EKSISTENSI PENERAPAN TUJUAN HUKUM DALAM

EKSISTENSI PENERAPAN TUJUAN HUKUM DALAM KASUS LANJAR
SRIYANTO MELALUYI PENDEKATAN FILSAFAT HUKUM
Kukatakan hukum sudah lama diremehkan di negeri ini.
Kuyakin pula hukum memang sudah kehilangan wajah pelindung.
Eko Prasetyo dalam “Keadilan Tidak untuk Yang Miskin”

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Dalam perjalanan panjang umat manusia dari era gua menuju era

komputer, ada satu peran sentral yang selalu dimainkan oleh ide hukum, ide
bahwa ketertiban atau tatanan adalah hal yang penting sementara kekacauan
(chaos) bertentangan dengan eksistensi keadilan dan kestabilan. Setiap
masyarakat, baik besar maupun kecil, kuat maupun lemah, telah menciptakan
sendiri kerangka sejumlah prinsip yang mengatur perkembangannya. Apa yang
boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, tindakan yang diterima, yang
terlarang, semuanya terangkum dalam kesadaran masyarakat tersebut. Kemajuan,
dengan segenap lompatan dan batas-batas yang tidak bisa dijelaskan, selalu

bertolak dari kelompok yang terbentuk ketika manusia bekerja sama mewujudkan
berbagai tujuan bersama, baik berburu binatang, mengumpulkan makanan
maupun mencari uang.
Hukum merupakan elemen yang menyatukan anggota masyarakat dalam
ketaatan kepada nilai-nilai dan norma. Hukum dapat bersifat permisif,
memungkinkan individu membentuk relasi legal sendiri lengkap dengan hak dan
kewajiban seperti dalam pembuatan kontrak, maupun koersif, menghukum
mereka yang melanggar peraturan. Hukum terdiri atas serangkaian peraturan yang
mengatur perilaku, dan hingga kadar tertentu, mencerminkan ide dan obsesi
masyarakat tempatnya berfungsi.1
Sepanjang

perjalanannya

hukum

memiliki

lika-liku


dalam

pengejawantahan penertiban untuk masyarakat juga untuk hukum itu sendiri.
Hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, masyarakat berubah tak dapat dielakkan dan perubahan itu sendiri
dipertanyakan nilai-nilai mana yang dipakai.2 Hukum memiliki fungsi dan tujuan.
Fungsi dan tujuan dari hukum dapat dilihat dari perspektif filsafat hukum. Filsafat
1 Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, Bandung: Nusa Media, 2013, hlm 1.

hukum terutama hendak menelaah hakikat hukum sebagai perwujudan nilai,
hukum sebagai sistem kaidah dan hukum sebagai alat untuk mengatur
masyarakat.3
Dalam pendekatan ilmu hukum, filsafat hukum menjadi salah satu kajian
dalam pendekatan ilmu hukum itu sendiri. Pendekatan filsafat hukum ini lebih
memfokuskan kajiannya dengan memandang hukum sebagai perangkat ide yang
abstrak dan ide-ide moral, diantaranya tentang kajian moral keadilan 4. Filsafat
hukum adalah refleksi tentang hukum yang mempermasalahkan hukum dari
berbagai pertanyaan yang mendasar, seperti apakah hukum itu? Apa tujuan hukum
itu? Apa dasar-dasar mengikatnya hukum? Mengapa berlaku umum? Bagaimana
hubungan antara hukum dengan kekuasaan, moral dan keadilan? Sebagai refleksi

kefilsafatan, filsafat hukum tidak ditujukan untuk mempersoalkan hukum positif
tertentu, melainkan merefleksi hukum dalam keumumannya atau hukum sebagai
demikian/law as such.
Sesuai dengan sifat dasarnya, apabila filsafat berbicara mengenai hukum,
maka pusat perhatiannya tidak terletak pada bagaimana prosedur teknis
merumuskan atau menciptakan norma yang disebut hukum, melainkan pada gejala
substansi gejala hukum. Berbagai persyaratan teknis-prrosedural berkaitan dengan
pembuatan hukum menjadi fokus pehatian ilmu hukum. Tetapi filsafat hukum
berusaha menyumbang dari sisi esensi atau substansi hukum5.
2

Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban yang adil, Problematik Filsafat Hukum, Jakarta:
Grasindo Gramedia Widiasarana indonesia, 1999, hlm. 37.

3 Astim Riyanto, Filsafat Hukum, Bandung: YAPEMDO, 2010, hlm. 1

4 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Kencana, 2015, hlm 11.

