PENERAPAN PRINSIP GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DALAM PEMBINAAN PROFESIONALISME DOSEN (STUDI KASUS DI STKIP WIDYA YUWANA MADIUN) TESIS

PENERAPAN PRINSIP GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DALAM PEMBINAAN PROFESIONALISME DOSEN (STUDI KASUS DI STKIP WIDYA YUWANA MADIUN) TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan

Oleh :

AGUSTA KURNIATI S811002001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

commit to user

xv

ABSTRAK Agusta Kurniati, S811002001. Penerapan Prinsip Gravissimum Eduationis dalam

Pembinaan Profesionalisme Dosen (Studi Kasus di STKIP Widya Yuwana Madiun).

Penelitian ini termasuk dala penelitian Kualitatif dengan tujuan untuk: 1). Sejauhmana prinsip Gravissimum Educationis sudah diterapkan dalam pembinaan profesionalisme dosen, 2) Kendala apa saja yang menjadi penghambat dalam penerapan prinsip Gravissimum Educationis dalam penmbinaan profesionalisme Dosen, 3). Bagaimana Profesionalisme Dosen STKIP Widya Yuwana Madiun. Penelitian ini dilakukan di STKIP Widya Yuwana Madiun dengan melalui beberapa proses yaitu: Obserasi Lapangan, Angket kepada seluruh dosen, Interview personal dan Group Focus Disscusion.

Data yang diperoleh dengan hanya digunakan 1 trianggulasi data yaitu trianggulasi sumber yang juga disebut sebagai trianggulasi data. Dengan mengkaji pemahaman dari berbagai sumber tentang prinsip Gravissimum Educationis dan aplikasinya. Hasilnya adalah prinsip Gravissimum Educationis (Semangat Injil, Kemahiran dalam menddidik, Lulus dalam ilmu profan dan keagamaan), sudah dihidupi dalam pembinaan dosen meskipun belum secara keseluruhan karena masih ada yang baru dimulai. Banyak kendala yang dialami dalam penerepan prinsip Gravissimum Educationis dalam pembinaan profesionalisme dosen yang diantaranya adalah belum adanya evaluasi, kurangnya kesadaran diri, minimnya relasi dengan pemerintah dsb. Apabila disimpulkan, penerapan prinsip Gravissimum Educationis dalam pembinaan profesionalisme dosen STKIP Widya Yuwana Madiun sudah mencapai 75%. Alasannya adalah prinsip Gravissimum Educationis sudah menjadi Roh bagi dosen dalam pelayanannya dan sosok yang menjadi teladan bagi dosen-dosen adalah Yesus Sang Guru sejati.

Kata Kunci: Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis, Kendala penerapan prinsip Gravissimum Educationis, Profesionalisne Dosen.

commit to user

viii

3. Kinerja Dosen...............................................................

23

4. Profesionalisme Dosen .................................................

25

a. Kompetensi Dosen .................................................

26

1) Kompetensi Pedagogik .....................................

26

2) Kompetensi Profesional ...................................

27

3) Kompetensi Sosial ............................................

29

4) Kompetensi Kepribadian ..................................

31

5. Prinsip Profesionalitas ..................................................

33

6. Dosen Profesional ........................................................

34

7. Selayang Pandang Gravissimum Educationis ..............

47

a. Sejarah Singkat Gravissimum Educationis ............

47

b. Pendidik dalam Gravissimum Edicationis .............

49

1) Pendidik seorang spesialis ................................

49

2) Pendidik seorang organisatoris .........................

51

3) Pendidik Imam awam .......................................

54

4) Penanggungjawab pendidikan formal ...............

54

5) Pendidik Karakter .............................................

56

c. Prinsip Gravissimum Educationis tentang Profesionalisme Dosen ...........................................

58

1) Menjiwai semangat Injil ...................................

60

2) Disiapkan dengan sungguh-sungguh ................

64

3) Mahir dalam mendidik ......................................

65

B. Kerangka Berpikir..............................................................

66

commit to user

ix

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ..................................................................

