KONSEP DAN PEMIKIRAN KARL MARX

KONSEP DAN PEMIKIRAN KARL MARX
Marx selalu menuntut agar filsafat menjadi praktis, yaitu pendorong perubahan social.
Kata marx; "para filosof hanya memberikan interpretasi yang berbeda kepada dunia. Yang perlu
ialah mengubahnya". Marxisme tidak selalu menjadi komunisme. Komunis adalah partai yang
didirikan oleh W.I. Lenin (1917), dimana menggunakan ideology "Marxisme-leninisme", dan
mereka selalu mengklaim penafsir tunggal atau yang paling absah terhadap ajaran-ajaran Marx.
Komunis secara arti bisa dikatakan untuk sebuah cita-cita utopis masyarakat, dimana segala hak
milik pribadi dihapus dan semuanya dimiliki bersama.
Istilah "marxisme" sendiri sebagai sebutan pagi pembakuan ajaran karl marx terutama
dilakukan oleh temannya yaitu Friedrich Engels (1820-1895), sedangkan tokoh teori marxis Karl
Kautsky (1854-1938). Georg Lukacs menegaskan bahwa "Marxisme klasik" adukan Engels dan
Kautsky itu menyimpang dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Marx. Lukacs adalah
salah seorang Marxian yang mencoba membaca Marx lain dari penafsiran mainsteam
(leninisme).
Banyak ahli membagi pemikiran Marx menjadi "Marx Muda" dan "Marx Tua", walau
ini kurang pas, sebab hal-hal yang ada di Marx Tua sebenarnya sudah ada di Marx muda,
khususnya tulisannya The German Ideologi (terutama naskah Paris). Louis Althusser dalam
bukunya Pour Marx, mengatakan ada potongan antara Marx Muda dan Marx Tua. Walaupun
beberapa ahli mengatakan perkembangan itu berkesinambungan.
Ada paling tidak lima (5) tahap perkembangan tulisan/pemikiran Karl Marx yaitu;
Tahap 1) terpengaruh kuat oleh filsafat Hegel dan mencari jawaban dari pertanyaan (karena

situasi politik Jerman saat itu); Bagaimana membebaskan manusia dari penindasan system
politik yang reaksioner. Tahap 2) berkenalan dan terpengaruh dengan filsafat Feuerbach.
Pembahasan berubah menjadi politik yang dijalankan oleh Prussia yang menindas Jerman,
sebagai ungkapan sebuah keterasingan manusia dari dirinya sendiri (alienasi). Pertanyaan
yang diajukan adalah darimana harus dicari sumber dari keterasingan itu? Tahap 3)
perjumpaan dengan kaum sosialis Prancis, disini Marx mulai mengetahui bahwa sumber
keterasingan paling dasar berlangsung dalam proses pekerjaan manusia. Katanya; sebenarnya
pekerjaan adalah kegiatan manusia untuk menemukan identitasnya, tetapi karena system hak
milik pribadi kapitalisme, menjungkirbalikkan makna pekerjaan menjadi eksploitasi. Karenanya,
manusia hanya dapat dibebaskan (dari belenggu itu) apabila hak milik pribadi atas alat-alat
produksi dihapus melalui revolusi kaum buruh. Ini tahapan Marx dalam sosialisme klasik.
Pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana cara menghapuskan hak-hak milik pribadi?
Sebagai sumber alienasi dan eksploitasi manusia. Tahap 4) Karena pemusatan perhatiannya
pada cara menghapuskan hak milik pribadi, maka marx mulai merubah sosialismenya menjadi
sosialisme ilmiah, bukan hanya dorongan moral (supaya alienasi dan eksploitasi itu hilang).
Tetapi sudah mengklaim keniscayaan. Dari masalah filosofis menjadi semakin masalah
sosiologis. Jawan dari pertanyaan tahap 3 adalah Sosialisme ilmiah yang disebutnya sebagai
"paham sejarah materialisme"; sejarah dimengerti sebagai dialektika antara perkembangan
bidang ekonomi disatu pihak dan struktur-struktur kelas-kelas social dipihak lain. Marx
sampai berkesimpulan bahwa factor yang menentukan sejarah bukanlah politik atau


ideology, melainkan ekonomi. Perkembangan dalam cara-cara berproduksi lama-kelamaan akan
membuat struktur-struktur hak milik lain menjadi hambatan kemajuan. Dalam situasi ini akan
timbul revolusi social yang melahirkan bentuk masyarakat yang lebih tinggi. Tahap 5)
Pertanyaannya, tetapi apakah pernah akan lahir masyarakat tampa hak milik pribadi sama sekali
atau hak milik pribadi terhapuskan? Karena factor yang menentukan perkembangan masyarakat
adalah ekonomi, itulah akhirnya marx memusatkan dirinya pada kajian ekonomi, khusunya
kapitalistik. Studi ini menghasilkan kesimpulan bahwa merupakan keniscayaan kapitalisme
dengan sistemnya sendiri akan hancur. Karena eksploitasi, persaingan semakin besar, maka
masyarakat akan sangat terpolarisasi menjadi dua kelompok kaum buruh dan pemilik modal,
karena eksploitasi itu menjadi-jadi maka akan terjadilah revolusi kelas buruh, yang akan
menghapuskan hak milik pribadi atas alat-alat produksi dan mewujudkan masyarakat sosialis
tampa kelas. 1 sampai 3 biasanya disebut "marx Muda" dan tahap 4 dan 5, biasa disebu "Marx
Tua".
Riwayar hidup Karl Marx
Lahir pada tahun 1818 di kota Trier diperbatasan Jerman barat waktu itu termasuk
Prussia. Ia kuliah filsafat di Berlin (filsafat Hegel). Ia masuk Klub Doktor (kumpulan intelektual
muda yang kritis dan radikal) waktu itu ia baru semester dua. Mereka ini menggunakan Hegel
sebagai kritik terhadap Negara, mereka menekannkan pada rasionalitas dan kebebasan. Mereka
juga mengatakan bahwa filsafat hegel itu ateistik makanya mereka juga menentang pengaruh

agama. Mereka disebut sebagai "kaum Hegelian-Muda". Sedangkan lawannya kaum HegelianKanan yang mengatakaan hegel itu seorang teolog Protestan, dan mereka mendukung agama
serta mendukung Negara Prussia.
Kata marx, bahwa hegel hanya teoritis, dan teorinya tidak dapat diterapkan dalam
kenyataan, padahal filsafat mestinya menjadi aksi. Filsafat menjadi kekuatan praktisrevolusioner. Ia melihat jawaban pertanyaan itu dari pengaruh filsafat feuerbach, yaitu
Keterasingan/alienasi. Mengapa Hegel tidak turun dari daratan murni teoritis ke
praktis/kenyataan-aksi. Ini karena keterasingan manusia dari dirinya sendiri.[1] Feuerbach
mengatakan keterasingan itu terungkap dalam agama. Marx mengatakan agama itu penyebab
keterasingan sekunder. Keterasingan primer adalah keterasingan manusia individual dari
hakekatnya yang social sebagaimana terungkap dalam individualisme modern. Tanda
keterasingan ini adalah eksistensi Negara yang represif. Disinilah kaum proletariat punya potensi
untuk revolusi menghancurkan keterasingan itu.
Tetapi mengapa manusia itu menjadi terasing? Jawaban ini diperolehnya saat di paris,
dimana ia bertemu dengan tokoh-tokoh sosialis seperti Proudhon, friederich Engels. Ia menerima
anggapan dasar sosialisme bahwa akar segala masalah social terletak pada lembaga hak
milik pribadi.
Ada tiga buku yang ditulis dalam periode ini yaitu; 1) Philosophical and Economic
Manuscripts (1844) atau biasa disebut naskah-naskah Paris (baru dicetak tahun 1928) à disini
ia menganalisa segi-segi keterasingan manusia dalam kerja. Dalam naskah-naskah ini jelas
"humanisme marx", dimana dia meyakini nilai-nilai etis manusia yaitu kebebasannya, universal
serta individu social dan alami. Ia dalam tulisan ini hendak mengembalikan manusia kepada


