PEMBENTUKAN PORTAL E GOVERNMENT PUSAT RE

PEMBENTUKAN PORTAL E-GOVERNMENT PUSAT REFERENSI HUKUM
NASIONAL SEBAGAI IMPLEMENTASI UU DEPOSIT : SEBUAH KAJIAN AWAL1
Oleh
Irhamni, S.Hum2
Abstrak:
Demokrasi telah membawa indoneisa menjadi negri yang kompleks, termasuk dalam
pemenuhan informasi kepada masyarakat. Perpustakaan dituntut berinovasi melalui layanan
berbasis e-government. Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) Sebagai lembaga negara yang
pelaksana UU No.4 Tahun 1990 atau undang-undang Deposit, Perpusnas perlu membuat
terobosan dalam melaksanakan UU Deposit khususnya terbitan pemerintah khususnya terbitan
bidang hukum, baik yang diterbitkan oleh pemerintah RI ataupun pemerintah asing yang
berhubungan dengan Indonesia. Masalah penelitian ini adalah mengkaji pembentukan portal egovernment layanan rujukan terbitan hukum peraturan perundang-undangan dengan melakukan
evaluasi terhadap portal repositori hukum di Indonesia dan melakukan sejumlah evaluasi
terhadap sistem dan kebijakan mengenai repository di Perpustakaan Nasional RI. Metodologi
penelitian ini adalah melakukan evaluasi repositori hukum di 34 kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah yang berperingkat “Baik” berdasarkan pemeringkatan e-government
Indonesia (PeGI) oleh Kementerian komunikasi dan Informasi RI dengan melakukan uji
terhadap komponen human computer interaction, uji interoperabilitas dan uji manajemen
repositori institusi portal layanan hukum serta melakukan sejumlah kajian internal melalui studi
pustaka,wawancara dan analisis kebijakan pelaksanaan UU Deposit. Temuan dari penelitian
adalah aspek human computer interaction masih belum baku dan belum mengikuti standar

internasional demikian pula pada aspek interoperabilitas belum mengikuti standar metadata
repositori institusi, pada aspek manajemen repositori ditemukan belum adanya efektifitas dalam
mengolah konten informasi, dari segi kebijakan pelaksaan UU Deposit belum adanya kebijakan
khusus yang mengatur terbitan pemerintah dalam bentuk digital. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah portal e-government layanan terbitan hukum belum terstruktur dan belum fleksibel dalam
temu kembali dan belum terintegrasi baik dari segi teknis maupun kebijakan.
Keywords : E-government services, Government Publications, Indonesia Deposit Act, Laws and
Regulation Reference Services.

                                                             
1
2

 Naskah disampaikan pada Konfrensi Perpustakaan Digital Indonesia ke‐7 di Banda Aceh 10‐13 Nopember 2014 
 Perencana Pertama Pada Biro Hukum dan Perencanaan Perpustakaan Nasional RI 

I.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara demokrasi terbesar di dunia. Salah satu

konsekuensi dari Negara demokrasi adalah penyediaan akses terhadap informasi kepada
masyarakat sebagai bagian dari kebebasan memperoleh informasi. Dengan jumlah penduduk
mencapai lebih dari 200 juta pada tahun 2010 pemerintah Indonesia mulai memikirkan akses
informasi kepada masyarakat dengan mengeluarkan UU kebebasan informasi di tahun 2008.
Efek dari Undang-Undang ini adalah lembaga pemerintah diwajibkan untuk membuat tim
pengelola informasi dan dokumentasi. Namun pembentukan tim tersebut dirasa kurang cukup
untuk itu perlu ada suatu sistem yang bisa bekerja secara 24 jam dalam sehari secara penuh. Pada
saat ini Indonesia tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara
fundamental, dari sistem kepemerintahan yang otoriter dan setralistik menuju ke sistem
kepemerintahan yang demokratis, dan menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah
otonom. Perubahan yang tengah terjadi tersebut menuntut terbentuknya kepemerintahan yang
bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Sistem manajemen
pemerintah yang selama ini merupakan sistem hierarki kewenangan dan komando sektoral yang
mengerucut dan panjang, harus dikembangkan menjadi sistem manajemen organisasi jaringan
yang dapat memperpendek lini pengambilan keputusan serta memperluas rentang kendali.
Pemerintah RI harus mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yang berbeda namun
berkaitan erat, yaitu :
a. Masyarakat menuntut pelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas di
seluruh wilayah Indonesia, dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah dijangkau
secara interaktif;

b. Masyarakat menginginkan agar aspirasi mereka didengar, sehingga pemerintah harus
memfasilitasi partisipasi dan dialog publik di dalam perumusan kebijakan negara.
Untuk mengembangkan sistem manajemen dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi, maka pemerintah dan pemerintah daerah otonom harus segera melaksanakan
proses transformasi menuju e-government. Melalui pengembangan e-government, dilakukan
penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dan pemerintah daerah
otonom dengan cara:
- Mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi
sekat-sekat organisasi dan birokrasi;
- Membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansiinstansi pemerintah bekerja secara terpadu, untuk menyederhanakan akses ke semua
informasi dan layanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah.
Salah satu objek layanan e-government yang menjadi kewajiban setiap pemerintah adalah
penyediaan terbitan bidang hukum dan peraturan mengandung informasi hukum memiliki fitur
khusus karena sifatnya, yang mempunyai tujuan yang berbeda dan kebutuhan intrinsik, biasanya
diwakili oleh undang-undang, kasus, doktrin dan interpretasi undang-undang dan kasus
(Perugnelli, 2005). Terbitan hukum dalam perspektif pemrintah RI adalah semua terbitan bidang
hukum yang diterbitkan di Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri tentang Indonesia.
Jenis dokumen hukum di Indonesia terdiri atas Undang-undang dasar 1945, ketetapan MPR,
Undang-undang (UU), peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (PERPU),
peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (Perpres) dan, peraturan-peraturan pelaksanaan

lainnya (Kepmen, Permen, Perda, dsb). Jenis terbitan bidang hukum luar negeri meliputi

