MATERIALISME DIALEKTIS DAN HISTORIS (1)

MATERIALISME DIALEKTIS DAN HISTORIS - J.W STALIN (September
1938)

Materialisme Dialektis adalah pandangan-dunia Partai Marxis-Leninis.
Ia dinamakan materialisme dialektis sebab tjaranja mendekati gedjala 2
alam, tjaranja mempeladjari dan memahami gedjala 2 ini adalah dialektis,
sedangkan

keterangannja

(interpretasinja)

mengenai

gedjala 2

alam,

pengertiannja mengenai gedjala 2 ini, teorinja, adalah materialis.
Materialisme
dialektis


pada

historis

studi

adalah

mengenai

perluasan

kehidupan

prinsip 2

materialisme

masja rakat,


pentrapan

prinsip 2 materialisme dialektis pada gedjala 2 kehidupan masjarakat,
pada studi tentang masjarakat dan sedjarahnja.
Bila menguraikan metode dialektis mereka, biasanja Marx dan
Engels menjebut Hegel sebagai ahli filsafat jang telah merumuskan tjiri 2
jang pokok dari dialektika. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa dialektika
Marx dan Engels adalah identik dengan dialektika Hegel. Sebenar nja,
Marx dan Engels mengambil dari dialektika Hegel hanja “intinja jang
rasionil"

sadja,

membuang

kulitnja

jang


idealis

dari

Hegel,

dan

mengembangkannja lebih djauh untuk dapat memberikan kepadanja
bentuk ilmiah jang modern.
„Metode dialektis saja", kata Marx, „menurut dasarnja tidak sadja berlainan
dari metode Hegel, tapi adalah lawannja jang langsung. Bagi Hegel,

proses

berfikir, jang, dengan nama 'Ide' olehnja malahan diubah mendjadi subjek
jang berdiri-sendiri, adalah pentjipta (demiurge) dunia njata, dan dunia
njata itu hanjalah bentuk luar, bentuk gedjala dari 'Ide'. Sebaliknja bagi
saja,


jang

ideal

itu,

tidaklah

lain

daripada

dunia

materiil

jang

ditjerminkan oleh fikiran manusia, dan diwudjudkan mendjadi bentuk 2
fikiran". (Karl Marx, Kapital, Djilid I, halaman XXX, George Allen & Unwin

Ltd, 1938).
Bila menguraikan materialisme mereka, Marx dan Engels biasanja
menjebut Feuerbach sebagai ahli filsafat jang memulihkan materialisme
pada kedudukannja. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa materialisme Marx
dan Engels adalah identik dengan materialisme Feuerbach. Sebenarnja,
Marx dan Engels mengambil dari materialisme Feuerbach „inti-sarinja,
mengembangkannja mendjadi teori filsafat-ilmiah dari materialisme dan
membuang beban 2nja jang idealis dan religius-etik. Kita tahu bahwa
Feuerbach,

sungguhpun

dia

pada

dasarnja

seorang


materialis,

berkeberatan terhadap nama materialisme. Engels menerangkan lebih
dari sekali bahwa „sekalipun dasarnja" materialis, Feuerbach „tetap terikat
oleh

belenggu2

idealis

jang

tradisionil"

dan

bahwa

„idealisme


jang

sesungguhnja dari Feuerbach mendjadi terang segera setelah kita sampai
pada filsafatnja tentang agama dan etika". (Karl Marx, Pilihan Tulisae, Edisi
Inggeris, Moskow 1946, Djilid I, halaman 373, 375.).
Dialektika berasal dari perkataan Junani dialego, artinja ber-tjakap2,
berdebat. Dalam zaman kuno dialektika adalah tjara mentjapai kebenaran
dengan membeberkan kontradiksi2 dalam argumen seorang lawan dan
mengatasi kontradiksi2 ini. Dalam zaman kuno ada ahlifilsafat2 jang pertjaja
bahwa membeberkan kontradiksi2 dalam fikiran dan bentrokan pendapat2

jang bertentangan adalah tjara jang terbaik untuk mentjapai kebenaran.
Tjara berfikir jang dialektis ini kemudian diperluas sampai pada gedjala alam,
dikembangkan mendjadi metode dialektis dalam memahami gedjala alam,
jang memandang gedjala alam sebagai senantiasa dalam keadaan bergerak
dan senantiasa mengalami perubahan, dan menganggap perkembangan
alam sebagai akibat perkembangan kontradiksi 2 dalam alam, sebagai akibat
saling-mempengaruhinja kekuatan jang bertentangan dalam alam.
Pada hakekatnja, dialektika adalah lawan jang langsung dari
metafisika.

1)

Tjiri2 pokok metode dialektis Marxis adalah sbb:

a)

Berlawanan dengan metafisika, dialektika tidak memandang alam sebagai
tumpukan segala sesuatu, tumpukan gedjala jang kebetulan sadja, tiada
berhubungan,

terpisah

dan

bebas

satu

sama


lain,

tetapi

sebagai

keseluruhan jang berhubungan dan utuh, dimana segalasesuatu, gedjala 2
setjara organik adalah saling-berhubungan, saling bergantung dan salingmenentukan.
Karena itu metode dialektis berpendapat bahwa tidak ada gedjala dalam
alam jang bisa dimengerti djika ia diambil sendirian, terpisah dari gedjala 2
disekelilingnja, karena sesuatu gedjala dalam suatu lapangan alam bisa
tidak berarti bagi kita, bila ia tidak dipandang dalam hubungannja
dengan keadaan2 disekitarnja, tetapi terlepas, dari keadaan 2 itu; dan bahwa,
sebaliknja,

sesuatu

dipandang

dalam


gedjala,

bisa

hubungannja

dimengerti

jang

dan

takterpisahkan

diterangkan
dengan

kalau


gedjala 2

disekelilingnja, sebagai gedjala jang ditentukan oleh gedjala2 disekitarnja.
b) Berlainan dengan metafisika, dialektika berpendapat bahwa alam bukanlah
suatu keadaan jang diam dan tidak bergerak, berhenti dan tidak berubah,
tetapi keadaan jang terus-menerus bergerak dan berubah, keadaan jang
terus-menerus mendjadi baru dan berkembang, dimana sesuatu senantiasa
timbul dan berkembang, dan sesuatu senantiasa rontok dan mati.

Karena itu metode dialektis menghendaki supaja ge djala 2 dilihat
bukan sadja dari sudut hubungan dan bergantungnja satu sama lain,
tapi djuga dari sudut gerak, perubahan, perkembangan, kelahiran dan
kematiannja.
Metode dialektis menganggap penting pertama-tama bukanlah
apa jang pada saat tertentu kelihatannja tahan lama sekalipun sudah
mulai akan mati, tetapi apa jang sedang tumbuh dan berkembang,
sekalipun pada saat tertentu mungkin nampaknja tidak tahan lama,
karena metode dialektis memandang sesuatu jang tiada terkalah kan
hanjalah apa jang sedang tumbuh dan berkembang.
„Seluruh alam", kata Engels, „dari jang se-ketjil 2nja sampai pada jang
sebesar 2 nja, dari sebutir pasir sampai pada matahari, dari protista (sel
hidup jang mula 2 — red.) sampai pada manusia, adalah dalam keadaan
senantiasa timbul dan lenjap, dalam keadaan senan tiasa mengalir,
dalam keadaan bergerak dan berubah jang tak henti 2 nja". (F. Engels,
Dialektika Alam).
Dari itu, dialektika, kata Engels, „memandang segala sesuatu
beserta gambaran 2 tanggapannja pada hakekatnja dalam hubungannja
satu sama lain, dalam rangkaiannja, dalam geraknja, dalam timbul dan
lenjapnja" (F. Engels, Anti-Diihring).
c)

