BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tata Kelola Sarana dan Prasarana dalam Pencapaian Target Akreditasi Sekolah pada Gugus Mina Kencana UPTD Pendidikan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Akreditasi Sekolah

  Upaya peningkatan mutu pendidikan nasional secara bertahap ke arah yang diharapkan sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan strategi dan sekaligus membangun sistem pengendalian mutu pendidikan melalui empat program yang terintegrasi, yaitu standarisasi, evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Standarisasi pendidikan haruslah dimaknai sebagai upaya penyamaan arah pendidikan secara nasional yang memiliki keleluasaan dan sekaligus keluwesan dalam implementasinya. Standar pendidikan harus dijadikan acuan oleh pengelola pendidikan, yang menjadi pendorong tumbuhnya inisiatif dan kreativitas dalam mencapai standar yang ditetapkan.

  Menurut Zahra Chairani (2004) akreditasi sekolah mempunyai pengertian sebagai proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja lembaga atau suatu program pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas publik, alat regulasi diri (self regulation) sehingga suatu sekolah mengenal kekuatan dan kelemahan serta terus menerus meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Pengertian ini memberikan makna bahwa akreditasi merupakan suatu pengakuan terhadap standar kelayakan suatu sekolah berdasarkan aturan yang baku. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa akreditasi merupakan alat regulasi diri (self-regulation) agar sekolah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses akreditasi adalah penilaian dan mutu suatu sekolah secara kelanjutan. Akreditasi dalam makna hasil menyatakan bahwa suatu sekolah telah memenuhi standar kelayakan pendidikan yang telah ditentukan.

  Hal tersebut dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB XVI Pasal 60 tentang akreditasi yang berbunyi:

  

1. Akreditasi dilakukan untuk menentukan

kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

  

2. Akreditasi terhadap program dan satuan

pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

3. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.

  

4. Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

  Akreditasi sekolah juga didasarkan pada Keputusan Menteri Pendidikan Nomor 087/U/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Akreditasi Sekolah dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 039/0/2003 tentang Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASN). BASN merupakan satu-satunya badan akreditasi yang ditunjuk dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk mengakreditasi sekolah.

  Untuk sekolah sebagai institusi, hasil akreditasi memiliki makna yang penting, karena dapat digunakan sebagai: (1) acuan dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan rencana pengembangan sekolah, (2) umpan balik pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program sekolah, (3) pendorong motivasi untuk sekolah agar terus meningkatkan mutu sekolahnya secara bertahap, terencana, dan kompetitif di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional, bahkan Regional dan Internasional, (4) Bahan informasi bagi sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tatanan dan pendanaan.

  Mengingat yang diakreditasi adalah sekolah yang merupakan sisitem dari berbagai komponen dan saling terkait dalam pencapaian komponen sekolah, maka sesuai Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/V/2002 tanggal 14 Juni 2004 tentang Akreditasi Sekolah, komponen sekolah yang menjadi bahan penilaian adalah yang dikembangkan dari kualitas sekolah yaitu kurikulum dan proses belajar mengajar, manajemen sekolah, organisasi/kelembagaan sekolah, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat dan lingkungan/kultur sekolah. Setiap komponen terdiri atas berbagai aspek dan indikator. Kurikulum dan proses belajar mengajar

  13 terdiri 40 Indikator Utama (IU) dan 15 indikator tambahan (IT). Administrasi/manajemen sekolah terdiri dari 15 IU dan 15 IT, organisasi/kelembagaan sekolah 5

  IU dan 5 IT, sarana dan prasarana 10 IU dan 5 IT, peserta didik 10 IU dan 5 IT, peran serta masyarakat 10

  IU dan 5 IT, pembiayaan 5 IU dan 5 IT, lingkungan/kultur sekolah 10 IU dan 5 IT. Jika dijumlahkan, maka terdiri atas 115 IU dan 70 IT.

  Semua indikator tersebut merupakan butir dari instrumen evaluasi diri yang harus dijawab sekolah untuk menunjukkan bahwa sekolah mengajukan permohonan pada BAS propinsi untuk SMA, dan BAS Kabupaten/Kota untuk Sekolah Dasar. Untuk sekolah yang belum siap, berdasarkan self evaluation mereka memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kekuatan yang dimiliki.

  

2.2 Evaluasi Akreditasi Berdasarkan Standar

Nasional Pendidikan

  Dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan, setiap sekolah/ madrasah diharapkan dapat mengembangkan pendidikannya secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Standar Nasional Pendidikan harus dijadikan acuan guna memetakan secara utuh profil kualitas sekolah/madrasah. Oleh karena itu, komponen instrumen akreditasi yang disusun didasarkan pada delapan Standar Nasional Pendidikan. Delapan komponen akreditasi sekolah/madrasah tersebut adalah :

2.2.1 Standar Isi

   Standar isi adalah ruang lingkup materi dan

  tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

  Dalam kerangka dasar dijelaskan prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dengan penjelasan tersebut, maka kurikulum yang dikembangkan dijamin bermutu dan dalam pelaksanaanya dijamin bermutu. Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar.