Undang-undang, ketetapan pemerintah, traktat, keputusan pengadilan atau badan-badan arbritasi,
produk hukum suatu negara, keputusan atau ketetapan-ketetapan organ-organ/lembaga
internasional. (J.G Starke, 2006).
Sebagai lembaga negara yang diamanatkan UU Deposit Perpustakaan Nasional RI perlu
membuat terobosan melalui pendekatan e-government dengan sistem yang sesuai standar
repositori institusi dalam melaksanakan UU Deposit. Maka dari itu masalah utama yang dikaji
dalam penelitian ini adalah apakah Perpustakaan Nasional RI layak membentuk portal egovernment pusat referensi hukum nasional sebagai implementasi UU deposit?. untuk itu
penelitian ini mencoba menjawab dengan melakukan evaluasi eksternal dan internal sebagai
bahan masukan kepada Perpustakaan Nasional RI dalam melakukan implementasi UU deposit
pada lembaga pemerintah khususnya terbitan hukum nasional.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Egovernment
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan konsep baru yang
disebut e-government. World Bank memberikan definisi untuk istilah e-government yaitu
penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan pemerintahan untuk mewujudkan hubungan
dengan warga negara, pelaku bisnis dan lembaga-lembaga pemerintahan yang lain. Sedangkan
konsep yang diusung oleh EZ Govt memberikan pengertian e-government adalah
penyederhanaan praktek pemerintahan dengan mempergunakan teknologi informasi dan

komunikasi, pengertian tersebut dibagi lagi menjadi dua pembidangan, yaitu :
• Online sevices: adalah bagaimana pemerintah menjalankan fungsinya ke luar baik itu
masyarakat maupun kepada pelaku bisnis. Tetapi yang terpenting di sini adalah
pemerintah menawarkan pelayanan yang lebih sederhana dan mudah kepada pihak
yang terkait.
• Government operations: adalah kegiatan yang dilakukan dalam internal pemerintah,
lebih khusus lagi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pegawai pemerintah seperti
electronic procurement, manajemen dokumen berbasiskan web, formulir elektronik
dan hal-hal lain yang dapat disederhanakan dengan penggunaan internet.
Defenisi di atas, salah satu tugas e-government adalah menyebarluaskan informasi sebagai
wujud dari usaha untuk menciptakan kepastian mengenai apa yang dilakukan pemerintah.
Indonesia sebagai negara besar secara geografis dan demografis serta menganut konsep
desentralisasi kekuasaan yang membagi pemerintahan di tingkat pusat dan di tingkat daerah
yang berfungsi melayani kepentingan setiap warga negaranya.
Berbagai definisi e-government dikeluarkan oleh berbagai lembaga dan institusi
pemerintahan. Salah satu pernyataan yang cukup baik untuk mendefinisikan e-government
dikeluarkan oleh World Bank (2001): E-government refers to the use by government agencies of
information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that
have the (1) ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of
government. These technologies can serve a variety of different ends: (2) better delivery of

government services to citizens, improved interactions with business and industry, (3) citizen
empowerment through access to information, or more (4) efficient government management.
The resulting benefits can be less corruption, increased transparency, greater convenience,
revenue growth, and/or cost reductions.

Keempat poin di atas memerlukan kajian teoritis tentang tata pemerintahan. Sementara
itu hasil yang diharapkan dari e-government dinyatakan dalam kalimat terakhir, "The resulting
benefits…", diartikan "Keuntungan yang didapat adalah menjadi berkurangnya korupsi,
meningkatkan transparansi, kemudahan yang semakin bertambah, peningkatan pendapatan,
mengurangi biaya". Sementara itu, terkait dengan administrasi publik, Perserikatan BangsaBangsa (PBB) mendefinisikan e-government sebagai: memanfaatkan internet dan world-wideweb untuk mengirimkan informasi dan layanan pemerintahan kepada masyarakat (UN-DPEPA
2002). Dari definisi tersebut terlihat bahwa e- government terkait tidak hanya masalah informasi
pemerintahan saja tetapi juga berkaitan dengan tata pemerintahan yang berhubungan dengan
layanan kepada masyarakat.
B. E-government Dan Repositori Digital
Sistem Repositori dalam konteks e-government merupakan suatu peningkatan dari
data/information repository, adalah sumber data yang mengandung interpretasi dari layanan
online dalam terminologi data dan informasi (disesuaikan dengan kejadian nyata dan proses
pemerintahan yang sesuai), sementara service creation environment (SCE) adalah framework
(koleksi dari modul-modul) yang berfungsi sebagai front end dari SR (Wimmer, 2001). Bentukbentuk front-office pengembangan e-government terdiri atas :
1. Model kematangan untuk layanan online, yaitu model informasi tentang layanan, akses

terhadap database lembaga serta transaksi informasi antar lembaga.
2. layanan harus bergantung pada pemahaman tentang kebutuhan pengguna lebih matang
tidak selalu yang terbaik, yang paling efektif adalah layanan mulus,layanan online
adalah bagian dari strategi saluran, integrasi saluran mengikuti transformasi keseluruhan
proses)
3. e-government sebagai alat untuk keterlibatan warga daftar email, forum diskusi,
konsultasi portal pemerintah, secara online sistem mediasi untuk mendukung
pembahasan tentang masalah kebijakan dan layanan
Sistem Repositori merupakan model front end pertama yang berfungsi sebagai model
yang menyediakan informasi layanan yang menyediakan akses terhadap database dokumen dan
manajemen sumber program dalam pengembangan sistem informasi. Sistem ini endukung area
bisnis yang lebih luas: komunikasi kelompok, pengambilan keputusan strategis, dan perbaikan
proses (Visaggio, 1994; Berlin dkk, 1993).
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam penerapan e-government di bidang
repositori library research center pada tahun 2007 memberikan penjelasan mengenai komponen
tersebut. Komponen pertama adalah human computer interaction yang baik, hal ini didukung
oleh penerapan ISO 8777 tentang Information and Documentation – command for interface text
searching. sementara itu untuk komponen kedua adalah standar antarmuka yang menyangkut
sistem temu kembali informasi suatu repositori sebagaimana yang dijelaskan dalam serta
komponen. Komponen kedua adalah komponen interoperabilitas yang merupakan komponen

komunikasi data sehingga repositori mampu melakukan pertukaran data untuk itusuatu metadata
dan protokol dalam suatu pusat data. komponen ketiga berkaitan dengan manajemen konten/isi
dari sistem repositori yang terdiri atas feedback content, manajemen dokumen informasi digital

serta promosi content sebagaimana dijelaskan dalam ISO 16363 – Audit and certification of
trustworthy digital repositories.
• Human Computer Interaction
Human computer Interaction (HCI) bertujuan mengembangkan hubungan yang baik
antara manusia dan mesin serta membantu meningkatkan efisiensi tugas yang melibatkan
mereka. HCI adalah bidang interdisipliner menerima sumbangan dari ilmu komputer, psikologi,
sosiologi dan antropologi, desain industri, pendidikan, bisnis dan manajemen. Penelitian HCI
mencakup tiga bidang utama : investigasi berkaitan dengan pengguna sebagai manusia
(misalnya, karakteristik manusia , perbedaan individu dan perilaku sosial), masalah yang
berkaitan dengan interface, dan pengembangan perangkat interaksi yang baru. Namun saat ini isu
utama HCI adalah (1) pengembangan kemampuan manusia untuk menggunakan mesin , (2)
merancang dan membangun antarmuka, (3) optimalisasi pelaksanaan tugas oleh manusia dan
mesin, (4) kegunaan interface itu sendiri, (5) komunikasi yang lebih baik antara manusia dan
mesin.
User interface (UI) merupakan salah satu komponen HCI yang mengatur hubungan antar
muka antara computer dengan manusia yang memiliki peranan besar pada produk berteknologi