Berlawanan dengan metafisika, dialektika tidak menganggap proses
perkembangan sebagai proses pertumbuhan jang sederhana, dimana
perubahan 2 kwantitatif tidak membawa perubahan 2 kwalitatif, melainkan
sebagai suatu perkembangan jang melalui perubahan 2 kwantitatif jang
tidak berarti dan tidak kelihatan ke-perubahan 2 jang terbuka dan
fundamentil, ke-perubahan 2 kwalitatif; suatu perkembangan dimana
perubahan 2 kwalitatif tidak terdjadi dengan ber-angsur 2 , melainkan
dengan tjepat dan mendadak, dalam bentuk lompatan dari satu keadaan
kekeadaan lainnja; perubahan 2 kwalitatif itu tidak terdjadi setjara
kebetulan

tapi

sebagai

akibat

jang

sudah

sewadjarnja dari suatu

tumpukan perubahan2 kwantitatif jang tidak kelihatan dan berangsur2.
Karena

itu

metode

dialektis

berpendapat

bahwa

proses

perkembangan tidak boleh diartikan sebagai gerak dalam lingkaran,
sebagai ulangan biasa dari apa jang sudah terdjadi, tetapi sebagai gerak
jang madju dan naik, sebagai peralihan dari keadaan kwalitatif jang lama
kekeadaan

kwalitatif

jang

baru,

sebagai

perkembangan

dari

jang

sederhana kepada jang rumit, dari jang rendah kepada jang tinggi:
„Alam", kata Engels, „adalah batu-udjian dialektika, dan mengenai ilmu
alam 2 modern harus dikatakan bahwa ia telah memberikan bahan 2 jang
banjak sekali dan jang saban hari bertambah banjak untuk batu-udjian
ini, dan dengan demikian telah membuktikan bahwa pada achirnja
proses alam itu adalah dialektis dan bukan metafisis, bahwa ia tidak
bergerak dalam lingkaran jang selama 2nja sama dan terus-menerus
diulangi, tetapi berdjalan melalui sedjarah jang njata. Dalam hal ini pertama 2 harus disebut nama Darwin, jang telah memberikan pukulan keras
kepada pengertian metafisis tentang alam dengan membuktikan bahwa
dunia organik jang sekarang ini, tumbuh 2 an dan binatang 2 , dan oleh
karena itu djuga manusia, semuanja adalah hasil proses perkembangan
jang telah berlangsung selama djutaan tahun". (F. Engels, Anti-Duhring).
Dalam menerangkan perkembangan dialektis sebagai peralihan dari
perubahan2 kwantitatif ke-perubahan2 kwalitatif, Engels mengatakan :
„Dalam fisika………. tiap2 perubahan adalah suatu peralihan kwantitet
mendjadi kwalitet, sebagai akibat perubahan kwantitatif dari sesuatu bentuk
gerak baik jang terkandung didalam suatu Benda ataupun jang diberikan
kepadanja. Misalnja, suhu air mula 2 tidak mempengaruhi keadaan tjairnja;
tetapi setelah suhu air tjair itu naik atau turun, maka tibalah suatu saat
ketika keadaan kohesi ini berubah dan air itu dalam hal jang satu
berubah mendjadi uap dan dalam hal lainnja mendjadi es………….Untuk
menjalakan kawat-platina dibutuhkan sedjumlah minimum aliran listrik; tiap
logam mempunjai suhu leburnja sendiri; tiap zat tjair mempunjai titik-beku

dan titik-didih jang pasti pada tekanan tertentu, selama kita dengan alat
jang ada pada kita bisa menimbulkan suhu jang diperlukan itu; achirnja,
tiap2 gas mempunjai titik-kritiknja, pada titik mana, dengan tekanan dan
penjedjukan

jang

setjukupnja,

ia

bisa

diubah

mendjadi

keadaan

tjair........... Apa jang dinamakan konstante2 fisika (titik dimana satu keadaan
berubah mendjadi keadaan lain -- red.) dalam kebanjakan hal adalah tidak
lain daripada sebutan2 (nama2) untuk titik2 pertemuan (knooppunten)
dimana penambahan atau pengurangan (perubahan) kwantitatif dad gerak
menjebabkan perubahan kwalitatif dalam keadaan sesuatu benda, dan
dimana, oleh karena itu, kwantitet berubah mendjadi kwalitet". (Dialektika
Alam). Beralih ke soal kimia, Engels berkata seterusnja:
„Kimia bolehlah dinamakan ilmu tentang perubahan 2 kwalitatif jang terdjadi
dalam benda sebagai akibat perubahan2 komposisi kwantitatif. Hal ini sudah
diketahui oleh Hegel.......... Ambillah zat asam (oxygen), sebagai tjontoh:
kalau molekul itu terdiri dari tiga atom dan bukannja dua sebagai
biasanja, maka kita mendapatkan ozon, suatu benda jang dalam bau dan
reaksinja sangat berlainan dengan zat asam biasa. Dan apakah jang akan
kita katakan tentang perbandingan 2 jang berlainan dalam mana zat asam
bertjampur dengan nitrogen (stikstof) atau belerang, dan jang masing 2
menghasilkan benda jang kwalitatif berbeda dari semua benda 2 lainnja !"
(Dalam buku itu djuga).
Achirnja, dalam mengkritik Duhring, jang dengan se kuat 2 nja
mentjela Hegel, tetapi jang dengan diam 2 memindjam daripadanja dalil
jang

terkenal

bahwa

peralihan

dari

alam

tak

berperasaan

keberperasaan, dari alam materi anorganik kealam kehidupan organik,
adalah lompatan kesuatu keadaan baru, Engels mengatakan :
„Ini

adalah

djustru

garis

pertemuan

Hegelian

tentang

ukuran

perbandingan, dalam mana, pada titik 2 pertemuan tertentu penambahan
atau

pengurangan

kwantitatif

se-mata 2

menimbulkan

lontjatan

kwalitatif, misalnja, dalam hal air jang dipanaskan atau didinginkan,

dimana titik-uap dan titik-beku adalah titik 2 pertemuan dimana —
dibawah tekanan biasa — terdjadi lontjatan kekeadaan seluruhnja baru,
dan dimana karena itu kwantitet berubah mendjadi kwalitet". (F. Engels,
Anti Duhring).
d) Berlawanan

dengan

metafisika,

dialektika

berpendapat

bahwa

kontradiksi 2 intern terdapat didalam segala sesuatu dan gedjala alam,
karena semuanja ini mempunjai segi 2 negatif dan positifnja, masa
lampau dan masa depannja, sesuatu jang berangsur-angsur mati dan
sesuatu jang berkembang; dan bahwa perdjuangan antara pertentangan 2
ini, perdjuangan antara jang lama dengan jang baru, antara apa jang
sedang mati dengan jang sedang lahir, antara apa jang sedang lenjap
dengan

jang

sedang

berkembang,

merupakan

inti-sari

proses

perkembangan, inti-sari perubahan 2 kwantitatif ke-perubahan 2 kwalitatif.
Dari

itu

metode

dialektis

berpendapat

bahwa

proses

perkembangan dari jang lebih rendah ke jang lebih tinggi, terdjadi bukan
sebagai pengembangan jang harmonis dari gedjala 2 , tetapi sebagai
pernjataan kontradiksi 2 jang terdapat didalam segala sesuatu dan
didalam gedjala 2, sebagai „perdjuangan" tendens 2 jang berlawanan jang
berlangsung diatas dasar kontradiksi 2 ini.
„Menurut artinja jang sebenarnja", kata Lenin, „dialektika adalah studi
tentang kontradiksi didalam hakekat segala sesuatu itu sendiri". (Lenin,
Bukutjatatan Filsafat, Edisi Rusia, hal. 263).
Dan selandjutnja :
Perkembangan adalah 'perdjuangan' dari jang bertentangan". (Lenin, Pilihan
Tulisan2, Edisi Rusia, Djilid XIII, halaman 301).
Demikianlah dengan ringkas, tjiri2 pokok metode dialektis Marxis.
Mudahlah untuk mengerti betapa sangat pentingnja perluasan
prinsip 2 metode dialektis pada studi tentang kehidupan sosial dan
sedjarah masjarakat, dan betapa sangat pentingnja pemakaian prinsip 2