  Dalam

  Oxfor Advance Learner’s Dictionari

  dikemukakan bahwa implementasi adalah ”put

  something into effec

  ” (penerapan sesuatu yang

  15 memberikan efek atau dampak). Berdasarkan defenisi Implementasi tersebut, secara umum Implementasi kurikulum khususnya muatan standar isi dapat kita tarik sebuah pengertian yakni suatu proses penerapan suatu ide, konsep, dan kebijakan dalam suatu aktivitas pembelajaran ataupun aktivitas aktivas yang dianggap baru sehingga dapat membantu sekelompok orang atau anak didik untuk berinteraksi antara fasilitator sebagai pengembang kurikulum ataupun mutan standar isi dalam menguasi kompetensi ataupun perubahan perubahan baru bagi setiap orang yang harapkan berubah, sebagai bagian dari sebuah interaksi dengan lingkungannya (Hadianas, 2010)

2.2.2 Standar Proses

  Standar proses adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah / Madrasah).

  Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.

  Menurut Arsana (2012) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa Standar Proses Pendidikan (SPP) merupakan jantungnya dalam sistem pendidikan. Bagaimanapun bagus dan idealnya standar kompetensi lulusan serta lengkapnya standar isi, namun tanpa diimplementasikan ke dalam proses pendidikan, semuanya akan kurang berarti.

  2.2.3 Standar Kompetensi Kelulusan

  Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP Nomor 19 Tahun 2005).

  2.2.4 Standar Pendidik dan Kependidikan

  Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) nasional ditentukan untuk mejaga kualitas pendidikan atau output hasil pendidikan. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi dan unggul serta dengan ketrampilan yang up to date hanya dapat dihasilkan dari para pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang baik akan sangat ditentukan bagaimana tenaga pendidikan yang baik juga.

  Menurut Hazairin (2011), Upaya untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik dan kependidikan akan terlaksana dengan baik apabila mengimplementasikan beberapa langkah strategis, yaitu : (1) evaluasi diri (self assessment), perumusan visi, misi,

  17 dan tujuan, (3) perencanaan, (4) pelaksanaan, (5) evaluasi, dan (6) pelaporan.

  Menurut Mulyana (2010 : 104) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

  1) Kompetensi pedagogik 2) Kompetensi kepribadian; 3) Kompetensi profesional 4) Kompetensi sosial

  Keempat kriteria tersebut biasanya didapat dan dikembangkan ketika menjadi calon guru dengan menempuh pendidikan di perguruan tinggi khususnya jurusan kependidikan. Perlu adanya kesadaran dan keseriusan dari guru untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya. Karena kian hari tantangan dan perubahan zaman membuat proses pendidikan juga harus berubah.

2.2.5 Standar Sarana dan Prasarana

  Sarana Prasarana pendidikan sebagai salah satu penunjang keberhasilan pendidikan, yang mengacu pada Standar sarana dan prasarana yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri, seringkali menjadi kendala dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, (Djamarah, dkk 2000). Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah adanya penyediaan sarana yang belum memadai atau lengkap.

  Permasalahan sarana dan prasarana sangat penting untuk ditangani lebih serius, karena sangat berpengaruh dalam kelancaran proses belajar mengajar, karena disamping menjadi lebih nyaman, juga sekaligus menjadi media pembelajaran dengan peralatan yang harus disesuaikan termasuk penyediaan fasilitas yang mutlak harus dipenuhi, yang tentunya kesemuanya itu harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu dan pengetahuan.. Seringkali dalam pemenuhan sarana dan prasana ditentukan oleh pihak sekolah bersama komite sekolah berdasar pada keinginan dan kebutuhan sekolah masing-masing semata, (Margono: 2005).

  Bagi beberapa sekolah yang telah memenuhi sarana dan prasarananya akan meningkatkannya agar lebih baik lagi, hal ini adalah wajar sebagai upaya untuk meningkatkan kwalitas proses belajar mengajar yang pada tujuannnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Adapun permasalahan yang sering timbul adalah tidak terkendalinya rencara yang diprogramkan oleh pihak sekolah dengan harapan untuk memenuhi keinginan secara maksimal yang seringkali kurang effektif karena tidak langsung dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa di sekolah yang bersangkutan, hal ini bisa terjadi karena tidak adanya standarisasi yang diharuskan untuk dipenuhinya (Azhari, Akyas, 2004).

  Bagaimanapun juga peningkatan kualitas sekolah memang bukan hal yang mudah, terutama jika alokasi anggaran pendidikan di suatu daerah belum memungkinkan untuk mencapai angka ideal. Oleh karena itulah, berbagai alternatif kebijakan yang bersifat

  19 efektif efisien namun mengena seperti peningkatan sarana/prasarana secara partisipatif yang juga mengikut sertakan kearifan lokal daerah (contoh. Program Bedah Sekolah); peningkatan pengawasan terpadu stake holder pendidikan dan pemerintahan daerah berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pendidikan.

  Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sadiman, Arief S., dkk (2007) menunjukkkan bahwa ada pengaruh positif yang signifikan antara kelengkapan sarana prasarana terhadap kinerja guru dan kepuasan siswa, sedangkan besarnya kontribusi kelengkapan sarana prasarana sebesar 6,76%, sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan secara simultan antara kelengkapan sarana prasarana, kinerja guru, dan metode pembelajaran terhadap kepuasan siswa.

2.2.6 Standar Pengelolaan

  Standar pengelolaan adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. (Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah / Madrasah)

  Dari seminar yang dilakukan oleh Syarwani (2010) tentang Akreditasi Sekolah Muara Mutu Pendidikan menyatakan bahwa jika pengelolaan sekolah dilakukan dengan baik melalui penggunaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana belajar yang didukung oleh kemampuan pimpinan, kemampuan oleh para guru, maka harapan terhadap hasil belajar yang maksimal akan terwurjud.

  2.2.7 Standar Pembiayaan

  Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

  Dalam Jurnal Penelitian Pendidikan oleh Kurniady, 2011 disebutkan bahwa Pembiayaan pendidikan berfungsi untuk memfasilitasi atau mendukung penyediaan sarana dan prasarana sekolah yang lebih baik, sehingga hasilnya mempunyai standar yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.

  2.2.8 Standar Penilaian Pendidikan

  Standar Penilaian Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik. Standar ini mengacu pada Permendiknas No. 20 tahun 2007. Penilaian pendidikan pada jejang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1) penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh pemerintah.

  Diperkuat oleh penelitian penelitian Poerwanti (2008: 1) standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta

  21 didik. Pada Peraturan Pemerintah tersebut diamanatkan tiga jenis penilaian yaitu; (1) penilaian oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil pembelajaran, (2) penilaian oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran sesuai programnya sebagai bentuk transparansi, profesional, dan akuntabel lembaga, (3) penilaian oleh pemerintah bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Penilaian oleh pemerintah, dalam pelaksanaannya diserahkan kepada BSNP. Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik, pembinaan, dan pemberian bantuan kepada pihak sekolah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

  

2.3 Tata Kelola Sarana dan Prasarana

Sekolah

  Sekolah merupakan sebuah sistem yang memiliki tujuan. Dalam rangka melaksanakan tugas-tugas yang dikelompokkan sebagai sarana dan prasarana, digunakan suatu pendekatan tertentu yang disebut tata kelola sarana dan prasarana yang merupakan proses pendayagunaan semua sumber melalui suatu tahapan proses (Sergiovanni, 1987).

  Bafadal (2004) mendefinisikan tata kelola perlengkapan sekolah sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua perlengkapan pendidikan secara efektif dan efisien.

2.3.1 Ruang Lingkup

  Sarana merupakan perlengkapan yang sifatnya dapat digunakan secara langsung. Dalam konsep dasar pengelolaan sarana prasarana pendidikan, sarana berarti perlengkapan yang mendukung dan berhubungan langsung dengan proses pembelajaran. Sementara prasarana adalah fasilitas pokok yang sifatnya mempunyai masa pakai yang cukup lama yang mana dalam konsep dasar pengelolaan sarana prasarana pendidikan, prasarana berarti fasilitas pokok yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sarana prasarana pendidikan di sini dapat digambarkan seperti sebuah ruang kelas, di dalamnya terdapat guru, siswa, papan tulis, meja, kursi, LCD/Projector, dsb. Maka kelas, meja, dan kursi di sini adalah fasilitas pokok yang disebut prasarana pendidikan yang diperlukan dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena diperlukan maka prasarana pendidikan harus ada sebelum suatu proses pembelajaran di mulai. Sementara papan tulis dan LCD/Projector, merupakan perlengkapan atau sarana pendidikan yang mendukung proses pembelajaran. Di sinilah guru dan siswa harus bekerjasama menjaga dan mengelola agar sarana prasarana dapat berfungsi dengan baik sehingga memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Sarana prasarana yang dikelola dengan baik akan memudahkan guru dalam mengajar dan juga menambah kenyamanan

  23 siswa dalam belajar. Manajemen sarana prasarana pendidikan merupakan suatu proses pengelolaan sarana prasarana di sekolah supaya berfungsi dengan baik sehingga antara guru dan siswa, keduanya dapat saling menjalankan tugasnya dengan baik pula dan tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal (Qomar, 2007:170-171).

  Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) pasal 2 BAB II, disebutkan bahwa standar sarana dan prasarana ini mencakup:

  1. Kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah, 2. Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang- ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.

  Pada standar tersebut juga disebutkan bahwa sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: (a) ruang kelas, (b) ruang perpustakaan, (c) laboratorium IPA, (d) ruang pimpinan, (e) ruang guru, (f) tempat ibadah, (g) ruang UKS, (h) jamban, (i) gudang, (j) ruang sirkulasi, dan (k) tempat bermain/berolahraga.

