YANG PANTAS DAN TIDAK PANTAS DALAM PERCA
YANG PANTAS DAN TIDAK PANTAS
DALAM PERCAKAPAN BAHASA INDONESIA1
Oleh
Mashadi Said
[email protected]; [email protected]
Ichwan Suyudi
[email protected]
Hendro Firmawan
[email protected]
Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma, Jakarta
Jalan Margonda Raya 100 Depok 16424;
telp. 021-78881112 Ext. 481
Fax: 0217872829
Abstrak
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan komunikasi adalah memahami
budaya bahasa yang digunakan. Bahasa Indonesia tidak terkecuali. Makalah ini
bertujuan untuk memaparkan apa yang pantas dan yang tak pantas dalam komunikasi
lisan bahasa Indonesia, khususnya dalam percakapan sehari-hari. Kepantasan atau
ketidakpantasan dalam bahasa Indonesia dapat diukur dengan menggunakan
parameter nilai budaya, ketaklangsungan, pilihan kata, intonasi, dan bahasa
tubuh. Kepantasan dan ketidakpantasan itu dibagi ke dalam 10 ranah teknik
percakapan berdasarkan tawaran Matreyek (1983) dalam Communicating in English:
Examples and Models: Situations. Kesepuluh ranah teknik percakapan itu meliputi 1)
membuka dan menutup percakapan, 2) meminta dan menyatakan pendapat, 3)
mengatur pembicaraan: pengulangan, kecepatan bicara/volume suara, 4) menanyakan,
mengklarifikasi maksud, 5) merefleksi, 6) memberi komentar, 7) menyela percakapan,
8) mengecek pemahaman, menghapus kesalahpaman, 9) topik percakapan: mengubah,
kembali ke topik percakapan, mencegah perubahan topik percakapan, menghindari
topik percakapan, dan 10) menawarkan ide, dan menambah hal-hal yang terkait.
Kata kunci: pantas, tidak pantas, teknik percakapan
1
Disajikan pada Seminar Lokakarya Internasional Pengajaran BIPA pada tanggal 18—20 Juli 2007 di
Jakarta.
1
A. Pendahuluan
Sebagai titik tolak, ada beberapa prinsip dasar yang paling menentukan
kepantasan atau kepatutan dalam berkomunikasi dengan orang Indonesia. Namun
sebelum prinsip itu dijelaskan, perlu dikemukakan apa yang kami maksud dengan
pantas dan dan tidak pantas. Secara harfiah, pantas berarti patut, layak, sesuai,
sepadan, kena benar, tidak mengherankan, dan tampak elok (KBBI, 2003). Kepatutan
atau kepantasan yang kami maksudkan di sini adalah kepatutan atau kepantasan suatu
kata atau ungkapan yang digunakan pada konteks formal, bukan informal. Suatu kata
atau ungkapan dianggap pantas bila ungkapan itu dapat diterima dengan baik dan
dtreima dengan senang hati lawan bicara kita, tetapi bila ungkapan yang kita gunakan
tidak mengenakkan orang lain atau lawan bicara kita, khususnya pada konteks formal,
maka kata atau ungkapan itu berarti tidak pantas atau tidak patut digunakan.
Di samping itu, ada beberapa prinsip dasar yang merupakan syarat yang harus
dipenuhi agar suatu interaksi dianggap pantas oleh umumnya orang Indonesia.
1. Prinsip nilai budaya ’hormat’. Prinsip ini menuntut agar setiap orang dalam
cara berbicara, dalam pilihan kata dan ungkapan, dan dalam membawa diri
selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat
dan kedudukannya. Prinsip ini merupakan kerangka normatif yang
menentukan bentuk-bentuk konkret semua interaksi (Magnis-Suseno, 1984).
2. Sebutan orang kedua amat penting diperhatikan dalam percakapan bahasa
Indonesia (Aridah, 2007). Untuk mencapai kepatutan dalam berkomunikasi
dengan orang Indonesia, sapaan untuk orang kedua sangat penting
diperhatikan. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa kata ganti orang kedua
yang selalu digunakan dalam percakapan, yaitu Anda, kamu/kau, engkau,
Bapak, Ibu, Saudara/Saudari, Ibu + nama suami, nona, adik, kakak, dan
sebagainya. Menggunakan kata ganti orang kedua kepada lawan bicara kita
sangat menentukan keberhasilan komunikasi kita. Tabel berikut memerikan
cara menggunakan kata ganti orang kedua.
No Kata Ganti
Orang
1
Anda
2
Saudara/Saudari
3
Engkau
4
Bapak/pak
Penggunaan
Dapat digunakan kepada orang yang sama usianya
atau lebih muda dari pembicara dalam konteks
formal, tetapi jarang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Penggunaannya sama dengan Anda. Banyak
digunakan dalam situasi formal.
Untuk orang yang sebaya, tetapi saat ini jarang
digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Sapaan hormat kepada pria dewasa atau usianya lebih
tua dari penyapa. Sapaan ini berlaku untuk formal
dan informal.
2
5
Ibu/bu
6
7
Ibu + nama
suami
Ibu/Bu + nama
8
Pak + nama
9
Mbak
10
Mas
11
Dik/adik
12
Kak/kakak
13
Kau, Kamu
14
lu, ente
Sapaan hormat kepada wanita dewasa atau usianya
lebih tua dari penyapa. Sapaan ini berlaku untuk
formal dan informal.
Sapaan hormat kepada wanita yang bersuami. Sapaan
ini berlaku untuk formal dan informal.
Sapaan hormat kepada wanita, khususnya wanita
yang memiliki kedudukan atau berpendidikan tinggi.
Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.
Sapaan hormat kepada pria, khususnya pria yang
memiliki kedudukan atau berpendidikan tinggi.
Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.
Digunakan untuk menyapa wanita dalam komunikasi
informal.
Digunakan untuk menyapa pria dalam komunikasi
informal.
Digunakan untuk menyapa orang yang lebih muda,
dan khususnya untuk orang yang sangat akrab.
Digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua, dan
khususnya bila hubungannyanya sudah sangat akrab.
Sapaan ini untuk informal.
Hanya dapat digunakan untuk orang yang lebih tua
kepada orang yang lebih muda atau orang yang
sangat akrab. Kata kamu sebaiknya dihindari pada
saat Anda baru berkenalan. Sapaan ini untuk
informal.
Sebaiknya dihindari digunakan, khususnya kepada
orang yang baru Anda kenal. Cara ini hanya
digunakan kepada orang yang sangat akrab atau anak
muda yang sangat akrab. Sapaan ini untuk informal.
Secara umum, orang Indonesia sangat suka kepada orang yang sopan. Untuk
berlaku sopan, pembicara dituntut menggunakan sapaan yang tepat, khususnya
sapaan untuk orang kedua. Dalam sapaan yang pantas untuk konteks formal
adalah Anda, saudara, saudari, Bapak atau Pak, Ibu atau Bu. Untuk orang
pertama, umumnya orang Indonesia menggunakan pronomina ‟saya‟, tetapi ada
juga yang menyebut namanya sendiri khususnya bila para pembicara adalah
orang muda.
3. Prinsip ’ketaklangsungan’. Prinsip ini menuntut setiap pembicara agar dalam
interaksi tidak terkesan menyerang lawan bicaranya. Cara bertutur kata yang
langsung pada apa yang sebenarnya ingin di bicarakan dianggap kurang patut
bagi kebanyakan orang Indonesia. Karena itu, inti pembicaraan sering terasa
panjang-lebar dan terkesan berbelit-belit.
4. Pilihan kata menuntut pembicara untuk memilih kata atau ungkapan yang
pantas untuk berinteraksi dengan lawan bicaranya sesuai dengan konteksnya
yang meliputi (1) jarak sosial antara penutur dan petutur, dan (2) perbedaan
kekuasaan antara penutur dan petutur. Dalam percakapan bahasa Indonesia
hubungan antara pembicara menentukan pilihan kata yang digunakan.
Hubungan itu misalnya: tua-muda, guru-murid, orangtua-anak, atasanbawahan, akrab dan tidak akrab.
3
5. Unsur Paralinguistik yang perlu diperhatikan dalam situasi percakapan dalam
bahasa Indonesia adalah penggunaan tangan. Bagi Indonesia, tangan kanan
merepresentasikan kesopanan, kebersihan, dan kebajikan. Karena itu, tangan
kiri sebaiknya tidak digunakan dalam kondisi: mempersilakan, memberikan
sesuatu, minum/makan, dst. Selain itu, bila pembicara itu lebih muda dariapda
lawan bicaranya atau status sosialnya lebih tinggi daripada dirinya, maka ia
dituntut untuk berlaku hormat dan sopan kepada lawan bicaranya. Selanjutnya,
dalam situasi tertentu, pembicara yang lebih muda atau status sosial yang lebih
lebih di bawah daraipada lawan bicaranya dituntut untuk berlaku sopan,
misalnya dengan gerakan tubuh yang sedikit agak membungkuk.
B. Teknik Bercakap
Ada teknik tertentu yang digunakan orang dari waktu ke waktu dalam
percakapan atau berdiskusi dengan orang lain. Pembicara yang baik menggunakan
teknik itu dengan mudah dan lancar. Menjadi pembicara yang baik dalam bahasa
Indonesia melibatkan kemampuan untuk mengunakan teknik tersebut. Berikut ini
adalah contoh ungkapan yang pantas dan yang tidak pantas dalam percakapan bahasa
Indonesia.
1. Membuka dan Menutup Percakapan
a. Membuka Percakapan
Banyak cara untuk membuka sebuah percakapan. Cara yang dilakukan untuk
membuka sebuah percakapan bergantung pada hubungan antara pembicara satu
dengan yang lain. Di bawah ini ada empat cara yang paling umum digunakan untuk
membuka sebuah percakapan. Ucapan salam kadang-kadang digunakan sebelum
memulai, tetapi tidak selalu demikian.
Ucapan Salam +
1. Memperkenalkan Diri
2. Bertanya
3. Memberi Pernyataan
4. Meminta Perhatian
Cara pertama (ucapan salam + memperkenalkan diri) sering digunakan kepada
orang yang baru dikenal. Cara ke-2, ke-3, dan ke-4 juga dapat digunakan kepada
orang yang baru dikenal, rekan atau teman.
1) Memperkenalkan Diri
Anda biasanya menggunakan teknik ini kepada orang yang baru pertama kali
Anda jumpai: pesta, pertemuan, musyawarah, rapat, dan lain-lain. Hal ini tidak selalu
menggunakan topik. Hal ini biasanya tidak dibutuhkan topik pembicaraan.
Contoh:
Pantas
Selamat pagi/siang/malam, nama saya Julia.
Selamat malam. Perkenalkan, nama saya Julia.
Selamat sore. Nama saya Julia.
Selamat malam. Maaf, rasanya kita pernah bertemu sebelumnya.
Nama saya Ichwan. Apakah Bapak/Ibu ... ?