ini

pada

sedjarah

masjarakat

dan

pada

aktivitet 2

praktis

Partai

proletariat.
Kalau di dunia tidak ada gedjala 2 jang terpisah, kalau semua
gedjala itu saling-berhubungan dan tergantung kepada satu sama lain,
maka teranglah bahwa tiap sistim sosial dan tiap gerakan sosial dalam
sedjarah harus dinilai tidak dari sudut „keadilan jang kekal" atau
sesuatu ide lainnja jang sudah difikirkan terlebih dahulu, sebagai mana
sering dilakukan oleh ahli 2 sedjarah, melainkan dari sudut keadaan 2
jang melahirkan sistim atau gerakan sosial itu dan dengan mana
mereka itu berdjalin.
Sistim pemilikan-budak akan mendjadi tidak mempunjai arti,
merupakan kebodohan dan tidak wadjar dalam keadaan 2 modern. Tetapi
dalam keadaan 2 sistim komune primitif jang sedang runtuh, sistim
pemilikan-budak itu adalah gedjala jang sepenuhnja bisa difahamkan
dan wadjar, karena ia merupakan suatu kemadjuan dibandingkan
dengan sistim komune primitif.
Tuntutan untuk republik burdjuis-demokratis pada waktu ada
tsarisme dan masjarakat burdjuis, seperti, kita katakan sadja, di Rusia
dalam tahun 1905, adalah tuntutan jang sepenuhnja bisa difahamkan,
tepat dan revolusioner, karena pada waktu itu suatu republik burdjuis
akan berarti suatu langkah madju. Tetapi sekarang, dalam keadaan 2 di
URSS, tuntutan untuk republik burdjuis demokratis akan mendjadi
tuntutan jang tidak mempunjai arti dan kontra-revolusioner, sebab
republik burdjuis akan berarti suatu langkah mundur dibandingkan dengan
republik Sovjet.
Segala sesuatu bergantung kepada keadaan, waktu dan tempat.
Djelaslah bahwa tanpa pendekatan berdasarkan sedjarah jang
serupa ini terhadap gedjala 2 sosial, maka adanja dan perkembangan
ilmu sedjarah tidaklah mungkin, karena hanja pendekatan serupa itulah
jang bisa menjelamatkan ilmu sedjarah supaja tidak mendjadi suatu

tjampur-baur kedjadian 2 kebetulan dan suatu timbunan kesalahan 2 jang
paling bodoh.
Seterusnja, djika dunia itu berada dalam keadaan se nantiasa
bergerak

dan

berkembang,

djika

hilang-lenjapnja

jang

lama

dan

tumbuhnja jang baru adalah hukum perkembangan, maka djelaslah
bahwa tidak akan bisa ada sistim 2 sosial jang „tidak bisa berubah",
tidak akan bisa ada „prinsip 2 jang abadi" dari hak milik perseorangan
dan penghisapan, tidak akan bisa ada „ide 2 jang abadi" tentang
pembudakan petani oleh tuan-tanah, buruh oleh kapitalis.
Dari itu sistim kapitalis bisa digantikan oleh sistim Sosialis, persis
seperti pada satu waktu sistim feodal digantikan oleh sistim kapitalis.
Karena itu kita tidak boleh mendasarkan orientasi kita atas
lapisan 2 masjarakat jang tidak berkembang lagi, sekalipun pada waktu
sekarang ini mereka merupakan kekuatan jang berkuasa, tetapi atas
lapisan 2

jang

sedang

berkembang

dan

mempunjai

hari

depan

dimukanja, meskipun pada waktu ini mereka tidak merupakan kekuatan
jang berkuasa.
Dalam tahun delapan puluhan abad jang lalu, dalam masa
perdjuangan antara kaum Marxis dengan kaum Narodnik, proletariat di
Rusia merupakan djumlah terketjil jang tidak berarti dari penduduk,
sedang kaum tani perseorangan merupakan djumlah terbanjak jang
luas dari penduduk. Akan tetapi proletariat sebagai klas sedang
berkembang, sedangkan kaum tani sebagai klas sedang rontok. Dan
djustru karena proletariat sebagai klas sedang berkembang, maka kaum
Marxis mendasarkan orientasinja atas proletariat. Dan mereka tidak
salah, sebab, sebagaimana kita ketahui, proletariat kemudian tumbuh
dari kekuatan jang tidak berarti mendjadi kekuatan sedjarah dan politik
jang nomor satu.
Dari itu, supaja tidak membikin kesalahan dalam politik, kita harus
melihat kedepan, djangan kebelakang.

Selandjutnja, djika peralihan dari perubahan 2 kwantitatif jang pelan2 ke
perubahan2

kwalitatif

jang

tjepat

dan

mendadak

adalah

hukum

perkembangan, maka teranglah bahwa revolusi2 jang dilakukan oleh klas 2
jang tertindas adalah suatu gedjala jang sangat wadjar dan tidak bisa
dihindarkan.
Karena itu peralihan dari kapitalisme ke Sosialisme dan pembebasan
klas buruh dari penindasan kapitalisme tidak bisa dilaksanakan dengan
perubahan2 jang pelan2, dengan 'reform2, tetapi hanja dengan suatu
perubahan kwalitatif atas sistim kapitalis, dengan revolusi.
Karena itu, supaja tidak membikin kesalahan dalam politik, kita harus
mendjadi seorang revolusioner, bukan seorang reformis.
Seterusnja, djika perkembangan berlangsung dengan terbukanja
kontradiksi 2

intern,

dengan

bentrokan 2

diantara

kekuatan 2

jang

berlawanan berdasarkan kontradiksi 2 ini dan guna mengatasi kontradiksi 2
ini, maka teranglah bahwa perdjuangan klas dari proletariat adalah suatu
gedjala jang sangat wadjar dan tidak bisa dielakkan.
Dari itu kita tidak boleh menutup-nutupi kontradiksi 2 dari sistim
kapitalis, tetapi menelandjangi dan membeberkannja; kita tidak boleh
mentjoba mengekang perdjuangan klas itu tetapi melandjutkannja sampai
pada achirnja.
Dari itu, supaja tidak membikin kesalahan dalam politik, kita harus
mendjalankan politik klas proletar jang tidak kompromis, bukan politik
reformis berupa penjesuaian kepentingan2 proletariat dengan kepentingan2
burdjuasi, bukan politik kaum kompromis tentang „pertumbuhan kapitalisme
mendjadi Sosialisme".
Demikianlah metode dialektis Marxis djika diterapkan pada kehidupan
sosial, pada sedjarah masjarakat.
Tentang materialisme filsafat Marxis, is pada dasarnja adalah lawan
jang langsung daripada idealisme filsafat.