  Sarana prasarana merupakan fasilitas pendukung yang dapat menunjang proses kegiatan dalam organisasi apa saja termasuk di dalamnya adalah satuan pendidikan atau sekolah. Akan tetapi yang lebih penting adalah proses pengelolaan atau manajemen dari sarana prasarana itu sendiri. Proses pengelolaan tersebut dapat berpengaruh terhadap sukses tidaknya suatu proses kegiatan. “Bagi sebuah organisasi, manajemen merupakan kunci sukses, karena sangat menentukan kelancaran kinerja organisasi yang bersangkutan” (Arikunto 2008:2). Karena proses pengelolaan sarana prasarana sangat penting dan berpengaruh, maka memahami tentang konsep dasar pengelolaan sarana prasarana dengan baik akan membantu memperluas wawasan tentang bagaimana berperan dalam merencanakan, menggunakan dan mengevaluasi sarana prasarana yang ada sehingga dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk mencapai tujuan dari organisasi itu sendiri.

2.3.2 Tata Kelola Sarana dan Prasarana Sekolah

  Pada garis besarnya Tata Kelola sarana dan prasarana menurut PP No 9 Tahun 2005 meliputi 4 hal, yakni : (1) Penentuan kebutuhan, (2) proses pengadaan, (3) pemakaian, dan (4) pencatatan/inventarisasi.

  Keterangan: 1.

  Penentuan kebutuhan Menurut Arikunto (2008) penentuan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan meliputi semua barang yang diperlukan baik yang

  25 bergerak atau yang tidak bergerak. Kepala sekolah bersama staf sekolah menyusun daftar kebutuhan sarana dan prasarana serta mempersiapkan perkiraan tahunan untuk diusahakan pengadaannnya.

  Menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2007) Penyusunan daftar kebutuhan sarana dan prasarana di sekolah didasarkan pertimbangan bahwa: (1) Pengadaan kebutuhan sarana dan prasarana karena berkembangnya kebutuhan sekolah, (2) pengadaan sarana dan prasarana untuk penggantian barang-barang yang rusak, dihapuskan atau hilang, dan (3) pengadaan sarana dan prasarana untuk persediaan barang.

2. Proses pengadaan

  Ary H Gunawan (1996) mendefinisikan proses pengadaan pengadaan merupakan segala kegiatan yang dilakukan dengan cara menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

  Pengadaan sarana pendidikan ada beberapa kemungkinan yang bisa ditempuh : (a) pembelian dengan biaya pemerintah, (b) block grant, (c) bantuan dari komite sekolah, dan (d) bantuan dari masyarakat lainnya.

3. Pemakaian

  Menurut Bafadal (2004), begitu barang- barang yang telah diadakan didistribusikan kepada bagian-bagian kelas, perpustakaan, laboratorium, tata usaha atau personel sekolah berarti barang- barang tersebut sudah berada dalam tanggungjawab bagian-bagian atau personel sekolah tersebut. Atas pelimpahan itu pula pihak- pihak tersebut berhak memakainya untuk kepentingan proses pendidikan di sekolahnya. Dalam kaitan dengan pemakaian perlengkapan pendidikan itu, ada dua prinsip yang harus selalu diperhatikan yaitu prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. Dengan prinsip efektifitas berarti semua pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus digunakan semata-mata dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pendidikan sekolah, baik secara langsng maupun tidak langsung, sedangkan dengan prinsip efisisiensi berarti pemakaian semua sarana dan prasarana pendidikan di sekolah secara hemat dan dengan hati-hati sehingga semua perlengkapan yang ada tidak mudah habis, rusak atau hilang.

  Dari segi pemakaian (penggunaan) terutama sarana alat perlengkapan dapat dibedakan atas: a.

  Barang habis pakai Yaitu barang atau bahan yang digunakan di dalam pendidikan dan pembelajaran yang cepat habis pakai misalnya : kertas, kapur, alat tulis, dan lain - lain

  27 b.

  Barang tidak habis pakai Yaitu barang

  • – barang yang bisa bertahan lama dalam penggunaannya dalam pendidikan dan
  • – pembelajaran misalnya gedung, komputer dan lain lain.

  Penggunaan barang habis pakai harus secara maksimal dan dipertanggungjawabkan pada tiap triwulan sekali. Sedangkan penggunaan barang tetap dipertanggungjawabkan satu tahun sekali, maka perlu pemeliharaan dan barang

  • – barang itu disebut barang inventaris.