4
Penjelasan:
Untuk
memperkenalkan
diri,
Siapa namamu?
sebaiknya kita menyebutkan nama kita
Kamu siapa?
terlebih dahulu baru menanyakan nama
Namamu X kan?
orang lain. Namun, biasanya bila kita
menyebutkan nama kita, lawan bicara kita
akan menyebutkan namanya. Menyebutkan nama biasanya disertai dengan jabatan
tangan. Bila percakapan itu melalui melalui telepon, penelpon harus terlebih dahulu
memberi identitasnya sebelum menanyakan identitas orang yang ditelpon.
Tak Pantas
2) Bertanya
Cara kedua untuk membuka dan melanjutkan percakapan adalah bertanya.
Anda dapat menanyakan informasi atau meminta bantuan. Anda perlu berhati-hati
terhadap kesopanan dalam bertanya, terutama terhadap pertanyaan yang bersifat
pribadi. Untuk menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi memerlukan waktu yang
cukup lama. Bahkan, orang akrab sekali pun sangat sensitif menerima pertanyaan
yang bersifat pribadi. Karena itu, demi lancarnya percakapan Anda, diperlukan
kemampuan untuk mencari topik yang lebih bersifat netral.
Contoh:
Pantas
Selamat pagi. Maaf, Anda bekerja di sini?
Maaf. Bisa bertanya?
Selamat siang. Apa kabar?
Maaf. Di mana warnet terdekat di sini?
Maaf, di mana tempat-tempat menarik di kota ini?
Tak Pantas
Selamat malam. Sudah punya pacar?
Selamat pagi. Kamu bekerja di sini?
Apakah Anda sudah punya suami/istri?
Umurmu berapa, sih?
Agamamu, apa sih?
Penjelasan:
a) Secara umum, orang Indonesia sangat senang bila pertanyaan itu dimulai
dengan “maaf “, seperti: Maaf Pak/Bu/dik, di mana Bank Indonesia? Tetapi
pertanyaan yang bersifat pribadi sebaiknya ditangguhkan sampai Anda benarbenar saling kenal dengan baik. Jadi, pertanyaan seperti: “Berapa umur
Anda?”, “Apakah Anda sudah punya pacar?” “Apakah Anda sudah
berkeluarga?” dan sejenisnya sebaiknya dihindari.
b) Sampai saat ini masih banyak bisa dijumpai orang Indonesia menanyakan halhal yang bersifat pribadi, misalnya “Apakah Anda sudah beristri/bersuami?”
“Sudah berapa anak Anda?” “Kapan Anda menikah?”. Namun, tampaknya ada
pergeseran untuk tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, khususnya
di kota-kota besar di Indonesia dan di kalangan kaum terdidik.
5
3) Memberi Pernyataan
Cara ketiga yang dilakukan untuk membuka percakapan yaitu dengan
memberi pernyataan. Cara ini dapat digunakan kepada orang yang baru pertama kali
dijumpai, rekan atau teman dalam berbagai acara. Beberapa pernyataan sering
berkaitan dengan keadaan sekeliling, pengalaman, topik mutakhir, atau penampilan
orang lain. Memberi pernyataan adalah cara yang baik untuk melanjutkan percakapan.
Contoh:
Pantas
Anda kelihatan segar sekali hari ini.
Selamat malam. Bagus sekali baju Anda.
Anda tampak sehat sekali. Apa resepnya, ya?
Anda tampak ceriah sekali.
Anda cantik sekali dengan gaun itu.
Tak Pantas
Anda kelihatan langsing sekali. Ada apa?
Bajumu kurang panjang.
Warna bajumu terlalu mencolok.
Kamu kelihatan murung. Ada apa ya.
Kamu kurang cocok dengan gaun itu.
Penjelasan:
Secara umum, ketika kita membuat pernyataan, sebaiknya tidak memberi
penelitian kepada lawan bicara kita atau melihat sisi-sisi negatif tentang dirinya atau
keadaan lingkungan lawan bicara kita. Ceritakanlah hal-hal yang bersifat positif
terhadap lawan bicara Anda. Orang Indonesia umumnya suka diberi pujian, tetapi
sepantasnya. Dulu, orang Indonesia senang dikatakan ‟gemuk‟, tetapi, khususnya di
kota-kota, sudah bergeser. Pujian ‟gemuk‟ lebih baik diganti dengan ‟Anda tampak
cantik, bugar, ceriah, makmur.
4) Meminta Perhatian
Teknik terakhir untuk membuka percakapan yaitu meminta perhatian. Ini
adalah cara yang paling sering digunakan ketika orang lain terlihat sibuk. Cara ini
juga digunakan ketika Anda memiliki sesuatu yang istimewa untuk dibicarakan
kepada orang lain.
Contoh:
Pantas
Maaf mengganggu, apakah saya bisa bicara dengan Ibu/Bapak/Anda sebentar?
Permisi, bisa minta waktu Bapak/Ibu/Anda sebentar?
Maaf mengganggu. Bisa bicara sebentar?
Saya ingin bicara dengan Bapak/Ibu/Anda, apakah Bapak/Ibu punya waktu?
Maaf menyela, bisa bicara sebentar?
Tak Pantas
6
Dari tadi saya menunggu! Bisa bicara?
Sibuk amat! Bisa bicara!
Saya mau bicara!
Saya perlu waktu Anda!
Penjelasan:
Dalam budaya Indonesia, orang yang akan meminta perhatian, biasanya
memulai dengan kata: maaf, maaf mengganggu, atau permisi. Namun, kita harus
menyertainya dengan ‟badan sedikit agak membungkuk‟ dan/atau dengan ‟suara yang
agak pelan‟.
b. Menutup Percakapan
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menutup percakapan. Kadangkadang percakapan berakhir karena tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Ada tiga
cara yang digunakan untuk menutup percakapan adalah:
1. Menyatakan rasa senang
2. Minta maaf mau pergi
+ Salam pisah
3. Meminta maaf karena telah
mengganggu kesibukan
orang lain
Ketiga teknik ini biasanya diikuti dengan salam pisah.
1) Menyatakan Kehangatan
Salah satu cara untuk mengakhiri percakapan adalah menyatakan rasa senang
ketika berbicara dengan orang lain. Dalam waktu yang sama, Anda dapat menyatakan
keinginan untuk bertemu lagi pada waktu yang akan datang. Waktu dan tempat
bertemu tidak perlu ditentukan.
Contoh:
Pantas
Saya merasa senang berkenalan dengan Anda. Sampai jumpa lagi.
Saya harap kita dapat bertemu kembali di lain waktu. Mari.
Saya senang telah memiliki kesempatan berbicara dengan Bapak/Ibu. Mari, Pak/Bu
Jika ada waktu, saya ingin bicara dengan Anda lagi. Mari.
Tak Pantas
Sudah dulu, ya.
Hmm. (berbalik tanpa menyapa)
Sayang sekali percakapan tadi tidak menyenangkan.
Penjelasan:
Pada saat menutup percakapan, orang Indonesia biasanya berjabat tangan
sambil agak membungkuk tanda hormat. Jabatan tangan bisa dilakukan dengan cara
umum, ala orang Sunda (seperti panganut agama Budha pada saat menghormati
Budha atau tangan tak bersentuhan di antara pembicara), atau dengan anggukan
sambil tersenyum.
7
2) Meminta Maaf Mau Pergi
Cara lain yang digunakan untuk mengakhiri percakapan yaitu dengan meminta
maaf karena mau pergi.Teknik ini tidak terlalu baik untuk digunakan, atau meminta
maaf untuk pergi bukan merupakan alasan yang tepat.
Contoh:
Pantas
Senang sekali bicara dengan Saudara, tetapi saya harus menghadiri pertemuan
di kantor. Maaf sekali, ya. Mari.
Mungkin kita bisa melanjutkan pembicaraan ini di waktu lain. Saya akan
menjemput anak saya dulu. Maaf ya. Mari.
Bagaimana kalau kita bicarakan lagi nanti. Soalnya, saya ditunggu di ...
Mari.
Tak Pantas
Saya buru-buru nih!
Tidak ada waktu lagi untuk bicara dengan Anda.
Lain kali lagi, ya. Saya tidak ada waktu!
Penjelasan:
Menutup pembicaraan karena ada keperluan lain harus dilakukan dengan
sangat hati-hati. Kalau tidak, lawan bicara kita bisa merasa disepelekan. Karena itu,
sebaiknya digunakan ungkapan ‟Maaf sekali‟guna menetralkan keadaan.
3) Meminta Maaf Karena Telah Mengganggu Orang Lain
Cara lain yang dapat digunakan untuk menutup percakapan yaitu dengan
meminta maaf karena telah mengganggu orang lain. Anda dapat melakukan teknik ini
ketika anda benar-benar menyela atau mengganggu orang lain.
Pantas
Maaf, saya telah mengganggu kesibukan Anda. Terima kasih. Mari.
Terima kasih atas waktu yang Bapak berikan. Mari, pak.
Maaf, telah menyita waktu Ibu. Terima kasih.
Maaf, merepotkan.
Tak Pantas
Ini kewajiban Anda menerima saya.
Kewajiban Bapak, kan melayani saya.
Tampaknya Ibu kekurangan waktu untuk saya.
Penjelasan:
Bila Anda telah merasa merepotkan orang lain atas kedatangan Anda, maka
Anda sepantasnya ‟meminta maaf‟ dan mengucapkan ‟terima kasih‟. Artinya, tidak
pantas bila Anda ‟tidak meminta maaf ‟ dan ‟tidak berterima kasih‟.
2. Meminta/Menyatakan/Merespon Pendapat
Teknik percakapan kedua melibatkan pendapat. Meminta, menyatakan, dan
merespon pendapat biasanya dilakukan setelah pembicaan berlangsung.
Contoh:
8
Pantas
A: Menurut Anda, bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma?
B: Saya kira sangat baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A.
C: Oh, begitu.
Ungkapan merespon pendapat secara sopan:
Oh, begitu.
Pendapat Anda baik sekali.
Saya setuju dengan pendapat Saudara.
Hmm, tetapi bagaimana kalau ... .
Tak Pantas
A: Menurut Anda, bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma?
B: Saya kira sangat baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A.
C: Anda membual!
Ungkapan merespon pendapat yang tidak pantas:
Walah!
Tidak benar!
Kok. Begitu!
Anda membual
Tidak setuju.!
Penjelasan:
Meminta pendapat dapat dimulai dengan „Bagaimana pendapat Bapak/Ibu
mengenai ...‟, „Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ... „. Merespon pendapat
sebaiknya dilakukan secermat mungkin. Artinya, pembicara harus berusaha untuk
menghindari ungkapan yang dapat menyinggung perasaan orang lain atau lawan
bicara.
3. Mengatur Percakapan Lawan Bicara
a. Meminta Lawan Bicara untuk Pengulangan/Mengulangi
Kadang-kadang dalam sebuah percakapan, kita tidak mendengar atau tidak
memahami apa yang lawan bicara kita ucapkan. Dalam kasus seperti ini, kita perlu
meminta lawan bicara kita untuk mengulangi pernyataannya.
Contoh:
Pantas
Maaf, bisa Anda ulangi?