5 Victorianus M.H. Randa Puang, Filsafat Hukkum Sub Cabang Filsafat Umum, Jakarta:
Sofmedia, 201, hlm 91


Dalam permasalahan hukum itu sendiri, maka sering muncul kalimat
tentang tujuan hukum. Sebagaimana ditulis diatas, bahwa tujuan hukum itu sendiri
memiliki sifat yang universal seperti ketertiban, keamanan, ketenteraman,
kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat, tergantung
bagaimana perspektif itu dipakai6. Lalu bagaimana pengejewantahan hukum
dalam realitas masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut? Tulisan ini berangkat
dari kredo: “Quid lege sine moribus (Apa artinya hukum, kalau tidak disertai
moralitas)”. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada
dasarnya sama dengan moral. Kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”,
artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.7
Potret hukum Indonesia menampakan wajah yang lain ketika warga
masyarakat miskin tertimpa kasus yang berhadapan dengan hukum. Sebagai
contoh kecil, penulis mencoba mengakses tulisan dalam Harian Kompas dengan
tajuk Istri Meninggal, Suami Dipenjara.8 Hal ini yang melatarbelakangi

6 Dalam rentang pemikiran tentang tujuan hukum, biasa dibagi dalam bagian tentang
klasifikasi yang dalam beberapa kelompok ajaran, diantaranya:
1. Ajaran Konvensional

a. Ajaran Etis; (tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan)
b. Ajaran utilitas;(tujuan hukum untuk mencapai kebahagiaan) dan
c. Ajaran normatif-dogmatik (tujuan hukum untuk menciptakan kepastian hukum)
2. Ajaran Modern
a. Ajaran Prioritas baku; (tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum) dan
b. Ajaran Prioritas Kasuistis.(dari tiga tujuan hukum, satu diantaranya menjadi prioritas)
Lebih lanjut akan dibahas pada bab selanjutnya. Lihat juga, Achmad Ali, Opcit, hlm 88

7 K. Bertens, Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm. 7

8http://regional.kompas.com/read/2010/01/11/05591831/Istri.Meninggal..Suami.Dipen
jara. Diakses pada Selasa, 18 Juli 2017

pemakalah mencoba melakukan penelitian dari kasus tersebut dengan perspektif
filsafat hukum yang ditinjau dari tujuan hukum.
Indonesia sebagai negara yang memprioritaskan hukum sebagaimana
amanat dalam Konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, yang
oleh beberapa ahli mengatakan sebagai laboraturium hukum, dimaksudkan bahwa

sejauh mana negara hukum yang dimaksud oleh Konstitusi kita. Maka pemakalah
mencoba melihat dari sisi lain dari hukum khususnya tujuan hukum tentang
keberhasilannya menjaga ketertiban, ketenteraman, kebahagiaan dan juga tentang
keadilan.

B.

Rumusan Masalah
Dalam kesempatan ini, pemakalah mencoba mengemukakan permasalahan

yang terjadi dalam kasus tersebut khususnya penegakan hukum yang ditinjau
dalam perspektif filsafat hukum.
1. Bagaimana proses penegakan hukum Indonesia dalam perspektif filsafat
hukum yang ditinjau dari tujuan hukum dengan studi kasus Lanjar
Suryanto?
C.

Referensi Teoritis
Eksistensi moral dalam hukum tetap dirasakan sebagai kebutuhan hingga


saat ini. Tiap tragedi kemanusiaan selalu membutuhkan solusi hukum yang
bermoral. Putusan MA Amerika yang memerintahkan diakhirinya diskriminasi
terhadap kulit hitam adalah sikap moral. Magna Charta adalah sikap moral.
Pengadilan Nurrenberg adalah sikap moral. Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, berikut tiga covenant9 serta seluruh instrumen internasional mengenai

9 Selain Universal Declaration o Human Rights (UDHR) masih ada tiga perjanjian
internasional yaitu: The International Covenant on Economics, Social and Culture Right (ESCR);
The International Covenant and Civil Politic Right (CPR); International Convvention Againts
Torture and Other Cruel, in Human or Degrading Treatment or Punishment.

anti penyiksaan, perlindungan perempuan, pelindungan kaum minoritas dan lain
sebagainya, adalah sikap moral.
Pendeknya, hukum yang bermoral adalah kebutuhan umat manusia. Tanpa
hukum yang bermoral, tidak ada masyarakat yang dapat berkembang bahkan
bertahan dalam kedamaian dan keadilan. Hukum yang bermoral adalah fondasi
sekaligus perekat, yang mencegah masyarakat dari disintegrasi, yaitu hancurnya
berkeping-keping. Tidak mungkin ada kehidupan bersama yang manusiawi tanpa
hukum yang bermartabat10. Ini benar secara teori maupun faktual.
Ajaran hukum kodrat11 Thomas Aquinas, adalah ajaran tentang pendasaran

hukum pada etika.12. artinya, hukum harus memiliki fondasi etik. 13 Dan Fondasi
etik itu, harus beranjak dari kodrat manusia. Apa yang menjadi kodrat manusia
menurut Thomas Aquinas adalah kebaikan! Kodrat manusia menjadi sebab final
(causa final) tindakan manusia.

10 Bernard L. Tanya, Penegakan Hukum Dalam Ruang Etika, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2011, hlm. 5.

