MANUSIA mengenai tubuh DAN JIWA
TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT
MANUSIA DAN JIWA
Disusun oleh:
Lisa Bella Hermawan
705140156
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan Topik
Manusia adalah makhuk hidup yang dilengkapi dengan jiwa yang tak dpat
direnduksikan kepada dimensi badaniah. Manusia dilengkapi dengan akal dan
budi, makhluk yang bisa bersosialisasi dan emosional. Selain itu, manusia
manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna,
mempunyai kelebihan dan keahlian masing-masing.
Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa sanskerta yang artinya benih kehidupan,
jiwa lebih dari suatu prinsip penjiwaan dan strukturasi badan. Biasanya jiwa
dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan sinonim dengan roh, akal,
atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang
meninggal, dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta
jiwa.
1.2 Tujuan Pembahasan
2.1 Untuk menjelaskan pengertian Manusia dan Jiwa.
2.2 Untuk menjelaskan sifat yang ada pada Jiwa Manusia.
2.3 Untuk menjelaskan apakah Jiwa Manusia Bersifat Kekal atau Tidak.
2.4 Untuk menjelaskan tentang Jiwa Sesudah Kematian.
2.5 Menjelaskan bagimana proses Munculnya Jiwa.
BAB 2 KAJIAN TEORETIS
2.1 Manusia dan Jiwa menurut ahli Filsafat.
Manusia diperlengkapi dengan jiwa yang tak dapat direduksikan
kepada dimensi badaniah. Jiwa itu lebih daripada suatu prinsip penjiwaan
dan strukturasi badan. Manusia itu dapat mengerti, mengenal, dan
diperlengkapi dengan kehendak bebas. Ia juga mampu untuk mencintai.
Sedangkan menurut Aristoteles manusia adalah hewan yang berakal
sehat yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akalpikirannya.
2.2 Sifat yang ada pada Jiwa Manusia.
Spritualitas Jiwa
Jiwa itu secara intrinsik adalah bebas dari materi dalam
hakikatnya. Tetapi jiwa yang sama bukanlah suatu roh sematamata. Ia tetap tergantung secara ekstrinsik dari materi. Hal itu
nyata. Materi jasmani merupakan suatu syarat bagi aktivitas
manusia, sampai yang paling tinggi. Tidak ada pikiran tanpa
otak yang cukup berkembang. Tetapi sekaligus pikiran itu
merupakan sesuatu yang lebih daripada bekerjanya otak.
Kesederhanaa Jiwa
Suatu realitas adalah sederhana bila ia tidak mempunyai
bagian-bagian yang sungguh berbeda. Bagian-bagian itu dapat
disebut esensial dan intergral. Kesederhanaan yang pertama
(esensial) mengapa jiwa menikmatinya. Karena bagian-bagian
esensial adalah bagian-bagian substansial dan materi pertama.
Mengenai bagian-bagian integral, mereka terdapat dalam ruang
karena bersifat kuantitatif: kaki, tangan, misalnya. Ternyata
disini tidak ada sesuatu pun yang termasuk jiwa, yang berifat
spiritual.
2.3 Jiwa Manusia Bersifat Kekal atau Tidak.
Bisa diragukan apakah kematian berarti putusnya hubungan defintif
Antara jiwa dan materi. Menurut pendapat para ahli filsuf yaitu Plato :
Hal-hal yang berlwanan berasal dari hal-hal yang berlawanan.
Kematian berasal dari kehidupan. Demikian pula, kehidupan
berasal dari kematian . . . .
Ajaran mengenai ingatan menunjukan bahwa jiwa telah hidup
sebelum kehidupan sekarang ini. Maka ia masih akan hidup
seseudah kehidupan ini.
Kodrat jiwa adalah sederhana dan mirip dengan “ide-ide” itu, ia
tidak dapat dihancurkan.
Juga, diantara para pemikir kuno, terdapat beberapa yang menyangkal
kekekalan. Penganut stoicism, mereka berkata bahwa jiwa adalah sepercik
api ilahi, yang sesudah kematian, membaur kembali ke dalam api ilahi itu.
Argumen persepakatan universal berbentuk sebagai berikut : Manusia
secara umum percaya akan kekekalan, sebagaimana terlihat jelas pada
kepercayaan yang spontan akan kehidupan terus sesudah kematian.
Jiwa manusia tak dapat mengalami satu pun dari macam-macam
pemusnahan itu; baik karena pembusukan, karena kehilangan suatu
sandaran pokok, maupun karena peniadaan.
Kita dapat menarik kesimpulan sesuai dengan Prof. J.J van de Casteele:
“ Kepercayaan akan cinta kasih Tuhan merupakan pondamen yang paling
kuat (dan yang paling sah) dari kepercayaan manusia akan kekekalannya.