Maaf, apa yang barus aja Anda katakan?
Tolong ulangi lagi apa yang baru saja Anda katakan.
Mohon katakan sekali lagi?
Tadi saya katakan bahwa...
Tadi saya bertanya apakah...
Yang tadi saya katakan adalah...
Tidak Pantas
Tadi bilang apa?
Bicara apa tadi?
Ulangi!
9
Katakan sekali lagi!
Bicara apa barusan?
Tadi saya bilang/berkata bahwa...(dengan nada tinggi)
Makanya perhatikan kalau orang sedang berbicara. Tadi saya bilang...
Penjelasan:
Meminta lawan bicara untuk mengulangi kata-katanya sebaiknya diawali
dengan kata „maaf‟ atau „tolong‟.
b. Meminta Lawan Bicara untuk Mengurangi Kecepatan dan Volume Bicara
Kadang-kadang lawan bicara kita terlalu cepat atau terlalu pelan sehingga kita
tidak dapat mengerti bahkan mendengar apa yang mereka ucapkan. Jika menghadapi
situasi ini, kita perlu meminta lawan bicara untuk berbicara lebih pelan atau
mengeraskan suaranya.
Contoh:
Pantas
Maaf, tolong bicara lebih pelan.
Maaf, pendengaran saya agak terganggu. Bisa bicara lebih keras lagi?
Tolong jangan berbicara terlalu cepat.
Mohon bicara yang pelan.
Tidak Pantas
Kalau bicara jangan keras-keras!
Cepat amat bicaranya!
Kalau bicara terlalu cepat orang tidak akan mengerti.
Pelan sedikit. Kenapa, sih!
Penjelasan:
Untuk meminta lawan bicara menaikkan volume suara atau bicara lebih pelan
bisa dimulai dengan „maaf‟, „tolong‟, dan „mohon‟. Yang perlu dihindari adalah
ungkapan yang bersifat mengeritik atau sok perintah.
4. Menanyakan dan Memberi Arti serta Meminta dan Memberi Klarifikasi
Dalam sebuah percakapan, kadang-kadang kita tidak mengerti kata atau
pernyataan yang lawan bicara kita ucapkan, atau kadang-kadang kita ingin lawan
bicara memberikan contoh atau menjelaskan lebih rinci tentang pernyataannya.
Upaya-upaya ini bisa dipandang sebagai upaya mengembangkan percakapan kita
dengan lawan bicara.
a. Menanyakan Makna Kata atau Maksud Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
Maaf. Apa maksud Bapak?
Maaf. Apa arti kata „mengentaskan kemiskinan?‟
Maaf, apa maksud Ibu dengan ... ?
Tidak Pantas
10
Apa itu?
Gunakan kata-kata yang sederhana saja! Kata-katamu susah
dimengerti.
Bagaimana orang bisa mengerti pernyataan Anda kalau Anda
menggunakan kata-kata seperti itu?
Maksudmu, apa?
Penjelasan:
Menanyakan maksud pembicara diawali dengan kata „Maaf.‟ Lalu dilanjutkan
dengan pertanyaan: „Apa maksud Bapak/Ibu dengan/Saudara/Anda ... dengan ...‟
b. Memberi Makna atas Kata yang Kita Ucapkan kepada Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
Maksud saya adalah ... .
Artinya, ... .
Yang saya maksud adalah ... .
Tidak Pantas
Masa arti kata itu saja tidak tahu? Artinya kan...
Cari sendirilah artinya.
Masa tidak mengerti maksud saya.
Penjelasan:
Mengemukakan maksud kita karena lawan bicara tidak memahami maksud
pembicaraan kita dapat diawali dengan „Maksud saya ... „, „Yang saya maksud adalah
... „.
c. Meminta Klarifikasi terhadap Pernyataan Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
Maaf. Apakah maksud Ibu tadi adalah ... ?
Maaf. Apakah maksud Bapak dengan...?
Apakah maksud istilah „x‟ adalah...?
Apakah maksud Anda...?
Apakah Bapak bisa memberi contoh kepada kami?
Bisa Anda perjelas lagi maksud Saudara?
Tidak Pantas
Jangan bertele-tele kalau berbicara!
Coba perjelas pernyataan Anda! Terlalu berbelit-belit!
Maksud Anda apa?!
Beri contoh dong, supaya orang mengerti maksudnya.
Pernyataan Anda terlalu sulit dimengerti. Perjelas lagi! Kasih contohnya,
dong!
Jelaskan dengan sejelas-jelasnya lah! Bagaimana orang bisa mengerti
kalau cara Anda menjelaskan seperti itu?
Penjelasan:
11
Cara santun untuk meminta klarifikasi terhadap pernyataan lawan bicara atau
orang yang sedang/telah berbicara adalah dengan menggunakan kalimat tanya.
Ungkapan klarifikasi bisa diawali dengan „Maaf.‟, khususnya bila lawan bicara kita
adalah guru, dosen, atasan, atau orang yang kedudukannya lebih tinggi dari
kedudukan kita. Kalau lawan bicara kedudukannya sama lebih rendah, ungkapan
„Maaf.‟ Tidak diperlukan.
d. Memberi Klarifikasi atas Pernyataan yang Kita Ucapkan
Contoh:
Pantas
Maksud saya adalah...
Maksud saya dengan pernyataan tersebut adalah...
Maksud istilah itu adalah...
Maksud pernyataan saya adalah...
Contohnya/Misalnya...
Untuk lebih jelasnya lagi...
Untuk lebih rincinya, ...
Tidak Pantas
Harusnya Anda memahami maksud saya karena saya sudah menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti. Mungkin Anda yang harus lebih banyak belajar
bahasa.
Maksud saya sebenarnya sederhana saja, hanya...
Harusnya begini saja Anda mengerti. Maksud saya kan hanya...
Sepertinya hanya Anda yang tidak mengerti maksud pernyataan saya bahwa...
Seharusnya Anda sudah dapat menyimpulkan sendiri bahwa...
Sebenarnya saya sudah cukup rinci menjelaskan tadi!
Saya rasa penjelasan saya sudah mendetil. Mungkin Anda yang tidak
mendengarkan dengan baik.
Penjelasan:
Memberi klarifikasi terhadap permintaan klarifikasi lawan bicara adalah
keharusan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengawali klarifikasi kita dengan
„Maksud saya adalah ...‟, „Contohnya/misalnya‟.
5. Merefleksi
Merefleksi adalah sebuah teknik percakapan untuk mengekspresikan kembali
pendapat atau perasaan yang sama dengan pernyataan yang telah dikemukakan oleh
lawan bicara kita. Refleksi dilakukan untuk berbagai alasan, misalnya untuk meminta
klarifikasi dari lawan bicara atau untuk meminta lawan bicara meneruskan pernyataan
yang dikemukakannya. Refleksi juga bisa dilakukan saat kita butuh waktu untuk
berpikir; serta untuk membantu lawan bicara mengetahui pemahaman kita terhadap
pernyataannya.
Ada dua macam refleksi, yaitu: langsung dan interpretatif.
a. Refleksi Langsung
Contoh:
Pantas
A: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja.
12
B: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja?
A: Iya, dia memang keterlaluan.
B: Apa maksudmu bahwa ia memang keterlaluan?
A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor itu.
B: Anda tidak bisa lagi bekerja di kantor itu? Mengapa?
A: Apa pendapat Anda tentang itu?
B: Pendapat saya tentang itu? Hmm...
Tidak Pantas
A: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja.
B: Maaf. Saya tidak punya waktu membicarakan hal itu .
A: Iya, dia memang keterlaluan.
B: Maaf. Sebaiknya Anda tidak membicarakan kejelekan orang lain .
A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor itu.
B: Ya. Sudah. (Ditinggal begitu saja.)
A: Apa pendapat Anda tentang itu?
B: Tidak punya pendapat.
Penjelasan:
Untuk merefleksi langsung, kita dapat mengulangi hampir persis sama dengan
seluruh kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan mengubahnya menjadi
pertanyaan.
b. Refleksi Interpretatif
Kita menyatakan bahwa kita memahami dengan baik pernyataan lawan
bicara.
Contoh:
Pantas
A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya selama ini.
B: Kedengarannya Anda sangat menikmati hidup Anda .
A: Ya, seperti itulah.
Ungkapan-Ungkapan yang dapat digunakan:
Anda tampaknya ...
Anda sepertinya ...
Anda kelihatannya ...
Rasanya ...
Kedengarannya seperti ...
Kedengarannya baik sekali.
Tidak Pantas
A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya selama ini.
B: Mana gua pikirin.
Ungkapan yang tidak pantas digunakan:
Saya tidak peduli.
Biarin.
Penjelasan:
13
Memberi perhatian terhadap lawan bicara merupakan keharusan dalam
berbicara. Hal yang perlu dijaga adalah perasaan empati terhadap lawan bicara.
6. Memberi Komentar
Untuk membuat percakapan lebih mulus, pecakap biasanya menggunakan
‟fasilitator‟. Fasilitator adalah kata atau ungkapan yang digunakan untuk
menunjukkan bahwa Anda sungguh-sungguh menyimak dan mendorong orang lain
untuk tetap melanjutkan percakapan. Meskipun begitu, orang kadang-kadang
menggunakan fasilitator walaupun dia tidak sungguh-sungguh mendengarkan lawan
bicaranya.
Contoh:
Pantas
Hmm
Ya.
Begitu, ya.
Oh, ya.
Kedengarannya menyenangkan/ bagus/ seru/hebat
Oh, oh.
Ya, ya.
Seperti itu, ya.
Kok, begitu.
Tidak Pantas
Ah. Gue nggak mau pusing.
Mana saya pikir hal itu.
Maaf, saya tidak tertarik pada masalah itu.
Saya tidak mau tahu masalah itu.
Jangan ganggu saya. Saya lagi sibuk.
Maaf ya. Macam-macam aja!.
Ya. Rasakan sendiri.
Alaah.
Bodo, ah
Sebodo amat!
Penjelasan:
Pada saat memberi komtentar, sebaiknya dilakukan dengan penuh perhatian
melalui bahasa tubuh yang lain, seperti memberi anggukan, gelengan kepala, tatapan
mata, kerutan dahi, dsb.
7. Penyelaan
Kadang-kadang Anda ingin atau perlu menyela lawan bicara Anda. Atau,
kadang-kadang Anda perlu menyela percakapan orang lain. Ada kalanya Anda tidak
mau orang lain menyela Anda.
a. Menyela
14
Contoh:
Pantas
Maaf, menyela …
Pak Jafar, ....
Bu Indiyah, ......
Maaf. Bisa saya menyela sebentar?
Tidak Pantas
Tunggu!
Kok ngomong terus sih.
Diam, dulu.
Diam, kamu!
Penjelasan:
Untuk menyela pembicaraan orang lain kita bisa menyebut nama pembicara
yang sedang berbicara dan kalau dia mempersilakan, kita bisa mulai bicara.
b. Merespon Selaan
Contoh:
Pantas
Silakan.
Maaf. Mau bicara tentang apa?