11 Pemikiran tentang hukum kodrat sebenarnya telah dimulai sejak Filsuf Yunani Antik,
yaitu melalui pemikiran yang didasarkan pada adil menurut “kodratnya” dan adil menurut
“keberlakuan hukum”. “Hidup sesuai dengan alam” diterima sebagai gagasan umum tentang
ukuran tertinggi mengenai apa yang “benar” dan apa yang “keliru”, namun dalam
perkembangannya, pemikiran tentang hukum kodrat mengarah pada “Sesuatu” yang dihubungkan
dengan perilaku manusia dan perhatian pada etika

12 Bernard L. Tanya, et.al., Moralitas Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014., hlm.
5

13 Bernard L. Tanya., et.al., Moralitas … Ibid.,hlm., 6.


Itulah sebabnya, terhadap pertanyaan, “apa yang menjadi hukum suatu
hukum”? jawaban yang diberikan Thomas Aquinas adalah jawaban Aristotelian,
yakni kebahagian dan kebaikan. Apa yang dituju manusia, adalah kebahagian dan
kebaikan. Semua tindakan yang bertujuan dan berakibat pada kebahagian
manusia, adalah baik. Dan kebahagian tertinggi manusia adalah ketika, ia
“menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya”. Karena itu, tindakan kita dapat
dikatakan bernilai secara etis, jika menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya.
Menurut Thomas, realisasi kebahagian dan kebaikan, akan menjadi
pemenuhan dan penyempurnaan kodrat manusia itu sendiri. 14 Inilah hukumnya
hukum. Melaksanakan hukum kodrat berarti bertindak sesuai dengan kodrat
manusia: lakukan yang baik dan jauhi yang jahat! Hukum positif harus bertolak
dari dasar moral ini. Itu berarti, hukum haruslah membantu manusia berkembang
sesuai kodratnya, menjunjung tinggi martabat manusia, bersifat adil, menjamin
kesamaan dan kebebasaan, memajukan kepentingan dan kesejahteraan umum.15
Pesona hukum dalam jiwa klasik Thomas Aquinas, terletak di sini.
Bagi Socrates, sesuai dengan hakikat manusia, maka hukum merupakan
tatanan kebajikan. Tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan umum. 16
Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat
(kontra filsuf Ionia), bukan pula aturan untuk memenuhi hedonisme diri (kontra
kaum Sofis). Hukum, sejatinya adalah tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan


14 Bernard L. Tanya., et.al., Moralitas … Ibid.,hlm., 6.

15 Bernard L. Tanya., et.al., Moralitas … Ibid.,hlm., 6.

16 Bernard L. Tanya, et.al., Teori Hukum: Strategi Tertib Hidup Manusia Lintas Ruang
dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, Cetakan IV, 2013, hlm., 30.

dan keadilan umum. Seseorang yang melanggar hukum pada dasarnya berarti
mencabik landasan hidup bersama.17
Bagi Socrates, inti hidup manusia adalah keluhuran jiwa, bukan
keutamaan materi sebagaimana diajarkan oleh kaum Ionia. Lebih lanjut dikatakan
Socrates, sebelum mengejar kebijaksanaan dan kebenaran janganlah dulu berpikir
tentang uang atau kemasyuran atau prestise jasmani. Kebajikan tidak muncul
dengan sendirinya, namun kebajikan mendatangkan uang dan segala hal yang baik
bagi manusia, secara umum maupun pribadi. Ini-kata Socrates- adalah inti
ajarannya.18

17 Bernard L. Tanya, et.al., Teori Hukum…Ibid., hlm., 30.


18 Bernard L. Tanya, et.al., Teori Hukum…Ibid., hlm. 31.

BAB II
PERMASALAHAN
A. Kasus Lanjar Sriyanto
Bicara tentang keadilan, semua orang pasti sepakat keadilan itu hanya
memihak kebenaran. Bahkan, Keadilan dianggap sebagai satu-satunya prinsip
hukum yang paling diutamakan di antara 2 prinsip hukum lain yakni kemnafaatan
dan kepastian. Adil berarti mendudukkan sebagai mana mestinya (sesuai porsinya)
suatu perkara. Sikap adil memunculkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang
bersangkutan. Hakim ibarat ‘wakil’ tangan Tuhan di muka bumi, dalam mengadili
suatu perkara wajib mengedepankan prinsip keadilan. Namun bagaimana realitas
pengadilan di Indonesia? Tenggoklah kasus Lanjar Sriyanto, sebuah kasus yang
bisa diakses melalui media online yakni dalam Harian Kompas dengan tajuk Istri
Meninggal, Suami Dipenjara.19 Sebagaimana pemakalah kutip dari Harian
Kompas, Lanjar besama istri dan anaknya, seusai lebaran dikampung halaman
sang istri di Nogosari , Boyolali. Mereka berencana mudik ke kampung halaman
Lanjar di Yogyakarta, tetapi sebelumnya mereka hendak mampir kerumah
kontrakan mereka di kampung Jajar, Laweyan, Solo. Saat perjalanan pulang
kerumah mereka tiba-tiba mobil didepan mereka berhenti mendadak. Jarak
mereka terlalu dekat, tabrakan dengan mobil pun tidak dapat dihindarkan karena
dengan jarak yang begitu dekat, Lanjar tidak dapat mengerem motor pada
waktunya. Istri Lanjar terlempar jatuh dari motor kesisi lain jalan. Saat itu sebuah
mobil Panther melaju dengan kecepatan tinggi dari arah yang lain. Malang tidak
dapat ditolak, Saptaningsih, isteri Lanjar, menghembuskan nafas di tempat setelah
tergilas mobil Panther itu.
Sekilas dalam sudut pandang masyarakat awam kita dapat melihat bahwa
pengendara mobil Pantherlah yang patut dituntut dan dipersalahkan, namun justru
tepat 2 bulan setelah meninggalnya sang isteri Lanjar dijebloskan keddalam
tahanan, kemudian ia dibawa kehadapan hakim dan pada saat itulah ia diberitahu
19http://regional.kompas.com/read/2010/01/11/05591831/Istri.Meninggal..Suami.Dipe
njara. Diakses pada Selasa, 18 Juli 2017