canggih dewasa ini. UI didefinisikan sebagai penghubung antara antara sistem dan pengguna di
mana mereka sating bertukar informasi. Sehingga, UI bisa dianggap sebagai sebuah representasi
dari hubungan manusia dan mesin. Untuk mencapai sebuah desain UI yang baik maka perancang
harus mencari banyak informasi mengenai colon pengguna UI tersebut dalam pendekatan UserCentred Design. UI bukan hanya muncul sebagai sebuah tampilan pada produk atau software
tapi lebih diwujudkan sebagai sebuah tanda dalam konsep semiotika, layaknya sebuah tanda
dalam bahasa verbal. Penggabungan pemikiran tersebut memang dimungkinkan dalam hai
praktis namun secara konsep jauh berbeda. Beberapa prinsip dasar seperti desain yang sederhana
menjadi dasar pemikiran desain UI (Junianto, 2004). Pengembangan lanjut ISO 8777 tentang
information and documentation command for interactive text searching mengatur mengenai
tampilan dalam prosedur pencarian yang menentukan temu kembali informasi harus mencakup :
- Boolean operator
Boolean operator adalah suatu tipe data yang hanya memiliki nilai true (benar) dan false
(salah). Boolean operator sangat diperlukan dalam sebagai ekspresi yang menghasilkan
suatu pencarian data. Operator untuk boolean ada beberapa yaitu:
o OR akan menghasilkan true jika salah satu operandnya bernilai true
o AND akan menghasilkan true jika kedua operandnya bernilai true
o XOR akan menghasilkan true jika operandnya memiliki nilai boolean yang
berbeda
o NOT akan menghasilkan nilai boolean kebalikan dari nilai yang diberikan
Boolean operator digunakan untuk mencari kata dengan kata kunci sembarang yang

menggabungkan antara kata kunci satu dengan kata kunci lainnya dalam melakukan
pencarian. Pencarian dengan menggunakan boolean operator menggunakan bahasa
alamiah sehingga memudahkan pengguna sistem dalam mencari informasi.
- Kosa kata terkendali
Kosakata terkendali merupakan kata atau istilah yang dipilih untuk mewakili suatu
informasi sehingga dapat mudah ditemukan kembali (Hasugian, 2006). Kosakata
terkendali diperlukan sebagai acuan dasar dalam menentukan titik temu kembali

informasi selain melalui query. Library of congress membagi beberapa jenis kosa kata
terkendali yang pertama adalah subject authority salah satu subject authority adalah
tesaurus, tesaurus merupakan sebuah buku sinonim (dua kata atau lebih yang memiliki
arti yang sama). Tesaurus sering termasuk karya terkait yang memiliki hal yang hampir
sama atau sub ordinasi dari subjek teertentu. Sebagai contoh Hukum pidana maka sub
ordinasinya adalah Hukum Pidana Syariah serta ordinasinya adalah Hukum Pidana dan
subjek ini mempunyai relasi dengan Hukum Pidana Umum (Sulistyo-basuki, 1993).


Interoperability
Komponen ini merupakan komponen terhadap interoperabilitas antar repositori digital.
interoperabilitas lebih banyak diaplikasikan pada sebuah arsitektur repositori digital

menghasilkan tantangan untuk membuat suatu kerangka-kerja (framework) umum terhadap akses
informasi dan integrasi di antara repositori digital. Salah satu usaha untuk melakukan
interoperabilitas adalah menggunakan standar yang sama, diantaranya adalah pemilihan standar
metadata dan protokol.
National Research Council USA tentang Government Data Center banyak membahas
tentang komponen metadata dan protokol dalam suatu pusat data pemerintahan National
Research Council USA memberikan beberapa rekomendasi mengenai metadata dan protokol
yang standar untuk interoperabilitas dimana salah satu yang rekomendasikan adalah MARC dan
Dublincore.
Metadata adalah data terstruktur tentang data. Ada berbagai definisi yang lebih rinci,
antara lain dari American Library Association dalam Pendit (2007) sebagai berikut: Metadata
are structured, encoded data that describe characteristics of information bearing entitites to aid
in the identification, discovery, assessment and management of the described entities. Definisi
ini menunjukkan bahwa metadata adalah data yang memiliki ciri sebagai berikut :
1. Terstruktur;
2. Ditandai dengan kode agar dapat diproses dengan computer;
3. Mendeskripsikan ciri-ciri satuan-satuan pembawa informasi;
4. Membantu identifikasi, penemuan, penilaian, dan pengolahan satuan pembawa
informasi tersebut.
Munculnya dokumen digital, dan proliferasi (perluasan) informasi di internet dan www,
semakin memperbesar rasa urgensi untuk membuat standar atau skema metadata (metadata
scheme) yang tidak saja cocok untuk description dan discovery sumber-sumber digital (digital
resources), tetapi juga untuk keperluan lain seperti pengelolaan, pelestarian, dan penilaian.
Komunitas yang sibuk merancang format atau skema metadata punya latar belakang dan profesi
yang berbeda-beda, mencakup berbagai disiplin ilmu, dan melibatkan praktisi dari berbagai
bidang seperti penerbit, perancang dan produsen media interaktif dan perangkat lunak, ahli
teknologi informasi. Jadi tidak terbatas pada lingkungan perpustakaan, kearsipan, dan museum.
Ada tiga level atau tingkatan interoperabilitas yaitu compatibility, De Facto Standard,
dan Interoperability. Compatibility atau kompatibilitas dimana merupakan level terendah dari
interoperabilitas menekankan sebuah sistem atau perangkat kompatibel ataudapat disesuaikan
dengan perangkat atau sistem yang lain. Jadi intinya bahwakedua sistem yang berbeda itu dapat
‘disatukan’ dalam satu buah ‘sistem’ walaupun masing-masing tetap mempunyai fungsi yang
berbeda. Sedangkan De Facto Standard berarti bahwa beberapa sistem atau perangkat dapat
berhubungan satu buah sistem dengan standar sistem atau aplikasi tertentu. Pada tingkat

interoperabiltas setiap sistem dan atau perangkat yang berbeda akan dapat saling berhubungan,
berkomunikasi dan bertukar informasi satu dengan lainnya dengan menggunakan sebuah aplikasi
standar sebagai penghubung (Surachman, 2011).
Sementara itu Miller dalam Pendit (2008) mengatakan bahwa interoperabilitas berkaitan
langsung dengan penggunaan standar dan mengandung aspek-aspek seperti:
• Technical interoperability, yakni merupakan standar komunikasi,
pemindahan, penyimpanan dan penyajian data digital.
• Semantic interoperability, yakni merupakan standar penggunaan
istilah dalam pengindeksan dan temu kembali.
• Political/human interoperability, yakni merupakan keputusan untuk
berbagi bersama dan bekerjasama.
• Intercommunity interoperability, yakni merupakan kesepakatan untuk berhimpun
antar institusi dan beragam disiplin ilmu.
• Legal interoperability, yakni terkait peraturan dan perundangan tentang akses ke
koleksi digital, termasuk soal hak intelektual
• International interoperability, yakni terkait standar yang memungkinkan
kerjasama internasional.
Uraian tinjauan teori di atas memberikan gambaran mengenai jenis komponen
interoperabilitas repositori terbitan bidang hukum nasional diharapkan bisa berada pada level
interopreability pada aspek technichal interoperability dengan memilili aspek teknis yang sama
yaitu metadata dan protokol serta semantic interoperability yaitu standar penggunaan istilan
dalam pengindeksan dan temu kembali.