2. Tjiri2 pokok materialisme filsafat Marxis adalah sebagai berikut:
a)

Berlawanan

dengan

idealisme,

jang

menganggap

dunia

sebagai

pendjelmaan suatu „ide jang mutlak", suatu „djiwa universil", „kesedaran",
maka materialisme filsafat Marx berpendapat bahwa dunia menurut
sifatnja sendiri adalah materiil, bahwa gedjala 2 jang ber-matjam 2 dari
dunia merupakan berbagai bentuk materi jang bergerak, bahwa salingberhubungan dan saling-bergantungnja gedjala2, sebagaimana ditetapkan
oleh metode dialektis, adalah hukum perkembangan materi jang bergerak,
dan bahwa dunia berkembang sesuai dengan hukum 2 gerak materi dan
tidak memerlukan sesuatu „djiwa universil".
„Pandangan-dunia materialis tentang alam", kata Engels, „adalah semata 2

penanggapan

alam

sebagaimana

adanja,

tanpa

tambahan

sesuatupun dari luar". (F. Engels, Ludwig Feuerbach, Edisi Inggeris,
Moskow 1934, hal. 79).
Berbitjara
Heraclitos
seluruhnja,

tentang

jang

pandangan 2

berpendapat

tidak

ditjiptakan

materialis

bahwa
oleh

„dunia,

sesuatu

ahli

filsafat

kesatuan

Tuhan

atau

kuno

daripada
seseorang

manusia, tetapi dulu, sekarang dan seterusnja adalah suatu api jang hidup,
menjala setjara sistimatis dan padam setjara sistimatis", Lenin menerangkan :
„Suatu uraian jang baik sekali tentang dasar2 pertama materialisme dialektis".
(Lenin, Buku-tjatatan filsafat, Edisi Rusia, hal. 318).
b) Berlawanan dengan idealisme, jang menegaskan bahwa hanja kesedaran
kitalah jang benar2 ada, dan bahwa dunia materiil, jang ada, alam, hanja
ada dalam kesedaran kita, dalam perasaan, ide dan tjita-rasa kita, maka
filsafat materialis Marxis berpendapat bahwa materi, alam, jang ada, adalah
kenjataan jang objektif jang berada diluar dan terlepas dan kesedaran kita ;
bahwa materi adalah primer, karena ia adalah sumber perasaan, ide,
kesedaran, dan bahwa kesedaran, adalah sekunder, akibat, karena ia
adalah refleksi materi, refleksi jang ada; bahwa kesedaran adalah hasil
materi,

jang

dalam

perkembangannja

telah

mentjapai

tingkat

kesempurnaan jang tinggi, jaitu otak, dan otak adalah alat untuk berfikir;
dan bahwa karena itu kita tidak bisa memisahkan fikiran dari materi tanpa
membikin kesalahan besar. Engels mengatakan:
„Soal hubungan antara pemikiran dengan jang ada, hubungan antara djiwa
dengan alam adalah soal jang terpenting dari seluruh filsafat…………
Djawaban2 jang diberikan oleh ahli filsafat 2 kepada soal ini membagi mereka
dalam dua kubu jang besar. Mereka jang menegaskan bahwa djiwa adalah
jang primer daripada alam....... merupakan kubu idealisme. Lain2nja, jang
menganggap alam sebagai jang primer, termasuk dalam berbagai aliran
materialisme". (Karl Marx, Pilihan Tulisan2, Edisi Inggeris, Moskow 1946, Djilid
I, hal. 366-367).
Dan seterusnja :
„Dunia jang materiil, jang bisa ditanggap dengan pantja-indera dalam
mana termasuk diri kita sendiri, adalah satu2nja kenjataan……. Kesedaran
dan pemikiran kita, bagaimanapun djuga tampaknja seakan-akan diluar
tanggapan pantja-indera, adalah hasil anggota

tubuh djasmani jang

materiil, jaitu otak. Materi bukanlah hasil kesedaran, tapi kesedaran itu
sendiri hanjalah hasil jang tertinggi dari materi". (Karl Marx, Pilihan
Tulisan 2, Edisi Rusia, Djilid I, hal. 332).
Mengenai soal materi dan fikiran, Marx mengatakan :
„Tidaklah mungkin untuk memisahkan fikiran dari materi jang berfikir. Materi
adalah subjek dari semua perubahan". (Dalam buku itu djuga, hal. 335).
Dalam menerangkan materialisme filsafat Marxis, Lenin mengatakan:
„Materialisme pada umumnja mengakui keadaan njata jang objektif
(materi) sebagai terlepas dari kesedaran, perasaan, pengalaman ………..
Kesedaran adalah hanja refleksi dari keadaan, paling 2, suatu refleksi jang
mendekati

kebenaran

(tjotjok,

sungguh2

tepat)

daripadanja".

(Lenin,

Materialisme dan Empirio-Kritisisme, Edisi Inggeris, Moskow 1941, hal. 337338). Dan selandjutnja:

„Materi jalah apa jang dengan mengenai pantjaindera kita, menghasilkan
perasaan; materi jalah kenjataan objektif jang diberikan pada kita dalam
perasaan.
Materi, alam, keadaan, djasmani — adalah primer, dan djiwa, kesedaran,
perasaan, rohani — adalah sekunder". (Dalam buku itu djuga, hal. 145, 146).
„Gambaran dunia adalah gambaran bagaimana materi bergerak dan
bagaimana 'materi berfikir'." (Dalam buku itu djuga, hal. 367).
„Otak adalah alat untuk berfikir". (Dalam buku itu djuga, hal. 152).
c) Berlawanan dengan idealisme, jang tidak mengakui kemungkinan untuk
mengetahui dunia dan hukum 2nja, jang tidak pertjaja akan kebenaran
pengetahuan kita, jang tidak mengakui kebenaran jang objektif, dan jang
berpendapat bahwa dunia itu penuh dengan „benda-dalam dirinja" jang
tidak akan bisa diketahui oleh ilmu, maka materialisme filsafat Marxis
berpendapat bahwa dunia dan hukum 2nja sepenuhnja bisa diketahui,
bahwa pengetahuan kita tentang hukum2 alam, jang diudji dengan
pertjobaan dan praktek, adalah pengetahuan jang benar jang mempunjai
kekuatan kebenaran jang objektif, dan bahwa tidak ada sesuatu didunia ini
jang tidak bisa diketahui, jang ada hanjalah hale jang belum diketahui,
tetapi jang akan terbuka dan mendjadi diketahui dengan usaha 2 ilmu ,dan
praktek.
Ketika mengkritik dalil Kant dan kaum idealis lainnja bahwa dunia
tidak bisa diketahui dan bahwa ada „benda dalam-dirinja jang tidak
dapat diketahui, dan ketika membela dalil materialis jang terkenal
bahwa pengetahuan kita adalah pengetahuan jang benar, Engels me nulis:
„Bantahan jang paling kena terhadap ini seperti djuga terhadap semua
ide 2 filsafat lainnja jalah praktek, jaitu experimen dan industri. Djika kita
dapat membuktikan kebenaran konsep kita tentang proses alam dengan
kita sendiri membikinnja, dengan mentjiptakannja dari sjarat 2nja dan

menggunakannja untuk tudjuan 2 kita sendiri, maka berachirlah sudah
'benda-dalam-dirinja' jang tidak bisa difahami dari Kant. Bahan 2 kimia
jang dihasilkan dalam tubuh tumbuh 2 an dan binatang tetap merupakan
'benda-dalam-dirinja' sampai ilmu kimia organik mulai menghasilkannja
satu demi satu; dengan demikian 'benda-dalam-dirinja' mendjadi benda
untuk