kodratnya. 2) The Holy Family (sindirin kepada kakak-beradik bauer bekas temannya di Klub
Doktor) dimana dalam tulisn ini ia menyatakan keluar dari kelompok Hegelian-muda itu, karena
mereka hanya teoritis-idealis-religius. Karena mereka mencari akar keterasingan manusia pada
"cara berfikir", bukan dalam susunan system produksi yang keliru. 3) pada tahun 1846 bersama
Eangels ia menulis The German Ideologi. Dalam buku ini ia berbeda dengan Faeuerbach. Ia
meninggalkan bicara humanisme dan mulai menegaskan sosialisme (penghapusan hak milik
pribadi) bukan sekedar tuntutan etis tetapi keniscayaan objektif. Ia mengklaim menemukan
hukum yang mengatur perkembangan masyarakat dan sejarah yaitu hukum prioritas ekonomi.
Marx menyebutnya "pandangan sejarah yang materialistic". Sosialisme ilmiah artinya sosialisme
yang tidak berdasarkan anggapan dan tuntutan belaka, melainkan berdasarkan analisis ilmiah
terhadap hukum perkemangan masyarakat. Premisnya adalah;
"bidang ekonomi menentukan bidang politik dan pemikiran manusia, bahwa
bidang ekonomi ditentukan oleh pertentangan antar kelas-kelas pekerja dan kelaskelas pemilik, bahwa pertentangan itu dipertajam oleh kemajuan tehnik produksi,
dan bahwa pertentangan itu akhirnya meledak dalam sebuah revolusi yang
mengubah struktur kekuasaan dibidang ekonomi serta mengubah struktur
kenegaraan dan gaya manusia berfikir".[2]
Dalam buku ini (The German Ideologi) memuat rumusan pertama "Materialisme
Historis" pandangan inti Marxisme. Pada tahun 1845 marx terpaksa meninggalkan Paris. Di
Brussel ia bersama Eangels masih sempat menulis buku yang paling terkenal manifesto

Komunis. Di London ia mulai lebih banyak berfikir daripada revolusi/aksi. ia lebih kosentrasi
kebidang ekonomi, untuk membuktikan klaim premisnya. Dimana ia menyatakan perkembangan
masyarakat ditentukan oleh perkembangan dalam bidang ekonomi. Pada tahun 1938 di Moskow
terbit buku stebal 1000 halaman denngan judul Grundrisse (Fundations of The Critique of
Political Economy). Yang sebelumnya tidak diketahui. Disini dibahas otomatisasi yang
bertentangan dengan ide marx sendiri tentang "teori nilai lebih", yang kemudian tidak muncul
lagi. Tahun 1859 terbit buku A Contribution of the Critique of Political Economy (memuat
rumusan paling ringkas dan jelas tentang pandangan materialis sejarah).
Akhirnya pada tahun 1867 keluar buku Marx untuk memberikan pembuktian kebenaran
ramalannya tentang kehancuran Kapitalisme dan keniscayaan Sosialisme yaitu Das Kapital, yang
buku kedua dan ketiganya diterbitkan oleh Eangels setelah Marx meninggal dunia. Bebarapa
buku cacatan pinggir marx diterbitkan oleh Karl Kautsky dengan judul "Teori-teori tentang Nilai
lebih".
Pengetahuan Absolut Hegel
Bagi Hegel mengetahui adalah proses dimana objek yang diketahui dan subjek yang
mengetahui saling mengembangkan, sehingga tidak pernah sama atau selesai. Pengetahuan saya
hari ini mengfalsifikasi pengetahuan saya kemarin juga pengetahuan besok dst. Dalam proses tu
saya sendiri senantiasa menjadi orang baru, karena dengan perubahan pengertian, kedudukan dan
tanggung jawab, saya pun berubah. Pengetahuan adalah going proses, dimana yang diketahui
dan aku yang mengetahui terus berkembang. Tahap yang sudah dicapai disangkal atau negasi

oleh tahap baru, bukan karena salah atau tidak berlaku lagi, tetapi karena terbatas. Jadi tahap

lama tidak benar karena terbatas, dan dengan demikian jangan dianggap kebenaran. Tetapi yang
benar dalam penyangkalan dipertahankan itulah inti Dialektiak Hegel yang merupakan wujud
pengetahuan manusia.
Contoh ; kata "pulau". Pulau itu sebenarnya "tanah" (tesis). Tetapi itu tidak betul.
Karena India itu tanah tapi bukan pulau. Pulau itu bukan tanah tetapi air (antitesis). Karena tak
ada pulau tampa air. Tetapi pernyataan itupun tidak benar (antitesi-antitsis): pulau itu bukan air,
melainkan tanah yang dikelilingi oleh air (sintesis). "Kebenaran" pulau hanya dapat dicapai oleh
dua negasi dalam hal ini.
Dalam bukunya Phenomenologi of Mind, Hegel mengatakan; Pengetahuan absolute
terjadi bila semua realitas sudah total lengkap karena filosof atau seseorang sudah menemukan
seluruh realitas, final. Karena tidak ada yang asing sama-sekali bagiku. Dengan itu maka
pengetahuan disebut absolute. Bagi Hegel filsafat yang sampai pada pengetahuan absolute itu
bahkan mengatasi agama. Bagi Hegel Roh Semesta sendiri merupakan proses yang menemukan
diri melalui liku-liku perkembangan kesadaran diri dan kemajuan pengetahuan yang akhirnya
menyatu dalam pengetahuan absolute. Menurut Hegel agama adalah pengetahuan absolute dalam
bentuk simbolis. Sedangkan filsafat dalam kenyataannya karena sadar akan dirinya sendiri.
Bukan karena sudah tahu semua, tetapi semuanya dapat dimengerti, semuanya dipahami sebagai
sudah semestinya. Dengan memahami segalanya, rasa kaget, kecewa, frustasi hilang. Semuanya