4. Pencatatan/inventarisasi

  Bafadal (2004) mengemukakan salah satu aktifitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh sekolah. Lazimnya, kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut dengan istilah inventarisasi perlengkapan pendidikan. Kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Secata definitive, inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang milik Negara secara sistematis, tertib dan teratur berdasarkan ketentan-ketentuan atau pedoman- pedoman yang berlaku. Melalui inventarisasi perlengkapan pendidikan diharapkan akan tercipta ketertiban administrasi barang, penghematan keuangan, mempermudah dalam pemeliharaan dan pengawasan. Lebih lanjut, inventarisasi mampu menyediakan data dan informasi untuk perencanaan.

  Barang-barang perlengkapan di sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu barang inventaris dan barang bukan inventaris. Barang inventaris adalah keseluruhan perlengkapan sekolah yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama, seperti meja, bangku, papan tulis, buku perpustakaan sekolah dan perabot-perabot lainnya. Sedangkan barang-barang bukan inventaris adalah semua barang habis pakai, seperti kapur tulis, karbon, kertas, pita mesin tulis dan barang-barang yang statusnya tidak jelas.

  Baik barang inventaris maupun barang bukan inventaris yang diterima sekolah harus dicatat di dalam buku penerimaan. Setelah itu, khusus barang-barang inventaris dicatat di dalam buku induk inventaris dan buku golongan inventaris. Sedangkan khusus barang- barang bukan inventaris dicatat di dalam buku induk bukan inventaris dan kartu (bisa berupa buku) stok barang.

  Dengan demikian, pencatatan perlengkapan pendidikan di sekolah yang tertib dan teratur dapat digambarkan sebagai berikut:

  29

Gambar 2.1 Tata Cara Pencatatan Perlengkapan Sekolah

  (Bafadal, 2004) Semua perlengkapan pendidikan di sekolah atau barang inventaris sekolah harus dilaporkan, termasuk perlengkapan baru kepada pemerintah, yaitu departemennya. Sekolah-sekolah swasta wajib melaporkannya kepada yayasannya. Laporan tersebut seringkali disebut dengan istilah laporan mutasi barang.

  Pelaporan tersebut dilakukan sekali dalam setiap triwulan. Misalnya, pada setiap bulan Juli, Oktober, Januari dan April tahun berikutnya. Biasanya di sekolah itu ada barang rutin dan barang proyek. Bilamana demikian halnya, maka pelaporannya pun harus dibedakan. Dengan demikian, ada laporan barang rutin dan laporan barang proyek

  Untuk keperluan pengurusan dan pencatatan ini disediakan instrumen administrasi berupa : (a) buku inventaris, (b) buku pembelian, (c) buku penghapusan, (d) kartu barang.

2.3.3 Standarisasi Sarana dan Prasarana Sekolah

  Standar adalah ketentuan minimal yang harus dipenuhi, ini berarti bahwa setiap satuan pendidikan atau sekolah harus dapat mencapai kualitas minimal sama dengan standar tersebut atau lebih tinggi dari standar tersebut (Matry, 2008). Hal tersebut terkait dalam Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan, Diklat Manajemen Sekolah Dasar oleh Departemen Pendidikan Nasional 2006 yang dijelaskan tentang Tujuan Standarisasi, Lingkup Standarisasi, Sasaran Standarisasi, Prosedur Standarisasi dan Standar Sarana dan Prasarana :

a. Tujuan Standarisasi

  Standarisasi sarana dan prasarana bertujuan untuk memberikan arahan teknis edukatif yang dapat dijadikan pegangan dalam penentuan dan penerapan persyaratan yang harus dipenuhi sarana dan prasarana pendidikan sehingga memenuhi fungsinya dalam menunjang proses pembelajaran. Dengan deminkian, sarana dan prasarana pendidikan diharapkan : (1) Memenuhi persyaratan dan bermutu sesuai tuntutan kurikulum yang berlaku, (2) penggunaannya dapat optimal dalam proses pembelajaran, dan (3) penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun edukatif.

  31

  b. Lingkup Standarisasi

  Lingkup standarisasi sarana dan prasarana meliputi uji kualitas terhadap semua jenis sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan dalam pembelajaran pada pendidikan sekolah dasar. Uji kualitas alat pelajaran meliputi kesesuaian dengan kurikulum dan aspek teknis edukatif. Uji kualitas media cetak meliputi segi isi/materi, bahasa, keamanan, dan grafika.

  c. Sasaran Standarisasi

  Sasaran standarisasi sarana dan prasarana meliputi : (1) Sarana pendidikan SD, meliputi: alat peraga, alat pelajaran, media pembelajaran untuk semua mata pelajaran di SD dan (2) prasarana pendidikan SD meliputi: bangunan sekolah, perabot sekolah, dan sarana tata usaha sekolah.

  d. Prosedur Standarisasi 1.

  Penentuan persyaratan Meliputi analisis kebutuhan sarana dan prasarana serta identifikasi, pengumpulan dan pengolahan data di lapangan dengan kajian terhadap peraturan terkait.