69

B. Lokasi Penelitian................................................................

69

C. Strategi dan Bentuk Penelitian ...........................................

69

D. Sumber Data ......................................................................

70

E. Teknik Pengumpulan Data.................................................

71

F. Teknik Cuplikan ................................................................

74

G. Validitas Data ....................................................................

74

H. Teknik Analisi Data ...........................................................

75

I. Prosedur dan Jadwal Penelitian .........................................

76

BAB IV : PENERAPAN PRINSIP GRAVISSIMUM EDUCATIONIS

DALAM PEMBINAAN PROFESONALISME DOSEN

A. Deskripsi Latar ...................................................................

79

1. Nama Lembaga ............................................................

79

2. Visi dan Misi ................................................................

79

3. Sejarah Perkembangan Lembaga .................................

81

4. Kepemimpinan STKIP Widya Yuwana .......................

86

5. Dosen di STKIP Widya Yuwana .................................

87

6. Data Demografi Responden .........................................

90

B. Temuan Penelitian .............................................................

91

1. Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis ..............

91

a. Pemahaman tentang Gravissimum Educationis .....

91

b. Prinsip Gravissimum Educationis ..........................

95

commit to user

c. Pelaksanaan ............................................................

96

2. Kendala dalam Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis ...................................................................

97

3. Upaya yang Dilakukan dalam Meningkatkan Profesionalisme Dosen ................................................. 100

C. Pembahasan ....................................................................... 108

1. Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis .............. 108

2. Kendala dalam Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis ................................................................... 115

3. Upaya yang Dilakukan dalam Meningkatkan Profesionalisme Dosen ................................................. 120

4. Profesionalisme Dosen STKIP Widya Yuwana ........... 126

BAB V : PENUTUP ............................................................................... 133

A. Kesimpulan ........................................................................ 133

B. Saran .................................................................................. 138

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 140 LAMPIRAN – LAMPIRAN ............................................................................ 143

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belakangan ini wajah pendidikan di Indonesia mengalami masa-masa yang sangat memprihatinkan, baik dari segi penanggungjawab utama (pemerintah), petugas lapangan (para pendidik) maupun peserta didik. Hal semacan ini terbukti ketika beredar di media massa maupun media cetak tentang kekerasan fisik maupun mental dalam dunia pendidikan, perlakuan asusila terhadap peserta didik oleh pendidik dan bahkan dana atau perhatian dalam bentuk finansial dari pemerintah yang tersendat-sendat juga menjadi masalah yang memprihatinkan. Hal ini mempengaruhi keprofesinalitas seorang pendidik dan ini juga sudah menjadi wacana. Kekhawatiran bersama adalah nilai keprofesionalitas mulai mengalami kekaburan makna.

Di lingkungan perguruan tinggi, dosen merupakan salah satu kebutuhan utama. Ia ibarat mesin penggerak bagi segala hal yang terkait dengan aktivitas ilmiah dan akademis. Tanpa dosen, tak mungkin sebuah lembaga pendidikan disebut perguruan tinggi atau universitas. Sebab itu, di negara-negara maju, sebelum mendirikan sebuah universitas, hal yang dicari terlebih dahulu adalah dosen. Setelah para dosennya ditentukan, baru universitas didirikan, bukan sebaliknya. Demikian pentingnya dosen ini hingga tidak sedikit perguruan tinggi menjadi terkenal karena kemasyhuran para dosen yang bekerja di dalamnya. Beberapa universitas di Eropa dan Amerika juga menjadi terkenal di dunia karena

commit to user

memiliki dosen dan guru besar yang mumpuni, seperti Universitas Berlin yang memiliki dosen sekaliber Fichte dan Hegel, dan sebagainya.

Dalam posisi sebagai "jantung" perguruan tinggi, dosen sangat menentukan mutu pendidikan dan lulusan yang dilahirkan perguruan tinggi tersebut, di samping secara umum kualitas perguruan tinggi itu sendiri. Jika para dosennya bermutu tinggi, maka kualitas perguruan tinggi tersebut juga akan tinggi, demikian pula sebaliknya. Sebaik apapun program pendidikan yang dicanangkan, bila tidak didukung oleh para dosen bermutu tinggi, maka akan berakhir pada hasil yang tidak memuaskan. Hal itu karena untuk menjalankan program pendidikan yang baik diperlukan para dosen yang juga bermutu baik. Dengan memiliki dosen-dosen yang baik dan bermutu tinggi, perguruan tinggi dapat merumuskan program serta kurikulum termodern untuk menjamin lahirnya lulusan-lulusan yang berprestasi dan berkualitas istimewa.