menjadi bening, bukan karena menguap semacam penglaman mistik, melainkan seluruh
pluralitas tetap ada tetapi dipahami sebagai tahap-tahap dialektis dalam perkembangan Roh
Semesta (Akal-Umum atau Allah) yang dalam kesadaran sang filosof menemukan diri.
Segi yang dikritik Marx (saya sendiri sepakat: Muhammad Alwi) adalah; memahami
dalam pengetahuan absolute itu sekaligus berarti memperdamaikan dan memaafkan. Karena
bagaimana saya harus marah bila itu yang mesti terjadi karena merupakan dialektika perjalanan
Roh. Ini juga sasaran kritik keras dari Soren Kierkegaard (tokoh filsafat Eksistensialis).
Filsafat Sejarah
Hegel memahami sejarah sebagai gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin
besar. Roh Semesta berada dibelakang sejarah, ia mendapat objektifitasnya didalamnya. Roh
Objektif mengungkapkan dirinya dalam kebudayaan-kebudayaan, moralitas-moralitas dalam
institusi-institusi. Roh objektif mendapat ungkapan paling kuat dalam Negara. Dengan demikian
Negara mengungkapkan Roh Semesta; ia merupakan "perjalanan Allah dalam dunia".[3]
Kebebasan manusia berkembang dalam dialektika tiga langkah; dalam
gereja katolik (kebebasan baru hanya dalam pewartaan), sedangkan
kenyataannya yang bebas hanya para klerus (para hierarki, ulama-ulamanya),
yang kemudian "disangkal" oleh Protestantisme dengan prinsip bahwa setiap
orang bebas mengikuti suara hati ( dalam Protestan hanya terbatas pada
pembacaan al-Kitab, awalnya tidak boleh). Kemudian oleh Aufklarung diakui
kebebasan untuk menganut agama yang diyakini, dan akhirnya pada Kant

dijadikan prinsip universal hak dan kewajiban setiap orang untuk mengikuti
suara hari. Akhirnya dalam revolusi Prancis, sebagai langkah dialektika baru,

kebebasan tercetus dari batin orang (terbatas pada hak untuk, secara pribadi
mengikuti suara hati) menjadi struktur hukum dan Negara yang
memproklamasikan republic dan mengakui hak-hak asasi manusia. [4]
Negara modern merupakan pengejewantahan rasionalitas dan kebebasan (pengakuan
hak-hak asasi manusia). ia (hegel) tidak sepakat dengan orang yang masih menggunakan suarahati, untuk menolak undang-undang. Menurut Hegel suara hati yang wajar akan menemukan
dalam struktur-struktur Negara modern pola-pola kehidupan yang justru menunjang kebebasan.
Karena itu katanya kita tak perlu mempertentangkan antara suara hati dan kewajiban-kewajiban
objektif dalam Negara modern.[5]
Filsafat menjadi Praktis
Setelah pemikiran Hegel diatas, seakan sudah selesailah tahap pemikiran. Karena
semuanya sudah dipahami dalam prosesnya, lewat dialektika. Tetapi kenyataannya dunia tidak
seperti dalam kerangka teori itu. Dunia kelihatannya sama sekali tidak filosofis. Lalu apa
hubungan Negara rasional Hegel dengan realitas? Disinilah kata Marx sudah saatnya filsafat
menjadi praktis. Kata Marx filsafat Hegel belum absolute karena hanya absolute diteoritis.
Hanya ada kebebasan dalam kerangka teoritis. Filsafat sudah absolute bila realitas sendiri sudah
menjadi kerajaan kebebasan.
Oleh karena itu sang filosof harus menjadi Prometheus (dalam mitologi Yunani), Yang

mengambil/mencuri api (lambang ilmu, kesadaran dan kebebasan) dari Olympos para dewa dan
melemparkan kepada umat manusia. Sehingga filsafat Hegel betul dalam level pendidikan di
kelas/sekolah, tetapi itu harus dilengkapi menjadi praktis dalam kehidupan nyata/social. Kata
Marx; "Para filosof hanya memberikan interpretasi yang berbeda kepada dunia. Yang perlu
ialah mengubahnya".
Kritik Agama Feuerbach
Marx dan Eangels sangat terpengaruh dengan feuerbach disamping Hegel. Feuerbach
juga awalnya pengikut Hegel tetapi akhirnya ia banyak betentangan dengannya. Menurut Hegel,
dalam kesadaran manusia, Allah mengungkapkan diri. Kita merasa berfikir dan bertindak
menurut kehendak atau selera kita, tetapi dibelakangnya "roh semesta" mencapai tujuannya.
Melalui keputusan-keputusan bebas dan sadar kita, roh semesta mencapai tujuannya, sebenarnya
kita ini wayang dan dalangnya adalah roh semesta. Para pelaku manusia tidak sadar bahwa
mereka didalangi olehnya. [6]
Kata Feuerbach, Hegel itu memutarbalikkan fakta. Sebab seakan menurut Hegel yang
nyata itu Roh Semesta/allah, sedangkan manusia itu wayang. Padahal sebaliknya. Yang nyata
dan tidak terbantahkan adalah keberadaan manusia sedangkan roh semesta hanya berada sebagai
objek dalam pikiran manusia. Walau Hegel mengatakan ia telah "mengangkat" agama kedalam
"rasionalitas filsafat, tetapi menurut Feuerbach justru sebaliknya, dengan ini maka Allah adalah
yang pertama, sedangkan manusia adalah yang kedua. Maka kata Feuerbach filsafat Hegel
adalah agama yang terselubung. Feurbach mengkritik Hegel dengan pengandaian (yang tak


perlu dibuktikan) bahwa yang indrawi lebih pasti dibanding yang spekulatif. Dan titik tolak
filsafat seharusnya adalah dari pengalaman langsung yang indrawi.
Bagi Feuerbach tuhan itu tidak nyata, hanya ada diangan-angan manusia atau proyeksi
pikiran manusia. tetapi kemudian manusia lupa bahwa itu ciptaannya dan disembah. Ini mirip
dengan kritik nabi agama-agama pada orang musyrik. Mereka membuat patung lalu mereka lupa
bahwa merekalah yang membuta kemudian patung-patung itu disembah. Manusia lalu hormat,
takut pada tuhan, padahal ia adalah ciptaannya. Agama adalah manifestasi pengungkapkan
keterasingan manusia dari dirinya sendiri.
Agama … adalah kelakuan manusia terhadap dirinya sendiri atau lebih
tepat terhadap hakekatnya sendiri, tetapi perlakuan itu seperti terhadap
mahluk lain. Hakekat ilahi tidak lain adalah hakekat manusia yang
dipisahkan dari batas-batas manusia individual, diobjekkan … karena itu
semua cirri hakekat ilahi adalah cirri hakekat manusia[7]
Karena manusia harus mengobjektifasi dirinya sendiri agar mampu merealisasikan
dirinya, seperti seorang seniman ia harus memproyeksikan bakatnya agar tahu bahwa ia
seniman. Dalam pikiran (kata Hegel) atau dalam pekerjaan (Kata Marx) manusia harus
membayangkan atau merepresentasikan dirinya, dan ia pun dapat melihat dirinya, mengenal
dirinya dan menemukan identitasnya. Menurut Feuerbach, itulah yang terjadi dalam agama.
Dalam agama ada nilai positifnya karena dengan itu manusia tahu siapa dia. Bahwa dia bebas,