2. Penyusunan naskah standarisasi 3.

  Pengesahan standarisasi 4. Penerapan standarisasi

  Meliputi pembuatan contoh/model/maket, penilaian sarana pendidikan dan pelatihan pendayagunaan sarana pendidikan.

e. Standar Sarana dan Prasarana

  Stadarisasi Sarana dan Prasarana didasari oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan meliputi pasal 42, pasal 43, pasal 45, pasal 46 dan pasal 47. Dalam uraian pasal

  • – pasal tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Setiap satuan pendidikan termasuk Sekolah Dasar harus memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, (2) standar jumlah peralatan di sekolah yang meliputi standar jumlah buku perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal, (3) lahan Sekolah Dasar harus memenuhi standar kenyamanan, kesehatan lingkungan serta jarak tempuh minimal dengan peserta didik, dan (4) jumlah ruang kelas harus menggunakan rasio ruang kelas per peserta didik. Setiap satu ruangan kelas memiliki kapasitas yang sesuai.

  Sehubungan dengan hal di atas, maka kepala sekolah yang bekerja sama dengan pihak terkait senantiasa untuk mengaplikasikan pengelolaan sarana dan prasarana sesuai dengan standar, sehingga diharapkan terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisisen dengan dukungan sarana dan prasarana yang sesuai standar.

2.4 Manajemen Mutu

2.4.1 Manajemen Sekolah

  Menurut Danim (2008), mutu masukan pendidikan dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi

  33 baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia (kepala sekolah, guru laboran, staf tata usaha dan siswa). Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukkan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi dan deskripsi kerja. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita.

  Mutu proses pendidikan dianggap baik apabila sumber daya sekolah mampu mentranformasikan multijenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal-hal yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan dan lain-lain.

  Hasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakulikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Selain itu, mutu pendidikan juga dapat dilihat dari tertib administrasi. Salah satu bentuk tertib administrasi adalah adanya mekanisme kerja yang efektif dan efisien, baik secara vertikal maupun horizontal.

2.4.2 Manajemen Mutu Pendidikan

  Aplikasi manajemen mutu terpadu dalam dunia industri telah lama dilakukan dengan hasil yang memuaskan dalam meningkatkan mutu produksi untuk memuaskan pelanggan. Industri yang menerapkan manajemen mutu terpadu memiliki kemampuan daya saing yang tinggi dalam mengusai pasar.

  Dalam perkembangan lebih lanjut, manajemen mutu terpadu telah mulai diterapkan di dunia pendidikan oleh berbagai institusi pendidikan. Hasilnya juga mengembirakan , yaitu institusi pendidikan yang menerapkan manajemen mutu terpadu cenderung unggul dalam bersaing untuk meninggakatkan mutu pendidikan dalam memuaskan pelanggan. Namun aplikasi manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan belum memasyarakat seperti halnya di dunia industri, apalagi masyarakat awam pada umumnya belum tau banyak mengetahui tentang manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan.

  Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen yang disebut MMT (Manajemen Mutu Terpadu). Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Penerapan MMT berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.

  Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dalam bidang pendidikan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kualitas, daya saing bagi output (lulusan) dengan indikator adanya kompetensi baik intelektual maupun skill serta kompetensi sosial siswa/lulusan yang tinggi. Dalam mencapai hasil tersebut, implementasi MMT di

  35 dalam organisasi pendidikan (sekolah) perlu dilakukan dengan sebenarnya tidak dengan setengah hati. Dengan memanfaatkan semua entitas kualitas yang ada dalam organisasi maka pendidikan kita tidak akan jalan di tempat seperti saat ini. Kualitas pendidikan kita berada pada urutan 113 dari 117 negara di dunia. data ini diperoleh sesuai hasil survei tentang Human Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program (UNDP) (Hadis, 2010: 2)

2.4.3 Manajemen Mutu Sekolah

  Dalam membangun lembaga pendidikan, (Brubacher dalam Gojali, 2011) menyatakan ada dua landasan filosofi yaitu landasan epistemologis, dimana lembaga pendidikan harus berusaha untuk mengerti dunia sekelilingnya, memikirkan sedalam-dalamnya masalah yang ada di masyarakat, dimana tujuan pendidikan tidak dapat dibelokkan oleh berbagai pertimbangan dan kebijakan, tetapi harus berpegang teguh pada kebenaran. Sedangkan landasan politik adalah memikirkan kehidupan praktis untuk tujuan masa depan bangsa karena masyarakat kita begitu kompleks sehingga banyak masalah pemerintahan, industri, pertanian, perbankan, tenaga kerja, bahan baku dan sebagainya yang perlu untuk dipecahkan oleh tenaga ahli yang dicetak oleh lembaga pendidikan, dimana lulusan yang bermutu diolah dan dihasilkan oleh tenaga pendidik yang bermutu.

  Ketika melihat lembaga pendidikan dari kacamata sebuah corporate, maka lembaga pendidikan adalah suatu organisasi produksi yang menghasilkan jasa pendidikan yang dibeli oleh para konsumen. Apabila produsan tidak mampu memasarkan hasil produksinya, dalam hal ini jasa pendidikan, dikarenakan mutunya tidak dapat memuaskan konsumen, maka produksi jasa yang ditawarkan tidak laku. Artinya, lembaga pendidikan yang memproses jasa pendidikan tidak mampu memuaskan users educations sesuai dengan need pasar, bahkan lembaga pendidikan tersebut tidak akan berlaku untuk terus eksis.