Manajemen Repositori
Manajemen repositori merupakan suatu cara dalam mengelola suatu pusat penyimpanan
data (Alfano, 2007). Ada beberapa aspek dalam manajemen yaitu aspek manajemen administrasi
sistem, aspek manajemen pengumpulan data, dan aspek manajemen diseminasi data. Aspek
manajemen adminsitrasi sistem idealnya harus mempunyai karakteristik
• Penyimpanan data yang terdistribusi dari lokasi tunggal;
• Akses kontrol atas pasokan data terpusat;
• Adanya prosedur pemeriksaan dan pengolahan data sesuai dengan kriteria
standar;
• Adanya layanan dukungan data sehingga data bisa diolah kembali.
• Adanya informasi pengambilan dan penggunaan data.
• Adanya akses feedback pengguna terhadap repositori (De Robbio, 2014)
Sementara itu aspek manajemen diseminasi data menyangkut menjelaskan bahwa sistem
manajemen konten repositori berkaitan erat dengan dengan diseminasi konten digital serta
manajemen dokumen digital. Salah satu aspek yang penting dalam repositori digital adalah
diseminasi dokumen atau metode menyebarkan informasi yang merupakan unsur penting
repositori. diseminasi informasi berfungsi menyebarkan informasi agar pengguna aktual maupun
potensial mengetahui lebih banyak tentang produk yang bersangkutan melalui metadata terkait
(Han Yan 2004).
Diseminasi informasi juga berkaitan erat dengan tata cara atau presedur dalam
menyediakan lebih dari satu sumber ketersediaan dan distribusi informasi secara proaktif.

Diseminasi informasi saat ini lebih pada penyediaan informasi ke dalam berbagai bentuk antara
lain dalam bentuk CD-ROM, penyimpanan informasi yang memiliki akses ke surat elektronik,
layanan faksimili, serta dalam bentuk digital. Tantangan dari diseminasi informasi adalah
bagaimana menciptakan aturan dalam hal akses data serta keamanan data tersebut serta masalah
hal yang berkaitan dengan hukum atau legalitas dari informasi tersebut (ISO 16363, 2007).
Diseminasi informasi repositori berkaitan erat dengan sistem pertukaran data melalui
informasi deskriptif dapat mencakup lebih dari deskripsi narasi yang tidak asing bagi pengguna
seperti hal nya katalog perpustakaan. Pemberian informasi yang jelas dapat membantu pengguna
potensial dalam menilai kelayakan dan kemudahan penggunaan dari suatu informasi. Repositori
merupakan wadah yang sangat bervariasi dalam ukuran dan benda-benda yang lebih besar
sehingga kadang tidak cocok untuk men-download melalui koneksi jaringan, sehingga terkadang
informasi yang ada pada suatu repositori tidak sampai pada pengguna secara optimal sehingga
diperlukan software khusus bagi pengguna yang memungkinkan informasi untuk digunakan. Hal
seperti itu akan merpotkan pengguna karena mungkin mereka harus membayar untuk
mendapatkan materi hanya untuk menemukan bahwa mereka tidak memiliki alat untuk
menggunakannya.
Untuk menanggulangi hal tersebut repositori bisa mengatasi dengan memberikan
informasi dalam bentuk atau format yang bisa digunakan oleh umum sehingga memudahkan bagi
para penggunanya. Sebagai contoh, sebuah repositori yang menyimpan hanya file PDF atau
format lain yang memungkinkan untuk bisa langsung digunakan pengguna.
C. Repositori Hukum Dan Peraturan Di Indonesia
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) yang pertama kali dikemukakan
dalam Seminar Hukum Nasional ke III di Surabaya pada tahun 1974. Seminar berpendapat
bahwa keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum yang baik merupakan syarat mutlak
untuk membina hukum di Indonesia.Namun pada waktu itu baik dokumentasi maupun
perpustakaan hukum di Indonesia masih dalam keadaan lemah dan kurang mendapat perhatian.
Oleh karena itu seminar merekomendasikan perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional untuk
mulai menyusun suatu Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) Hukum, dan agar
dapat secepatnya berfungsi.
Merespon hasil rekomendasi seminar tersebut, Badan Pembinaan Hukum Nasional
berupaya memprakarsai lokakarya-lokakarya di Jakarta (tahun 1975), di Malang (tahun 1977),
dan di Pontianak (tahun 1977). Agenda pokok dalam setiap lokakarya tersebut membahas ke
arah terwujudnya Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum serta menentukan
program-program kegiatan yang dapat mendukung terwujudnya dan terlaksananya pemikiran
yang dicetuskan tahun 1974 dimaksud.
Dalam sebuah Lokakarya di Jakarta tahun 1978 Badan Pembinaan Hukum Nasional
disepakati sebagai Pusat Jaringan berskala nasional. Dan sementara itu Biro-biro Hukum
Departemen, LPND, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara (saat ini tidak ada lagi sebutan Lembaga
Tertinggi), Pemerintah Daerah Tingkat I (berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
yang kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
sebutan tersebut menjadi Pemerintah Provinsi) menjadi Anggota-nya. Pelaksanaan kegiatan
JDIH yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah waktu itu hanya didasarkan atas
kesepakatan belaka, belum ada landasan hukum yang mengikatnya. Sejak itu instansi yang