dia berkuasa, kreatif, baik dll. Tetapi celakanya ia lupa bahwa itu adalah proyeksi dirinya,
sehingga menganggapnya sebagai realitas yang mandiri. Mengingat proyeksi itu melukiskan
hakekat manusia secara sempurna, dapat dimengerti bahwa manusia lalu takut dan menyembah
realitas agama yang sebenarnya tidak real itu (seperti orang takut dengan sesuatu yang gagah,
besar dll, padahal itu adalah "cermin" dirinya sendiri). Dengan itu manusia tidak berusaha
menjadi dirinya sendiri, merealisasikan hakekatnya, malah secara pasif mengharapkan berkah
darinya. Dengan demikian agama mengasingkan manusia dari dirinya sendiri. Dengan agama
apa yang sebenarnya merupakan potensi yang perlu direalisasikan manusia justru hilang, karena
manusia tidak mengusahakannya, melainkan mengharapkan datang "dari sana".[8] Dengan ini
manusia tidak berusaha merealisasikan diri tapi menganggap/berharap itu akan diperolehnya di
surga. Oleh karena itu untuk mengakhiri keterasingannya dan menjadi dirinya sendiri manusia
harus meniadakan agama. Teologi harus menjadi antropologi.
Kritik Marx terhadap Kritik Agama Feuerbach
Ada dua problem dalam filsafat hegel kata Marx yaitu, ia menganggap subjek menjadi
objek, demikian sebaliknya. Yang rasional dan nyata itu dalam pikiran sedangkan kenyataan
dunia tidak rasional dan mestinya lebih nyata. Roh semesta yang subjek/nyata, padahal manusia
yang memikirkannyalah yang nyata dan subjek bukan objek. Demikian juga dalam Negara,
Hegel disatu sisi mengatakan dan menjunjung tinggi cita-cita revolusi Prancis, tetapi dalam sisi
lain ia menginginkan otoritarianisme Negara. Dimana undang-undang adalah representasi roh
Absolut, yang nyata, yang harus ditaati. Sedangkan suara hati, manusia, subjek yang memikirkan
dan bertindak diharuskan mengikuti dengan "apapun" undang-undang itu, sebagai objek.

Menggarisbawahi Feuerbach, Marx menuliskan; "manusia yang membuat agama, bukan
agama yang membuat manusia". Agama adalah perealisasian hakekat manusia dalam anganangan saja, jadi tanda bahwa mansuia justru belum berhasil merealisasikan hakekatnya. Agama
adalah tanda keterasingan manusia dari dirinya sendiri. "[9] tetapi kata marx, mengapa
Feuerbach tidak bertanya kenapa manusia sampai mengasingkan dirinya kedalam agama?
Sekalipun kata Marx, Feuerbach tidak buta terhadap itu, sebab dia pernah mengatakan;
"Penderitaan manusia adalah tempat kelahiran Allah”[10] Mengapa Feuerbach tidak bertanya
kata Marx, "Mengapa manusia itu tidak merealisasikan dirinya, hanya merealisasikan secara
semu dalam khayalan agama?". Ini kata Marx karena Feuerbach hanya membicarakan Manusia
(abstrak), padahal yang ada (kongkret) adalah Fulan dan fulanah. Si A dan Si B.
Karena masyarakat, dunia, dan lingkungan itu mengasingkan manusia, membelenggunya,
maka mereka (manusia) itu merealisasikan dirinya lewat angan-angan Surga, Agama. Karena
dunia kongkret tak mengizinkannya. Kata Marx;
"agama hanyalah tanda keterasingan manusia tetapi bukan dasarnya.
Ketrasingan manusia dalam agama adalah ungkapan keterasingan yang lebih
mendalam. Agama hanyalah sebuah pelarian karena realisasi memaksa
manusia untuk melarikan diri. "Agama adalah realisasi hakekat manusia
dalam angan-angan karena hakekat manusia tidak punya realitas yang
sungguh-sungguh"[11] . jadi, "Agama adalah sekaligus ungkapan penderitaan
yang sungguh-sungguh dan protes terhadap penderitaan yang sungguhsungguh. Agama adalah keluhan makhluk yang tertekan, perasaan dunia
tampa hati, sebagaimana ia adalah suatu roh zaman yang tampa roh. Ia adalah
candu masyarakat"[12] (FM. Suseno, hal 73). Tetapi yang perlu dikritik bukan
agama, kata Marx, tetapi apa yang melahirkan agama itu, yaitu masyarakat.
"Kritik agama sekarang harus menjadi kritik masyarakat". "Kritik surga
berubah menjadi kritik dunia, kritik agama menjadi kritik hukum, kritik
teologi menjadi kritik politik"[13]
Problem paradigma Karl Marx
Dalam membuat analisa antara agama dan masyarakat, antara sebab, "basis" dasar dan
yang dipengaruhinya (supra, atas), Marx punya problem yaitu; 1) Dalam cara berfikir Marx,
sebab dan akibat diandaikan linier. Sebab menghasilkan akibat. Masyarakat yang
mempengaruhi, bahkan membentuk realitas agama. tidak sebaliknya. Padahal sangat mungkin
saling mempengaruhi. 2) Manusia diandaikan adalah hasil total pengaruh dari lingkungannya.
Dengan ini maka Marx percaya ketidak bebasan manusia, sehingga manusia itu determinisme
lingkungannya. Dan lingkungan adalah perkembangan ekonomi.
Keterasingan Manusia dalam Negara
Marx selalu bertanya; unsur apa dalam masyarakat yang mencegah manusia
merealisasikan hakekatnya? Untuk menjawab ini Marx lari ke Feuerbach. Dengan analisanya
yang mengatakan agamalah yang membuat itu, sebab agama yang mengganti cinta kasih
sesama menjadi cinta kasih ilahi. Unsur-unsur egoisme selalu menjadi ciri agama. Maka agama

perlu dibongkar. Tetapi kata Marx, membongkar agama tidak akan menumbangkan egoisme,
tidak akan mengembalikan hakekat soisal manusia. kita tidak mesti melihat ke agama sebagai
problemnya, sebab agama kata Marx hanyalah sekedar tanda atau ungkapan keterasingan
manusia dari hakekatnya yang social. Kita mesti temukan penyebabnya itu dalam struktur
masyarakat sendiri. Pertanyaan selanjutnya; struktur masyarakat mana yang tidak
mengizinkan manusia bersikap social? Marx menemukan jawaban ini di Hegel, yang
mengatakan Masyarakat modernlah yang menyebabkannya. Sebab ciri masyarakat modern
adalah keterpisahan civil society dengan Negara. Masyarakat (yang awalnya sosial, karena
keterasingannya di masyarakat modern) pada dasarnya egoisme, self interst[14] (mereka
bersekolah, bekerja, rekreasi, guru dll, bukan karena membutuhkan satu sama lain, melainkan itu
karena kebutuhan individu masing-masing dan fungsi-fungsi mereka). Maka manusia tidak akan
bersatu dan bertahan dengan itu (sifat egosimenya), maka diciptakanlah Negara dan undangundang. Masyarakat memerlukan kekuatan untuk mengatasi egoisme, kekuatan itu adalah
Negara.
Bagi Marx, adanya Negara membuktikan bahwa manusia terasing dari kesosialannya
karena andaikata manusia itu sasial dengan sendirinya (yang merupakan sifat aslinya), tidak
perlu adanya Negara yang memaksanya agar mau bersifat social. Jadi keterasingan dasar
manusia adalah keterasingannya dari sifatnya yang social, sehingga ia terpaksa harus dipaksa
bersosial oleh Negara, kalau tidak, akan dipaksa dengan hukuman. Bukan emansipasi politik
yang perlu tetapi emansipasi manusia. Marx mengatakan; Kritik agama berakhir dengan ajaran
bahwa manusia adalah makhluk tertinggi bagi manusia, jadi dengan imperative kategoris ini
untuk menumbangkan segala hubungan dimana manusia adalah mahluk yang hina, diperbudak,
terlupakan dan terhina[15]
Marx dari awal percaya bahwa Negara tidak perlu ada jika mereka sudah bersifat social,
inilah cita-cita Negara komunis (Negara tampa Negara). Sebab dengan ini maka manusia akan
bersifat social secara otomatis.
Filosof, Proletariat, dan Revolusi
Bagaimana melaksanakan emansipasi ini? Sebab agama dapat dibongkar dengan kritik
teoritis, tetapi kritik itu tidak membongkar keterasingan yang berakar pada struktur masyarakat,
maka disini kata marx harus dilakukan dengan Revolusi yang sesunguhnya.
Bagimana revolusi itu terjadi? Revolusi akan terjadi bila rakyar butuh dan kritik sang
filsuf akan terbuka (diterima). Tetapi bagaimana rakyat merindukan revoluis? Kalau rakyat
betul-betul tertindas, dia tentu ingin berevolusi, jika belum membutuhkan maka kondisinya
berarti belum matang. Revoluis yang diinginkan Marx bukan revolusi semacam Prancis, walau
itu membebaskan , tetapi hany pergantian kekuasaan. Tetapi revolusi (yang diinginkan Marx)
adalah revolusi yang melahirkan masyarakat tampa kelas yang berkuasa. Tetapi apa syarat-syarat
supaya revolusi semacam itu terjadi?
Ini akan terjadi bila yang melakukan revolusi adalah benar-benar masyarakat "tak
berkelas", artinya benar-benar tertindas. Sebab ada masyarakat terindas tetapi hanya sebagiannya
saja. Sedangkan sebagaian lain dalam dirinya masih memiliki kelas. Tetapi bila manusia itu