bahwa ia telah melakukan kejahatan, yaitu kelalaian yang menyebabkan kematian
orang lain. Suatu tindak pidana yang diancam hukuman lima tahun penjara.
Ketika Lanjar mendengar tuduhan itu, dia tidak tahu bagaimana membela dirinya,
sementara ia tidak punya pengacara. Lanjar tidak hanya kehilangan isterrinya
tetapi juga kehilangan kebebasannya.
Kasus yang menimpa Lanjar Sriyanto, mengundang perhatian publik,
sehingga pada saat kasus ini mencuat, beragam simpati publik yang muncul,
mulai dari dibuatnya halaman khusus di facebook 20 sebagai bentuk dukungan
terhadap Lanjar sampai dengan deemontrasi yang dilakukan oleh masyarakat
didepan pengadilan setempat.
Pada tanggal 4 Maret, pengadilan mengeluarkan putusannya, yang
tampaknya merupakan jalan tengah antara tuntutan jaksa dan kemarahan publik
atas kasus tersebut: Lanjar dinyatakan bersalah karena kelalaiannya, sementara
pada saat yang sama hakim merasa bahwa hal itu terjadi karena faktor yang tidak
dapat dihindari (force majeure). Sebagai hasil akhir, putusan hakim Pengadilan
Negeri Karanganyar menyatakan, Lanjar bebas tanpa bersalah.
Selang beberapa waktu setalah putusan PN, JPU mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi Semarang terkait kasus yang sama, yang memutus Lanjar
divonis hukuman percobaan satu bulan tujuh hari. Didampingi kuasa hukumnya,
Muhammad Taufiq, Pengacara yang berpraktik di Solo, yang sejak awal
menawarkan diri untuk menjadi kuasa hukum bagi Lanjar melakukan upaya
hukum, yakni Kasasi. Mahkamah Agung menolak atas Kasasi Lanjar, dan
memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi menjadi dua bulan empat belas hari.
B. Preposisi Kasus Lanjar Sriyanto
Melihat kasus yang terjadi pada lanjar, kita melihat apakah Lanjar
dihukum

“demi

hukum”

atau

“demi

keadilan”?.

Pengalaman

Lanjar

menggambarkan bahwa keadilan bukanlah sekadar soal adanya hukum yang adil.
20 https://www.facebook.com/pg/BEBASKAN-LANJAR-SRIYANTOTANGKAP-PENABRAKISTRI-LANJAR-285803718834/posts/

Juga bukan semata soal adanya lembaga hukum yang kuat. Apakah keadilan
tercapai tergantung pada hukum itu sendiri, bagaimana hukum itu diterapkan oleh
lembaga-lembaga negara dan sejauuh mana hasilnya memenuhi rasa keadilan
yang hidup didalam masyarakat. Jika hukum itu sendiri tampak adil ia tetap bisa
muncul bagi kebanyakan orang indonesia sebagai alat untuk membela
kepentingan bagi orang kaya dan penguasa. Hal ini dikarenakan akses peradilan
yang relatif sulit dijangkau oleh lapisan masysarakat kaum bawah, ketidaksetaraan
sosial, ketidaksetaraan kapasitas menjadikan benar menurut hukum tidaklah
cukup.
Oleh karena itu, masih diperlukan kapasitas dan faktor penting lainnya
untuk mengatasi ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat, antara lain, koneksi,
kesadaran hukum, pengetahuan tentang prosedur, dan kapasitas untuk
memobilisasi orang.
Faktor utama lainnya ialah bantuan hukum. Bantuan hukum yang
disediakan para pengacara probono, seperti Muhamad Taufiq atau upaya
mobilisasi para pendukung Lanjar melaui facebook, tampaknya telah membuat
frase “demi hukum” dan “demi keadilan”. Sedikit lebih bersesuaian satu sama
lain. Sebagaimana diungkapkan Muhamad Taufiq : “Jelas jika tidak dibantu
pengacara, Lanjar tidak akan memperoleh keadilan. Jadi fungsi pengacara respect
terhadap keadilan. Karena keadilan milik semua orang, jikapun hukum adalah
milik Polisi, Hakim dan Jaksa.21
Fakotr-faktor ini yang kemudian memunculkan sisi lain dari sifat dan
tujuan hukum itu sendiri yakni keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum itu
sendiri.