Maaf. Sebentar dulu.
Maaf. Saya selesaikan dulu.
Tidak Pantas
Apa?
Ya. Sudah.
Mau bicara apa sih?
Apa, sih.
Penjelasan:
Merespon selaan bisa dilakukan dengan ungkapan „Maaf. + ...‟ bila kita
hendak menyelesaikan pembicaan kita sebelum kita menyilakan orang lain
memberikan tanggapannya. Bila kita tidak berkeberatan orang lain menyela, kita bisa
berhenti bicara dan menyilakan orang lain berbicara dengan menggunakan ungkapan
‟Silakan.”
c. Meminta agar tidak menyela
Contoh:
Pantas
Maaf, sebentar, ...
Maaf, tunggu dulu. Saya selesaikan
pembicaraan saya. ...
Maaf, masih ada satu hal yang perlu saya jelaskan.
Maaf. Nanti saya beri waktu.
15
Tidak Pantas
Mengganggu, aja!
Ganggu aja!
Sebentar lagi, ah.
Penjelasan:
Ungkapan ‟Maaf.‟ mengawali percakapan pada saat kita hendak menyela
pembicaraan orang lain. Namnu, ungkapan ‟Maaf.‟ Tidak selalu mengawali setiap kita
menyela pembicaraan. Kalau pembicaraan sudah berjalan dengan lancar, ungkapan
‟Maaf.‟ tidak digunakan lagi.
8. Mengecek Pemahamam/Menjernihkan Kesalahpahamam
Ketika orang berbicara, kadang-kadang ada masalah akan pemahamam dan
kesalahpahamam. Atas alasan ini, sangat penting bagi kita untuk mengecek baik
pemahamam kita maupun pemahamam orang lain dari waktu ke waktu.
a. Mengecek pemahamam kita sendiri
Contoh:
Pantas
Apakah Anda mengatakan bahwa ... ?
Apakah yang Anda maksudkan adalah ... ?
Apakah yang pahami bahwa ... seperti itu maksud Anda?
Maaf. Saya belum memahami betul maksud Anda. Apakah Anda mengatakan
bahwa ... ?
Maaf. Saya masih kurang paham maksud Anda. Bisa di jelaskan lagi?
Tidak Pantas
Pembicaraan Anda terlalu bertele-tele.
Langsung saja pada permasalahan.
Apa sih maksud Anda?
Penjelasan:
Untuk mengecek pemahaman kita terhadap pembicaraan lawan bicara, biasanya
kita menggunakan kalimat tanya. Kalimat tanya bisa langusng digunakan dengan
menggunakan kata tanya ‟Apakah ...‟ atau kalimat tanya diawali dengan ungkapan
‟Maaf. Saya kurang paham maksud Bapak‟, ‟Maaf. Saya belum memahami betul
maksud Ibu‟.
b. Mengecek pemahamam lawan bicara
Contoh:
Pantas
Apakah Anda paham maksud saya?
Apakah Anda mengikuti pembicaraan saya?
16
Apakah penjelasan saya cukup jelas?
Apakah saya masih perlu memperjelasnya?
Tidak Pantas
Paham gak, maksud saya?
Ngerti ga sih?
Sudah jelas, kan?
c. Menyelesaikan kesalahpahaman
Contoh:
Pantas
Maaf. Tadi saya salah paham. Apakah maksud Anda ... ?
Mungkin penjelasan saya tadi masih kurang jelas. Maksud saya adalah ... .
Saya kira Anda belum memahami maksud saya. Yang saya maksudkan adalah ... .
Maaf, sepertinya tadi Anda kurang memahami maksud saya. Yang saya maksud adalah ... .
Tidak Pantas
Saya tetap tidak sependapat dengan kamu.
Kalau Anda tidak setuju, ya sudah.
Malas ah ngobrol sama kamu.
Nggak setuju ah!
Penjelasan:
Ungkapan ‟maaf‟, ‟mungkin‟, ‟barangkali‟
sering digunakan untuk
mengawali pembicaraan, untuk menunjukkan kesopanan kepada lawan bicara.
9. Topik Percakapan: Mengubah/Mengembalikan/Mencegah perubahan/
Menghindari perubahan
a. Mengubah Topik Percakapan
Ketika kita sedang berbicara dengan seseorang, kita memikirkan sesuatu yang
lain, yang menarik untuk dibicarakan. Dalam kasus seperti itu, kita mungkin ingin
mengubah topik percakapan. Setelah itu, kita mungkin ingin kembali ke topik awal
percakapan.
Contoh:
Pantas
Oh ya ... .
Omong-omong, ... .
Oh ya, saya jadi teringat dengan ... .
Maaf. Bagaimana kalau kita pindah topik sebentar?
Tidak Pantas
Kita bicarakan yang lain saja?
Tidak menarik ah.
Ganti topik kenapa?
b. Kembali ke topik percakapan
17
Contoh:
Pantas
Kembali ke pembicaraan kita tadi, ... .
Seperti yang saya katakan sebelumnya, ... .
Bagaimana kalau kita kembali ke pembicaraan semula?
Mari kita kembali ke pembicaraan awal.
Tidak Pantas
Mengapa percakapan kita semakin jauh dari percakapan sebelumnya?
Kok, kemana-mana pembicaraan ini!
Kembali ke topik awal!
Penjelasan:
Ungkapan yang sering digunakan untuk kembali kepada topik pembicaraan
adalah „Kembali ke ... .‟, „Seperti yang saya katakan sebelumnya, ...„, „Bagaimana
kalau ...‟, „Mari kita ...‟.
c. Mencegah dan menghindari perubahan topik
Kadang kita berada pada situasi ketika lawan bicara kita ingin mengubah topik
percakapan. Bagaimana cara kita mencegah perubahan percakapan tersebut jika kita
tidak menginginkannya? Bagaimana cara kita menghindari topik percakapan yang kita
tidak ingin bicarakan?
1) Mencegah Perubahan Topik
Contoh:
Pantas
Mohon jangan tidak membicarakan masalah lain dulu.
Mohon jangan ganti masalah lain sebelum kita menyelesaikan hal ini?
Bagaimana kalau kita menyelesaikan percakapan ini sebelum kita beralih ke
percakapan selanjutnya?
Tolong, jangan mengalihkan pembicaraan.
Tak Pantas
Pembicaraan kita sudah melenceng.
Jangan ngelantur, ya.
Yang serius dong.
Jangan banyak bercanda ah.
Penjelasan:
Kata yang sering digunakan untuk menjaga sopan santun dalam berbicara
adalah „Mohon ...‟, „Bagaimana kalau‟.
2) Menghindari Topik
Contoh:
Pantas
Bagaimana kalau kita tidak menyinggung hal itu.
18
Maaf, saya merasa kurang nyaman bila kita membicarakan hal itu.
Mohon maaf, Saya akan lebih memilih untuk tidak membicarakan hal itu
sekarang.
Bagaimana kalau kita mengganti topik percakapanm kita?
Bagaimana kalai kita mengganti topik percakapan kita?
Tak Pantas
Saya tidak suka topik itu!
Topik itu menyebalkan.
Nyebelin ah amonganmu!
10. Menyampaikan Suatu Gagasan/ Menambah Hal-hal Terkait
Ketika kita berbicara dalam kelompok, kita kadang-kadang memiliki gagasan
yang kita ingin sampaikan atau kita ingin tambahkan.
Menyampaikan gagasan
Contoh:
Pantas
Saya ada gagasan/pendapat.
Bagaimana dengan pendapat ini ... ?
Bisa saya memberi pendapat?
Pendapat itu cukup bagus, tetapi ... .
Dalam hubungannya dengan masalah ini, saya berpendapat bahwa ... .
Saya mendukung gagasan Ibu Kartini.
Tak Pantas
Ga bagus ah! Gimana kalau ...
Pendapat Anda kurang cocok. Bagaimana dengan pendapat ini ... ?
Penjelasan:
Dalam memberikan pendapat, pembicara Indonesia sering menggunakan kata
‟mungkin‟, dan ‟barangkali‟. Hal ini bukan berarti bahwa pembicara Indonesia ‟raguragu dengan pendapatnya‟, melainkan hanya sebagai tanda ‟penghalus‟ agar terkesan
tidak memaksakan pendapat.
D. Simpulan
1. Kepantasan dalam percakapan bahasa Indonesia harus memenuhi syarat nilai
budaya ‟hormat‟, penggunaan sapaan untu orang kedua yang tepat sesuai dengan
usia, status sosial, ketaklangsungan, pilihan kata, unsur paralinguistik, seperti
penggunaan tangan kanan dan sedikit membungkuk.
2. Ungkapan ‟maaf‟, ‟mohon maaf‟, dan ‟mohon‟ sering digunakan untuk mengawali
suatu pembicaraan sebagai penanda hormat kepada lawan bicara.
3. Pertanyaan yang bersifat sangat pribadi sebaiknya dihindari untuk menghindari
ketidaknyamanan lawan bicara kita dalam percakapan.
4. Ungkapan-ungkapan tidak formal sebaiknya dihindari dalam percakapan formal
karena ungkapan itu tidak pantas dalam konteks formal.
19
5. Dalam semua teknik percakapan, ungkapan formal tetap disyaratkan untuk
mencapai derajat kepantasan.
Rujukan
Aridah. 2007. Politeness Phenomena as a Source of Pragmatic Failure in English as
a Second Language. TEFLIN Journal Vol. 12 Number 2.
Brown, Penelope dan Stephen Levinson. 1978. Universal in Language Usage:
Politeness Phenomena . Dalam Esther N. Goody (ed.) Questions and
politeness: Strategies in Social Interaction. New York: Cambridge University
Press.
Departmen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Edisi 3.
Jakarta: Penerbit balai Pustaka.
Magnis-Suseno, F. 1984. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Matreyek, Walter. 1983. Communicating in English: Examples and Models. Vol. 3
Situations. New York: Pergamon Press Inc.
Biodata Penulis:
1. Mashadi Said. Doktor dalam pendidikan bahasa Inggris dari Universitas
Negeri Malang pada tahun 1998. Saat ini dia adalah Ketua Jurusan Sastra
Inggris di Universitas Gunadarma, Jakarta, dan wakil ketua himpunan alumni
RELC Indonesia. Bidang ketertarikannya dalam penelitian meliputi
pemahaman lintas budaya, strategi belajar-mengajar, dan penerjemahan.
2. Ichwan Suyudi. Sarjana Sastra Inggris diperoleh dari Universitas Sebelas
Maret. Saat ini sedang menempuh program doktor dalam bidang manajemenj
pendidikan di Universitas Negeri Jakarta. Dia adalah Pembantu Dekan Bidang
Akademik pada Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma. Kajian yang diminati
meliputi manajemen kelas, pemahaman lintas budaya, dan sastra.
3. Hendro Firmawan . Sarjana Sastra Inggris dari Universitas sebelas Maret. Saat
ini sedang menempuh program doktor dalam bidang pendidikan bahasa.
Kajian yang diminati meliputi pemahaman lintas budaya, sastra, dan
penerjemahan. Dia adalah Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan di
Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma, Jakarta.