merasa telah siap mulai melakukan gerakan untuk maju, struktur organisasi yang memungkinkan
untuk berkoordinasi dibentuk, perencanaan program kegiatan disusun, sarana fisik seperti
gedung atau ruangan diwujudkan, koleksi peraturan mulai dikumpulkan, sumber daya manusia
dilatih dan dididik mengenai dokumentasi dan informasi hukum, pelayanan informasi hukum
dilakukan, serta anggaran untuk pelaksanaan semua kegiatan dimaksud diperjuangkan. Para
pakar di bidang ini kemudian meletakkan landasan dasar kerja JDIH yang dibingkai dalam aspek
Organisasi dan Metoda, Personalia dan Diklat, Koleksi, Teknis, Sarana dan Prasarana, serta
Mekanisme dan Otomasi.
Pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum secara konvensional (manual) sudah
tidak memadai lagi sehingga dibutuhkan cara atau metoda alternatif yang memungkinkan
pelayanan dokumentasi dan informasi hukum lebih mudah, cepat, dan lengkap.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan peluang bagi kita
untuk dapat mendukung penyelenggaraan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum
Nasional yang diinginkan tadi.
Seiring dengan perkembangan TIK seperti diuraikan di atas, muncul gagasan
untuk memanfaatkan secara maksimal perkembangan teknologi dan informasi dalam
pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang tersebar di berbagai instansi baik instansi
pusat maupun daerah di seluruh Indonesia, yang kita kenal dengan Jaringan Dokumentasi dan
Informasi Hukum Nasional (JDIHN). JDIHN ini adalah forum kerjasama untuk mengelola
dokumentasi dan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah, dan cepat yang tersebar
di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya. Dengan JDIHN ini diharapkan
pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum dapat dilaksanakan secara terpadu dan
terintegrasi. Keberadaan JDIHN sekarang ini telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 33
Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional.
Sampai saat ini, database peraturan perundang-undangan yang ada pada setiap anggota
JDIHN (instansi pusat maupun daerah) masih belum terintegrasi dengan database peraturan
perundang-undangan yang dikelola di dalam website BPHN (website Pusat JDIHN). Dengan
demikian, database peraturan perundang- undangan masih tersebar di berbagai instansi
pemerintah maupun non- pemerintah (baik pusat maupun daerah) yang notabene merupakan
anggota JDIHN, yang sampai saat ini berjumlah 760. Keadaan tersebut mengakibatkan
pengelolaan dan pemanfaatan dokumentasi dan informasi hukum belum terlaksana
secara efektif dan efisien. Hal tersebut misalnya beberapa anggota JDIHN mengelola dan
menyimpan dokumen sejenis yang mengakibatkan pemborosan sumber daya. Sebaliknya,
dilihat dari sisi pencari informasi, pengelolaan yang tidak terintegrasi
mengakibatkan
penelusuran informasi hukum menjadi tidak efektif karena pencari informasi harus membuka
beberapa website anggota jaringan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
BPHN mempunyai pengalaman dalam melakukan integrasi database anggota JDIHN,
yaitu melalui situs Sumatera Online. Situs yang dikelola oleh PT Telkom ini memberikan
layanan penyimpanan database peraturan perundang- undangan yang berasal dari anggota
JDIHN di Pulau Sumatera. Semua data yang berasal dari anggota JDIHN di Sumatera tersimpan
dalam server PT. Telkom, dan setiap anggota JDIHN secara berkala menginput data yang
dimiliki ke dalam server PT. Telkom tersebut. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik
karena banyak anggota tidak mengirimkan datanya. Kurangnya dukungan dari anggota JDIHN
mungkin disebabkan karena tidak ada rasa memiliki (sense of belonging) terhadap situs tersebut.
III. METODOLOGI

Metode penelitian ini adalah menggunakan metode analisis internal dan eksternal.
Metode ini merupakan metode analisis SWOT dengan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian
yang bertujuan untuk memberikan gambaran dari variabel penelitian. Pada penelitian ini Analisis
internal dilakukan dengan melakukan wawancara melalui pertanyaan yang diajukan dalam
penelitian ini meliputi mengenai aspek hukum pengelolaan terbitan hukum, dan aspek teknis
lainnya seperti kesiapan sistem teknologi informasi dan tinjauan pustaka terhadap kebijakan
mengenai pengelolaan terbitan hukum di Indonesia yang dilaksanakan oleh Perpustakaan
Nasional RI dalam hal ini direktorat pusat deposit.
Analisis eksternal dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap sampel penelitian.
Sampel pada penelitian ini adalah repositori hukum yaitu SJDIH kementerian, lembaga
pemerintah non kementerian, propinsi dan kabupaten/kota, hal ini dilakukan karena SJDIH
memegang peranan penting karena berperan sebagai kontributor koleksi terbitan hukum di
indonesia. Sampel diambil berdasarkan pada pemeringkatan e-government Indonesia (PeGI)
yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI tahun 2013 yang berperingkat
baik. Hasil PeGI tersebut diperoleh sampel sebanyak 34 sampel sebagaimana dijelaskan pada
tabel 1 dibawah :
Tabel 1. Tabel jumlah sampel repositori terbitan hukum nasional
No.

Lembaga Pemerintah
  

Keterangan
E-gov predikat Baik PeGI
SJDIH
dan mempunyai SJDIH
tidak aktif
12
0

Jumlah

Kementerian
12
Lembaga Pemerintah Non
2
14
4
10
Kementerian
3
Propinsi
7
3
4
4
Kabupaten/Kota
9
1
8
Jumlah
42
8
34
Survei dilaksanakan pada dengan melibatkan 10 responden dengan latar belakang praktisi
perpustakaan hukum, praktisi komputer dan masyarakat umum, perbedaan pada latar belakang
responden perlu dilakukan agar penilaian tetap objektif terhadap sampel. Penambahan jumlah
penguji lebih dari sepuluh tidak memberikan kontribusi lebih banyak dalam mengevaluasi suatu
repositori bahkan lima orang penguji sudah cukup untuk melakukan penilaian terhadap suatu
sistem (Nielsen, 2000).
Penelitian ini mengambil 3 (tiga) variabel penelitian yang merupakan komponen
repositori berdasarkan rekomendasi Center For Research Libraries yang dikeluarkan pada tahun
2007, komponen tersebut terdiri atas :
• komponen Human Computer Interaction, komponen interoperabilitas dan komponen
manajemen repositori untuk menginvestigasi sistem. Pengujian HCI merupakan skenario
yang menilai interface tentang temu kembali informasi pada skenario ini responden
diberikan sejumlah tugas yaitu melakukan pencarian terbitan bidang hukum dengan
dengan cara meramban, mencari terbitan bidang hukum dengan cara simple search,
1





mencari terbitan bidang hukum dengan pencarian kompleks serta mencari terbitan bidang
hukum melalui indeks, tajuk subjek, dan titik temu lainnya.
Pengujian komponen interoperabilitas dilakukan dengan menguji metadata yang
digunakan apakah memungkinkan melakukan interoperabilitas metadata berdasarkan dari
National Research Council USA tentang Government Data Center. Terdapat 2 (dua)
tugas yaitu mencari metadata terstruktur yaitu MARC21 atau Dublin Core.
Pengujian komponen manajemen repositori dilakukan melalui informasi statistik koleksi,
kemudahan pengunduh file, penggunaan file yang telah di unduh apakah bisa langsung
bisa digunakan, apakah portal menyediakan link ke informasi terkait ? dan apakah
pengguna bisa melakukan feedback dengan melalukan request informasi yang dibutuhkan
?.