Dosen adalah seorang pendidik profesional yang tidak lagi mengajar usia anak melainkan sudah pada tingkat yang lebih tinggi yaitu mahasiswa. Tingkat keprofesionalitas seorang dosen sangat diperhatikan karena di pendidikan tinggi akan mencetak seseorang yang benar-benar telah matang dan siap untuk berkarya mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat untuk bekerja. Menjadi seorang dosen dibutuhkan seseorang yang benar-benar disiapkan baik dari segi mental, spiritual dan intelektual. Dengan harapan menjadi seorang dosen tidak hanya sebagai profesi saja melainkan lebih kepada sebuah panggilan hidup.

commit to user

Dengan problemitika seperti ini setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mulai membenahi diri dan butuh orang-orang yang benar-benar profesional di bidangnya. Dalam undang-undang dosen dan dosen, dosen harus mempunyai kompetensi dan memiliki sertifikasi profesi pendidik. Kompetensi yang dimiliki adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasi oleh dosen dalam melaksanakan profesinya. Kompetensi profesional meliputi penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran, mengembangkan materi pembelajaran, menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan mata pelajaran. (UU Guru dan Dosen: 2005).

Dalam bidang kedosenan paradigma semula yang dianut adalah dosen sebagai mereka yang menguasai materi disiplin ilmu dan bertugas mentransfer pengetahuannya kepada mahasiswa. Pendekatan itu lazim disebut teacher centered , atau berpusat pada diri dosen. Merupakan hal yang terpenting bagi dosen dalam menjalankan tugas membelajarkan. Dengan bangkitnya kepedulian masyarakat untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan, maka timbulah paradigma baru yang berfokus pada kepentingan mahasiswa atau peserta didik (student centered). Paradigma inilah yang melahirkan faculty development, yang kemudian berkembang lagi menjadi pengembangan professional (professional deleopment = PD). Berdasarkan perubahan paradigma tersebut maka istilah “pengajaran” yang merupakan ciri pendekatan yang memusat kepada dosen, berubah menjadi “pembelajaran” yang berfokus pada kepemtingan peserta didik. Paradigma ini menekankan pada tugas pembelajaran yang berfokus pada kegiatan

commit to user

belajar mahasiswa, bukan hanya kegiatan membelajarkan dosen. Keadaan ini pula yang ikut mendorong berkembangnya bidang kajian khusus yang sekarang dikenal sebagai teknologi pembelajaran.

Dalam memasuki era pembangunan yang memberi tekanan pada pengembangan sumber daya manusia, perguruan tinggi mulai tertantang untuk mampu menghasilkan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian, keterampilan dan profesi yang sesuai dengan keperluan pembangunan disamping sesuai dengan karakteristik dan aspirasi tiap pribadi peserta didik. Tantangan ini hanya akan terjawab dengan meningkatkan kemampuan tenaga dosen maupun lembaga penyelenggara pembelajaran. Kecuali itu para pendidik termasuk dosen, diharapkan pula berperan dalam menciptakan kondisi mental dan sikap masyarakat pada umumnya untuk menerima dan bertindak secara positif dalam proses perubahan sosial dan bahkan penemuan sosial.

Menjadi dosen memerlukan pribadi yang unik. Disatu pihak dosen harus ramah, sabar, menunjukan pengertian, rendah hati, memberikan kepercayaan serta menciptakan rasa aman. Akan tetapi dilain pihak dosen harus memberikan tugas, mendorong siswa untuk mencapai tujuan, mengadakan koreksi menegur dan menilai. Dengan demikian seorang seolah-olah menjadi dua bagian. Di satu pihak bersikap empati dan di sati pihak bersikap kritis.

