pearson
Correlation

antara
dengan

N
Pearson
Correlation

hasil_
belajar
.149
.136

102

102

.149

1

Sig. (2-tailed)

.136

N

102

102

Berdasarkan hasil perhitungan
korelasi pearson product moment dengan
N=102 diperoleh sig 0,136. Sig 0,136 ≥
0,01 menunjukkan tidak adanya korelasi
antara keterampilan metakognisi dengan
hasil
belajar
kimia.
Hubungan
keterampilan metakognisi dengan hasil
belajar dapat diperjelas melalui diagram
scatter seperti pada Gambar 4.
Gambar 4 menunjukkan tidak
adanya hubungan antara keterampilan
metakognisi (sumbu X) dengan hasil
belajar siswa (sumbu Y). Hal ini dapat
terjadi karena siswa dengan keterampilan
metakognisi dalam kategori berkembang
tetapi memiliki hasil belajar dalam
kategori baik, ada siswa yang memiliki
keterampilan metakognisi dalam kategori

Hubungan
keterampilan
metakognisi dengan aktivitas belajar
dapat diperkuat melalui diagram scatter
seperti pada Gambar 3. Gambar tersebut
menunjukkan hubungan antara kesadaran
metakognisi (sumbu X) dengan aktivitas
belajar siswa (sumbu Y). Dari sebaran
data pada Gambar 3, maka dapat terlihat
bahwa semakin tinggi keterampilan
metakognisi siswa maka semakin tinggi
pula aktivitas belajarnya, begitu juga
sebaliknya semakin rendah keterampilan
metakognisi maka semakin rendah juga
aktivitas belajarnya. Hal ini dapat terjadi
karena siswa yang memiliki keterampilan
metakognisi yang tinggi dapat memulai
pemikirannya
dengan
merancang,
90

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

masih belum terlalu bisa namun hasil
belajarnya juga dalam kategori baik.
Tidak
adanya
hubungan
antara
keterampilan metakognisi dengan hasil
belajar ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal (Ardila, 2013: 6) di
antaranya kegagalan mengingat kembali
informasi yang tersimpan dalam ingatan
siswa. Hal-hal yang dapat menyebabkan
siswa tidak dapat mengingat apa yang
telah dipelajarinya ada dua, yakni
terjadinya proses lupa dan belum
diolahnya informasi tersebut di otak atau
disebut sebagai „keluar‟. Terjadinya
proses lupa pada siswa menyebabkan
siswa tidak dapat mengingat materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Lupa
berkaitan dengan fase penggalian dan
fase prestasi yang ada di otak. Lupa
menunjukkan kesulitan untuk menggali
informasi yang telah diperhatikan, diolah,
dan dimasukkan ke dalam ingatan jangka
panjang (Winkel ,2005).

b.

c.

d.

Hasil Belajar

150

e.
100
50
0
0

50

100

ISSN. 2503-4448

dalam kategori berkembang yakni
siswa
dapat
dibantu
menuju
kesadaran berfikir sendiri jika
tergugah atau didukung.
Aktivitas belajar siswa kelas X SMA
Negeri 7 Pontianak dalam mata
pelajaran kimia berada dalam
kategori tinggi (51%) dan sedang
(39%). Aktivitas belajar siswa yang
paling
tinggi
yaitu
aktivitas
mendengar (77,59%) dan aktivitas
belajar terendah yaitu aktivitas
emosional (60,59%).
Hasil belajar siswa kelas X SMA
Negeri 7 Pontianak pada mata
pelajaran kimia dalam kategori
sangat kurang (38%).
Terdapat hubungan yang positif dan
signifikan
antara
keterampilan
metakognisi dengan aktivitas belajar
siswa kelas X MIA SMA Negeri 7
Pontianak pada mata pelajaran kimia.
Hasil analisis diperoleh koefisien
korelasi Pearson (r) sebesar 0,542
yang termasuk pada kategori sedang.
Tidak terdapat hubungan antara
keterampilan metakognisi dengan
hasil belajar siswa kelas X MIA
SMA Negeri 7 Pontianak pada mata
pelajaran kimia.

Keterampilan Metakognisi

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 4. Korelasi
antara
keterampilan metakognisi dengan hasil
belajar siswa

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya dapat disimpulkan:
a. Keterampilan metakognisi siswa
kelas X SMA Negeri 7 Pontianak
dalam mata pelajaran kimia berada

Cooper, M.M dan Urena, S.S. (2009).
Design and Validation of an
Instrument
To
Assess
Metacognitive Skillfulness in
Chemistry Problem Solving.

91

Vol. 5 No. 1, Februari 2017

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

Hasil Belajar Siswa dalam Mata
Pelajaran Kimia Kelas XI SMA
Negeri 4 Pontianak. Skripsi.
Universitas
Muhammadiyah
Pontianak.

Journal of Chemical Education.
86(2): 240-245.
Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Rusmansyah. (2001). Meningkatkan
Pemahaman
Siswa
terhadap
Konsep Kimia Karbon melalui
Strategi Peta Konsep (Consept
Mapping). Jurnal Pendidikan
Nasional dan Kebudayaan (Edisi
40), 12-19. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan
Kurikulum Mata Pelajaran IPA.
Tidak Dipublikasikan: Pusat
Kurikulum Badan Penelitian Dan
Pengembangan
Departemen
Pendidikan Nasional .
Diniwati, A. (2011). Hubungan Antara
Kemampuan Berpikir Formal
Dengan
Kemampuan
Memberikan
Gambaran
Mikroskopis Konsep Asam Basa
Pada Siswa Kelas XI Sma Negeri
1 Gorontalo. Skripsi. Jurusan
Pendidikan
Kimia
FMIPA
Universitas Negeri Gorontalo.
Melati,

Sardiman, A.M. (2011). Interaksi dan
Motivasi
Mengajar.
Jakarta:
Rajawali Press.
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Pendidikan
(Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
D). Bandung: Alfabeta.

H.A. (2010). Meningkatkan
Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa
SMAN 1 Sungai Ambawang
Melalui Pembelajaran Model
Advance
Organizer
Berlatar
Number Head Together (NHT)
Pada Materi Kelarutan dan Hasil
Kali Kelarutan. Jurnal Visi Ilmu
Pendidikan. Vol 1.

Syaifuddin, A. (2006). Penyusun Skala
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wati,

Nulhakim,
L.
(2013).
Analisis
Keterampilan Metakognitif Siswa
yang dikembangkan melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah
pada Materi Kelarutan dan Hasil
Kali
Kelarutan.
Skripsi.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Rusdi,

ISSN. 2503-4448

D.A.R. (2013, 19 Januari).
Metacognitive Awareness of
Science Students in Chemistry.
Makalah untuk Seminar Nasional
Pendidikan Sains PPs. Surabaya.

Winkel,
W.S.
(2005).
Psikologi
Pengajaran. Yogyakarta: Media
Abadi.

A. (2014). Korelasi Antara
Kesadaran Metakognisi dengan
92

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25