benar-benar "tak punya kelas" [16](tertindas dengan semua hal) dan mereka melakukan revolusi,
maka mereka akan mengadakan pembubaran masyarakat sebagai golongan tersendiri. Inilah
yang dikatakan oleh Marx dengan Ploretariat. Dan Marx berkeinginan nantinya, ada kerjasama
antara filosof dan ploretariat. Filosof menemukan senjata materialnya, dan kaum ploretariat
menemukan senjata rohaninya.[17]
Kerja dasar Hakekat realisasi diri ‘Manusia’ menurut Marx
Disini marx menganalisa bahwa penyebab dari keterasingan manusia adalah kerena
pekerjaan dalam masyarakat kapitalis. Semestinya Pekerjaan: adalah sarana manusia untuk
menciptakan diri sendiri. Pekerjaan adalah tindakan manusia yang paling dasar, dalam
pekerjaanlah manusia menjadi nyata. Ini diperoleh marx dari Hegel, sehingga keterasingan yang
paling dasar adalah keterasingan manusia dalam pekerjaannya.
Menurut marx, pekerjaan adalah kegiatan khas manusia. Yang membedakan manusia
dengan binatang adalah karena dia bekerja. Dengan pekerjaannya manusia merealisasikan diri.
Manusia harus mengubah lingkungannya/alam karena tubuh yang dimilikinya tidak serta merta
sesuai dengan alam (lain dengan binatang). Untuk mengubahnya manusia harus bekerja.
Binatang membuat atau mereproduksi apa yang dia butuhkan, manusia tidak hanya yang dia
butuhkan, tetapi bisa untuk dijual lagi, dinikmati keindahannya, bahkan terkadang hanya bangga
dengan pekerjaannya. Manusia bekerja dengan bebas dan universal. Manusia dapat membuat
rumah dengan bebaragai macam bahan. Dengan bahan yang sama manusia dapat menggunakan
untuk beraneka ragam keperluan dst. Bekerja menunjukkan hakekatnya.
Pekerjaan sebagai objektivasi manusia, dengan mengukir manusia mulai mengobjektifkan
apa yang dipikirkan, ia mulai tahu bahwa ia mampu, bukan hayal seperti sebelumnya dst.
Sekarang setelah jadi ukirannya ia mempunyai kepastian tentang dirinya sendiri. Dengan
pekerjaan manusia mampu melihat dirinya dari pekerjaannya. Makna pekerjaan itu tercermin
dari perasaan bangga. Dengan pekerjaan itu manusia membuktikan dirinya bahwa ia nyata tidak
berhayal.
Pekerjaan dan sifat social manusia, Dengan bekerja manusia juga membuktikan bahwa ia
mahluk social, karena manusia tidak akan mampu mengerjakan apa yang dibutuhkannya semua.
Dengan pekerjaan kita orang lain akan senang dan kita akan bangga karena hasil kita dihargai
dan kita diakui olehnya. Pekerjaan adalah jembatan antarmanusia. Manusia tampak bersifat
social, dan hakekat itu terbukti dalam pekerjaan. Pekerjaan juga menjembatani manusia yang
lampau dan sekarang lewat hasil karya mereka. Sejarah adalah hasil ciptaan manusia melalui
pekerjaan manusia generasi kegenerasi.
Keterasingan dalam pekerjaan
Kalau bekerja adalah perealisasian diri, mestinya bekerja itu gembira. Tetapi dalam
kenyataannya, yang terjadi sebaliknya. Kebanyakan kita stress dengan pekerjaan kita dan kita
jadi diri kita sendiri setelah lepas santai dari pekerjaan. Mengapa demikian? Kata Marx ini
karena system kapitalime. Karena mereka bekerja hanya syarat untuk hidup, jadi akhirnya
pekerjaan tidak mengembangkan diri tetapi mengasingkan diri manusia dari kemanusiaannya.

Terasing dari dirinya. Keterasingan dari dirinya sendiri punya tiga segi yaitu; 1) pekerja
terasing dari produknya (hasil pekerjaan tidak menjadikan dia bangga, bukan miliknya tetapi
milik majikannya, bahkan terkadang dengan spesialisasi ia tidak tahu mana hasil kerjanya). 2)
karena hasil pekerjaannya terasing dari dirinya, tindakan bekerja sendiri akhirnya kehilangan arti
bagi pekerja. Bukan menjadi pelaksanaan hakekatnya tetapi bekerja menjadi semacam paksaan.
Tidak bekerja apa yang dinginkan oleh batinnya, tetapi apapun yang disodorkan oleh
majikannya. Ia harus bekerja untuk mempertahankan kebutuhan hidupnya. 3) dengan
memperalat pekerjaan, yang merupakakan alat realisasi diri, manusia memperalat dirinya.
Dengan bekerja ia tidak mengembangkan dirinya malah memiskinkan dirinya. Dengan ini
mereka justru menginginkan saat-saat senggang dan santai diluar pekerjaannya. Ini aneh sarana
perealisasian diri sekarang mereka justru inginkeluar dari situ bila ingin memikirkkan dirinya
atau menjadi dirinya, sebagai individu.
Terasing dari Orang lain, Dengan keterasingan pada dirinya, manusia terasing dari
sesamanya. Manusia dengan system hak milik terbagi menjadi dua kepentingan yang berbeda
yaitu "kelas pekerja" dan "kelas pemilik", dimana mereka punya kepentingan yang beda. "Kelas
Pemilik" memiliki kepentingan mendapat untung besar dan mengurangi biaya (efisiensi),
sedangkan "kelas pekerja", menginginkan upah tinggi dan jaminan pekerjaan. Kelas pekerja
akan bersaing demi "kesempatan kerja", sedangkan kelas pemilik bersaing sesamanya demi
"pasar". Masyarakat dengan berdasarkan pada hak milik pasti bersifat persaingan: keuntungan
yang satu merupakan kerugian yang lain. Tanda keterasingan ini adalah kekuasaan uang. Kita
bekerja bukan untuk kebutuhan kita tapi uang, semua dilihat dari harganya. Kita bisa
memperoleh apapun asal punya uang dan sekalipun lapar tampa uang tidak bisa dapat makan.
Bekerja dan bekerja bukan untuk apa-apa tetapi penumpukan modal. Disini kita terasing dari
orang lain, egoisme. Saya akan memenuhi kebutuhan orang lain dengan syarat saya memperoleh
keuntungan darinya. Sifat social dari manusia yang menupakan hakekatnya telah hilang. Marx
dengan romantis menceritakan hubungan yang tak terasing adalah "cinta". Dimana perhitungan
untung rugi dan pembalasan (aku memberi kamu, kamu beri apa), tidak ada. Saling
membahagiakan.
Lalu bagaimana keterasingan-keterasingan itu dapat diatasi? Itu semua dapat dihilangkan
apabila hak milik dapat dihapuskan.
Hak milik pribadi. Bagaimana keterasingan dapat diakhiri dan manusia menjadi utuh
lagi? Keterasingan karena kerja yang tidak untuk merealisasikan diri (kerja upahan). Kerja ini
diakibatkan oleh system milik pribadi (egoisme) yang mengakibatkan keterpecahan antara
pemilik dan pekerja. Majikan juga mengalami keterasingan, karena ia tidak mampu
mengembangkan dirinya (lewat kerja, sedangkan ia hidup dari penghisapan para buruh). Walau
majikan mendapat madu dari keterasingan, sedangkan buruh hal pahitnya. Segala keterasingan
manusia kata Marx adalah akibat dari system hak milik pribadi. Bukan keadaan politik, bukan
agama yang menjadi sumber keterasingan dan egoisme manusia, melainkan penataan produksi
menurut system hak milik pribadi.[18]
Mengapa proses produksi diorganisasikan dalam system hak milik pribadi? Mengapa
pekerjaan dan pemilikan mesti dipisahkan? Kata marx ini adalah konsekuensi sadar dari
keinginan lebih efisien yang mengharuskan spesialisasi. Secara "kodrati" manusia itu cenderung