Seperti yang dijelaskan di atas, tugas dan peran pertama dan utama seorang dosen adalah mengajar, mendidik serta melatih peserta didik. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai hidup (afektif). Sedangkan mengajar

commit to user

berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif). Adapun melatih berarti mengembangkan keterampilan para siswa (psikomotorik). Ketiga tugas tersebut harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak dapat terpisah-pisah. Artinya bahwa sorang dosen dalam mengajar tidak dapat mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keterampilan, maupun nilai-nilai pengetahuan (Sukadi: 2006).

Dalam dokumen Gravissimum Educationis art 8 menegaskan bahwa:

Peran pendidik di sekolah sangat penting guna mendidik para peserta didik di sekolah. Oleh karena itu hendaknya guru tersebut perlu disiapkan secara matang dalam hal ilmu yang akan disampaikan dan yang paling penting adalah ikatan cinta kasih diantara dosen dan peserta didik dan dijiwai semangat merasul. Dari pernyataaan di atas yang ditekankan bahwa semangat cinta kasih dan model baru yang menjadi panutan bagi para guru khususnya pendidik Katolik adalah Yesus Kristus sang guru sejati.

Panggilan sebagai pendidik adalah tepat bagi para dosen sebagai kaum awam yang berperan di perguruan tinggi, sebagaimana dikehendaki oleh konsili suci. Bagi para bapa konsili setiap orang yang membantu pembentukan manusia utuh adalah seorang pendidik. Dosen yang adalah pendidik, memiliki tanggungjawab membentuk manusia secara utuh sesuai dengan profesi mereka (KWI: 2008).

Gereja Katolik terbuka terhadap persoalan yang dihadapi oleh para dosen di Indonesia khususnya dosen Katolik. Lewat dokumen Gravissimum Educationis ini Gereja menunjukkan kepeduliannya dalam menanggapi masalah yang dialami para dosen sekarang ini. Kepedulian tersebut diungkapkan gereja dengan

commit to user

mengirimkan kaum awam di sekolah-sekolah sebagai pendidik dan pengajar sekaligus pewarta. Konsili menyarankan bahwa menjadi seorang pendidik (dalam hal ini adalah dosen), tidak hanya mendidik mahasiswa menjadi pandai dalam segi intelektual saja melainkan sebagai manusia yang takut kepada Tuhan.

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip Gravissimum Educationis dalam pembinaan profesionalisme dosen, dampak dari pandangan Gravissimum Educationis terhadap profesionalisme dosen dan kendala dalam penerapan prinsip Gravissimum Educationis. Hal ini memberi pengertian bahwa dalam mengembangkan kinerja para dosen hendaknya dapat profesional dan memiliki kepribadian yang baik sebagai teladan dan panutan bagi yang dididik dan masyarakat secara umum. Penulis merasa bahwa ada suatu kerugian jika masalah ini tidak dibahas karena akan memperlambat perkembangan kepribadian para dosen dalam meningkatkan kinerja mereka. Namun, penulis merasa bahwa sebuah keuntungan besar jika penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik karena penulis dapat memberikan sumbangan berupa pemikiran baru tentang prinsip Gravissimum Educationis yang menjadi pedoman pada pendidikan Katolik, baik sekolah Katolik (perguruan tinggi Katolik) lebih-lebih fakultas Teologi. Hal ini tentu memiliki manfaat bagi para pendidik khususnya dosen di perguran tinggi. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis mengambil judul “PENERAPAN PRINSIP GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DALAM PEMBINAAN PROFESIONALISME DOSEN (STUDY KASUS DI STKIP WIDYA YUWANA MADIUN)”.

commit to user

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap permasalahan dalam penelitian ini agar tidak enjadi salah pengertian. Identifikasi permasalahan adalah:

1. Profesionalisme dosen masih menjadi keprihatinan

2. Gravissimum Educationis berbicara tentang profesionalisme dosen

3. Penerapan Prinsip Gravissimum Educatonis dalam Pembinaan Profesionalisme Dosen (Studi Kasus di STKIP Widya Yuwana Madiun).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang menjadi titik tolak penelitian ini dapat dirumuskansebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan prinsip Gravissimum Educationis bagi upaya pembinaan/pengembangan profesionalisme dosen?