IV. PEMBAHASAN
A. Evaluasi Internal
Evaluasi internal yang dilakukan Perpustakaan Nasional RI adalah dengan melakukan
aspek hukum dengan melihat kelayakan hukum pembuatan egovernment pusat referensi hukum
nasional. Selain itu dilakukan evaluasi internal secara teknis mulai dari repositori yang ada,
kebijakan pengadaan koleksi, serta aspek teknis lainnya.
• Kelayakan hukum
Kelayakan hukum adalah kelayakan yang berkaitan dengan legalitas atau kekuatan hukum
yang menguatkan bahwa sistem informasi yang diusulkan tidak melanggar hukum yang
berlaku, baik hukum yang ditetapkan oleh pemerintah maupun hukum yang ditetapkan
berdasarkan peraturan-peraturan organisasi. Selain itu kelayakan hukum juga melihat apakah
prosedur yang dilaksanakan tidak melanggaran undang-undang.
Saat ini di Indonesia ada dua lembaga yang berkepentingan mengumpulkan produk terbitan
hukum yaitu BPHN melalui Perpres No.  33 tahun 2012 tentang SJDIH (Sistem jaringan
dokumentasi Informasi Hukum) dan Perpustakaan Nasional RI melalui UU No.4 Tahun 1990
tentang Wajib Simpan Karya Cetak Dan Karya Rekam. Namun terdapat perbedaan yang
cukup mendasar dalam tugas pokok dan fungsi UU ini SJDIH hanya mengatur tentang
terbitan hukum di Indonesia sementara UU Deposit mengatur seluruh terbitan yang terbit di
Indonesia baik di dalam maupun luar negri tentang Indonesia. Hal ini berarti bahwa cakupan
ruang lingkup UU Deposit lebih luas daripada SJDIH.
Isu utama dalam aspek kelayakan hukum adalah masalah aturan pengumpulan koleksi dalam
bentuk digital karena sampai saat ini belum adanya aturan khusus untuk melakukan
pengumpulan dokumen dalam bentuk digital. Isu ini merupakan isu yang penting karena
terkait erat dengan diseminasi data konten digital serta manajemen dokumen digital. Salah
satu aspek yang penting dalam repositori digital adalah diseminasi dokumen atau metode
menyebarkan informasi yang merupakan unsur penting repositori. diseminasi informasi
berfungsi menyebarkan informasi agar pengguna aktual maupun potensial mengetahui lebih
banyak tentang produk yang bersangkutan melalui metadata terkait (Chen, 2006).

• Aspek sistem informasi
Saat ini Perpustakaan Nasional RI telah mengembangkan sebuah repositori perpustakaan
yang bernama INLIS (Integrated Library System) yang merupakan sebuah sistem berbasis
teknologi informasi yang didesain dan dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan tugas
subtantif dan administratif perpustakaan, khususnya di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Perpustakaan Nasional sebelum mengembangkan INLIS telah menerapkan
otomasi perpustakaan dengan menggunakan Virtua yaitu aplikasi sistem informasi
perpustakaan versi web dari The Virginia Tech Library System (VTLS), sebuah perangkat
lunak perpustakaan produk Amerika Serikat untuk mendukung pekerjaan pengkatalogan dan
penelusuran informasi. Fasilitas Virtua yang dioperasikan di Perpustakaan Nasional RI saat
itu terbatas pada modul pengkatalogan (cataloging) dan OPAC (Online Public Access
Catalog). Virtua merupakan sistem perpustakaan dengan basisdata Oracle 8i, yang sudah
memenuhi standar INDOMARC (INDOnesianformat for MAchine Readable Catalog) dan
MARC (Machine Readable Catalog) pada umumnya.
Dinamika perkembangan bisnis proses perpustakaan berubah sedemikian rupa sehingga
Perpustakaan Nasional RI merasa Virtua tidak dapat lagi mengakomodir seluruh proses
bisnis yang terjadi. Perpustakaan Nasional RI juga merasa perlu adanya suatu sistem
informasi terpadu sebagai pendukung seluruh proses manajerial dilingkungan perpustakaan.
INLIS pada awalnya dirancang dan dikembangkan khusus untukkepentingan pembangunan
pangkalan data Katalog Induk Nasional (Union Catalog) yang lengkap yang dapat diakses
melalui internet secara cepat dan mudah oleh pengguna perpustakaan di manapun. Penerapan
teknologi informasi perpustakaan di Indonesia yang masih sangat heterogen dan melihat
bahwa INLIS sendiri dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan berbagai tugas di
perpustakaan, maka INLIS dikembangkan menjadi sebuah sistem perpustakaan yang lebih
komprehensif dan terpadu. INLIS sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk mengelola
berbagai basisdata bibliografis dan mengorganisasikan jaringan kerja sama antarperpustakaan,
maka penerapan format standar dalam struktur data bibliografisnya merupakan syarat mutlak.
Oleh karenanya, fasilitas pengembangan basisdata bibliografis yang disediakan dalam INLIS
dikembangkan dengan mengacu kepada INDOMARC. INDOMARC sendiri diadopsi dari
USMARC (United State Machine Readable Catalog) dan MARC21, standar pengkatalogan
terbacakan mesin yang digunakan dalam lingkup internasional. Penerapan MARC akan sangat
mendukung upaya Perpustakaan Nasional dalam membangun berbagai basis data nasional
(national databases) khususnya dalam bidang hukum untuk kepentingan seluruh perpustakaan
yang ada di Indonesia maupun di luar negeri (Nurhadisaputra, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap INLIS di tahun 2011 yang dilakukan oleh
Nurhadisaputra, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode blackbox yaitu metode
black box yang dilakukan dengan memberikan masukkan terhadap sistem dan melihat
keluaran yang dihasilkan repositori dalah hal ini menggunakan 28 responden. Hasil penelitian
tersebut mengungkapkan aplikasi INLIS pada bagian usability yang mempunyai subkarakteristik understandibility, operabilitas dan attractiveness didapatkan hasil persentase