kita,

seperti

misalnja,

alizarin,

bahan

tjat

dari

pohon

Rubiatinetorum, jang tidak susah 2 lagi menanam akar 2 pohon tsb.
dikebun, tetapi menghasilkannja djauh lebih murah dan gampang dari
tir arang-batu. Selama 300 tahun sistim tata surja menurut Copernikus
adalah satu hipotese, dengan seratus, seribu atau sepuluh ribu lawan
satu difihaknja, tetapi masih tetap merupakan satu hipoteste. Tetapi
ketika Leverrier, dengan bahan 2 jang diberikan oleh sistim ini, bukan
hanja menarik kesimpulan akan harus adanja suatu planit jang tidak
diketahui tetapi djuga memperhitungkan kedudukan dilangit jang mesti
ditempati oleh planit ini, dan ketika Gallilei benar 2 menemukan planit
ini, maka terbuktilah kebenaran sistim Copernikus itu". (Karl Marx,
Pilihan Tulisan 2, Edisi Inggeris, Moskow 1946, Djilid I, hal. 368).
Dalam menuduh Bogdanov, Bazarov, Jusjkewitsj dan pengikut 2
Mach lainnja dengan fideisme, dan dalam membela dalil materialis jang
terkenal bahwa pengetahuan ilmiah kita tentang hukum 2 alam adalah
pengetahuan jang benar, dan bahwa hukum 2 ilmu itu merupakan
kebenaran jang objektif, Lenin mengatakan:
„Fideisme modern se-kali 2 tidak menolak ilmu; jang ditolaknja hanjalah
'tuntutan jang berlebih-lebihan' dari ilmu, jaitu, tuntutannja akan
kebenaran objektif. Djika kebenaran objektif itu ada (sebagaimana
pendapat

kaum

materialis),

djika

ilmu 2

alam

sadjalah,

jang

mentjerminkan dunia luar dalam 'pengalaman' manusia, jang bisa
memberikan kebenaran jang objektif kepada kita, maka semua fideisme
terbantah samasekali". (Lenin, Materialisme dan Empirio-Kritisisme,
Edisi Inggeris, Moskow 1947, hal. 123-124).

Demikianlah dengan singkat tjiri2 jang karakteristik dari materialisme
filsafat Marxis.
Mudahlah untuk difahamkan bagaimana amat sangat pentingnja
perluasan prinsip 2 materialisme filsafat pada studi tentang kehidupan
sosial, tentang sedjarah masjarakat, dan bagaimana amat sangat
pentingnja pemakaian prinsip 2 ini pada sedjarah masjarakat dan pada
aktivitet 2 praktis Partai proletariat.
Kalau hubungan antara gedjala 2 alam dan saling bergantungnja
gedjala 2 itu adalah hukum 2 perkembangan alam, maka kelandjutannja
jalah bahwa hubungan dan saling bergantungnja gedjala 2 kehidupan
sosial adalah djuga hukum perkembangan masjarakat, dan bukan se suatu jang kebetulan.
Maka itu, kehidupan sosial, sedjarah masjarakat, tidak lagi mendjadi
timbunan

„kedjadian2

kebetulan",

melainkan

mendjadi

sedjarah

perkembangan masjarakat menurut hukum2 jang tetap, dan studi tentang
sedjarah masjarakat mendjadi suatu ilmu.
Maka itu aktivitet praktis Partai proletariat tidak boleh didasarkan
atas keinginan 2 jang baik dari „orang 2 terkemuka", tidak atas tuntutan 2
„akal",

„moral

jang

universil",

dli.,

melainkan

atas

hukum 2

perkembangan masjarakat dan atas studi tentang hukum 2 ini.
Selandjutnja, djika dunia dapat diketahui dan pengetahuan kita
tentang hukum2 perkembangan alam adalah pengetahuan jang benar, jang
mempunjai kekuatan kebenaran objektif, maka menurut ini kehidupan
sosial, perkembangan masjarakat, djuga bisa diketahui, dan bahwa bahan 2
ilmu mengenai hukum2 perkembangan masjarakat adalah bahan 2 jang
benar jang mempunjai kekuatan kebenaran2 objektif.
Maka itu ilmu tentang sedjarah masjarakat, sekalipun dengan segala
kerumitan gedjala2 kehidupan sosial, bisa mendjadi ilmu jang djuga exak
seperti, kita katakan sadja, ilmu biologi, dan bisa menggunakan hukum 2

perkembangan masjarakat untuk tudjuan2 praktis.
Maka itu Partai proletariat dalam aktivitet praktisnja tidak boleh
membiarkan dirinja dituntun oleh motif2 jang kebetulan, tetapi harus oleh
hukum2 perkembangan masjarakat, dan oleh kesimpulan2 praktis hukum2 ini.
Maka itu Sosialisme diubah dari impian tentang haridepan jang lebih
baik untuk kemanusiaan mendjadi ilmu.
Dari itu hubungan antara ilmu dan aktivitet praktis, antara teori dan
praktek, kesatuannja, harus mendjadi bintang-pedoman Partai proletariat.
Seterusnja, djika alam, jang ada, dunia materiil, ada lah primer, dan
kesedaran,

fikiran,

adalah

sekunder,

akibat;

djika

dunia

materiil

merupakan kenjataan objektif jang adanja terlepas dari kesedaran
manusia, sedangkan kesedaran adalah tjerminan (refleksi) kenjataan
objektif ini, maka menurut ini kehidupan materiil masjarakat, ke adaannja,
adalah djuga primer, dan kehidupan kedjiwaannja sekunder, akibat, dan
bahwa kehidupan material masjarakat adalah kenjataan objektif jang adanja
terlepas dari kemauan manusia, sedangkan kehidupan kedjiwaan masjarakat
adalah refleksi kenjataan objektif ini, suatu refleksi dari jang ada.
Dari itu sumber penjusunan kehidupan spirituil masjarakat, asalmulanja ide2 sosial, teori2 sosial, faham2 politik dan badan 2 politik, tidak
boleh ditjari dalam ide 2, teori2, faham2 dan badan2 politik itu sendiri,
melainkan dalam sjarat 2 kehidupan materiil masjarakat, dalam keadaan
sosial, jang refleksinja berupa fikiran 2, teori2. faham2, dll.
Karena itu, kalau dalam berbagai zaman sedjarah masjarakat tampak
berbagai ide2, teori2, faham2 sosial dan badan 2 politik; kalau dalam sistim
pemilikan-budak kita djumpai ide2, teori2, faham2 sosial dan badan2 politik
tertentu, dalam feodalisme lain, dan dalam kapitalisme lain lagi, maka hal
ini tidak bisa diterangkan dari „watak", „sifat 2", ide2, teori2, faham2 dan
badan2 politik itu sendiri tetapi dari sjarat 2 kehidupan materiil jang
berlainan dari masjarakat pada masa 2 perkembangan sosial jang ber-

lainan.
Begitu keadaan suatu masjarakat, begitu sjarat 2 kehidupan materiil
suatu masjarakat, begitu pulalah ide 2, teori 2, faham 2 politik dan badan 2
politik masjarakat itu.
Berhubungan dengan ini, Marx mengatakan:
„Bukanlah

kesedaran

manusia

jang

menentukan

keadaannja,

tetapi

sebaliknja, keadaan sosial merekalah jang menentukan kesedaran mereka".
(Karl Marx, Pilihan Tulisanf, Edisi Inggeris, Moskow 1946, Djilid I, hal. 300).
Makaitu, supaja tidak membilcin kesalahan dalam politik, supaja
tidak djatuh kedalam kedudukan tukang 2 mimpi jang kosong, Partai
proletariat

tidak

boleh

mendasarkan

aktivitet2nja

atas

„prinsip2

akal

manusia" jang abstrak, tetapi atas sjarat2 kongkrit dari kehidupan materiil
masjarakat, sebagai kekuatan jang menentukan dari perkembangan sosial;
bukan atas keinginan2 jang baik dari „orang-orang besar", akan tetapi atas
kebutuhan2 jang njata dari perkembangan kehidupan materiil masjarakat.
Djatuhnja kaum utopis, termasuk kaum Narodnik, Anarkis dan kaum
Sosialis-Revolusioner,