2. Kendala apa saja yang menjadi faktor penghambat penerapan prinsip Gravissimum Educationis dan bagaimana mengatasinya?

3. Bagaimana Profesionalisme dosen?

commit to user

D. Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan bagaimana penerapan prinsip Gravissimum Educationis bagi upaya pembinaan/pengembangan profesionalisme dosen.

2. Menemukan dan menjelaskan Kendala apa saja yang menjadi faktor penghambat penerapan prinsip Gravissimum Educationis.

3. Menguraikan bagaimana Profesionalisme dosesn terkait dengan penerapan Prinsip Gravissimum Educationis.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Dari pemaparan yang telah diuraikan dalam latar belakang dan permasalahan, maka penelitian ini mempunyai manfaat penelitian secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Lembaga Pendidikan

Manfaat yang dapat peneliti temukan dari tulisan ini khususnya bagi lembaga pendidikan adalah supaya lembaga pendidikan dapat menjaring secara rapi dosen-dosen yang pantas tidak hanya sebagai dosen dalam mengajar ataupun penyalur ilmu pengetahuan tetapi dosen yang juga sebagai pendidik khususnya dalam bidang iman dan keteladanan.

commit to user

b. Bagi Para Dosen

Sedangkan bagi para dosen manfaat dari tulisan ini adalah supaya dosen-dosen maupun calon dosen dapat lebih mengahayati tugas dan panggilannya sehingga tugas mengajar tidak dipandang sebagai suatu kewajiban melainkan sebagai suatu panggilan. Hal ini akan berdampak dalam proses mengajar tidak hanya mengandalkan ilmu dan logika melainkan dilengkapi dengan keteladanan. Sehingga pendidikan menjadi suatu proses pembelajaran tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi dosen.

c. Bagi Mahasiswa

Tujuan penelitian ini bagi mahasiswa adalah mengingatkan atau menyadarkan para mahasiswa bahwa pendidikan itu tidak hanya melulu tentang proses belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan kepintaran saja melainkan pendidikan juga sebagai sarana untuk membangun kepribadian yang matang dan menjadi manusia yang sejati dalam hidup.

2. Manfaat Teoritis

a. Menambah khasanan keilmuan terutama berkenaan dengan peningkatan profesionalisme dosen

b. Menambah informasi tentang dokumen Gravissimum Educationis yang sejauh ini belum banyak yang mengetahui dan membahasnya

commit to user

c. Untuk penelitian-penelitian lanjutan yang sifatnya lebih luas dan mendalam dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan pertimbangan lebih mendalam.

commit to user

11

BAB II LANDASAN TEORI

A. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Profesi Dosen

a. Profesi

Dewasa ini sering sekali tersiar dalam masyarakat untuk menuntut profesionalisme dalam bekerja, dan ini merupakan juga salah satu dari pokok permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini. Sebenarnya istilah ini sangat sering diungkapkan dan digunakan tanpa tahu dengan jelas bagaimana konsepnya, namun hal tersebut menunjukkan refleksi dari adanya tuntutan yang semakin besar dalam lingkup masyarakat akan prose dan hasil kerja yang bermutu, penuh tanggungjawab dan bukan hanya seedar dilaksanakan.

Dikalangan profesi-profesi yang ada terdapat kesepakatan tentang pengertian profesi, yaitu profesi yang menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggungjawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Kata profesi berasal dari bahasa Yunani “pbropbaino” yang berarti menyatakan secara publik dan dalam bahasa Latin disebut “professio” yang digunakan untuk menunjukan pernytaan publik yang dibuat oleh seseorang yang bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Para politikus Romawi harus melakukan “Professio” di depan publik yang dimaksud untuk

commit to user

menetapkan bahwa kandidat bersangkutan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menduduki jabatan publik.