Oleh sebab itu, bisa dimengerti bahwa mereka yang menghayatinya, tidak
peduli untuk mencari alasan yang lebih baik”.
2.4 Jiwa Sesudah Kematian.
Kenyataan bahwa jiwa manusia itu tidak memiliki intuisi langsung
tentang hakikatnya sendiri selama hidup ini. Maka dari itu, ketika
kematian mengakhiri persatuan ini, mungkin jiwa lalu dapat mengalami
kesadaran intuitif akan dirinya sendiri, dalam hakikatnya sendiri. Thomas
Aquino, seperti diketahui, mengatakan bahwa jiwa mempunyai hubungan
transendental dengan materi.
Dengan lain perkataan, rupanya kekekalan jiwa dapat dipertahankan
dengan nyata, dan bukan hanya secara “verbal” (dengan kata-kata) saja.
Jika kita akui bahwa jiwa senantiasa menghayati salah satu macam materi.
Kebangkitan yang diajarkan oleh Injil. Tetapi tanpa salah satu
kebangkitan, maka sungguh sukar untuk melihat bagaimana “hubungan
transdental dengan materi” yang tradisional itu bukan hanya suatu
perumusan yang kosong belaka.
2.5 Proses munculnya Jiwa.
Dua teori pokok dikemukakan untuk menerangkan asal usul jiwa
manusia, ialah teori tradusianisme dan teori kreasionisme. Paham
tradusianisme, yang rupanya didasarakan atas St. Agustinus, mendalilkan
bahwa jiwa manusia itu berasal dari orang tuanya, baik secara langsung
dari jiwa orang tuanya (tradusianisme spiritual), ataupun melalui badan.
Orang tua menghasilkan badan, yang pada gilirannya, mengembangkan
sebuah jiwa manusia (tradusianisme material).
Paham kreasionisme sebaliknya mengakui bahwa jiwa anak itu
langsung diciptakan oleh Pencipta.
Waktu Hominisasi
Sangat sulit menentukan kapan embrio bisa dianggap sebagai pribadi
manusia. Ada teori yang mempertahankan apa yang dinamakan penjiwaan
segera (immediate animation): semenjak sel-sel reproduktif bertemu dan
bersatu, semenjak telur disuburkan, maka sudah muncul seorang makhluk
manusiawi otentik (ialah yang personal, yang dijiwai oleh jiwa spiritual).
Sebelum bersifat manusiawi secara total ─ seperti sel-sel produktif sendiri
─ embrio sudah merupakan permulaan yang khas bagi manusia. Dan dia
bukan hanya merupakan suatu kelanjutan dari tubuh orang tua, tetapi juga
keterlibatan seluruh kepribadian mereka.
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Manusia adalah cipataan yang paling sempurna. Dan jiwa termasuk
dalam manusia tersebut. Manusia diciptakan dengan akal dan budi
termasuk juga unsur badan dan unsur jiwa.
3.2 Saran
Didalam kehidupan ini manusia tidak saja mengejar kekekalan hidup
maupun kebahagian saja, namun hidup setelah kematian itu juga
berpengaruh. Karena kita sebagai makhluk hidup, kita tidak akan pernah
tau kapan kematian datang dan kapan kehidupan itu terjadi. Dengan
melakukan yang tebaik dalam hidup ini kita bisa lebih menghargai dan
bersyukur akan hidup.
3.3 Refleksi Field Trip
Dampak Modernisasi Kampung Betawi
Sebagian besar di Kampung Betawi tepatnya Setu Babakan
tidak berpengaruh besar. Karena mereka masih saja melestarikan
budaya asli yang tercipta dari Betawi itu sendiri, meskipun ada
beberapa yang terkena modernisasi tersebut, tapi hal tradisonal
yang lalu pun masih melekat di mereka semua.
3.4 Saran Perkuliahan Filsafat
Sama dengan mata kuliah yang lain, pelajaran pada perkuliahan filsafat ini
sangat mengesankan dan banyak sekali ilmu yang bisa saya dapatkan, akan tetapi
karena waktu yang kurang banyak beberapa materi yang dikejar sangat cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Louis Leahy, Prof., Dr., (1989): Manusia sebuah misteri, Jakarta: Gramedia
http://filsafat.kompasiana.com/2014/05/11/manusia-dalam-pandangan-filsafat652402.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Jiw
LAMPIRAN
Plato
Sumber : http://www.kidspast.com/images/plato2.jpg
Gambar 1.1
St. Agustinus
Sumber :
http://joshevand.files.word
press.com/2010/01/santoagustinus.jpg
Gambar 1.2
Aristoteles
Sumber :
http://upload.wikimedia.or
g/wikipedia/commons/0/0e
/Aristotelesbunt.jpg
MANUSIA DAN JIWA
Disusun oleh:
Lisa Bella Hermawan
705140156
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan Topik
Manusia adalah makhuk hidup yang dilengkapi dengan jiwa yang tak dpat
direnduksikan kepada dimensi badaniah. Manusia dilengkapi dengan akal dan
budi, makhluk yang bisa bersosialisasi dan emosional. Selain itu, manusia
manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna,
mempunyai kelebihan dan keahlian masing-masing.
Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa sanskerta yang artinya benih kehidupan,
jiwa lebih dari suatu prinsip penjiwaan dan strukturasi badan. Biasanya jiwa
dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan sinonim dengan roh, akal,
atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang
meninggal, dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta
jiwa.
1.2 Tujuan Pembahasan
2.1 Untuk menjelaskan pengertian Manusia dan Jiwa.
2.2 Untuk menjelaskan sifat yang ada pada Jiwa Manusia.
2.3 Untuk menjelaskan apakah Jiwa Manusia Bersifat Kekal atau Tidak.
2.4 Untuk menjelaskan tentang Jiwa Sesudah Kematian.
2.5 Menjelaskan bagimana proses Munculnya Jiwa.
BAB 2 KAJIAN TEORETIS
2.1 Manusia dan Jiwa menurut ahli Filsafat.
Manusia diperlengkapi dengan jiwa yang tak dapat direduksikan
kepada dimensi badaniah. Jiwa itu lebih daripada suatu prinsip penjiwaan
dan strukturasi badan. Manusia itu dapat mengerti, mengenal, dan
diperlengkapi dengan kehendak bebas. Ia juga mampu untuk mencintai.
Sedangkan menurut Aristoteles manusia adalah hewan yang berakal
sehat yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akalpikirannya.
2.2 Sifat yang ada pada Jiwa Manusia.
Spritualitas Jiwa
Jiwa itu secara intrinsik adalah bebas dari materi dalam
hakikatnya. Tetapi jiwa yang sama bukanlah suatu roh sematamata. Ia tetap tergantung secara ekstrinsik dari materi. Hal itu
nyata. Materi jasmani merupakan suatu syarat bagi aktivitas
manusia, sampai yang paling tinggi. Tidak ada pikiran tanpa
otak yang cukup berkembang. Tetapi sekaligus pikiran itu
merupakan sesuatu yang lebih daripada bekerjanya otak.
Kesederhanaa Jiwa
Suatu realitas adalah sederhana bila ia tidak mempunyai
bagian-bagian yang sungguh berbeda. Bagian-bagian itu dapat
disebut esensial dan intergral. Kesederhanaan yang pertama
(esensial) mengapa jiwa menikmatinya. Karena bagian-bagian
esensial adalah bagian-bagian substansial dan materi pertama.
Mengenai bagian-bagian integral, mereka terdapat dalam ruang
karena bersifat kuantitatif: kaki, tangan, misalnya. Ternyata
disini tidak ada sesuatu pun yang termasuk jiwa, yang berifat
spiritual.
2.3 Jiwa Manusia Bersifat Kekal atau Tidak.
Bisa diragukan apakah kematian berarti putusnya hubungan defintif
Antara jiwa dan materi. Menurut pendapat para ahli filsuf yaitu Plato :
Hal-hal yang berlwanan berasal dari hal-hal yang berlawanan.
Kematian berasal dari kehidupan. Demikian pula, kehidupan
berasal dari kematian . . . .
Ajaran mengenai ingatan menunjukan bahwa jiwa telah hidup
sebelum kehidupan sekarang ini. Maka ia masih akan hidup
seseudah kehidupan ini.
Kodrat jiwa adalah sederhana dan mirip dengan “ide-ide” itu, ia
tidak dapat dihancurkan.
Juga, diantara para pemikir kuno, terdapat beberapa yang menyangkal
kekekalan. Penganut stoicism, mereka berkata bahwa jiwa adalah sepercik
api ilahi, yang sesudah kematian, membaur kembali ke dalam api ilahi itu.
Argumen persepakatan universal berbentuk sebagai berikut : Manusia
secara umum percaya akan kekekalan, sebagaimana terlihat jelas pada
kepercayaan yang spontan akan kehidupan terus sesudah kematian.
Jiwa manusia tak dapat mengalami satu pun dari macam-macam
pemusnahan itu; baik karena pembusukan, karena kehilangan suatu
sandaran pokok, maupun karena peniadaan.
Kita dapat menarik kesimpulan sesuai dengan Prof. J.J van de Casteele:
“ Kepercayaan akan cinta kasih Tuhan merupakan pondamen yang paling
kuat (dan yang paling sah) dari kepercayaan manusia akan kekekalannya.