  Karena tidak berwujd, konsumen biasanya melihat tanda-tanda dari sesuatu yang bisa dilihat atau dirasakan untuk bisa menilai kualitas suatu dasar pendidikan, meliputi kualitas kinerja guru, tata usaha, karyawan sekolah, saran prasarana, media pembelajaran, simbol-simbol yang digunakan sekolah dan harga yang bisa mereka bayar kepada sekolah, dengan demikian komponen lembaga pendidikan harus melakukan up date pada sisi kompetensi.

2.5 Evaluasi Diri Sekolah

  Evaluasi Diri Sekolah (EDS) di tiap sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan dilakukan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari Kepala Sekolah, guru, Komite Sekolah, orang tua peserta didik, dan pengawas. Proses EDS dapat mengikutsertakan tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat. Instrumen EDS ini khusus dirancang untuk digunakan oleh TPS dalam melakukan penilaian kinerja

  37 sekolah terhadap 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang hasilnya menjadi masukan dan dasar penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dalam upaya peningkatan kinerja sekolah. EDS sebaiknya dilaksanakan setelah anggota TPS mendapat pelatihan.

  Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang Kepala sekolah harus memiliki kompetensi- kompetensi seperti tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah: - kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Disamping itu sebagai orang yang paling bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan di satuan pendidikan dibawah tanggung jawabnnya, dia juga harus mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistim Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang mengharuskan “terbangunnya budaya mutu pendidikan

  ” serta “terpetakannya mutu pendidikan yang rinci pada satuan pendidikan”. Untuk mencapai tujuan tersebut maka para kepala sekolah/madrasah khususnya dan pemangku kepentingan pendidikan pada umumnya, mutlak perlu mengetahui secara benar konsep, maksud dan tujuan serta mampu melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) di sekolahnya. Dengan melaksanakan EDS ini maka kepala sekolah akan lebih dapat melaksanakan kompetensi manajerialnya secara menyeluruh dan bermakna yang akan membantu peningkatan kinerja sekolah

  • – khususnya dalam melihat sejauh manakah
sekolah telah mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta kekuatan dan kelemahannya sehingga sekolah dapat menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) berdasarkan keadaan dan kebutuhan nyata mereka.

  Peningkatan mutu pendidikan khususnya pada satuan pendidikan memerlukan adanya kepala sekolah yang handal, tangguh dan berkemampuan yang secara bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan di sekolah dapat memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada semua peserta didik. Kepala sekolah yang handal diharapkan dapat menjadi lokomotif dan kekuatan untuk membimbing, menjadi contoh, serta menggerakkan para pendidik dan tenaga kependidikamn dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, program penguatan kemampuan kepala sekolah perlu memasukkan pembahasan mengenai EDS, yang merupakan bagian penting dalam kompetensi manajerial, sebagai salah satu topik yang harus diketahui dan dipahami secara benar untuk selanjutnya dilaksanakan oleh para kepala sekolah.

  Materi tentang EDS ini sejauh mungkin diupayakan disusun dalam bentuk modul belajar mandiri yang dapat juga dipakai sebagai bahan belajar kelompok. Untuk dapat memperoleh manfaat maksimal, dalam memakai materi ini seyogyanya dibarengi dengan menyediakan dokumen dokumen utama tentang EDS yaitu: (1) Instrumen EDS itu sendiri; (2) Pedoman Teknis

  39 EDS; dan (3) Format Laporan EDS. Kesemuanya ini akan memberikan pengertian menyeluruh tentang apa, mengapa serta bagaimana EDS ini.

  Dalam pelaksanaan EDS di sekolah, untuk mempermudah pengisian Instrumen, mereka juga perlu menyediakan semua Peraturan Menteri tentang kedelapan SNP, Standar per standar, sebagai rujukan dan panduan dalam menentukan tingkat pencapaian sekolah dalam pelaksanaan tiap Standar. Dengan demikian maka dalam memakai Instrumen EDS dan mengisi Instrumen tersebut mereka akan sangat terbantu untuk menentukan peringkat pencapaian yang tepat pada setiap standar dengan merujuk langsung kepada Peraturan Menteri pada tiap standar sebagai dasar penentuan peringkat.

2.6 Rencana Pengembangan Sekolah

  Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) merupakan salah satu wujud dari salah satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting, yang harus dimiliki sekolah untuk dijadikan sebagai panduan dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah, baik untuk jangka panjang (20 tahun), menengah (5 tahun) maupun pendek (satu tahun).

  Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) memiliki fungsi amat penting guna memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.