20
DALAM PERCAKAPAN BAHASA INDONESIA1
Oleh
Mashadi Said
[email protected]; [email protected]
Ichwan Suyudi
[email protected]
Hendro Firmawan
[email protected]
Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma, Jakarta
Jalan Margonda Raya 100 Depok 16424;
telp. 021-78881112 Ext. 481
Fax: 0217872829
Abstrak
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan komunikasi adalah memahami
budaya bahasa yang digunakan. Bahasa Indonesia tidak terkecuali. Makalah ini
bertujuan untuk memaparkan apa yang pantas dan yang tak pantas dalam komunikasi
lisan bahasa Indonesia, khususnya dalam percakapan sehari-hari. Kepantasan atau
ketidakpantasan dalam bahasa Indonesia dapat diukur dengan menggunakan
parameter nilai budaya, ketaklangsungan, pilihan kata, intonasi, dan bahasa
tubuh. Kepantasan dan ketidakpantasan itu dibagi ke dalam 10 ranah teknik
percakapan berdasarkan tawaran Matreyek (1983) dalam Communicating in English:
Examples and Models: Situations. Kesepuluh ranah teknik percakapan itu meliputi 1)
membuka dan menutup percakapan, 2) meminta dan menyatakan pendapat, 3)
mengatur pembicaraan: pengulangan, kecepatan bicara/volume suara, 4) menanyakan,
mengklarifikasi maksud, 5) merefleksi, 6) memberi komentar, 7) menyela percakapan,
8) mengecek pemahaman, menghapus kesalahpaman, 9) topik percakapan: mengubah,
kembali ke topik percakapan, mencegah perubahan topik percakapan, menghindari
topik percakapan, dan 10) menawarkan ide, dan menambah hal-hal yang terkait.
Kata kunci: pantas, tidak pantas, teknik percakapan
1
Disajikan pada Seminar Lokakarya Internasional Pengajaran BIPA pada tanggal 18—20 Juli 2007 di
Jakarta.
1
A. Pendahuluan
Sebagai titik tolak, ada beberapa prinsip dasar yang paling menentukan
kepantasan atau kepatutan dalam berkomunikasi dengan orang Indonesia. Namun
sebelum prinsip itu dijelaskan, perlu dikemukakan apa yang kami maksud dengan
pantas dan dan tidak pantas. Secara harfiah, pantas berarti patut, layak, sesuai,
sepadan, kena benar, tidak mengherankan, dan tampak elok (KBBI, 2003). Kepatutan
atau kepantasan yang kami maksudkan di sini adalah kepatutan atau kepantasan suatu
kata atau ungkapan yang digunakan pada konteks formal, bukan informal. Suatu kata
atau ungkapan dianggap pantas bila ungkapan itu dapat diterima dengan baik dan
dtreima dengan senang hati lawan bicara kita, tetapi bila ungkapan yang kita gunakan
tidak mengenakkan orang lain atau lawan bicara kita, khususnya pada konteks formal,
maka kata atau ungkapan itu berarti tidak pantas atau tidak patut digunakan.
Di samping itu, ada beberapa prinsip dasar yang merupakan syarat yang harus
dipenuhi agar suatu interaksi dianggap pantas oleh umumnya orang Indonesia.
1. Prinsip nilai budaya ’hormat’. Prinsip ini menuntut agar setiap orang dalam
cara berbicara, dalam pilihan kata dan ungkapan, dan dalam membawa diri
selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat
dan kedudukannya. Prinsip ini merupakan kerangka normatif yang
menentukan bentuk-bentuk konkret semua interaksi (Magnis-Suseno, 1984).
2. Sebutan orang kedua amat penting diperhatikan dalam percakapan bahasa
Indonesia (Aridah, 2007). Untuk mencapai kepatutan dalam berkomunikasi
dengan orang Indonesia, sapaan untuk orang kedua sangat penting
diperhatikan. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa kata ganti orang kedua
yang selalu digunakan dalam percakapan, yaitu Anda, kamu/kau, engkau,
Bapak, Ibu, Saudara/Saudari, Ibu + nama suami, nona, adik, kakak, dan
sebagainya. Menggunakan kata ganti orang kedua kepada lawan bicara kita
sangat menentukan keberhasilan komunikasi kita. Tabel berikut memerikan
cara menggunakan kata ganti orang kedua.
No Kata Ganti
Orang
1
Anda
2
Saudara/Saudari
3
Engkau
4
Bapak/pak
Penggunaan
Dapat digunakan kepada orang yang sama usianya
atau lebih muda dari pembicara dalam konteks
formal, tetapi jarang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Penggunaannya sama dengan Anda. Banyak
digunakan dalam situasi formal.
Untuk orang yang sebaya, tetapi saat ini jarang
digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Sapaan hormat kepada pria dewasa atau usianya lebih
tua dari penyapa. Sapaan ini berlaku untuk formal
dan informal.
2
5
Ibu/bu
6
7
Ibu + nama
suami
Ibu/Bu + nama
8
Pak + nama
9
Mbak
10
Mas
11
Dik/adik
12
Kak/kakak
13
Kau, Kamu
14
lu, ente
Sapaan hormat kepada wanita dewasa atau usianya
lebih tua dari penyapa. Sapaan ini berlaku untuk
formal dan informal.
Sapaan hormat kepada wanita yang bersuami. Sapaan
ini berlaku untuk formal dan informal.
Sapaan hormat kepada wanita, khususnya wanita
yang memiliki kedudukan atau berpendidikan tinggi.
Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.
Sapaan hormat kepada pria, khususnya pria yang
memiliki kedudukan atau berpendidikan tinggi.
Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.
Digunakan untuk menyapa wanita dalam komunikasi
informal.
Digunakan untuk menyapa pria dalam komunikasi
informal.
Digunakan untuk menyapa orang yang lebih muda,
dan khususnya untuk orang yang sangat akrab.
Digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua, dan
khususnya bila hubungannyanya sudah sangat akrab.
Sapaan ini untuk informal.
Hanya dapat digunakan untuk orang yang lebih tua
kepada orang yang lebih muda atau orang yang
sangat akrab. Kata kamu sebaiknya dihindari pada
saat Anda baru berkenalan. Sapaan ini untuk
informal.
Sebaiknya dihindari digunakan, khususnya kepada
orang yang baru Anda kenal. Cara ini hanya
digunakan kepada orang yang sangat akrab atau anak
muda yang sangat akrab. Sapaan ini untuk informal.
Secara umum, orang Indonesia sangat suka kepada orang yang sopan. Untuk
berlaku sopan, pembicara dituntut menggunakan sapaan yang tepat, khususnya
sapaan untuk orang kedua. Dalam sapaan yang pantas untuk konteks formal
adalah Anda, saudara, saudari, Bapak atau Pak, Ibu atau Bu. Untuk orang
pertama, umumnya orang Indonesia menggunakan pronomina ‟saya‟, tetapi ada
juga yang menyebut namanya sendiri khususnya bila para pembicara adalah
orang muda.
3. Prinsip ’ketaklangsungan’. Prinsip ini menuntut setiap pembicara agar dalam
interaksi tidak terkesan menyerang lawan bicaranya. Cara bertutur kata yang
langsung pada apa yang sebenarnya ingin di bicarakan dianggap kurang patut
bagi kebanyakan orang Indonesia. Karena itu, inti pembicaraan sering terasa
panjang-lebar dan terkesan berbelit-belit.
4. Pilihan kata menuntut pembicara untuk memilih kata atau ungkapan yang
pantas untuk berinteraksi dengan lawan bicaranya sesuai dengan konteksnya
yang meliputi (1) jarak sosial antara penutur dan petutur, dan (2) perbedaan
kekuasaan antara penutur dan petutur. Dalam percakapan bahasa Indonesia
hubungan antara pembicara menentukan pilihan kata yang digunakan.
Hubungan itu misalnya: tua-muda, guru-murid, orangtua-anak, atasanbawahan, akrab dan tidak akrab.
3
5. Unsur Paralinguistik yang perlu diperhatikan dalam situasi percakapan dalam
bahasa Indonesia adalah penggunaan tangan. Bagi Indonesia, tangan kanan
merepresentasikan kesopanan, kebersihan, dan kebajikan. Karena itu, tangan
kiri sebaiknya tidak digunakan dalam kondisi: mempersilakan, memberikan
sesuatu, minum/makan, dst. Selain itu, bila pembicara itu lebih muda dariapda
lawan bicaranya atau status sosialnya lebih tinggi daripada dirinya, maka ia
dituntut untuk berlaku hormat dan sopan kepada lawan bicaranya. Selanjutnya,
dalam situasi tertentu, pembicara yang lebih muda atau status sosial yang lebih
lebih di bawah daraipada lawan bicaranya dituntut untuk berlaku sopan,
misalnya dengan gerakan tubuh yang sedikit agak membungkuk.
B. Teknik Bercakap
Ada teknik tertentu yang digunakan orang dari waktu ke waktu dalam
percakapan atau berdiskusi dengan orang lain. Pembicara yang baik menggunakan
teknik itu dengan mudah dan lancar. Menjadi pembicara yang baik dalam bahasa
Indonesia melibatkan kemampuan untuk mengunakan teknik tersebut. Berikut ini
adalah contoh ungkapan yang pantas dan yang tidak pantas dalam percakapan bahasa
Indonesia.
1. Membuka dan Menutup Percakapan
a. Membuka Percakapan
Banyak cara untuk membuka sebuah percakapan. Cara yang dilakukan untuk
membuka sebuah percakapan bergantung pada hubungan antara pembicara satu
dengan yang lain. Di bawah ini ada empat cara yang paling umum digunakan untuk
membuka sebuah percakapan. Ucapan salam kadang-kadang digunakan sebelum
memulai, tetapi tidak selalu demikian.
Ucapan Salam +
1. Memperkenalkan Diri
2. Bertanya
3. Memberi Pernyataan
4. Meminta Perhatian
Cara pertama (ucapan salam + memperkenalkan diri) sering digunakan kepada
orang yang baru dikenal. Cara ke-2, ke-3, dan ke-4 juga dapat digunakan kepada
orang yang baru dikenal, rekan atau teman.
1) Memperkenalkan Diri
Anda biasanya menggunakan teknik ini kepada orang yang baru pertama kali
Anda jumpai: pesta, pertemuan, musyawarah, rapat, dan lain-lain. Hal ini tidak selalu
menggunakan topik. Hal ini biasanya tidak dibutuhkan topik pembicaraan.
Contoh:
Pantas
Selamat pagi/siang/malam, nama saya Julia.
Selamat malam. Perkenalkan, nama saya Julia.
Selamat sore. Nama saya Julia.
Selamat malam. Maaf, rasanya kita pernah bertemu sebelumnya.
Nama saya Ichwan. Apakah Bapak/Ibu ... ?