adalah,

antara

lain,

karena

kenjataan

bahwa

mereka tidak mengakui rol primer jang dilakukan oleh sjarat 2 kehidupan
materiil

masjarakat

dalam

perkembangan

masjarakat

dan,

karena

tenggelam dalam idealisme, tidak mendasarkan aktivitet praktisnja atas
kebutuhan 2 perkembangan kehidupan materiil masjarakat, tetapi, dengan
terlepas dari dan tidak memperdulikan kebutuhan 2 ini, atas „rentjana 2
jang muluk 2" dan „rentjana 2 jang meliputi se-gala 2nja" jang terpisah dari
kehidupan jang sebenarnja dari masjarakat.
Kekuatan dan vitalitet Marxisme-Leninisme terletak dalam kenjataan
bahwa ia sungguh mendasarkan aktivitet praktisnja atas kebutuhan 2
perkembangan kehidupan materiil masjarakat dan tidak pemah memisahkan
dirinja dari kehidupan jang sebenarnja dari masjarakat.
Tetapi dari perkataan 2 Marx bukanlah lalu berarti bahwa ide-ide,

teori-teori sosial, faham 2 politik dan badan 2 politik tidaklah penting dalam
kehidupan masjarakat, bahwa mereka tidak mempengaruhi setjara timbalbalik keadaan sosial, perkembangan sjarat 2 materiil kehidupan masjarakat.
Kita telah membitjarakan barn tentang asalusul ide2, teori2, faham2 sosial
dan badan2 politik, tentang bagaimana mereka timbul, tentang kenjataan
bahwa kehidupan spirituil masjarakat adalah refleksi sjarat 2 kehidupan
materiilnja. Mengenai arti ide2, teori2, faham2 sosial dan badan 2 politik,
mengenai

peranannja

dalam

sedjarah,

materialisme

historis

djauh

daripada menjangkainja, malahan menekankan peranan dan arti jang penting dari faktor 2 ini dalam kehidupan masjarakat, dalam sedjarahnja.
Ada berbagai matjam ide dan teori sosial. Ada ide 2 dan teori2 lama
jang hidup melampaui zamannja dan jang mengabdi kepada kepentingan 2
kekuatan2 jang sekarat dalam masjarakat. Artinja terletak dalam kenjataan
bahwa

mereka

merintangi

perkembangan,

merintangi

kemadjuan

masjarakat. Kemudian ada ide 2 dan teori 2 baru dan madju jang mengabdi
kepada kepentingan2 kekuatan2 jang madju dalam masjarakat. Artinja
terletak dalam kenjataan bahwa mereka mempermudah perkembangan,
mempermudah

kemadjuan

masjarakat;

dan

semakin

tepat

mereka

mentjerminkan kebutuhan 2 perkembangan kehidupan materiil masjarakat
semakin besarlah artinja.
Ide2 dan teori2 sosial baru hanja lahir sesudah perkembangan
kehidupan materiil masjarakat memberikan tugas2 barn kepada masjarakat.
Tetapi sekali mereka timbul mereka mendjadi kekuatan jang paling perkasa
jang

mempermudah

perkembangan
mempermudah

pelaksanaan

kehidupan

materiil

kemadjuan

tugas 2

baru

masjarakat,

masjarakat.

jang

diletakkan

oleh

suatu

kekuatan

jang

djustru

nilai

Disinilah

mengorganisasi, memobilisasi dan mengubah jang sangat besar dari ide 2
baru, teori2 baru, faham2 politik barn dan badan 2 politik baru, menampakkan dirinja. Ide 2 dan teori 2 sosial baru timbul djustru karena mereka perlu
bagi masjarakat, karena tidaklah mungkin untuk melaksanakan tugas 2

jang mendesak dari perkembangan kehidupan materiil masjarakat tanpa
aksi mereka jang mengorganisasi, memobilisasi dan mengubah. Lahir dari
tugas2 baru jang diletakkan oleh perkembangan kehidupan materiil
masjarakat, maka ide 2 dan teori2 sosial barn menembus djalan mereka,
mendjadi milik massa, memobilisasi dan mengorganisasi mereka melawan
kekuatan2

jang

memudahkan

sekarat

dalam

penggulingan

masjarakat,
kekuatan 2

ini

dan

dengan

jang

demikian

menghambat

perkembangan kehidupan materiil masjarakat.
Dengan demikian ide 2, teori2 sosial dan badan 2 politik, setelah lahir
atas dasar tugas 2 jang mendesak dari perkembangan kehidupan materiil
masjarakat, perkembangan keadaan sosial, mereka itu sendiri kemudian
memberikan pengaruhnja kembali atas keadaan sosial, atas kehidupan
materiil masjarakat, mentjiptakan sarat! jang diperlukan untuk dengan
sepenuhnja melaksanakan tugas 2 jang mendesak dari kehidupan materiil
masjarakat, dan untuk memberikan kemungkinan bagi perkembangannja
jang lebih djauh.
Bertalian dengan ini, Marx mengatakan :
„Teori mendjadi kekuatan materiil segera sesudah ia menguasai
massa". (Zur Kritik der Hegelschen Rechtsphilosophie).
Maka itu, supaja bisa mempengaruhi sjarat 2 kehidupan materiil
masjarakat dan mempertjepat perkembangan serta perbaikannja, Partai
proletariat harus bersandar pada teori sosial jang sedemikian rupa, ide
sosial jang sedemikian rupa jang dengan tepat mentjerminkan kebutuhan 2
perkembangan kehidupan materiil masjarakat, dan jang karena itu bisa
menggerakkan massa jang luas dari Rakjat dan bisa memobilisasi mereka
dan mengorganisasi mereka mendjadi suatu tentara jang maha besar dari
Partai proletariat, jang siap sedia untuk menghantjurkan kekuatan 2
reaksioner dan melapangkan djalan bagi kekuatan 2 jang madju dari
masjarakat.
Ambruknja kaum „Ekonomis" dan kaum Mensjewik antara lain

disebabkan

oleh

kenjataan

bahwa

mereka

tidak

mengakui

rol

memobilisasi, mengorganisasi dan mengubah dari teori jang madju, dari
ide 2 jang madju dan, karena tenggelam dalam materialisme jang vulger,
membikin peranan faktor 2 ini hampir mendjadi tidak berarti sama sekali,
dengan demikian membikin Partai mendjadi pasif dan tidak berdaja.
Kekuatan dan vitalitet Marxisme-Leninisme timbul dari kenjataan
bahwa

ia

bersandar

mentjerminkan

pada

kebutuhan 2

teori

jang

madju

perkembangan

jang

dengan

kehidupan

tepat

materiil

masjarakat, bahwa ia mengangkat teori pada tingkatan jang selajaknja,
dan bahwa ia menganggap mendjadi kewadjibannja untuk mengguna kan
sepenuhnja kekuatan memobilisasi, mengorganisasi dan mengubah dari
teori ini.
Itulah djawaban jang diberikan oleh materialisme historis mengenai
soal hubungan antara keadaan sosial dan kesedaran sosial, antara sjarat 2
perkembangan kehidupan materiil dan perkembangan kehidupan spirituil
masjarakat.
3) Materialisme Historis
Sekarang tinggal mendjelaskan soal berikut: apakah, dilihat dari
sudut pendirian materialisme historis jang dimaksud dengan „sjarat 2
kehidupan materiil masjarakat" jang pada tingkat terachir menentukan
pisiognomi (wadjah) masjarakat, ide 2nja, faham2nja, badan2 politiknja, dll?
Apakah, pada achirnja, „sjarat2 kehidupan materiil masjarakat" ini,
bagaimanakah tjiri2 chususnja?
Tidak
kehidupan

bisa

disangsikan lagi bahwa

materiil

masjarakat",

dalam

termasuk

pengertian

pertama 2,

„sjarat 2

alam

jang

mengelilingi masjarakat, lingkungan geografi, jang mendjadi salahsatu
sjarat kehidupan materiil jang tidak bisa ditiadakan dan tetap dari
masjarakat dan jang sudah barang tentu, mempengaruhi perkembang an
masjarakat. Peranan apakah jang didjalankan oleh lingkungan geografi

dalam

perkembangan

masjarakat?