membagi-bagi orang menurut keahliannya. Marx membagi tahapan manusia menjadi 3 yaitu; 1)
masyarakt purba sebelum pembagian kerja dimulai. 2) tahap pembagian kerja dan tahap hak
milik pribadi sekaligus tahap keterasingan. 3) tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi
sudah dihapus. Tahap 2 sekalipun jelek mesti harus dilewati untuk menuju tahap 3. Dengan
tahap tiga ini terjadilah Komunisme (milik bersama), manusia bebas dari keterasingan
hakekatnya sendiri.
Problema dalam Usulan penyelesaian Marx
Marx punya pengandaian etis yaitu manusia pada dasarnya social dan bekerja untuk
merealisasikan diri bukan untuk pengasingan dirinya. Tetapi kita bisa bertanya seperti Jurgen
Haberhas, apakah hanya pekerjaan yang menjadi tindakan hakiki manusia? apakah hanya
pekerjaan yang membedakan manusia dari binatang? Pekerjaan ini cocok bila dilihat
hubungan antara Subjek (manusia) dan Objek (alam/produk), sedangkan hubungan atar
manusia layakkah bila dilihat dengan model pekerjaan?
Bukankah hubungan antar manusia itu berkedudukan sederajat, yang modelnya lebih tepat
adalah Komunikasi. Keterasingan dari pekerjaan ini khas untuk masalah pekerja upahan dalam
industri modern, bukan secara umum. Yang mesti diperbaiki bukan system kerja upah atau
pemilik modal dan pemilik alat-alat produksi. Mungkin yang lebih tepat adalah perbaikan
syarat/sistem kerja upahan, meningkatkan keadilan. Dan yang jadi masalah adalah apakah
pekerjaan itu mengembangkan/menyenangkan atau membelenggu. Ini sudah hampir diusahakan
dinegara-negara maju (welfare state), seperti kenaikan gajih, jam kerja dikurangi, piliha
pekerjaan, syarat-syarat kerja, suasana kerja dll.
Jadi hak milik pribadi = keterasingan, penghapusan hak milik pribadi = pengakhiran segala
keterasingan adalah problematic. Sebab pekerjaan bukanlah satu-satunya hubungan hakiki
manusia.
Strata sosial (Kelas dalam Masyarakat)
Kelas social tidak ditemukan dalam tuisan Marx tetapi dalam Lenis yang mengatakan;
kelas social dianggap sebagai golongan social dalam sebuah tatanan masyarajat yang ditentukan
oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Walau tidak terlalu jelas (apakah intelektual, pegawai
negeri, mahasiswa itu juga kelas tertentu?). Tetapi Marx mengatakan; sebuah Kelas baru
dianggap kelas dalam arti sebenarnya apabila dia bukan hanya "secara objektif" merupakan
golongan social dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga "secara subjektif" menyadari diri
sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingankepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.
Dalam setiap masyarakat akan ditemukan kelas penguasa dan kelas yang dikuasai.
Menurut marx masyarakat saat itu terdiri dari tiga kelompok yaitu kaum buruh (mereka yang
hidup dari upah), kaum pemilik modal (hidup dari laba) dan para tuan tanah (yang hidup dari
rente tanah). Tetapi akhirnya tuan tanah dan pemilik modal menjadi satu berhadap-hadapan
dengan para buruh.

Keterasingan karena para buruh tidak punya modal atau tanah, sehingga ia harus bekerja
untuk orang lain demi mendapatkan upah, disinilah awal keterasingan (bekerja bukan untuk diri
sendiri, pengembangan perealisasian diri, tetapi sekedar upah). Sebenarnya ada saling
ketergantungan, tetapi ketergantungan itu tidak seimbang. Buruh akan mati atau kelaparan bila
tidak kerja, pabrik akan tutup bila tidak ada yang bekerja (tetapi yang terakhir masih dapat
bertahan dan butuh waktu lama). Para majikan lebih kuat dan penentu syarat kerja, bukan
sebaliknya atau setara.
Ketidak seimbangan ini makin menjadi-jadi, para pemilik modal hidup tampa kerja, dan
buruh diwajibkan kerja melebihi waktu yang diperlukan, sisa waktu diambil sebagi keuntungan
majikan. (disinilah perlunya UMR dst, standart gaji per bidang usaha/jam). Maka akhirnya pola
hubungan kerja adalah pola penghisapan/eksploitasi. Pekerjaan dimana seorang menjual tenaga
kerjanya demi memperoleh upah, itu merupakan ciri pekerjaan kaum tertindas.
Perilaku tiap-tiap kelas ditentukan sesuai dengan kelasnya. Setiap kelas social bertindak
sesuai dengan kepentingannya dan kepentingannya ditentukan oleh situasi yang objektif (Marx:
system produksi yang melingkupinya). Para kelas majikan mengusahakan keuntungan sebesarbesarnya, bukan karena dia rakus atau a-sosial, melainkan kalau tidak seperti itu ia kalah
bersaing (apalagi diera globalisasi, kebebasan perdagangan). Sekalipun majikan dan buruh samasama baikpun akan bertentangan karena kepentingannya berbeda. Hubungan kerja dalam system
kapitalis menurut Marx tidak stabil.
Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan lebih lanjut dalam konsep sistem kelas ini
dalam konsep Marx, yaitu; 1) peranan structural sangat besar dibandingkan dengan segi
kesadaran dan moral. Karena struktur masyarakat (struktur ekonomi) seperti itu, maka himbauan
moral, kesadaran tidak ada artinya dan tidak mempan. Yang harus dirubah struktur ekonomi
masyarakat sehingga kesadaran akan berubah dengan sendirinya.. 2) karena kepentingan kelas
pemilik dan kelas buruh secara objektif bertentangan, mereka akan mengambil sikap yang
bertentangan. Buruh akan revolusioner/progresif, cenderung ingin perubahan dan pemilik
modal akan konservatif cenderung mempertahankan/status quo. 3) disinilah akhirnya kata Marx,
tidak ada jalan lain kecuali revolusi, pendamaian antar kelas itu tidak akan mungkin, karena
kepentingan serta kebutuhannya berbeda. Usaha pendamaian dua kelas ini hanya mengerem
revolusi sementara dan melanggengkan kekuasaan "pemilik".
Kelas pemilik (kelas atas), struktur kekuasaannya dalam bidang ekonomi tercerminkan
selanjutnya dalam bidang politik. Negara secara hakiki merupakan Negara kelas, artinya
Negara dikuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas-kelas yang menguasai
bidang ekonomi[19]. Jadi Negara tidak bertindak demi kepentingan umum, melainkan demi
kepentingan kelas-kelas atas. Negara bukanlah sang wasit netral yang melerai perselisihanperselisihan yang timbul dalam masyarakat secara adil serta mengusahakan kesejahteraan
umum. Jadi Negara tidak netral, melainkan selalu berpihak. Seperti dikatakan Friedrich Eangels:
"negara… bertujuan untuk mempertahankan syarat-syarat kehidupan dan kekuasaan kelas
berkuasa terhadap kelas yang dikuasai secara paksa".[20]
Disinilah kita lihat bagaimana kebijakan Negara sering menguntungkan yang atas dan
merugikan yang bawah. Yang kecil dihukum yang besar tidak. jadi Negara adalah musuh bukan