4
Penjelasan:
Untuk
memperkenalkan
diri,
Siapa namamu?
sebaiknya kita menyebutkan nama kita
Kamu siapa?
terlebih dahulu baru menanyakan nama
Namamu X kan?
orang lain. Namun, biasanya bila kita
menyebutkan nama kita, lawan bicara kita
akan menyebutkan namanya. Menyebutkan nama biasanya disertai dengan jabatan
tangan. Bila percakapan itu melalui melalui telepon, penelpon harus terlebih dahulu
memberi identitasnya sebelum menanyakan identitas orang yang ditelpon.
Tak Pantas
2) Bertanya
Cara kedua untuk membuka dan melanjutkan percakapan adalah bertanya.
Anda dapat menanyakan informasi atau meminta bantuan. Anda perlu berhati-hati
terhadap kesopanan dalam bertanya, terutama terhadap pertanyaan yang bersifat
pribadi. Untuk menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi memerlukan waktu yang
cukup lama. Bahkan, orang akrab sekali pun sangat sensitif menerima pertanyaan
yang bersifat pribadi. Karena itu, demi lancarnya percakapan Anda, diperlukan
kemampuan untuk mencari topik yang lebih bersifat netral.
Contoh:
Pantas
Selamat pagi. Maaf, Anda bekerja di sini?
Maaf. Bisa bertanya?
Selamat siang. Apa kabar?
Maaf. Di mana warnet terdekat di sini?
Maaf, di mana tempat-tempat menarik di kota ini?
Tak Pantas
Selamat malam. Sudah punya pacar?
Selamat pagi. Kamu bekerja di sini?
Apakah Anda sudah punya suami/istri?
Umurmu berapa, sih?
Agamamu, apa sih?
Penjelasan:
a) Secara umum, orang Indonesia sangat senang bila pertanyaan itu dimulai
dengan “maaf “, seperti: Maaf Pak/Bu/dik, di mana Bank Indonesia? Tetapi
pertanyaan yang bersifat pribadi sebaiknya ditangguhkan sampai Anda benarbenar saling kenal dengan baik. Jadi, pertanyaan seperti: “Berapa umur
Anda?”, “Apakah Anda sudah punya pacar?” “Apakah Anda sudah
berkeluarga?” dan sejenisnya sebaiknya dihindari.
b) Sampai saat ini masih banyak bisa dijumpai orang Indonesia menanyakan halhal yang bersifat pribadi, misalnya “Apakah Anda sudah beristri/bersuami?”
“Sudah berapa anak Anda?” “Kapan Anda menikah?”. Namun, tampaknya ada
pergeseran untuk tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, khususnya
di kota-kota besar di Indonesia dan di kalangan kaum terdidik.
5
3) Memberi Pernyataan
Cara ketiga yang dilakukan untuk membuka percakapan yaitu dengan
memberi pernyataan. Cara ini dapat digunakan kepada orang yang baru pertama kali
dijumpai, rekan atau teman dalam berbagai acara. Beberapa pernyataan sering
berkaitan dengan keadaan sekeliling, pengalaman, topik mutakhir, atau penampilan
orang lain. Memberi pernyataan adalah cara yang baik untuk melanjutkan percakapan.
Contoh:
Pantas
Anda kelihatan segar sekali hari ini.
Selamat malam. Bagus sekali baju Anda.
Anda tampak sehat sekali. Apa resepnya, ya?
Anda tampak ceriah sekali.
Anda cantik sekali dengan gaun itu.
Tak Pantas
Anda kelihatan langsing sekali. Ada apa?
Bajumu kurang panjang.
Warna bajumu terlalu mencolok.
Kamu kelihatan murung. Ada apa ya.
Kamu kurang cocok dengan gaun itu.
Penjelasan:
Secara umum, ketika kita membuat pernyataan, sebaiknya tidak memberi
penelitian kepada lawan bicara kita atau melihat sisi-sisi negatif tentang dirinya atau
keadaan lingkungan lawan bicara kita. Ceritakanlah hal-hal yang bersifat positif
terhadap lawan bicara Anda. Orang Indonesia umumnya suka diberi pujian, tetapi
sepantasnya. Dulu, orang Indonesia senang dikatakan ‟gemuk‟, tetapi, khususnya di
kota-kota, sudah bergeser. Pujian ‟gemuk‟ lebih baik diganti dengan ‟Anda tampak
cantik, bugar, ceriah, makmur.
4) Meminta Perhatian
Teknik terakhir untuk membuka percakapan yaitu meminta perhatian. Ini
adalah cara yang paling sering digunakan ketika orang lain terlihat sibuk. Cara ini
juga digunakan ketika Anda memiliki sesuatu yang istimewa untuk dibicarakan
kepada orang lain.
Contoh:
Pantas
Maaf mengganggu, apakah saya bisa bicara dengan Ibu/Bapak/Anda sebentar?
Permisi, bisa minta waktu Bapak/Ibu/Anda sebentar?
Maaf mengganggu. Bisa bicara sebentar?
Saya ingin bicara dengan Bapak/Ibu/Anda, apakah Bapak/Ibu punya waktu?
Maaf menyela, bisa bicara sebentar?
Tak Pantas
6
Dari tadi saya menunggu! Bisa bicara?
Sibuk amat! Bisa bicara!
Saya mau bicara!
Saya perlu waktu Anda!
Penjelasan:
Dalam budaya Indonesia, orang yang akan meminta perhatian, biasanya
memulai dengan kata: maaf, maaf mengganggu, atau permisi. Namun, kita harus
menyertainya dengan ‟badan sedikit agak membungkuk‟ dan/atau dengan ‟suara yang
agak pelan‟.
b. Menutup Percakapan
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menutup percakapan. Kadangkadang percakapan berakhir karena tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Ada tiga
cara yang digunakan untuk menutup percakapan adalah:
1. Menyatakan rasa senang
2. Minta maaf mau pergi
+ Salam pisah
3. Meminta maaf karena telah
mengganggu kesibukan
orang lain
Ketiga teknik ini biasanya diikuti dengan salam pisah.
1) Menyatakan Kehangatan
Salah satu cara untuk mengakhiri percakapan adalah menyatakan rasa senang
ketika berbicara dengan orang lain. Dalam waktu yang sama, Anda dapat menyatakan
keinginan untuk bertemu lagi pada waktu yang akan datang. Waktu dan tempat
bertemu tidak perlu ditentukan.
Contoh:
Pantas
Saya merasa senang berkenalan dengan Anda. Sampai jumpa lagi.
Saya harap kita dapat bertemu kembali di lain waktu. Mari.
Saya senang telah memiliki kesempatan berbicara dengan Bapak/Ibu. Mari, Pak/Bu
Jika ada waktu, saya ingin bicara dengan Anda lagi. Mari.
Tak Pantas
Sudah dulu, ya.
Hmm. (berbalik tanpa menyapa)
Sayang sekali percakapan tadi tidak menyenangkan.
Penjelasan:
Pada saat menutup percakapan, orang Indonesia biasanya berjabat tangan
sambil agak membungkuk tanda hormat. Jabatan tangan bisa dilakukan dengan cara
umum, ala orang Sunda (seperti panganut agama Budha pada saat menghormati
Budha atau tangan tak bersentuhan di antara pembicara), atau dengan anggukan
sambil tersenyum.
7
2) Meminta Maaf Mau Pergi
Cara lain yang digunakan untuk mengakhiri percakapan yaitu dengan meminta
maaf karena mau pergi.Teknik ini tidak terlalu baik untuk digunakan, atau meminta
maaf untuk pergi bukan merupakan alasan yang tepat.
Contoh:
Pantas
Senang sekali bicara dengan Saudara, tetapi saya harus menghadiri pertemuan
di kantor. Maaf sekali, ya. Mari.
Mungkin kita bisa melanjutkan pembicaraan ini di waktu lain. Saya akan
menjemput anak saya dulu. Maaf ya. Mari.
Bagaimana kalau kita bicarakan lagi nanti. Soalnya, saya ditunggu di ...
Mari.
Tak Pantas
Saya buru-buru nih!
Tidak ada waktu lagi untuk bicara dengan Anda.
Lain kali lagi, ya. Saya tidak ada waktu!
Penjelasan:
Menutup pembicaraan karena ada keperluan lain harus dilakukan dengan
sangat hati-hati. Kalau tidak, lawan bicara kita bisa merasa disepelekan. Karena itu,
sebaiknya digunakan ungkapan ‟Maaf sekali‟guna menetralkan keadaan.
3) Meminta Maaf Karena Telah Mengganggu Orang Lain
Cara lain yang dapat digunakan untuk menutup percakapan yaitu dengan
meminta maaf karena telah mengganggu orang lain. Anda dapat melakukan teknik ini
ketika anda benar-benar menyela atau mengganggu orang lain.
Pantas
Maaf, saya telah mengganggu kesibukan Anda. Terima kasih. Mari.
Terima kasih atas waktu yang Bapak berikan. Mari, pak.
Maaf, telah menyita waktu Ibu. Terima kasih.
Maaf, merepotkan.
Tak Pantas
Ini kewajiban Anda menerima saya.
Kewajiban Bapak, kan melayani saya.
Tampaknya Ibu kekurangan waktu untuk saya.
Penjelasan:
Bila Anda telah merasa merepotkan orang lain atas kedatangan Anda, maka
Anda sepantasnya ‟meminta maaf‟ dan mengucapkan ‟terima kasih‟. Artinya, tidak
pantas bila Anda ‟tidak meminta maaf ‟ dan ‟tidak berterima kasih‟.
2. Meminta/Menyatakan/Merespon Pendapat
Teknik percakapan kedua melibatkan pendapat. Meminta, menyatakan, dan
merespon pendapat biasanya dilakukan setelah pembicaan berlangsung.
Contoh:
8
Pantas
A: Menurut Anda, bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma?
B: Saya kira sangat baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A.
C: Oh, begitu.
Ungkapan merespon pendapat secara sopan:
Oh, begitu.
Pendapat Anda baik sekali.
Saya setuju dengan pendapat Saudara.
Hmm, tetapi bagaimana kalau ... .
Tak Pantas
A: Menurut Anda, bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma?
B: Saya kira sangat baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A.
C: Anda membual!
Ungkapan merespon pendapat yang tidak pantas:
Walah!
Tidak benar!
Kok. Begitu!
Anda membual
Tidak setuju.!
Penjelasan:
Meminta pendapat dapat dimulai dengan „Bagaimana pendapat Bapak/Ibu
mengenai ...‟, „Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ... „. Merespon pendapat
sebaiknya dilakukan secermat mungkin. Artinya, pembicara harus berusaha untuk
menghindari ungkapan yang dapat menyinggung perasaan orang lain atau lawan
bicara.
3. Mengatur Percakapan Lawan Bicara
a. Meminta Lawan Bicara untuk Pengulangan/Mengulangi
Kadang-kadang dalam sebuah percakapan, kita tidak mendengar atau tidak
memahami apa yang lawan bicara kita ucapkan. Dalam kasus seperti ini, kita perlu
meminta lawan bicara kita untuk mengulangi pernyataannya.
Contoh:
Pantas
Maaf, bisa Anda ulangi?
Maaf, apa yang barus aja Anda katakan?