Profesi mengajar menurut Chandler adalah suatu jabatan yang mempunyai kekhususan bahwa profesi itu memerlukan kelengkapan mengajar atau keterampilan atau kedua-duanya yang menggambarkan bahwa seseorang itu dalam hal melaksanakan tugasnya. Sedangkan secara tradisional profesi mengandung arti prestise, kehormatan, status sosial dan otonomi lebih besar yang diberikan masyarakat kepadanya (Sagala :2009).

Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966) mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.

Menurut Hornby 1962 (Saud: 2009) secara leksikal perkataan profesi juga mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi menunjukan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas sesuatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang. Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business).

commit to user

Webster’s New World Dictionary menunjukan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembangannya) dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang; terutama kedokteran, hukum dan teknologi. Good’s Dictionary of Edcation lebih menegaskan lagi bahwa profesi itu merupakan suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi yang diatur oleh suatu kode etika tertentu (Saud: 2009).

Dalam bukunya Planning for teaching, Richey (1962:208) yang di kutip oleh Sagala, Richey mengemukakan suatu profesi memprasyaratkan para anggotanya: (1) memiliki komitmen untuk menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih daripada kepentingan dirinya sendiri; (2) menjalani suatu persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu guna mempelajari dan memperoleh pengetahuan khusus tentang konsep dan prinsip dari profesi itu, sehingga statusnya ditingkatkan; (3) selalu menambah pengetahuan jabatan agar terus bertumbuh dalam jabatan; (4) memiliki kode etik jabatan; (5) memiliki daya maupun keaktifan intelektual untuk mampu menjawab masalah-masalah yang dihadapi dalam setiap perubahan; (6) ingin selalu belajar lebih dalam mengenai suatu bidang keahlian; (7) jabatannya dipandang sebagai suatu karier hidup (a life career); dan (8) menjadi anggota dari suatu organisasi.

Ciri-ciri profesi menurut Chandler yang juga dikutip oleh Sagala adalah: (1) lebih meningkatkan layanan kemanusiaan melebihi dari

commit to user

kepentingan pribadi; (2) memasyarakat mengakui bahwa profesi itu punya status yang tinggi; (3) praktek profesi di dasarkan suatu penguasaan pengetahuan yang khusus; (4) profesi itu ditantang untuk memiliki keaktifan intelektual; dan (5) hak untuk memiliki standar kualifikasi profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi. Sedangkan ciri mengajar sebagai suatu profesi menurut Chandler adalah: (1) lebih mementingkan layanan daripada kepentingan pribadi; (2) mempunyai status yang tinggi; (3) memiliki pengetahuan yang khusus; (4) memiliki kegiatan intelektual; (5) memiliki hak untuk memperoleh standar kualifikasi profesional; dan (6) mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi.

Ciri-ciri profesi menurut More yang dikutip oleh Sagala (1970) adalah (1) seorang profesional menggunakan waktu penuh unruk menjalankan pekerjaannya; (2) ia terikat oleh suatu panggilan hidup, dan dalam hal ini ia memperlakukan pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku; (3) ia anggota organisasi profesional yang formal; (4) ia menguasai pengetahuan yang berguna dan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang amat khusus; (5) ia terkait oleh syarat-syarat kompetensi khusus; (6) ia memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali.

b. Dosen

Salah satu pendidik yang menjalankan tugasnya adalah dosen. Pada kenyataannya, dosen juga sebagai guru dan pendidik, akan tetapi karena perbedaan image yang melekat pada masing-masing pendidik ini, maka

commit to user

seolah-olah ada perbedaan yang sangat jauh antara guru dan dosen. Bagi para Guru selalu melekat imej pengabdian dan pengorbanan sehingga guru dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa sedangkan pada profesi dosen melekat image lebih elit dan memiliki status sosial yang lebih bergengsi dimasyarakat.

Dosen merupakan salah satu sumber daya manusia (SDM) di perguruan tinggi (PT) selain tenaga administratif. Sebagai tenaga kependidikan dosen merupakan unsur terbesar dari keseluruhan SDM di PT. Dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (UU 14/2005 Pasal 1 butir 2.). Peningkatan mutu dosen sebagai inti dari SDM di PT sangat diperlukan seperti yang di jelaskan dalam UU Guru dan Dosen.