21 Ward Berenschot, et.all, Akses Terhadap Keadilan : Perjuangan Masyarakat Miskin
dan Kurang Beruntung Untuk MEnuntuk Hak di Indonesia, 2011, Jakarta : HuMA, hal. 7.

C.
D.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Tujuan Hukum
E. Sebag
aiman
a
penuli
san di
bab
sebelu
mnya,
pema
kalah
dapat
meng
klasifi
kasi
tujuan
huku
m
dalam
dua
kelom
pok
teori,
yaitu
sebag
ai
beriku
t:
1.

Ajaran Konvensional
a. Ajaran Etis. Ajaran ini menyatakan bahwa pada asasnya, tujuan hukum
adalah hanya semata-mata untuk mencapai keadilan.

b.

Ajaran utilitas. Ajaran ini menyatakan bahwa pada asasnya, tujuan
hukum ini adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaaatan atau

c.

kebahagiaan masyarrakat.
Ajaran normatif-dogmatik. Ajaran ini menyataka bahwa pada asasnya,

tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.22
2. Ajaran Modern
a. Ajaran Prioritas Baku.
F.
Menurut Gustav Radbruch keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan

(Gustav

Radbruch:

Gerechtigkeit,

Rechtssicherheit,

Zweckmäßigkeit) adalah tiga terminologi yang sering dilantunkan di
ruang-ruang kuliah dan kamar-kamar peradilan, namun belum tentu
dipahami hakikatnya atau disepakati maknanya. Keadilan dan kepastian
hukum, misalnya. Sekilas kedua terma itu berseberangan, tetapi boleh
jadi juga tidak demikian. Kata keadilan dapat menjadi terma analog,
sehingga tersaji istilah keadilan prosedural, keadilan legalis, keadilan
komutatif, keadilan distributif, keadilan vindikatif, keadilan kreatif,
keadilan substantif, dan sebagainya. Keadilan prosedural, sebagaimana
diistilahkan oleh Nonet dan Selznick untuk menyebut salah satu indikator
dari tipe hukum otonom, misalnya, ternyata setelah dicermati bermuara
pada kepastian hukum demi tegaknya the rule of law. Jadi, pada konteks
ini keadilan dan kepastian hukum tidak berseberangan, melainkan justru
bersandingan.23
G. Keadilan dan Kepastian adalah dua nilai aksiologis di dalam hukum.
Wacana filsafat hukum sering mempersoalkan kedua nilai ini seolah-olah
keduanya

merupakan

antinomi,

sehingga

filsafat

hukum

dimaknai

sebagai pencarian atas keadilan yang berkepastian atau kepastian yang
berkeadilan.24

22 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Kencana, 2015, hlm 88.

23 Sidharta, Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara, Bunga Rampai Komisi
Yudisial, Putusan Hakim: Antara Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan,Komisi Yudisial
Republik Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 3.

H. Pandangan

Gustav

Radbruch

secara

umum

diartikan

bahwa

kepastian hukum tidak selalu harus diberi prioritas pemenuhannya pada
tiap sistem hukum positif, seolah-olah kepastian hukum itu harus ada
lebih dulu, baru kemudian keadilan dan kemanfaatan. Gustav Radbruch
kemudian

meralat

teorinya

bahwa

Gustav

Radbruch,

pencetus

tiga

pernah

mengatakan

bahwa

hukum

ketiga

tujuan

sederajat. 25

hukum

nilai

dasar

hukum

yang

baik

adalah

dari

Jerman

ketika

hukum

tersebut memuat nilai keadilan, kepastian hukum dan kegunaan. Artinya, meski
ketiganya
nilai

merupakan

mempunyai

nilai

tuntutan

dasar

yang

hukum,

berbeda

namun

masing-masing

dengan

yang

satu

lainnya,

sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan dan
menyebabkan

adanya

ketegangan

antara

ketiga

nilai

tersebut

(Spannungsverhältnis).
I. Oleh karena itu, hukum sebagai pengemban nilai keadilan, tegas
Radbruch

dapat

menjadi

ukuran

bagi

adil

tidaknya

tata

hukum.

Karenanya, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum.
Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif
bagi hukum. Dalam hal ini, keadilan menjadi landasan moral hukum dan
sekaligus

tolok

keadilanlah,

ukur

hukum

sistem

positif

hukum

positif.

berpangkal.