Apakah

lingkungan

geografi

merupakan kekuatan pokok jang menentukan wadjah masjarakat, watak
sistim sosial manusia, peralihan dari satu sistim ke sistim lainnja?
Materialisme historis mendjawab pertanjaan ini dengan sangkalan.
Memang tak dapat disangkal lagi bahwa lingkungan geografi
merupakan salah satu sjarat jang tetap dan tak dapat ditiadakan dari
perkembangan

masjarakat,

perkembangan

masjarakat,

dan

sudah

tentu,

mempengaruhi

atau

memperlambat

mempertjepat

perkembangannja.
Akan tetapi pengaruhnja itu bukanlah pengaruh jang menentukan,
karena perubahan2 dan perkembangan masjarakat itu berlangsung dengan
ukuran jang lebih tjepat jang tidak bisa dibandingkan dengan ketjepatan
perubahan 2 dan perkembangan lingkungan geografi. Dalam tempo tiga ribu
tahun di Eropa telah berganti ber-turut2 tiga sistim sosial jang berlainan:
sistim komune primitif, sistim pemilikan-budak dan sistim feodal. Dibagian
timur Eropa, di URSS, malahan telah berganti empat matjam sistim sosial.
Tetapi selama masa ini keadaan 2 geografi di Eropa tidak berubah
samasekali, atau telah berubah begitu sedikitnja hingga geografi tidak
memperhitungkan mereka. Dan ini memang sudah sangat sewadjarnja.
Perubahan2

jang

penting

dalam

lingkungan

geografi

membutuhkan

djutaan tahun, sedangkan beberapa ratus atau dua tiga ribu tahun sadja
sudah tjukup untuk perubahan 2 jang malahan sangat penting dalam sistim
masjarakat manusia.
Dengan

ini

teranglah

bahwa

lingkungan

geografi

tidak

bisa

mendjadi sebab pokok, sebab jang menentukan dari perkembangan
sosial, karena sesuatu jang dalam tempo puluhan ribu tahun hampir
tetap tidak berubah, tidak bisa mendjadi sebab pokok perkembangan
sesuatu jang dalam tempo beberapa ratus tahun sadja mengalami
perubahan 2 jang fundamentil.
Seterusnja, tidak bisa di-ragu 2kan lagi bahwa dalam pengertian

„sjarat 2 kehidupan materiil masjarakat" djuga termasuk pertumbuhan
penduduk, padatnja penduduk pada tingkatan jang satu atau lainnja,
karena manusia adalah elemen jang utama dari sjarat 2 kehidupan materiil
masjarakat, dan tanpa adanja sedjumlah minimum manusia maka tidak
akan bisa ada kehidupan materiil masjarakat. Apakah pertumbuhan
penduduk tidak merupakan kekuatan pokok jang menentukan karakter
sistim sosial manusia?
Materialisme

historis

mendjawab

pertanjaan

ini

djuga

dengan

sangkalan.
Sudah tentu, pertumbuhan penduduk mempengaruhi perkembangan
masjarakat, memudahkan atau menghambat perkembangan masjarakat,
tetapi ia tidak bisa merupakan kekuatan pokok perkembangan masjarakat,
dan pengaruhnja pada perkembangan masjarakat tidak bisa merupakan
pengaruh jang menentukan sebab, pertumbuhan penduduk itu sendiri tidak
memberikan kuntji untuk mendjawab pertanjaan mengapa sesuatu sistim
sosial diganti djustru oleh sistim baru jang begini atau begitu dan tidak oleh
jang lainnja, mengapa sistim komune primitif diganti djustru oleh sistim
pemilikan-budak, sistim pemilikan-budak oleh sistim feodal, dan sistim
feodal oleh sistim burdjuis, dan tidak oleh sesuatu sistim lainnja.
Kalau pertumbuhan penduduk merupakan kekuatan jang menentukan
dari perkembangan sosial, maka kepadatan penduduk jang lebih besar pasti
akan melahirkan matjam sistim sosial jang lebih tinggi jang sesuai dengan
itu. Akan tetapi jang kita lihat tidak demikian halnja. Padatnja penduduk di
Tiongkok adalah empat kali lebih besar daripada di Amerika Serikat,
sekalipun demikian Amerika Serikat dalam tingkatan perkembangan sosial
berdiri lebih tinggi daripada Tiongkok, karena di Tiongkok masih berlaku
sistim setengah-feodal, sedangkan Amerika Serikat telah sedjak lama
mentjapai tingkat jang tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Padatnja
penduduk di Belgia adalah 19 kali sebesar di Amerika Serikat, dan 26 kali
sebesar di URSS. Sekalipun demikian dalam tingkat perkembangan sosial

Amerika Serikat berada pada tingkat jang lebih tinggi daripada Belgia; dan
mengenai URSS, Belgia ketinggalan satu zaman sedjarah sendiri dibelakang
negeri ini, sebab di Belgia masih berlaku sistim kapitalis, sedangkan URSS
telah menghapuskan kapitalisme dan telah mendirikan sistim Sosialis.
Dari sini teranglah bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah, dan tidak
bisa, merupakan kekuatan pokok perkembangan masjarakat, kekuatan jang
menentukan karakter sistim sosial, wadjah masjarakat.
a)

Maka apakah jang merupakan kekuatan pokok dalam keseluruhan sjarat 2
kehidupan

materiil

masjarakat

jang

menentukan

wadjah

masjarakat,

karakter sistim sosial, perkembangan masjarakat dari satu sistim kesistim
Iainnja?
Kekuatan ini, menurut materialisme historis jalah tjara mendapatkan
keperluan2

hidup

jang

dibutuhkan

untuk

hidupnja

manusia,

tjara

memproduksi nilai-nilai materiil — makanan, pakaian, kasut, rumah, bahan
bakar, perkakas2 produksi, dll. — jang tidak bisa dipisahkan untuk kehidupan
dan 'perkembangan masjarakat.
Untuk hidup manusia harus mempunjai pangan, sandang, kasut,
tempat berlindung, bahan bakar, dsb; untuk mempunjai nilai 2 materiil ini,
manusia harus menghasilkannja; dan untuk menghasilkannja, manusia harus
mempunjai perkakas produksi dengan mana pangan, sandang, kasut, tempat
berlindung, bahan bakar dll. dihasilkan; mereka harus bisa menghasilkan
perkakas2 ini dan bisa menggunakannja.
Perkakas produksi dengan mana nilai2 materiil dihasilkan, manusia jang
menggunakan perkakas2 produksi dan melakukan produksi nilai2 materiil
berkat pengalaman produksi dan ketjakapan kerdja tertentu....... semua
elemen ini ber-sama2 merupakan tenaga' produktif masjarakat.
Akan tetapi tenaga2 produktif hanjalah merupakan satu segi dari
produksi, hanja merupakan satu segi dari tjara produksi, suatu segi jang
menjatakan hubungan manusia dengan benda2 dan kekuatan2 alam jang

mereka gunakan untuk memproduksi nilai2 materiil. Segi lainnja dari
produksi, segi lainnja dari tjara produksi, jalah hubungan manusia satu
sama lainnja dalam proses produksi, hubungan-hubungan manusia. Manusia
melakukan perdjuangan melawan alam dan menggunakan alam untuk
memproduksi nilai2 materiil tidak terpisah satu dengan lainnja, tidak sebagai
orang-orang