kawan. Neraga memungkinkan kelas atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka
dengan semboyan "sebagai kepentingan umum".
Mengajukan sebagai kepentingan umum yang sebenarnya kepentingan egoisme
(kepentingan kelas tertentu) atau pihak yang berpamrih, pribadi/golongan itu yang dinamakan
IDEOLOGI. Ideology adalah ajaran yang menjelaskan sutau keadaan terutama struktur
kekuasaan, sedemikian rupa, sehingga seorang menganggapnya sah, padahal jelas tidak sah.
Kritik ideology adalah sumbangan Marx terhadap analisa struktur kekuasaan dalam masyarakat.
Marx mengatakan semua system besar yang memberikan orientasi kepada manusia bersifat
ideology. Contohnya; agama. Ia adalah candu masyarakat, karena ia memberika kepuasan, tetapi
kepuasan itu semu karena tidak mengubah situasi buruk si pecandu. Agama memberikan janji
sorga di akhirat bagi yang sabar dan tabah, sehingga dengan ini orang enggan memperjuankan
nasibnya dan menerima penindasan. Contoh lain sikap "kerukunan", sepi ing pamrih. Ini jelas
akan membuat pekerja tidak boleh mogok, tidak boleh menonjol biarpun memang hebat dst.
Dalam hubungannya dengan sejarah, Marx mengatakan; Yang menentukan jalannya
sejarah bukan individu-individu tertentu, melainkan kelas-kelas social yang masing-masing
memperjuangkan kepentingan mereka. Kepentingan itu ditentukan secara objektif oleh
kedudukan kelas masing-masing dalam proses produksi. Walau setiap orang memiliki sikap
pribadi masing-masing, tetapi ada sikap kelompok yang ditentukan oleh kedudukan dalam
proses produksinya.
Walau memang ada benarnya tetapi yang terkadang kelompok Marxisme paksakan
adalah, mereka tidak menganalisa struktur masyarakat lalu menentukan kelas-kelas masyarakat
yang ada, tetapi mereka selalu menganggap kelas langsung menjadi dua yaitu kapitalisme dan
proletariat. Padahal tidak semestinya seperti itu.
Problema analisa kelas Marxisme
Memang analisa masyarakat tampa memperhatikan struktur kelas akan kurang bermanfaat.
Meskipun demikian, analisa Marx ada beberapa catatan yaitu; 1) Apakah hanya klas-kelas sosioekonomi yang menyebabkan perubahan social? Apakah ide, sosio-religius tidak lebih
berpengaruh dari itu? 2) Apakah peranan pemimpin yang kuat tidak sangat berpengaruh? Hitler,
Napoleon, Imam Khomeini dll. 3) apakah pertentangan kelas atas dan bawah sedemikian tak
terdamaikannya sehingga harus revolusi? Apakah tampa revolusi lewat perbaikan-perbaikan
tertentu tak mungkin? Ternyata dalam Negara-negara kapitalis itu dapat diperdamaikan dengan
kebijakan system upah, system kerja, serikat buruh, UU, Negara kesejahteraan (Welfare State).
Dengan makin menguatnya buruh maka pemilik modal mengurangi eksploitasi tekanannya. 4) a)
apakah benar bahwa kekuasaan selalu mencerminkan struktur kekuasaan ekonomis? b) apakah
Negara mesti Negara kelas? Jadi apakah Negara mesti sekedar alat-alat dalam tangan-tangan
kelas atas. Memang ini ada benarnya tetapi apakah ini keniscayaan? Apakah Negara demokrasi
tidak akan mungkin (dimana ini semua kelas terwakili? Dan banyak kelas disana, sehingga
bukan kelas tertentu).[21] 5) apakah benar agama, moralitas masyarakat, filsafat, nilai-nilai
budaya dan sebagainya tidak lebih dari legitimasi idiologi struktur-struktur kekuasaan yang ada?
Apakah nilai-nilai universal tertentu itu hanya isapan jempol belaka? Memang bahwa nilai-nilai
universal, agama itu terkadang disalah gunakan sebagai ideology belaka, tetapi apakah semua itu