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada msa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melaui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan keududukan yang sangat strategis. Pasal

39 Ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan Guru dan Dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip- prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu (Penjelasan UU Guru)

commit to user

Dalam menjalankan pekerjaan profesionalnya, dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Menjadi seorang dosen harus mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa guna mencapai tujuan PT. Pada gilirannya lulusan PT berpengaruh besar pada masa depan bangsa. Hal ini tersurat dalam persyaratan untuk menjadi dosen, menurut UU No. 2/1989 dan PP No. 30/1990, yakni : Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME Berwawasan Pancasila dan UUD 1945. Memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Mempunyai moral dan integritas yang tinggi. Memiliki rasa tanggungjawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara.

Untuk itu setiap dosen sudah seharusnyalah memiliki kemampuan dasar agar dapat digunakan dalam pelaksanaan kegiatan fungsional dengan baik. Kemampuan dasar yang dimaksud, menurut Soehendro (1996) adalah : kemampuan subyek, yakni kemampuan sebagai seorang ahli atau spesialis dalam disiplin ilmu yang ditekuni. Kemampuan kurikulum, yakni kemampuan untuk menjelaskan peran dan kedudukan mata kuliah yang diasuh. Kemampuan pedagogik, yakni kemampuan untuk proses pembelajaran mata kuliah yang menjadi tanggungjawabnya.

commit to user

Jabatan profesi seorang dosen adalah sebutan yang didapat ketika sudah mengikuti pendidikan, pelatihan keterampilan dalam waktu yang cukup lama dalam bidang keahlian tertentu. Karena melalui proses tersebut akan mempunyai kewenangan khusus dalam memberikan suatu keputusan mandiri berdasarkan kode etik asosiasi yang harus dipertanggungjawabkan sampai kapanpun. Dosen dalam melakukan tugas sebagai profesi memperoleh posisi yang sangat prestisius dan mendapat imbalan gaji atau pembayaran yang tinggi atas jasa profesinya.

Dari beberapa definisi profesi yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, dapat disimpulkan bahwa unsur yang penting dalam profesi seorang dosen adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebegai keterampilan atau keahlian khusus, yang diperlukan untuk melakukan tugas mendidik dan mengajar secara efektif dan efisien. Karena kata lain dari kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Untuk itu kompetensi profesional dosen juga dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan dosen dalam menjalankan profesi kedosenannya dengan kemampuan yang tinggi.

Kualifikasi minimal seorang dosen adalah: (1) lulusan program magister untuk program diploma dan sarjana dan (2) lulusan program doktor untuk program pascasrjana. Namun demikian seseorang yang memiliki kemampuan luar biasa dapat juga diangkat menjadi dosen. Oleh karena itu status dosen ada dua yaitu dosen tetap dan dosen tidak tetap. Untuk dosen tetap jabatannya meliputi asisten ahli, lektor, lektor kepala dan profesor. Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan

commit to user

tinggi. Syarat untuk memperoleh jabatan profesor seorang dosen harus telah menempuh pendidikan Doktor.

Selain memenuhi kualifikasi minimal, dosen juga harus memiliki sertifikasi pendidik. Persyaratan untuk memperoleh sertifikat pendidik adalah (1) memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada peruruan tinggi sekurang-kurangnya 2 tahun; (2) memiliki jabatan akademik sekurang- kurangnya asisten ahli; dan (3) lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Sebagai tenaga profesional dosen juga memiliki hak dan kewajiban (Prabowo: 2009). Adapun hak seorang dosen adalah:

1) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan restasi kerja;

3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penlitian dan pengabdian kepada masyarakat;

5) Memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;

commit to user

6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan

7) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi keilmuan.