Tolong ulangi lagi apa yang baru saja Anda katakan.
Mohon katakan sekali lagi?
Tadi saya katakan bahwa...
Tadi saya bertanya apakah...
Yang tadi saya katakan adalah...
Tidak Pantas
Tadi bilang apa?
Bicara apa tadi?
Ulangi!
9
Katakan sekali lagi!
Bicara apa barusan?
Tadi saya bilang/berkata bahwa...(dengan nada tinggi)
Makanya perhatikan kalau orang sedang berbicara. Tadi saya bilang...
Penjelasan:
Meminta lawan bicara untuk mengulangi kata-katanya sebaiknya diawali
dengan kata „maaf‟ atau „tolong‟.
b. Meminta Lawan Bicara untuk Mengurangi Kecepatan dan Volume Bicara
Kadang-kadang lawan bicara kita terlalu cepat atau terlalu pelan sehingga kita
tidak dapat mengerti bahkan mendengar apa yang mereka ucapkan. Jika menghadapi
situasi ini, kita perlu meminta lawan bicara untuk berbicara lebih pelan atau
mengeraskan suaranya.
Contoh:
Pantas
Maaf, tolong bicara lebih pelan.
Maaf, pendengaran saya agak terganggu. Bisa bicara lebih keras lagi?
Tolong jangan berbicara terlalu cepat.
Mohon bicara yang pelan.
Tidak Pantas
Kalau bicara jangan keras-keras!
Cepat amat bicaranya!
Kalau bicara terlalu cepat orang tidak akan mengerti.
Pelan sedikit. Kenapa, sih!
Penjelasan:
Untuk meminta lawan bicara menaikkan volume suara atau bicara lebih pelan
bisa dimulai dengan „maaf‟, „tolong‟, dan „mohon‟. Yang perlu dihindari adalah
ungkapan yang bersifat mengeritik atau sok perintah.
4. Menanyakan dan Memberi Arti serta Meminta dan Memberi Klarifikasi
Dalam sebuah percakapan, kadang-kadang kita tidak mengerti kata atau
pernyataan yang lawan bicara kita ucapkan, atau kadang-kadang kita ingin lawan
bicara memberikan contoh atau menjelaskan lebih rinci tentang pernyataannya.
Upaya-upaya ini bisa dipandang sebagai upaya mengembangkan percakapan kita
dengan lawan bicara.
a. Menanyakan Makna Kata atau Maksud Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
Maaf. Apa maksud Bapak?
Maaf. Apa arti kata „mengentaskan kemiskinan?‟
Maaf, apa maksud Ibu dengan ... ?
Tidak Pantas
10
Apa itu?
Gunakan kata-kata yang sederhana saja! Kata-katamu susah
dimengerti.
Bagaimana orang bisa mengerti pernyataan Anda kalau Anda
menggunakan kata-kata seperti itu?
Maksudmu, apa?
Penjelasan:
Menanyakan maksud pembicara diawali dengan kata „Maaf.‟ Lalu dilanjutkan
dengan pertanyaan: „Apa maksud Bapak/Ibu dengan/Saudara/Anda ... dengan ...‟
b. Memberi Makna atas Kata yang Kita Ucapkan kepada Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
Maksud saya adalah ... .
Artinya, ... .
Yang saya maksud adalah ... .
Tidak Pantas
Masa arti kata itu saja tidak tahu? Artinya kan...
Cari sendirilah artinya.
Masa tidak mengerti maksud saya.
Penjelasan:
Mengemukakan maksud kita karena lawan bicara tidak memahami maksud
pembicaraan kita dapat diawali dengan „Maksud saya ... „, „Yang saya maksud adalah
... „.
c. Meminta Klarifikasi terhadap Pernyataan Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
Maaf. Apakah maksud Ibu tadi adalah ... ?
Maaf. Apakah maksud Bapak dengan...?
Apakah maksud istilah „x‟ adalah...?
Apakah maksud Anda...?
Apakah Bapak bisa memberi contoh kepada kami?
Bisa Anda perjelas lagi maksud Saudara?
Tidak Pantas
Jangan bertele-tele kalau berbicara!
Coba perjelas pernyataan Anda! Terlalu berbelit-belit!
Maksud Anda apa?!
Beri contoh dong, supaya orang mengerti maksudnya.
Pernyataan Anda terlalu sulit dimengerti. Perjelas lagi! Kasih contohnya,
dong!
Jelaskan dengan sejelas-jelasnya lah! Bagaimana orang bisa mengerti
kalau cara Anda menjelaskan seperti itu?
Penjelasan:
11
Cara santun untuk meminta klarifikasi terhadap pernyataan lawan bicara atau
orang yang sedang/telah berbicara adalah dengan menggunakan kalimat tanya.
Ungkapan klarifikasi bisa diawali dengan „Maaf.‟, khususnya bila lawan bicara kita
adalah guru, dosen, atasan, atau orang yang kedudukannya lebih tinggi dari
kedudukan kita. Kalau lawan bicara kedudukannya sama lebih rendah, ungkapan
„Maaf.‟ Tidak diperlukan.
d. Memberi Klarifikasi atas Pernyataan yang Kita Ucapkan
Contoh:
Pantas
Maksud saya adalah...
Maksud saya dengan pernyataan tersebut adalah...
Maksud istilah itu adalah...
Maksud pernyataan saya adalah...
Contohnya/Misalnya...
Untuk lebih jelasnya lagi...
Untuk lebih rincinya, ...
Tidak Pantas
Harusnya Anda memahami maksud saya karena saya sudah menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti. Mungkin Anda yang harus lebih banyak belajar
bahasa.
Maksud saya sebenarnya sederhana saja, hanya...
Harusnya begini saja Anda mengerti. Maksud saya kan hanya...
Sepertinya hanya Anda yang tidak mengerti maksud pernyataan saya bahwa...
Seharusnya Anda sudah dapat menyimpulkan sendiri bahwa...
Sebenarnya saya sudah cukup rinci menjelaskan tadi!
Saya rasa penjelasan saya sudah mendetil. Mungkin Anda yang tidak
mendengarkan dengan baik.
Penjelasan:
Memberi klarifikasi terhadap permintaan klarifikasi lawan bicara adalah
keharusan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengawali klarifikasi kita dengan
„Maksud saya adalah ...‟, „Contohnya/misalnya‟.
5. Merefleksi
Merefleksi adalah sebuah teknik percakapan untuk mengekspresikan kembali
pendapat atau perasaan yang sama dengan pernyataan yang telah dikemukakan oleh
lawan bicara kita. Refleksi dilakukan untuk berbagai alasan, misalnya untuk meminta
klarifikasi dari lawan bicara atau untuk meminta lawan bicara meneruskan pernyataan
yang dikemukakannya. Refleksi juga bisa dilakukan saat kita butuh waktu untuk
berpikir; serta untuk membantu lawan bicara mengetahui pemahaman kita terhadap
pernyataannya.
Ada dua macam refleksi, yaitu: langsung dan interpretatif.
a. Refleksi Langsung
Contoh:
Pantas
A: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja.
12
B: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja?
A: Iya, dia memang keterlaluan.
B: Apa maksudmu bahwa ia memang keterlaluan?
A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor itu.
B: Anda tidak bisa lagi bekerja di kantor itu? Mengapa?
A: Apa pendapat Anda tentang itu?
B: Pendapat saya tentang itu? Hmm...
Tidak Pantas
A: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja.
B: Maaf. Saya tidak punya waktu membicarakan hal itu .
A: Iya, dia memang keterlaluan.
B: Maaf. Sebaiknya Anda tidak membicarakan kejelekan orang lain .
A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor itu.
B: Ya. Sudah. (Ditinggal begitu saja.)
A: Apa pendapat Anda tentang itu?
B: Tidak punya pendapat.
Penjelasan:
Untuk merefleksi langsung, kita dapat mengulangi hampir persis sama dengan
seluruh kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan mengubahnya menjadi
pertanyaan.
b. Refleksi Interpretatif
Kita menyatakan bahwa kita memahami dengan baik pernyataan lawan
bicara.
Contoh:
Pantas
A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya selama ini.
B: Kedengarannya Anda sangat menikmati hidup Anda .
A: Ya, seperti itulah.
Ungkapan-Ungkapan yang dapat digunakan:
Anda tampaknya ...
Anda sepertinya ...
Anda kelihatannya ...
Rasanya ...
Kedengarannya seperti ...
Kedengarannya baik sekali.
Tidak Pantas
A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya selama ini.
B: Mana gua pikirin.
Ungkapan yang tidak pantas digunakan:
Saya tidak peduli.
Biarin.
Penjelasan:
13
Memberi perhatian terhadap lawan bicara merupakan keharusan dalam
berbicara. Hal yang perlu dijaga adalah perasaan empati terhadap lawan bicara.
6. Memberi Komentar
Untuk membuat percakapan lebih mulus, pecakap biasanya menggunakan
‟fasilitator‟. Fasilitator adalah kata atau ungkapan yang digunakan untuk
menunjukkan bahwa Anda sungguh-sungguh menyimak dan mendorong orang lain
untuk tetap melanjutkan percakapan. Meskipun begitu, orang kadang-kadang
menggunakan fasilitator walaupun dia tidak sungguh-sungguh mendengarkan lawan
bicaranya.
Contoh:
Pantas
Hmm
Ya.
Begitu, ya.
Oh, ya.
Kedengarannya menyenangkan/ bagus/ seru/hebat
Oh, oh.
Ya, ya.
Seperti itu, ya.
Kok, begitu.
Tidak Pantas
Ah. Gue nggak mau pusing.
Mana saya pikir hal itu.
Maaf, saya tidak tertarik pada masalah itu.
Saya tidak mau tahu masalah itu.
Jangan ganggu saya. Saya lagi sibuk.
Maaf ya. Macam-macam aja!.
Ya. Rasakan sendiri.
Alaah.
Bodo, ah
Sebodo amat!
Penjelasan:
Pada saat memberi komtentar, sebaiknya dilakukan dengan penuh perhatian
melalui bahasa tubuh yang lain, seperti memberi anggukan, gelengan kepala, tatapan
mata, kerutan dahi, dsb.
7. Penyelaan
Kadang-kadang Anda ingin atau perlu menyela lawan bicara Anda. Atau,
kadang-kadang Anda perlu menyela percakapan orang lain. Ada kalanya Anda tidak
mau orang lain menyela Anda.
a. Menyela
14
Contoh:
Pantas
Maaf, menyela …
Pak Jafar, ....
Bu Indiyah, ......
Maaf. Bisa saya menyela sebentar?
Tidak Pantas
Tunggu!
Kok ngomong terus sih.
Diam, dulu.
Diam, kamu!
Penjelasan:
Untuk menyela pembicaraan orang lain kita bisa menyebut nama pembicara
yang sedang berbicara dan kalau dia mempersilakan, kita bisa mulai bicara.
b. Merespon Selaan
Contoh:
Pantas
Silakan.
Maaf. Mau bicara tentang apa?
Maaf. Sebentar dulu.
Maaf. Saya selesaikan dulu.