jang

terpisah2,

tetapi

ber-sama2,

dalam

grup2,

dalam

masjarakat2. Oleh karena itu, produksi selamanja dan dalam segala keadaan
adalah produksi sosial. Dalam menghasilkan nilai2 materiil manusia memasuki hubungan timbal-balik matjam jang satu atau jang lain didalam
produksi, memasuki satu atau lain matjam hubungan2 produksi. Hubungan2
ini bisa merupakan hubungan2 kerdjasama dan saling bantu antara manusia
jang bebas dari penghisapan ; hubungan2 ini bisa merupakan hubungan
penguasaan ; dan pengabdian ; dan achirnja, hubungan 2 ini bisa merupakan
hubungan peralihan dari satu bentuk hubungan produksi kebentuk lainnja.
Tetapi apapun djuga wataknja hubungan2 produksi itu, selamanja dan dalam
tiap2 sistim, mereka itu merupakan elemen produksi jang sama sangat
pentingnja seperti tenaga2 produktif masjarakat.
„Dalam produksi," kata Marx, „manusia bukan sadja bertindak terhadap alam
tetapi djuga terhadap satu sama lain. Mereka berproduksi dengan bekerdjasama menurut tjara tertentu dan sang menukarkan kegiatan mereka. Untuk
berproduksi, mereka memasuki hubungan dan pertalian timbal-balik jang
tertentu, dan hanja didalam hubungan dan pertalian kemasjarakatan inilah
dilakukan pengaruh mereka atas alam, dilakukan produksi". (Karl Marx,
Pilihan Tulisan, Edisi Inggris, Moskow 1946, Djilid I, hal. 211).
Oleh karena itu produksi, tjara produksi, meliputi kedua2nja, tenaga2
produktif masjarakat dan hubungan2 produksi dari manusia, dan dengan
demikian merupakan pendjelmaan kesatuan mereka dalam proses produksi
nilai2 materiil.
b)

Tjiri jang pertama dari produksi jalah bahwa ia tidak pemah tinggal diam
pada satu titik untuk waktu jang lama dan selalu berada dalam keadaan

berubah dan berkembang, dan bahwa, selandjutnja, perubahan 2 dalam tjara
produksi tidak boleh tidak menimbulkan perubahan 2 dalam seluruh sistim
sosial, ide2 sosial, pandangan2 politik dan badan2 politik — mereka
menimbulkan pembangunan kembali seluruh susunan sosial dan politik. Pada
tingkat perkembangan jang berlainan, manusia menggunakan tjara produksi
jang berlainan, atau, kalau dinjatakan setjara lebih sederhana, mempunjai
tjara hidup jang berlainan. Dalam komune primitif terdapatlah satu tiara
produksi, dalam sistim pemilikan-budak terdapat tjara produksi jang lain,
dalam feodalisme tjara produksi jang lain lagi, dan seterusnja. Dan sesuai
dengan itu sistim sosial manusia, kehidupan spirituil manusia, pandangan 2
dan badan2 politik mereka ,djuga ber-lain2an.
Begitu tjara produksi masjarakat, begitu pulalah pada pokoknja
masjarakat itu sendiri, ide2 dan teori2nja, pandangan2 dan badan2
Atau, kalau dinjatakan lebih sederhana, begitu tiara hidup manusia,
begitu pulalah tjara berfikirnja.
Ini berarti bahwa sedjarah perkembangan masjarakat adalah pertama2 sedjarah perkembangan produksi, sedjarah tjara 2 produksi jang silih
berganti dalam masa ber-abad 2 lamanja, sedjarah perkembangan tenaga 2
produktif dan hubungan2 produksi dari manusia.
Dan itu sedjarah perkembangan sosial adalah djuga sedjarah kaum
penghasil nilai2 materiil itu sendiri, sedjarah massa jang bekerdja jang
mendjadi kekuatan pokok dalam proses produksi dan jang melakukan
produksi nilai2 materiil jang diperlukan untuk hidupnja masjarakat.
Dari itu, djika ilmu sedjarah hendak mendjadi ilmu jang sungguh 2,
maka ia tidak bisa lebih lama lagi mendjadikan sedjarah perkembangan
sosial sebagai perbuatan radja 2 dan djenderal 2, sebagai perbuatan
„penakluk2"

dan

„pendjadjah2"

negara,

tetapi

per-tama 2

harus

mentjurahkan perhatiannja kepada sedjarah kaum penghasil nilai-nilai
materiil, sedjarah massa pekerdja, sedjarah bangsa 2.

Dari itu kuntji untuk mempeladjari hukum 2 sedjarah masjarakat tidak
boleh

ditjari

dalam

fikiran

manusia,

dalam

pandangan 2

dan

ide 2

masjarakat, tapi dalam tjara produksi jang dipraktekkan oleh masjarakat
dalam sesuatu periode sedjarah tertentu; ia harus ditjari dalam kehidupan
ekonomi masjarakat.
Dari

itu

kewadjiban

jang

pertama

dari

ilmu

sedjarah

jalah

mempeladjari dan menjingkap hukum 2 produksi, hukum2 perkembangan
tenaga2

produktif

serta

hubungan2

produksi,

hukum2

perkembangan

ekonomi masjarakat.
Dari itu, djika Partai proletariat hendak mendjadi Partai jang sungguh 2,
maka

ia

harus

perkembangan

per-tama2
produksi,

menguasai
tentang

pengetahuan

hukum2

tentang

perkembangan

hukum2
ekonomi

masjarakat.
Dari itu, djika tidak hendak membikin kesalahan dalam politik, Partai
proletariat baik dalam merentjanakan programnja maupun dalam aktivitet2
praktisnja harus pertama2 berpangkal pada hukum2 perkembangan produksi,
pada hukum2 perkembangan ekonomi masjarakat.
c) Tjiri

jang

kedua

dan

produksi

jalah

bahwa

perubahan2

dan

perkembangannja selalu dimulai dengan perubahan2 dan perkembangan
tenaga2 produktif, dan pertama`', dengan perubahan2 dan perkembangan
perkakas2 produksi. Karena itu tenaga 2 produktif adalah elemen produksi
jang paling mobil dan revolusioner. Mula 2 tenaga2 produktif masjarakat
berubah dan berkembang, dan kemudian, bergantung kepada perubahan2
ini dan sesuai dengan mereka, berubahlah hubungan2 produksi dari
manusia, hubungan2 ekonomi mereka. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa
hubungan2 produksi tidak mempengaruhi perkembangan tenaga 2 produktif
dan bahwa jang tersebut belakangan ini tidak bergantung kepada jang
pertama. Sedangkan perkembangan mereka bergantung kepada perkembangan tenaga2 produktif, hubungan2 produksi sebaliknja mempengaruhi
kembali

perkembangan

tenaga 2

produktif,

mempertjepat

atau

memperlambatnja. Dalam hubungan ini perlu ditjatat bahwa hubungan 2
produksi tidak bisa terlalu lama ketinggalan dibelakang dan berada dalam
keadaan jang bertentangan dengan pertumbuhan tenaga 2 produktif,
karena

tenaga 2

produktif

bisa

berkembang

menurut

ukuran

jang

sepenuhnja hanja bila hubungan 2 produksi sesuai dengan karakter,
keadaan tenaga 2 produktif dan memberikan kebebasan sepenuhnja bagi
perkembangannja. Karena itu, biar bagaimana djuga ketinggalannja
hubungan 2 produksi dibelakang perkembangan tenaga 2 produktif, mereka
mesti, tjepat atau lambat, mendjadi sesuai dan memang benar2 mendjadi
sesuai dengan tingkat perkembangan tenaga 2 produktif, dengan karakter
tenaga produktif. Kalau tidak kita akan mengalami pelanggaran jang
fundamentil dari kesatuan tenaga2 produktif dan hubungan2 produksi
didalam sistim produks