Karenanya,

Sedangkan

konstitutif,

kepada
karena

keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum. Artinya, hukum tanpa
keadilan

adalah

Dalam

sebuah

mewujudkan

aturan

tujuan

yang

hukum

tidak
Gustav

pantas

menjadi

Radbruch

hukum.

menyatakan

perlu digunakan asas prioritas dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan
hukum. Hal ini disebabkan karena dalam realitasnya, keadilan hukum
sering

berbenturan

dengan

kemanfaatan

dan

kepastian

hukum

dan

begitupun sebaliknya. Diantara tiga nilai dasar tujuan hukum tersebut,
24
Ibid, hlm. 3

25
Nur Agus Susanto, Dimensi Aksiologis Dari Putusan Kasus “ST” Kajian Putusan
Peninjauan Kembali Nomor 97 PK/Pid.Sus/2012, Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 3 Desember 2014.

pada saat terjadi benturan, maka mesti ada yang dikorbankan. Untuk itu,
asas prioritas yang digunakan oleh Gustav Radbruch harus dilaksanakan
dengan urutan sebagai berikut:
a.
Keadilan Hukum;
b.
Kemanfaatan Hukum;
c.
Kepastian Hukum.
J.
Dengan urutan prioritas sebagaimana dikemukakan tersebut diatas,
maka sistem hukum dapat terhindar dari konflik internal. Jadi asas prioritas yang
ditawarkan Radbruch merupakan asas prioritas baku.26
b. Ajaran Prioritas yang Kasuistis
K.
Secara historis, pada awalnya menurut Gustav Radbruch tujuan
kepastian menempati peringkat yang paling atas di antara tujuan yang
lain. Namun, setelah melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut
Jerman

di

bawah

kekuasaan

Nazi

melegalisasi

praktek-praktek

yang

tidak berperikemanusiaan selama masa Perang Dunia II dengan jalan
membuat

hukum

yang

mensahkan

praktek-praktek

kekejaman

perang

pada masa itu, Radbruch pun akhirnya meralat teorinya tersebut27 di atas
dengan menempatkan tujuan keadilan di atas tujuan hukum yang lain.
L.
Memanglah demikian bahwa keadilan adalah tujuan hukum yang
pertama dan utama, karena hal ini sesuai dengan hakekat atau ontologi
hukum itu sendiri. Bahwa hukum dibuat untuk menciptakan ketertiban
melalui peraturan yang adil, yakni pengaturan kepentingan kepentingan
yang

saling

bertentangan

dengan

seimbang

sehingga

setiap

orang

memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi bagiannya. Bahkan
dapat dikatakan dalam seluruh sejarah filsafat hukum selalu memberikan
tempat yang istimewa kepada keadilan sebagai suatu tujuan hukum. 28
26

Ibid. hlm 98-99.
27

Ahmad Zaenal Fanani, Berpikir Falsafati Dalam Putusan Hakim, Artikel ini pernah dimuat di
Varia Peradilan No. 304 Maret 2011, hlm 3.
28

Ibid, hlm 4

Bagi

Radbruch

ketiga

aspek

ini

sifatnya

relatif,

bisa

berubah-ubah.

Satu waktu bisa menonjolkan keadilan dan mendesak kegunaan dan
kepastian

hukum

ke

wilayah

tepi.

Diwaktu

lain

bisa

ditonjolkan

kepastian atau kemanfaatan. Hubungan yang sifatnya relatif dan berubahubah ini
tidak memuaskan.
M.
Meuwisse memilih kebebasan sebagai landasan dan cita hukum.
Kebebasan yang dimaksud bukan kesewenangan, karena kebebasan tidak
berkaitan dengan apa yang kita inginkan. Tetapi berkenaan dengan hal
menginginkan apa yang kita ingini. Dengan kebebasan kita dapat menghubungkan
kepastian, keadilan, persamaan dan sebagainya ketimbang mengikuti Radbruch.29
N.
Seandainya kita lebih cenderung berpegang pada nilai kepastian
hukum

atau

dari

sudut

peraturannya,

maka

sebagai

nilai

ia

segera

menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan. Karena yang penting pada nilai
kepastian

itu

adalah

peraturan

itu

sendiri. Tentang

apakah

peraturan

itu telah memenuhi rasa keadilan dan berguna bagi masyarakat adalah di
luar pengutamaan nilai kepastian hukum. Begitu juga jika kita lebih
cenderung berpegang kepada nilai kegunaan saja, maka sebagai nilai ia
akan menggeser nilai kepastian hukum maupun nilai keadilan, karena
yang

penting

bagi

nilai

kegunaan

adalah

kenyataan

apakah

hukum

tersebut bermanfaat atau berguna bagi masyarakat. Demikian juga halnya
jika kita hanya berpegang pada nilai keadilan saja, maka sebagai nilai ia
akan menggeser nilai kepastian dan kegunaan, karena nilai keadilan
tersebut tidak terikat kepada kepastian hukum ataupun nilai kegunaan,
disebabkan oleh karena sesuatu yang dirasakan adil belum tentu sesuai
dengan nilai kegunaan dan kepastian hukum. Dengan demikian kita harus
dapat membuat kesebandingan di antara ketiga nilai itu atau dapat
mengusahakan

adanya

kompromi

secara

proporsional

serasi,

seimbang

29

Sidharta Arief, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan
Filsafat Hukum, Refika Aditama: Bandung, 2007, hlm. 20.

