PENYELESAIAN SENGKETA LITIGASI DAN NON L

PENYELESAIAN SENGKETA LITIGASI DAN NON LITIGASI
Maharani Dyah Pitaloka (15919048)
pitaloka.dyahmaharani@gmail.com

A. SENGKETA BISNIS
Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which arises during
the course of the exchange or transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa
Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan
antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan. Menurut Winardi, Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan
atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu
dngan yang lain. Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang
berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan
akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua
orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan
sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks
melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis yang semakin
meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat.
Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dna masalah yang melatar belakanginya, terutama
karena adanya conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang

terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis. Secara
rinci sengketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Sengketa Perniagaan
Sengketa Perbankan
Sengketa Keuangan

Sengketa Penanaman Modal
Sengketa Perindustrian
Sengketa HKI
Sengketa Konsumen
Sengketa Kontrak
Sengketa Pekerjaan
Sengketa Perburuhan
Sengketa Perusahaan
Sengketa Hak
Sengketa Property
Sengketa Pembangunan Konstruksi

B. CARA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Dari sudut pandang pembuat keputusan, cara penyelesaian sengketa terbagi menjadi tiga cara:
1. Adjudikatif
Mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan pengambilan
dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
2. Konsensual/ Kompromi
Cara penyelesaian sengketa secara kooperatif /kompromi untuk mencapai penyelesaian yang

bersifat win-win solution.
3. Quasi Adjudikatif
Merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
Dari sudut pandang prosesnya, cara penyelesaian sengketa terbagi menjadi dua cara yaitu Litigasi dan
Non-litigasi
C. LITIGASI
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, tidak ada definisi yang secara eksplisit menjelaskan
litigasi. Namun dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tenatng Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS) berbunyi:
“Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara
litigasi di Pengadilan Negeri.”
Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa (hal. 1-2)
mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam
perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya
dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu
sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium)
setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Hal serupa juga dikatakan oleh
Rachmadi Usman, S.H., M.H. dalam bukunya Mediasi di Pengadilan (hal. 8), bahwa selain melalui
pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang

lazim dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dari hal-hal di atas dapat kita ketahui bahwa litigasi itu adalah penyelesaian sengketa antara para pihak
yang dilakukan di muka pengadilan. Lembaga penyelesaian sengketa litigasi ada dua yaitu Pengadilan
Umum dan Pengadilan Niaga.
1. Pengadilan Umum
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa, mempunyai karakteristik:
a. Prosesnya sangat formal
b. Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
c. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
d. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)
e. Orientasi kepada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)
f. Persidangan bersifat terbuka

2. Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang
mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a.
b.

c.
d.
e.
f.
g.

Prosesnya sangat formal
Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)
Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
Proses persidangan bersifat terbuka
Waktu singkat

Kebaikan dari sistem ini adalah ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di
Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer
dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini.
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian hukum karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan

putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum
banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif
lama agar bisa berkekuatan hukum tetap.
2. Hakim yang “awam”. Pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. Namun
jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim
tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan
memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai
dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara
karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara.
apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.
D. NON-LITIGASI
Jalur non-litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-litigasi ini dikenal
dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam
peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan " Penyelesaian perkara di luar pengadilan,
atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan" . Kedua, dalam UU Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan "
Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli."


Konsultasi , merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien) dengan pihak
lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran kepada klien tersebut untuk
memenuhi keperluan dan kebutuhan klien. Konsultan hanya memberikan pendapat (hukum)
sebagaimana diminta oleh kliennya, dan selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa
tersebut akan diambil oleh para pihak.
Negoisasi, penyelesaian sengketa melalui musyawarah/perundingan langsung diantara para pihak yang
bertikai dengan maksud mencari dan menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat diterima
para pihak.Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk
tertulis yang disetujui oleh para pihak.
Mediasi, merupakan penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan dibantu oleh pihak luar yang
tidak memihak/netral guna memperoleh penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak.
Konsiliasi, Consilliation dalam bahasa Inggris berarti perdamaian , penyelesaian sengketa melalui
perundingan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral (konsisliator) untuk membantu pihak yang
berdetikai dalam menemukan bentuk penyelesaian yang disepakati para pihak. Hasil konsilisiasi ini ini
harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa,
selanjutnya harus didaftarkan di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis ini bersifat final dan mengikat
para pihak.
Pendapat ahli, upaya menyelesaikan sengketa dengan menunjuk ahli untuk memberikan pendapatnya
terhadap masalah yang dipersengketakan untuk mendapat pandangan yang obyektif.

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) merupakan upaya tawar-menawar atau
kompromi untuk memperoleh jalan keluar yang saling menguntungkan. Kehadiran pihak ketiga yang
netral bukan untuk memutuskan sengketa, melainkan para pihak sendirilah yang mengambil keputusan
akhir.

Referensi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Frans Hendra Winarta. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika.
Rachmadi Usman. 2012. Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Silondae, Arus Akbar. Aspek hukum dalam ekonomi dan bisnis. mitra wacana media. 2010
http://www.ekomarwanto.com/2011/05/arbitrase-dan-alternatif-penyelesaian.html