rata-rata paling tinggi yaitu sebanyak 42.88% responden menilai INLIS tidak baik dalam hal
understandibility atau kemudahan sebuah aplikasi untuk dipahami, sebanyak 45% responden
menilai INLIS tidak baik dalam hal operabilitas atau kemudahan INLIS untuk dioperasikan,
dan sebanyak 43.8% responden menilai INLIS tidak baik pula dalam hal attractiveness atau
daya tarik sebuah aplikasi. Selain itu INLIS bukanlah sebuah aplikasi perpustakaan yang
mudah untuk dipelajari dan dioperasikan, butuh pendidikan khusus bagi pegawai untuk bisa
bekerja dengan INLIS.
B. Evaluasi Eksternal
Evaluasi eksternal dilakukan survey terhadap sistem repositori terbitan hukum terhadap 3
(tiga) komponen repositori yaitu komponen Human Computer Interaction, komponen
interoperabilitas, serta komponen manajemen repositori. Hal ini dilakukan untukmelihat
kesiapan kontributor terbitan hukum di Indonesia. Hasil dari survey tersebut adalah sebagai
berikut :
• Survey Komponen Human Computer Interaction.
Hasil dari survey komponen Human Computer interaction adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Uji Skenario Komponen Human Computer Interaction.
Ketersediaan
No.
Indikator
Ada
Tidak
1 Fasilitas Simple Search
83%
17%
2 Fasilitas Advance Search
38%
62%
3 Fasilitas kosa-kata terkendali
4%
96%
Rata-rata
54%
46%
Berdasarkan tabel di atas, data rata-rata sebaran ketersediaan komponen HCI
menunjukkan bahwa hampir semua repositori hukum pada lembaga pemerintah menyediakan
fasilitas browsing untuk pencarian terbitan hukum di Indonesia. Sementara itu ketersediaan
fasilitas yang paling rendah adalah ketersediaan fasilitas melakukan pencarian menggunakan
kosa kata terkendali, hal ini menyulitkan pengguna sistem dalam mencari informasi yang
tepat. Pencarian dengan bahasa alamiah tentu lebih sulit karena banyaknya sinonim, akronim,
serta terjemahan bahasa asing dalam bidang hukum. Kosakata terkendali merupakan unsur
yang sangat penting bagi subjek-subjek khusus karena kata atau istilah yang digunakan
dipakai untuk mewakili suatu informasi sehingga dapat mudah ditemukan kembali (Hasugian,
2006).


Survey Komponen Interoperabilitas
Hasil yang diperoleh dalam skenario uji skenario komponen interoperabilitas sebagai berikut :
Tabel 2. Ketersediaan metadata pada repositori lembaga pemerintah
Ketersediaan
No.
Indikator
Ada
Tidak
1 Terdapat Metadata
31%
69%
2 Jenis metadata
3%
97%

terstruktur
Rata-rata

17%

83%

Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir semua repositori menggunakan metadata
namun metadata yang digunakan tidak standar, metadata yang digunakan adalah metadata
berdasarkan Peraturan Menkumham No.2 Tahun 2013 tentang standardisasi pengelolaan
dokumen hukum. Hal ini menyulitkan repositori untuk melakukan interoperabilitas
antarlembaga karena belum di dukung oleh protokol pertukaran data yang standar. Masalah
yang sebenarnya dalam hal interoperabiltas pada repsoitori terbitan hukum di lembaga
pemerintah adalah masalah pada dimensi teknis dan dimensi sosial, dimensi teknik
memfokuskan bagaimana dari sisi teknologi interoperabilitas dikelola dan dikembangkan,
sedangkan dimensi sosial menekankan bagaimana kerjasakam atau kehendak untuk
bekerjasama antar pengelola perpustakaan digital dilakukan. Terkait dengan jaringan
repositori institusi di Indonesia kedua dimensi di atas sepertinya masih menjadi masalah bagi
keberlangsungan dan pengembangan jaringan repositori institusi (Wibowo, 2011)


Hasil Survey komponen manajemen repositori
Hasil yang diperoleh dalam pengujian skenario ini adalah:
Tabel 3. Uji skenario komponen manajemen repositori
Ketersediaan
No.
Indikator
Ada
Tidak
1
Ketersediaan Statistik
29%
71%
2
Mengunduh file
96%
4%
3
Pengggunakan file
94%
6%
4
Link ke informasi terkait
10%
90%
Ketersediaan (CRM) Customer
5
66%
34%
Relationship Manager
Rata-rata
59%
41%
Berdasarkan data tabel di atas, rata-rata ketersediaan komponen manajemen repositori
menunjukkan bahwa hampir semua repositori hukum pada lembaga pemerintah menyediakan
fasilitas pengunduhan file terbitan bidang hukum demikian pula dalam penggunaan file
tersebut bisa langsung digunakan oleh pengguna. Sementara itu ketersediaan fasilitas statistik
yang digunakan sebagai masukan bagi pengelola dalam melakukan analisa terhadap
keterpakaian terbitan hukum masih begitu kurang diperhatikan hal yang sama juga terjadi
pada penyediaan fasilitas ke informasi terbitan hukum yang berfungsi sebagai masukan
pertimbangan pengguna memilih informasi yang sesuai apa yang dicari. Penggunaan sistem
hirarki pada hasil pencarian menjadi hal yang sangat penting dikarenakan berjenjangnya
sistem hukum di Indonesia.

Berdasarkan hasil dari evaluasi eksternal terhadap sistem repositori hukum yang ada pada
kementerian/lembaga, propinsi, kabupaten kota terdapat sejumlah masalah sebagaimana
dijabarkan pada tabel 7 di bawah.

No.

Komponen

Tabel 7. Kesimpulan evaluasi eksternal
Sistem Saat ini

1.

Human Computer
Interaction

Kaku dalam pencarian informasi terbitan hukum, hanya
mengandalkan metode meramban informasi satu persatu dan
pencarian dengan simple search

2.

Interoperabilitas

Belum mengadopsi metadata terstruktur sehingga data tidak bisa
dipertukarkan untuk kemutakhiran informasi di bidang terbitan
hukum nasional. Selain belum didukung oleh didukung dengan
interoperabilitas pada level kebijakan sehingga kebijakan yang
diambil untuk repositori belum seragam.

3.

Manajemen
repositori

Manajemen repositori tidak efisien, karena :

Kepuasan Pengguna
terhadap repositori

Kepuasan pengguna terhadap repositori belum baik karena sistem
yang dibangun tidak mudah digunakan pada dimensi usability
dan interaksi layanan.

4.

• Tidak adanya informasi mengenai statistik koleksi yang
digunakan baik dibaca dan unduh.
• Tidak adanya link mengenai informasi informasi terbitan
hukum terkait dalam setiap pencarian informasi.