Tidak Pantas
Apa?
Ya. Sudah.
Mau bicara apa sih?
Apa, sih.
Penjelasan:
Merespon selaan bisa dilakukan dengan ungkapan „Maaf. + ...‟ bila kita
hendak menyelesaikan pembicaan kita sebelum kita menyilakan orang lain
memberikan tanggapannya. Bila kita tidak berkeberatan orang lain menyela, kita bisa
berhenti bicara dan menyilakan orang lain berbicara dengan menggunakan ungkapan
‟Silakan.”
c. Meminta agar tidak menyela
Contoh:
Pantas
Maaf, sebentar, ...
Maaf, tunggu dulu. Saya selesaikan
pembicaraan saya. ...
Maaf, masih ada satu hal yang perlu saya jelaskan.
Maaf. Nanti saya beri waktu.
15
Tidak Pantas
Mengganggu, aja!
Ganggu aja!
Sebentar lagi, ah.
Penjelasan:
Ungkapan ‟Maaf.‟ mengawali percakapan pada saat kita hendak menyela
pembicaraan orang lain. Namnu, ungkapan ‟Maaf.‟ Tidak selalu mengawali setiap kita
menyela pembicaraan. Kalau pembicaraan sudah berjalan dengan lancar, ungkapan
‟Maaf.‟ tidak digunakan lagi.
8. Mengecek Pemahamam/Menjernihkan Kesalahpahamam
Ketika orang berbicara, kadang-kadang ada masalah akan pemahamam dan
kesalahpahamam. Atas alasan ini, sangat penting bagi kita untuk mengecek baik
pemahamam kita maupun pemahamam orang lain dari waktu ke waktu.
a. Mengecek pemahamam kita sendiri
Contoh:
Pantas
Apakah Anda mengatakan bahwa ... ?
Apakah yang Anda maksudkan adalah ... ?
Apakah yang pahami bahwa ... seperti itu maksud Anda?
Maaf. Saya belum memahami betul maksud Anda. Apakah Anda mengatakan
bahwa ... ?
Maaf. Saya masih kurang paham maksud Anda. Bisa di jelaskan lagi?
Tidak Pantas
Pembicaraan Anda terlalu bertele-tele.
Langsung saja pada permasalahan.
Apa sih maksud Anda?
Penjelasan:
Untuk mengecek pemahaman kita terhadap pembicaraan lawan bicara, biasanya
kita menggunakan kalimat tanya. Kalimat tanya bisa langusng digunakan dengan
menggunakan kata tanya ‟Apakah ...‟ atau kalimat tanya diawali dengan ungkapan
‟Maaf. Saya kurang paham maksud Bapak‟, ‟Maaf. Saya belum memahami betul
maksud Ibu‟.
b. Mengecek pemahamam lawan bicara
Contoh:
Pantas
Apakah Anda paham maksud saya?
Apakah Anda mengikuti pembicaraan saya?
16
Apakah penjelasan saya cukup jelas?
Apakah saya masih perlu memperjelasnya?
Tidak Pantas
Paham gak, maksud saya?
Ngerti ga sih?
Sudah jelas, kan?
c. Menyelesaikan kesalahpahaman
Contoh:
Pantas
Maaf. Tadi saya salah paham. Apakah maksud Anda ... ?
Mungkin penjelasan saya tadi masih kurang jelas. Maksud saya adalah ... .
Saya kira Anda belum memahami maksud saya. Yang saya maksudkan adalah ... .
Maaf, sepertinya tadi Anda kurang memahami maksud saya. Yang saya maksud adalah ... .
Tidak Pantas
Saya tetap tidak sependapat dengan kamu.
Kalau Anda tidak setuju, ya sudah.
Malas ah ngobrol sama kamu.
Nggak setuju ah!
Penjelasan:
Ungkapan ‟maaf‟, ‟mungkin‟, ‟barangkali‟
sering digunakan untuk
mengawali pembicaraan, untuk menunjukkan kesopanan kepada lawan bicara.
9. Topik Percakapan: Mengubah/Mengembalikan/Mencegah perubahan/
Menghindari perubahan
a. Mengubah Topik Percakapan
Ketika kita sedang berbicara dengan seseorang, kita memikirkan sesuatu yang
lain, yang menarik untuk dibicarakan. Dalam kasus seperti itu, kita mungkin ingin
mengubah topik percakapan. Setelah itu, kita mungkin ingin kembali ke topik awal
percakapan.
Contoh:
Pantas
Oh ya ... .
Omong-omong, ... .
Oh ya, saya jadi teringat dengan ... .
Maaf. Bagaimana kalau kita pindah topik sebentar?
Tidak Pantas
Kita bicarakan yang lain saja?
Tidak menarik ah.
Ganti topik kenapa?
b. Kembali ke topik percakapan
17
Contoh:
Pantas
Kembali ke pembicaraan kita tadi, ... .
Seperti yang saya katakan sebelumnya, ... .
Bagaimana kalau kita kembali ke pembicaraan semula?
Mari kita kembali ke pembicaraan awal.
Tidak Pantas
Mengapa percakapan kita semakin jauh dari percakapan sebelumnya?
Kok, kemana-mana pembicaraan ini!
Kembali ke topik awal!
Penjelasan:
Ungkapan yang sering digunakan untuk kembali kepada topik pembicaraan
adalah „Kembali ke ... .‟, „Seperti yang saya katakan sebelumnya, ...„, „Bagaimana
kalau ...‟, „Mari kita ...‟.
c. Mencegah dan menghindari perubahan topik
Kadang kita berada pada situasi ketika lawan bicara kita ingin mengubah topik
percakapan. Bagaimana cara kita mencegah perubahan percakapan tersebut jika kita
tidak menginginkannya? Bagaimana cara kita menghindari topik percakapan yang kita
tidak ingin bicarakan?
1) Mencegah Perubahan Topik
Contoh:
Pantas
Mohon jangan tidak membicarakan masalah lain dulu.
Mohon jangan ganti masalah lain sebelum kita menyelesaikan hal ini?
Bagaimana kalau kita menyelesaikan percakapan ini sebelum kita beralih ke
percakapan selanjutnya?
Tolong, jangan mengalihkan pembicaraan.
Tak Pantas
Pembicaraan kita sudah melenceng.
Jangan ngelantur, ya.
Yang serius dong.
Jangan banyak bercanda ah.
Penjelasan:
Kata yang sering digunakan untuk menjaga sopan santun dalam berbicara
adalah „Mohon ...‟, „Bagaimana kalau‟.
2) Menghindari Topik
Contoh:
Pantas
Bagaimana kalau kita tidak menyinggung hal itu.
18
Maaf, saya merasa kurang nyaman bila kita membicarakan hal itu.
Mohon maaf, Saya akan lebih memilih untuk tidak membicarakan hal itu
sekarang.
Bagaimana kalau kita mengganti topik percakapanm kita?
Bagaimana kalai kita mengganti topik percakapan kita?
Tak Pantas
Saya tidak suka topik itu!
Topik itu menyebalkan.
Nyebelin ah amonganmu!
10. Menyampaikan Suatu Gagasan/ Menambah Hal-hal Terkait
Ketika kita berbicara dalam kelompok, kita kadang-kadang memiliki gagasan
yang kita ingin sampaikan atau kita ingin tambahkan.
Menyampaikan gagasan
Contoh:
Pantas
Saya ada gagasan/pendapat.
Bagaimana dengan pendapat ini ... ?
Bisa saya memberi pendapat?
Pendapat itu cukup bagus, tetapi ... .
Dalam hubungannya dengan masalah ini, saya berpendapat bahwa ... .
Saya mendukung gagasan Ibu Kartini.
Tak Pantas
Ga bagus ah! Gimana kalau ...
Pendapat Anda kurang cocok. Bagaimana dengan pendapat ini ... ?
Penjelasan:
Dalam memberikan pendapat, pembicara Indonesia sering menggunakan kata
‟mungkin‟, dan ‟barangkali‟. Hal ini bukan berarti bahwa pembicara Indonesia ‟raguragu dengan pendapatnya‟, melainkan hanya sebagai tanda ‟penghalus‟ agar terkesan
tidak memaksakan pendapat.
D. Simpulan
1. Kepantasan dalam percakapan bahasa Indonesia harus memenuhi syarat nilai
budaya ‟hormat‟, penggunaan sapaan untu orang kedua yang tepat sesuai dengan
usia, status sosial, ketaklangsungan, pilihan kata, unsur paralinguistik, seperti
penggunaan tangan kanan dan sedikit membungkuk.
2. Ungkapan ‟maaf‟, ‟mohon maaf‟, dan ‟mohon‟ sering digunakan untuk mengawali
suatu pembicaraan sebagai penanda hormat kepada lawan bicara.
3. Pertanyaan yang bersifat sangat pribadi sebaiknya dihindari untuk menghindari
ketidaknyamanan lawan bicara kita dalam percakapan.
4. Ungkapan-ungkapan tidak formal sebaiknya dihindari dalam percakapan formal
karena ungkapan itu tidak pantas dalam konteks formal.
19
5. Dalam semua teknik percakapan, ungkapan formal tetap disyaratkan untuk
mencapai derajat kepantasan.
Rujukan
Aridah. 2007. Politeness Phenomena as a Source of Pragmatic Failure in English as
a Second Language. TEFLIN Journal Vol. 12 Number 2.
Brown, Penelope dan Stephen Levinson. 1978. Universal in Language Usage:
Politeness Phenomena . Dalam Esther N. Goody (ed.) Questions and
politeness: Strategies in Social Interaction. New York: Cambridge University
Press.
Departmen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Edisi 3.
Jakarta: Penerbit balai Pustaka.
Magnis-Suseno, F. 1984. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Matreyek, Walter. 1983. Communicating in English: Examples and Models. Vol. 3
Situations. New York: Pergamon Press Inc.
Biodata Penulis:
1. Mashadi Said. Doktor dalam pendidikan bahasa Inggris dari Universitas
Negeri Malang pada tahun 1998. Saat ini dia adalah Ketua Jurusan Sastra
Inggris di Universitas Gunadarma, Jakarta, dan wakil ketua himpunan alumni
RELC Indonesia. Bidang ketertarikannya dalam penelitian meliputi
pemahaman lintas budaya, strategi belajar-mengajar, dan penerjemahan.
2. Ichwan Suyudi. Sarjana Sastra Inggris diperoleh dari Universitas Sebelas
Maret. Saat ini sedang menempuh program doktor dalam bidang manajemenj
pendidikan di Universitas Negeri Jakarta. Dia adalah Pembantu Dekan Bidang
Akademik pada Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma. Kajian yang diminati
meliputi manajemen kelas, pemahaman lintas budaya, dan sastra.
3. Hendro Firmawan . Sarjana Sastra Inggris dari Universitas sebelas Maret. Saat
ini sedang menempuh program doktor dalam bidang pendidikan bahasa.
Kajian yang diminati meliputi pemahaman lintas budaya, sastra, dan
penerjemahan. Dia adalah Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan di
Fakultas Sastra, Universitas Gunadarma, Jakarta.
20