dan selaras antara ketiga nilai tersebut. 30 Oleh karenanya, munculah ajaran yang
paling maju yang dapat kita namakan “prioritas yang kasuistis”.31
B.
Eksistensi Penerapan Tujuan Hukum dalam Kasus Lanjar Sriyanto
O. Menc

ermati
kasus
Lanjar
, kita
melih
at
seseor
ang
yang
awam
,
rentan
terhad
ap
ketida
kadila
n saat
meng
hadap
i
persoa
lan
huku
30

Penegakan Hukum Yang Menjamin Kepastian Hukum, http://ilmuhukumuin
uka.blogspot.com/2013/05/penegakan-hukum-yang-menjaminkepastian_7121.html
31

Ibid, hlm 99-100.

m,
maka
kita
bisa
meng
etahui
bahwa
huku
m
mena
mpak
kan
sisi
yang
lain.
Tujua
n
huku
m
yang
seharu
snya
menja
di
substa
nsi
dalam
peneg
akan
huku
m
menja

di
bias
saat
dihad
apkan
denga
n
sistem
huku
m
yang
prose
dural,
forma
l dan
legalis
tik.
P. Kemb
ali
pada
uraian
penuli
s
diatas
terkait
klasifi
kasi
tujuan
huku
m
melal
ui
pende

katan
asas
teori
konve
nsiona
l dan
moder
n,
kasus
Lanjar
dapat
diterje
mahk
an
melal
ui
pende
katan
Ajara
n
Priorit
as
yang
kasuis
tis.
Dima
na
dalam
pende
katan
ini,
cende

rung
melih
at
kepast
ian
huku
m
dalam
proses
peneg
akan
huku
m.
Apara
t
peneg
ak
huku
m
dalam
hal ini
melih
at
kelala
ian
Lanjar
sehing
ga
meng
akibat
kan
hilang

nya
nyawa
seseor
ang,
tanpa
memp
erhati
kan
bahwa
ada
kondi
si
yang
tidak
dapat
dihind
ari.
Disisi
lain
penge
ndara
mobil
yang
mena
brak
isteri
Lanjar
, yang
juga
diketa
hui
sebag

ai
anggo
ta
Kepol
isian
justru
hanya
dijadi
kan
sebag
ai
saksi.
Ada
kontra
diksi
yang
terjadi
dalam
hal
peneg
akan
huku
m
untuk
tercap
ainya
tujuan
huku
m.
Seand
ainya
kita

lebih
cende
rung
berpe
gang
pada
nilai
kepast
ian
huku
m
atau
dari
sudut
peratu
ranny
a,
maka
sebag
ai
nilai
ia
segera
meng
geser
nilainilai
keadil
an
dan
kegun
aan

Karen
a
yang
pentin
g
pada
nilai
kepast
ian itu
adalah
peratu
ran itu
sendir
i.
Tenta
ng
apaka
h
peratu
ran itu
telah
meme
nuhi
rasa
keadil
an
dan
bergu
na
bagi
masya
rakat

adalah
di luar
pengu
tamaa
n nilai
kepast
ian
huku
m.
Q. Tujuan hukum atau dalam bentuk lain adalah putusan yang baik dan

bijaksana dapat dipastikan akan mengandung tiga tujuan hukum di atas.
Sebaliknya, putusan yang kurang baik hanya akan memuat satu tujuan
hukum mengesampingkan tujuan hukum yang lain.
R.
S.
T.
U.
V.
W.
X.
Y.

A.

BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan jawaban atas pokok permasalahan, yakni:
Z.
1.
Proses penegakan hukum dalam kasus Lanjar Sriyanto lebih
mencirikan

bahwa ia dihukum bukan demi keadilan, melainkan demi hukum.

Dalam perspektif tujuan hukum, dikategorikan sebagai ajaran prioritas yang
kasuistis. Maka proses penegakan hukumnya melalui konsep kepastian
hukum, maka sebagai nilai kepastian hukum itu, pendekatan yang
dilakukan melalui sudut peraturan, yang sebagai konsep nilai ia menggeser
AA.
BB.

nilai keadilan dan kemanfaatan.
B.
Saran
Pada akhirnya penulis ingin mengajukan saran yang diharapkan

akan menjadi bahan pemikiran dan masukan dalam penyempurnaan penegakan
hukum dalam sistem hukum di Indonesia.
CC.
1.
Sebagai negara hukum, peraturan perundang-undangan menjadi hal
fundamen dalam menjalankan sistem hukum di Indonesia, tetapi diatas
perundang-undangan tersebut, ada yang lebih penting lagi yakni perilaku

manusia yang memiliki komitmen terhadap kesusahan orang banyak,
terutama rakyat kecil. Bahwa hukum itu bukan sekedar daftar pasal-pasal
seperti buku telepon, tetapi adalah perjuangan, semangat dan komitmen.
Saran dalam doktrin hukum Indonesia secara utuh yang ditawarkan ingin
memberikan konstruksi terhadap dimensi empati tersebut.
DD.
EE.
FF.
GG.
HH.
II.

