Asal Mula Rumah Siput (1)

Asal Mula Rumah Siput

Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana. Pertama
kali siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon. Malam terasa hangat
dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat
siput tinggal. Tetapi ketika musim hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air hujan yang jatuh.
Siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung dengan
baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang
cocok untukku, gumam siput dalam hati.
Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk. Tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk
batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur. Dengan hati jengkel, siput
turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di
tanah, kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan
memutuskan untuk tinggal di dalamnya. Tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala
arah merusak rumah siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru.
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang dapat menjadi
rumahku, siput bersorak senang. Aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak akan ada burung
pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang menembus ke
batu ini.
Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas batu karang,

siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan
meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat ringan.
Karena lelah dan kedinginan, siput masuk ke dalam cangkang itu. Siput merasa hangat dan nyaman lalu tidur
bergelung di dalamnya.
Ketika pagi datang, siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang ini sangat
cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi, tidak
ada yang akan menggangguku. Aku akan membawa rumah ini bersamaku kemanapun aku pergi.

Petani yang Baik Hati
Di suatu desa, hiduplah seorang petani yang sudah tua. Petani ini hidup seorang diri dan sangat miskin,
pakaiannya penuh dengan tambalan dan rumahnya terbuat dari gubuk kayu. Musim dingin sudah tiba, pak
petani tidak punya makanan, juga tidak mempunyai kayu bakar untuk menghangatkan diri. Hari itu pak petani
hendak pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan. Ketika keluar dari rumah, dilihatnya ada sebutir telur
tergeletak diatas tanah bersalju. Dengan hati-hati dipungutnya telur tersebut dan dibawanya ke dalam rumah.
Pak petani menyelimuti telur itu dengan kain lusuh dan meletakkannya di dalam kardus agar tetap hangat.
Setelah itu dia pergi ke pasar untuk bekerja. Pak petani membuat telur itu menjadi hangat setiap hari sampai
telur itu menetas. Ternyata telur itu adalah telur burung camar. Mungkin induknya menjatuhkannya ketika
hendak pindah ke tempat yang lebih hangat. Pak petani merawat burung camar kecil itu dengan penuh kasih
sayang. Dia selalu membagi setiap makanan yang diperolehnya dari bekerja di pasar. Ketika harus
meninggalkan burung camar itu sendirian, pak petani akan meletakkannya di dalam kardus dan menyalakan

perapian agar burung camar tetap hangat.
Hari-hari berlalu, burung camar kecil tumbuh semakin besar. Pak petani sadar, burung camar ini tidak
selamanya akan tinggal bersama dirinya. Dengan berlinang air mata, pak petani melepaskan burung camar itu
agar pergi ke selatan, ke tempat yang hangat.

Suatu hari, pak petani terbaring sakit karena kedinginan. Dia tidak
punya uang untuk membeli obat, kayu bakar dan makanan. Tok tok tok, terdengar suara dari pintu rumah pak
petani. Ternyata burung camar itu kembali. Di paruhnya terdapat benih tanaman. Pak petani heran burung
camar itu masih mengingatnya. Dibiarkannya burung camar itu masuk dan diberinya minum. Sambil
memandang benih yang dibawa oleh burung camar, pak petani bertanya-tanya. Benih apakah ini? Dapatkah
aku menanamnya di tengah musim dingin ini? Tanyanya dalam hati.
Burung camar keluar dari rumah pak petani, membuat lubang di halaman rumah pak petani lalu menanam
benih itu. Ketika hari menjelang senja burung camar itu pergi meninggalkan pak petani. Esok harinya,
keajaiban terjadi. Benih yang ditanam burung camar tumbuh menjadi pohon lengkap dengan buahnya hanya
dalam sehari. Pak petani sangat terkejut melihatnya. Karena lapar, pak petani memakan buah pohon itu. Ajaib,
tubuhnya menjadi kuat dan dia tidak merasa sakit. Karena keajaibannya, pak petani menamakan pohon itu
Pohon Dewa, karena buahnya dapat membuat pak petani menjadi sehat kembali.
Pak petani merawat pohon itu dengan baik. Meskipun musim dingin, pohon itu terus berbuah dan tidak menjadi
kering. Pak petani menjual buah itu dan mendapatkan banyak uang. Sekarang pak petani tidak lagi kedinginan
dan kelaparan. Meskipun demikian, pak petani tetap murah hati, dia ingat bahwa apa yang diterimanya

sekarang adalah buah dari ketulusannya menolong sesama makhluk hidup.