Oleh sebab itu, bisa dimengerti bahwa mereka yang menghayatinya, tidak
peduli untuk mencari alasan yang lebih baik”.
2.4 Jiwa Sesudah Kematian.
Kenyataan bahwa jiwa manusia itu tidak memiliki intuisi langsung
tentang hakikatnya sendiri selama hidup ini. Maka dari itu, ketika
kematian mengakhiri persatuan ini, mungkin jiwa lalu dapat mengalami
kesadaran intuitif akan dirinya sendiri, dalam hakikatnya sendiri. Thomas
Aquino, seperti diketahui, mengatakan bahwa jiwa mempunyai hubungan
transendental dengan materi.
Dengan lain perkataan, rupanya kekekalan jiwa dapat dipertahankan
dengan nyata, dan bukan hanya secara “verbal” (dengan kata-kata) saja.
Jika kita akui bahwa jiwa senantiasa menghayati salah satu macam materi.
Kebangkitan yang diajarkan oleh Injil. Tetapi tanpa salah satu
kebangkitan, maka sungguh sukar untuk melihat bagaimana “hubungan
transdental dengan materi” yang tradisional itu bukan hanya suatu
perumusan yang kosong belaka.
2.5 Proses munculnya Jiwa.
Dua teori pokok dikemukakan untuk menerangkan asal usul jiwa
manusia, ialah teori tradusianisme dan teori kreasionisme. Paham
tradusianisme, yang rupanya didasarakan atas St. Agustinus, mendalilkan
bahwa jiwa manusia itu berasal dari orang tuanya, baik secara langsung
dari jiwa orang tuanya (tradusianisme spiritual), ataupun melalui badan.
Orang tua menghasilkan badan, yang pada gilirannya, mengembangkan
sebuah jiwa manusia (tradusianisme material).
Paham kreasionisme sebaliknya mengakui bahwa jiwa anak itu
langsung diciptakan oleh Pencipta.
Waktu Hominisasi
Sangat sulit menentukan kapan embrio bisa dianggap sebagai pribadi
manusia. Ada teori yang mempertahankan apa yang dinamakan penjiwaan
segera (immediate animation): semenjak sel-sel reproduktif bertemu dan
bersatu, semenjak telur disuburkan, maka sudah muncul seorang makhluk
manusiawi otentik (ialah yang personal, yang dijiwai oleh jiwa spiritual).
Sebelum bersifat manusiawi secara total ─ seperti sel-sel produktif sendiri
─ embrio sudah merupakan permulaan yang khas bagi manusia. Dan dia
bukan hanya merupakan suatu kelanjutan dari tubuh orang tua, tetapi juga
keterlibatan seluruh kepribadian mereka.
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Manusia adalah cipataan yang paling sempurna. Dan jiwa termasuk
dalam manusia tersebut. Manusia diciptakan dengan akal dan budi
termasuk juga unsur badan dan unsur jiwa.
3.2 Saran
Didalam kehidupan ini manusia tidak saja mengejar kekekalan hidup
maupun kebahagian saja, namun hidup setelah kematian itu juga
berpengaruh. Karena kita sebagai makhluk hidup, kita tidak akan pernah
tau kapan kematian datang dan kapan kehidupan itu terjadi. Dengan
melakukan yang tebaik dalam hidup ini kita bisa lebih menghargai dan
bersyukur akan hidup.
3.3 Refleksi Field Trip
Dampak Modernisasi Kampung Betawi
Sebagian besar di Kampung Betawi tepatnya Setu Babakan
tidak berpengaruh besar. Karena mereka masih saja melestarikan
budaya asli yang tercipta dari Betawi itu sendiri, meskipun ada
beberapa yang terkena modernisasi tersebut, tapi hal tradisonal
yang lalu pun masih melekat di mereka semua.
3.4 Saran Perkuliahan Filsafat
Sama dengan mata kuliah yang lain, pelajaran pada perkuliahan filsafat ini
sangat mengesankan dan banyak sekali ilmu yang bisa saya dapatkan, akan tetapi
karena waktu yang kurang banyak beberapa materi yang dikejar sangat cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Louis Leahy, Prof., Dr., (1989): Manusia sebuah misteri, Jakarta: Gramedia
http://filsafat.kompasiana.com/2014/05/11/manusia-dalam-pandangan-filsafat652402.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Jiw
LAMPIRAN
Plato
Sumber : http://www.kidspast.com/images/plato2.jpg
Gambar 1.1
St. Agustinus
Sumber :
http://joshevand.files.word
press.com/2010/01/santoagustinus.jpg
Gambar 1.2
Aristoteles
Sumber :
http://upload.wikimedia.or
g/wikipedia/commons/0/0e
/Aristotelesbunt.jpg