JJ. DAFT
AR
PUST
AKA
KK.
B
ukubuku:
LL.
MM.
A
chmad
Ali,
Meng
uak
Tabir
Huku
m,
Jakarta
:
Kenca
na,
2015.
NN.
A
rief
Shidar
ta,
Meuwi
ssen
Tentan
g
Penge
mbana

n
Huku
m,
Ilmu
Huku
m,
Teori
Huku
m dan
Filsaf
at
Huku
m, PT
Refika
Adita
ma,
Bandu
ng,
2007.
OO.
A
stim
Riyant
o,
Filsaf
at
Huku
m,
Bandu
ng:
YAPE
MDO,
2010.
PP. Bernar
d
L.
Tanya,
Peneg
akan
Huku
m
Dalam
Ruang
Etika,
Genta
Publis
hing,
Yogya
karta,
2011
QQ.
--------------------,
et.al.,

Moral
itas
Huku
m,
Genta
Publis
hing,
Yogya
karta,
2014.
RR.---------------------,
et.al.,
Teori
Huku
m:
Strate
gi
Tertib
Hidup
Manus
ia
Lintas
Ruang
dan
Gener
asi,
Genta
Publis
hing,
Yogya
karta,
Cetaka
n IV,
2013
SS. Budio
no
Kusu
moha
midjoj
o,
Ketert
iban
yang
adil,
Proble
matik
Filsaf
at
Huku
m,
Jakarta

:
Grasin
do
Grame
dia
Widias
arana
indone
sia,
1999.
TT. K.
Berten
s,
Etika,
PT.
Grame
dia
Pustak
a
Utama
,Jakart
a,2011
.
UU.
M
alcolm
N.
Shaw
QC,
Huku
m
Intern
asiona
l,
Bandu
ng:
Nusa
Media,
2013.
VV.Sidhar
ta,
Refor
masi
Peradi
lan
dan
Tangg
ung
Jawab
Negar
a,
Bunga
Ramp
ai

Komis
i
Yudisi
al,
Putus
an
Hakim
:
Antar
a
Keadil
an,
Kepas
tian
Huku
m, dan
Kema
nfaata
n,Kom
isi
Yudisi
al
Repub
lik
Indone
sia,
Jakarta
, 2010,
WW.
Victorianus M.H. Randa Puang, Filsafat Hukkum Sub Cabang
Filsafat Umum, Jakarta: Sofmedia, 2001.
XX.
W
ard
Berens
chot,
et.all,
Akses
Terhad
ap
Keadil
an
:
Perjua
ngan
Masya
rakat
Miskin
dan
Kuran
g
Berunt
ung
Untuk
MEnu
ntuk

Hak di
Indone
sia,
2011,
Jakarta
:
HuMA
,
YY.
ZZ.

Jurnal-jurnal:
AAA.
BBB.
N
ur
Agus
Susant
o,
Dimen
si
Aksiol
ogis
Dari
Putusa
n
Kasus
“ST”
Kajian
Putusa
n
Peninj
auan
Kemb
ali
Nomor
97
PK/Pi
d.Sus/
2012,
Jurnal
Yudisi
al Vol.
7 No.
3
Desem
ber
2014.
CCC.
A
hmad
Zaenal
Fanani
,
Berpik
ir
Falsaf

ati
Dalam
Putus
an
Hakim
,
Artikel
ini
pernah
dimuat
di
Varia
Peradil
an No.
304
Maret
2011.
DDD.
EEE.
FFF.

Media Online dan Website:
h
ttp://na
sional.
kompa
s.com/
read/2
012/01
/06/09
44528
1/Keja
mnya.
Keadil
an.San
dal.Jep
it.
Diakse
s pada
10 Juli
201.
HHH.
h
ttp://re
gional.
kompa
s.com/
read/2
010/01
/11/05
59183
1/Istri.
Menin
ggal..S
uami.
Dipenj
GGG.

ara.
Diakse
s pada
Selasa,
18 Juli
2017
III. https://
www.f
aceboo
k.com/
pg/BE
BASK
ANLANJ
ARSRIY
ANTO
TANG
KAPPENA
BRAK
ISTRILANJ
AR28580
37188
34/pos
ts/
JJJ. Peneg
akan
Huku
m
Yang
Menja
min
Kepas
tian
Huku
m,
http://i
lmuhu
kumui
n
uka.bl
ogspot
.com/2
013/05
/peneg
akanhukum
-yangmenja

minke
pastian
_7121.
html
KKK.
LLL.