selalu tidak lebih dari pada itu? Kelemahan teori Marx ia hanya melihat sasu sisi, walau dalam
sisi tertentu ia "selalu" benar, tetapi kenyataan tidak hanya sisi itu saja. Sehingga kita bisa lihat
bagaimana kokoh nilai-nilai tertentu, agama-agama tertentu dst.[22]
Materialilsme Sejarah
Masyarakat terpisah menjadi dua golongan karena usaha manusia untuk efisiensi, sehingga
merupakan keniscayaan. Ada penghisap dan dihisap, karenanya manusia terasing dari dirinya,
baik yang terhisap (karena ia bekerja upahan, bekerja bukan untuk merealisasi diri) juga yang
menghisap (karena ia hidup tanpa kerja, padahal manusia memanusiakan dirinya dengan
bekerja), hanya bedanya ada yang terasing manis dan pahit. Struktur-struktur kelas ini ditentukan
oleh factor kekuasaan ekonomi/produksinya dan terlihat dalam level yang lebih atas terdapat
pada struktur social-politik dan ideology.
Marx berpandangan bahwa sosialisme itu merupakan keniscayaan, dimana melihat syaratsyarat objektif perkembangan manusia maka pada akhirnya manusia menjadi sosialisme
(masyarakat tanpa kelas), karena hilangnya hak milik pribadi. Engels menulis: (Marx
menemukan) fakta sederhana, bahwa kita harus makan, berpakaian dll sebelum melakukan
kegiatan berpolitik, ilmu pengetahuan, seni, agama dll. Dengan demikian tingkat perkembangan
ekonomi menjadi dasar untuk bentuk bentuk diatasnya (politik, pengetahuan dst). [23]
1. Prinsip dasar: Keadaan dan Kesadaran
"bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, tetapi sebaliknya keadaan
social merekalah yang menentukan kesadaran mereka".[24]Ada dua hal disini yaitu; 1) keadaan
social manusia yang termasuk disitu produksinya, pekerjaannya. Manusia ditentukan oleh
produksi mereka, baik apa yang mereka produksikan, maupun cara mereka berproduksi. Jadi
individu-individu tergantung pada syarat-syarat material produksinya. Pandangan inilah yang
sebut materialisme sejarah karena sejarah dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi
material. Cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidupnya itulah yang disebut
keadaan manusia. "kesadaran (Bewubtsein) tidak mungkin lain dari yang disadari (das bewubte
Sein), dan keadaan manusia adalah proses manusia yang sungguh-sungguh". Jadi untuk
memahami sejarah dan arah perubahannya, kita tidak perlu memahami apa yang dipikirkan oleh
manusia, melainkan bagaimana ia bekerja, bagaimana ia berproduksi.
Marx bertolak dari pengandaian manusia berfikir dan bertindak sesuai dengan
kepentingannya[25], sedangkan kepentingannya itu tergantung kelasnya. Keanggotaan kelas
tertentu sangat menentukan cara kita memandang dunia, apa yang kita harapkan dan kita
khawatirkan, apa yang kita puji dan kita cela.[26]Cara berproduksi itu menentukan adanya kelaskelas social; keanggotaan dalam kelas social menentukan kepentingan orang; dan kepentingan
menentukan apa yang dicita-citakan, apa yang dianggap baik dan buruk.
2. Basis dan Bangunan Atas
Dalam buku Contribution to the Critique of Political Economic (1859) Marx menulis;

Dalam produksi social kehidupan mereka, manusia memasuki hubungan-hubungan
tertentu yang mutlak dan tidak tergantung pada kemauan mereka; hubunganhubungan ini sesuai dengan tingkat perkembangan tertentu tenaga-tenaga produksi
materialnya. Jumlah seluruh hubungan-hubungan produksi ini merupakan struktur
ekonomi masyarakat, dasar nyata dimana diatasnya timbul suatu bangunan atas
yuridis dan politis dan dengannya bentuk-bentuk kesadaran social tertentu
bersesuaian. Cara produksi kehidupan material mengkondisikan proses proses
kehidupan social, politik, dan spiritual pada umumnya. Bukan kesadaran manusia
yang menentukan keadaan mereka, tetapi sebaliknya, keadaan social merekalah
yang menentukan kesadaran mereka"[27]
Dalam konsep Marx Basis menentukan bagian atas, dimana BASIS ini ditentukan oleh dua
factor yaitu 1) Tenaga-tenaga produktif yang merupakan kekuatan-kekuatan yang dipakai oleh
masyarakat untuk mengerjakan dan mengubah alam. Disini ada tiga unsure yaitu; alat-alat kerja,
manusia dan kecakapan masing-masing, dan pengalaman-pengalaman dalam produksi
(tehnologi) 2) Hubungan-hubungan Produksi yaitu hubungan kerjasama atau pembagian kerja
antara manusia yang terlihat dalam proses kerja produksi. Disini yang dimaksudkan "hubungan"
adalah struktur pengorganisasian social produksi (misalnya pemilik modal dan pekerja).[28]
BANGUNAN ATAS, ini terdiri dari 1) tatanan institusional yaitu segala macam lembaga
yang mengatur kehidupan bersama masyarakat diluar bidang produksi, seperti organisasi sebuah
pasar, system pendidikan, system kesehatan masyarakat, system lalu lintas juga terpenting
system Negara dan hukum. 2) tatanan kesadaran kolektif yaitu memuat segala system
kepercayaan, norma-norma dan nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna, dan
orientasi spiritual kepada usaha manusia. termasuk disini; pandangan dunia, agama, filsafat,
moralitas masyarakat, nilai-nilai budaya, seni dst.
Apabila ingin mengadakan perubahan, maka hak milik harus dihancurkan, dimana itu
menentukan "babis", sedangkan "basis" menentukan "bangunan atas". Jangan berharap (kata
Marx) perubahan dilakukan dari "bangunan atas", sebab kelompok atas, tidak mungkin
mengadakan perubahan radikal. Dengan struktur kekuasaan ekonomi atau "basis" dihancurkan,
maka "atas", bentuk Negara dan lama-kelamaan, kepercayaan-kepercayaan, serta system nilai
masyarakat mesti menjadi berubah (baru).
Problematika
Manusia ingin hidup menjadi lebih mudah, maka ia mengefisiensi alat-alat produksinya
(ini harus). alat-lat yang berubah merubah hubungan-hubungan produksi. Hubungan-hubungan
ini menjadikan kelas-kelas social yang oleh Marx dibedakan menjadi 2 (pemodal dan buruh).
Makin efisien (alat, organisasi kerja dll untuk efisiensi, keuntungan dll) menjadikan hubungan
itu makin berubah dan makin meruncing. Akhirnya merupakan keniscayaan, manusia hanya
terpecah menjadi dua kelompok kapitalis dan Proletar. Lalu terjadilah revolusi dimana terbentuk
Komunisme (masyarakat tampa kelas karena tampa hak milik pribadi). Inilah Materialesme
Sejara atau Determinisme Sejarah Marx, semuanya keniscayaan.

Tetapi pertanyaan yang sering diajukan; 1) tidakkah pengaruh itu bisa timaal balik.
"Bawah" mempengaruhi "atas" memang sangat betul. Tetapi tidak bisakah "atas" mempengaruhi
"bawah"? 2) pembagian kelompok "atas" dibagi menjadi susunan institusional ("bangunan atas
politis"), kepercayaan dan nilai-nilai ("bangunan atas ideologis"). Tetapi mengapa kelompok
'bawah" hanya produksi, tidakkah juga ada komunikasi.[29] 3) pendasaran basis "hanya"
produksi jelas sangat meragukan. Yang lebih pas adalah timbal-balik. Mengenai yang mana yang
primer dan sekunder bukan ditentukan secara apriori (justru tidak ilmiah), mestinya harus
ditemukan secara aposteori terhadap proses sejarah yang sedang berjalan. Mengetahui factor
mana yang menentukan sejarah, adalah pekerjaan aposteori. Maka sejarah tidak dapat
diperhitungkan dan adalah tidak masuk akal untuk membicarakan tentang suatu tujuan objektif
sejarah.[30]Sejarah tetap terbuka.
4) dalam banyak Negara, politik justru sangat menentukan dibanding dengan alat-alat
produksi, bahkan mereka mendiktekannya. 5) kita akan sangat sulit untuk menentukan secara
terinci bagaimana persisnya cara produksi material akan mendeterminasi pikiran manusia.
pikiran individual seorang manusia jelas tidak langsung terdeterminasi oleh kepentingan
kelasnya. Kalau pikiran individu tak dapat terdeterminasi bagaimana pikiran kolektif dapat?[31]
6) apakah harus revolusi, bukankah bisa saling melunak dengan keuntungan masing-masing.
Kita lihat ini dinegara-negara welfare state.
Kapitalisme dan Sosialisme
Sejarah manusia kata Marx, mengharuskan perjalanannya dari kapitalisme ke sosialisme.
Karena secara naluri, manusia ingin mempertahankan diri, maka dengan konsep kepemilikian,
orang akan melakukan efisiensi, pe