  Menurut Slamet (2009), terdapat lima hal penting dalam Rencana Pengembangan Sekolah yaitu :

  1. Pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) RPS penting dimiliki untuk memberi arah dan

bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka

menuju perubahan atau tujuan sekolah yang lebih

baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko

yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian

masa depan.

  2. Arti Perencanaan Sekolah/RPS Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk

menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat,

melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan

sumberdaya yang tersedia.RPS adalah dokumen

tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan

dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan

sekolah yang telah ditetapkan.

  3. Tujuan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) RPS disusun dengan tujuan untuk: (1) menjamin

agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan

dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan

resiko yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar

pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi,

sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah,

antarsekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota,

dan antarwaktu 4.

  Sistem Perencanaan Sekolah (SPS) Sistem Perencanaan Sekolah adalah satu

kesatuan tata cara perencanaan sekolah untuk meng-

hasilkan rencana-rencana sekolah (RPS) dalam jangka

  41

  

panjang, jangka menengah, dan tahunan yang

dilaksanakan oleh unsur penyelenggara sekolah dan

masyarakat (diwakili oleh komite sekolah).

  5. Tahap-tahap Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) Mencakup: (a) Melakukan analisis lingkungan

strategis sekolah; (b) Melakukan analisis situasi untuk

mengetahui status situasi pendidikan sekolah saat ini

(IPS); (c) Memformulasikan pendidikan yang

diharapkan di masa mendatang; (d) Mencari

kesenjangan antara butir 2 & 3; (e) Menyusun rencana

strategis; (f) Menyusun rencana tahunan; (g)

Melaksanakan rencana tahunan; dan (h) Memonitor

dan mengevaluasi

  Standar Nasional Pendidikan (standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian pendidikan) merupakan substansi penting dalam sistem pengelolaan sekolah yang harus direncanakan sebaik-baiknya dan diakomodir dalam penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah.

  

2.7 Pengembangan Tata Kelola Sarana dan

Prasarana Sekolah

  Pengembangan tata kelola sarana dan prasarana pendidikan di sekolah berkaitan erat dengan aktivitas- aktivitas pengadaan, pendistribusian, penggunaan dan pemeliharaan, inventarisasi, dan penghapusan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya suatu proses dan keahlian di dalam mengelolanya. Tindakan prefentif yang tepat akan sangat berguna bagi instansi terkait (Mulyono, 2008).

  Pengembangan tata kelola sarana dan prasarana pendidikan yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun peserta didik yang berada di sekolah. Di sampih itu juga diharapkan tersedianya alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan oleh guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai peserta didik (Mulyasa, 2003). Siklus yang terdiri dari analisis rencana kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan, penghapusan dan pengawasan dijelaskan sebagai berikut:

  2.7.1 Perencanaan Kebutuhan

  Analisis kebutuhan menurut Syahril (2004:22) adalah mengidentifikasi secara tepat kebutuhan sarana prasarana pendidikan yang diperlukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyatakan sarana prasarana yang dibutuhkan.

  2.7.2 Pengadaan

  Menurut Gunawan (1996:40) pengadaan merupakan segala kegiatan untuk menyediakan semua

  43 keperluan barang, benda dan jasa bagi keperluan pelaksanaan tugas.

  2.7.3 Penyimpanan

Dokumen yang terkait

18 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian

0 0 24

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE ROLE PLAYING SISWA KELAS V SD NEGERI JUBELAN 01 KECAMATAN SUMOWONO TAHUN PELAJARAN 20162017 Laporan Tugas Akhir Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 15

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA KELAS I SD NEGERI 3 MONGGOT KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN SEMESTER II TAHUN PEMBELAJARAN 20162017

0 2 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat dan Hasil Belajar tentang Pemahaman Penjumlahan dan Pengurangan Menggunakan Model Treasure Hunt Berbantuan Media Gambar pa

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat dan Hasil Belajar tentang Pemahaman Penjumlahan dan Pengurangan Menggunakan Model Treasure Hunt Berbantuan Media Gambar pada Sis

0 0 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat dan Hasil Belajar tentang Pemahaman Penjumlahan dan Pengurangan Menggunakan Model Treasure Hunt Berbantuan Media Gambar

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat dan Hasil Belajar tentang Pemahaman Penjumlahan dan Pengurangan Menggunakan Model Treasure Hunt Berbantuan Media Gambar pada Siswa Kelas 2

0 0 35

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat dan Hasil Belajar tentang Pemahaman Penjumlahan dan Pengurangan Menggunakan Model Treasure Hunt Berbantuan Media Gambar pada Siswa Kelas 2

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat dan Hasil Belajar tentang Pemahaman Penjumlahan dan Pengurangan Menggunakan Model Treasure Hunt Berbantuan Media Gambar pada Siswa Kelas 2

0 2 132

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tata Kelola Sarana dan Prasarana dalam Pencapaian Target Akreditasi Sekolah pada Gugus Mina Kencana UPTD Pendidikan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

0 0 10