V. KESIMPULAN
Hasil evaluasi internal terlihat bahwa Perpustakaan Nasional RI secara aspek legalitas
cukup layak membuat repositori terbitan hukum karena amanat UU deposit. Namun dari segi
aspek legalitas lain Perpustakaan Nasional RI perlu melakukan amandemen terhadap UU
Deposit khususnya mengenai terbitan dalam bentuk digital. Sementara itu dari segi aplikasi
teknis Perpustakaan Nasional RI perlu melakukan perbaikan pada repositori khususnya pada
interoperabilitas dan usability.
Sementara itu Hasil analisis secara eksternal bahwa portal e-government bidang repositori
terbitan hukum di Indonesia belum mendukung untuk menjadikannya sebagai sumber pengadaan
koleksi portal e-government terbitan hukum di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan sejumlah
langkah ke depan yaitu mengadopsi standar repositori institusi dari segi human computer
interaction agar pencarian dan temu kembali informasi efisien, mengadopsi standar metadata
untuk repositori institusi agar tingkat interoperabilitas data bibliografis terbitan hukum bisa
berjalan, serta mengadopsi standar manajemen repositori agar diseminasi informasi terbitan
hukum di Indonesia bisa berjalan efisien.
Berdasarkan hasil evaluasi eksternal dan internal dapat ditarik kesimpulan bahwa
Perpustakaan Nasional RI layak untuk membuat sebuah portal repositori hukum nasional.
Namun ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI antara lain

berkoordinasi dengan BPHN karena lembaga ini juga mempunyai dasar hukum yang kuat dalam
melaksanakan pengumpulan seluruh terbitan hukum di Indonesia untuk itu perlu adanya
kerjasama koordinasi antara Perpustakaan Nasional dengan BPHN sebagai pengelola SJDIH dan
Perpustakaan Nasional sebagai pengemban amanat UU Deposit. Hal ini perlu karena ini adalah
salah satu bentuk interoperabilitas dalam hal non teknis yaitu interoperabilitas dalam hal
kebijakan antara Perpustakaan Nasional RI dengan pemangku kepentingan tegaknya hukum di
Indonesia. Selain itu Perpustakaan Nasional RI perlu merevisi UU Deposit dengan memasukan
masalah terbitan dalam bentuk digital sebagai isu utamanya agar koleksi digital di Indonesia bisa
diselamatkan oleh Perpustakaan Nasional melalui UU Deposit.
DAFTAR PUSTAKA.
Avison D, Guy Fitzgerald. 2006. Information Systems Development: Methodologies, Techniques
& Tools. Fourth Edition. Singapore: McGraw-Hill Education (UK)
Hartman, Cathy Nelson; Condrey, Coby. 2004. TRAIL: From Government Information Locator
Service to Electronic Depository Program for Texas State Publications.Documents to the
People. Vo.32 I.2 P.22-27 Dapat diakses pada
http://search.proquest.com/docview/216500157?accountid=25704 [akses pada tanggal 14 juli
2012]
Center For Research Libraries. 2007. Thrustworthy repositories Audit & Certification: Checklist
And Criteria. Chichago: OCLC
Chen, Y. N., Chen, H. M., Huang, W., & Ching, R. K, .2006. E-government Strategies in
Developed and Developing Countries: An Implementation Framework and Case
Study.Journal of Global Information Management (JGIM), 1(14), 23-46.
doi:10.4018/jgim.200601010
De Robbio, Antonella and Subirats-Coll, Imma.2014.E-LIS: Unique Model for Subject Specific
Open Access Repository. Informatics Studies. vol. 1, n. 1, pp. 8-29
[DPR RI] Dewan Perwakilan Rakyat RI. 2013. Program Legislasi Nasional. Jakarta: Setjen DPR
RI.
Junianto, Aloysius Baskoro. 2004.Jurnal Desain 2D3D. User Interface Design, A Representation
Inside Technology. Vol. 1 No.1 January 2004
Hasugian, Jonner. 2006. Penggunaan Bahasa Alamiah dan Kosa Kata Terkendali dalam Sistem
Temu Balik Informasi Berbasis Teks. Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.2,
No.2, Desember 2006
International Standar Organization.1993. ISO 8777 tentang information and documentation
command for interactive text searching Switserland : ISO Secretariat.
International Standar Organization.2007. ISO 16363 tentang Audit and certification of
thrustworthy digital repositories. Switserland : ISO Secretariat.
Jaeger, P. T., & Bertot, J. C. (2009). E-government education in public libraries: New service
roles and expanding social responsibilities. Journal of Education for Library and Information
Science, 50(1), 39-49.
Starke, J.G. 2006. Pengantar hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Kasianovic; Condrey, Coby. 2003. TRAIL: From Government Information Locator Service to
Electronic Depository Program for Texas State Publications.Documents to the People. Vo.32

I.2 P.22-27 Dapat diakses pada
http://search.proquest.com/docview/216500157?accountid=25704 [akses pada tanggal 14 juli
2012]
[Kemenhuk-HAM] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2012. Perpres No.33 Tahun
2012 tentang SJDIH. Dapat diakses pada http://www.menpan.go.id/daftar-kelembagaan-2
akses pada tanggal [1 April 2013]
[KemenPAN-RB] Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi. 2013.
Daftar Kelembagaan di Republik Indonesia . Dapat diakses pada
http://www.menpan.go.id/daftar-kelembagaan-2 akses pada tanggal [1 April 2013]’
Lankhorst, M. M., & Bayens, G. I. (2009). A Service-Oriented Reference Architecture for Egovernment. In P. Saha (Ed.), Advances in Government Enterprise Architecture (pp. 30-55).
Hershey, PA: . doi:10.4018/978-1-60566-068-4.ch002
Mirchandani, D. A., Johnson Jr, J.,H., & Joshi, K. (2008). Perspectives of citizens towards egovernment in Thailand and Indonesia: A multigroup analysis. Information Systems
Frontiers, 10(4), 483-497. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10796-008-9102-7
Nielsen J. 2000. Why you only need to test with 5 user. [http://www.nngroup.com/articles/whyyou-only-need-to-test-with-5-users/] Diakses tanggal: 12 September 2013.
Nurhadisaputra. 2011. Evaluasi Kualitas Aplikasi Integrated Library Information System
(INLIS) Bagi Pelaksanaan Tugas Kepustakawanan Di

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

ANALISIS KOMUNIKASI, KOMPENSASI FINANSIAL DAN NON FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA BADAN PUSAT STATISTIK JEMBER

0 48 17

STUDI PENJADWALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) PADA PROYEK PEMBANGUNAN PUSAT PERDAGANGAN CIREBON RAYA (PPCR) CIREBON – JAWA BARAT

34 235 1

PERUBAHAN KARAKTERISTIK DINAMIK PORTAL BERTINGKAT DENGAN VARIASI DIMENSI KOLOM

5 111 2

STUDI PERENCANAAN PILAR PORTAL DAN PONDASI BORE PILE PADA FLY OVER KEJAPANAN PROYEK RELOKASI TOL PORONG – GEMPOL

7 107 12

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN PEMBENTUKAN CITRA POSITIF RUMAH SAKIT Studi pada Keluarga Pasien Rawat Jalan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang Pelayanan Poliklinik

2 56 65

Pengaruh Persepsi Kemudahan dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E Filling (Survei Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kpp Pratama Soreang)

12 68 1

PENGARUH ARUS PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA PENGELASAN BIMETAL (STAINLESS STEEL A 240 Type 304 DAN CARBON STEEL A 516 Grade 70) DENGAN ELEKTRODA E 309-16

10 133 86

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58