Sedangkan kewajiban seorang dosen adalah:

1) Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada msyarakat;

2) Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta manilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

3) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;

4) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

5) Menjunjung tinggi peraturan perundang – undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai – nilai agama dan etika; dan

6) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Etika Dosen

Kata “Etika” (dari kata “ethos” Bhs. Yunani). Kata “Moral” (dari kata “mos” jamaknya “mores” Bhs. Latin). Arti kata “etika” dan “moral” pada

commit to user

asalnya sama yakni “kebiasaan atau cara hidup”. Keduanya dianggap sinonim.Dalam perkembangannya saat ini, kedua istilah tsb. memiliki kandungan makna yang berbeda. Etika lebih merupakan kajian teori tentang tingkah laku baik-buruk, sementara moral atau moralitas menunjukkan tingkah laku baik-buruk itu sendiri. (Lihat Magnis-Suseno, 1991:14).

Ada 4 Alasan mengapa Etika semakin dibutuhkan, sebagai berikut:

a. Manusia hidup dalam masyarakat yang makin pluralistis, dan dihadapkan dengan sekian banyak pandangan moral yang seringkali bertentangan. Mana yang di ikuti?

b. Manusia hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. Dalam transformasi ekonomi, intelektual dan budaya, nilai budaya tradisional ditantang semuanya. Dalam situasi ini, etika membantu agar kita tidak kehilangan orientasi.

c. Banyaknya tawaran ideologi sebagai penyelamat. Etika membantu kita sanggup menghadapi ideologi-ideologi itu dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri agar kita tidak mudah terpancing .

d. Etika dibutuhkan oleh kaum agama yang di satu pihak me-nemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercaya- an mereka, tetapi juga sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah. (Magnis-Suseno, 1991:15).

commit to user

Berkaitan dengan Etika Dosen seharusnya dibedakan antara etika dan etiket (sopan santun). Kita dapat menggunakan dua kata tersebut asal memahami makna kandungan dua kata tsb. Etika dosen adalah pedoman tingkah laku dosen dalam menjalankan tugas tri dharma perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian ke pada masyarakat.

Etika Dosen Secara Umum (menurut Peraturan UNY N0.01/PU/2000) adalah Bertaqwa kepada Tuhan YME dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945; Memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar, mempunyai moral dan integritas kepribadian yang tinggi, dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan Negara; Memiliki perilaku yang dapat diteladani, bersikap jujur, obyektif, bersemangat, bertanggung jawab, serta menghindarkan diri dari ucapan dan perilaku yang tercela; memiliki rasa semangat kebersamaan dan kekeluargaan terhadap semua sivitas akademika maupun tenaga administrasi; memiliki sikap kepemimpinan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani

Sedangkan Etika dosen dalam Pendidikan dan Pengajaran adalah sikap dosen dalam proses pendidikan dan pengajaran baik dalam suasana akademik di kampus maupun di dalam kelas. Beberapa hal yang berkaitan dengan Etika Dosen dalam Pendidikan dan Pengajaran adalah sebagai berikut:

a. Berkewajiban membimbing mahasiswa secara profesional dalam membentuk pribadi yang berbudi luhur sebagai manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

commit to user

b. Berusaha mengetahui secara maksimal informasi tentang potensi mahasiswa bimbingannya untuk memperlancar pelaksanaan proses pembelajaran.

c. Melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran dengan penuh rasa tanggung jawab dan kreativitas yang tinggi untuk menciptakan proses pembelajaran yang kondusif sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

d. Mengutamakan peningkatan mutu dan pengembangan ilmu pengetahuan,teknologi, dan seni.

e. Memelihara dan meningkatkan pembinaan kemampuan berkarya dengan semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.

f. Menghormati dan memperlakukan mahasiswa sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia dalam proses pembelajaran.

g. Bersikap resonsif dan akomodatif terhadap perkembangan ipteks.

Selanjutnya Etika dosen dalam Penelitian. Etika dosen dalam penelitian ini berkaitan dengan tugas dosen dalam melakukan penelitian. Adapun etika yang harus dipatuhi oleh seorang dosen dalam melakukan penelitian adalah:

a. Jujur, obyektif, dan memiliki komitmen yang tinggi, baik dalam melakukan penelitian, mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mempublikasikan hasil penelitiannya, maupun dalam menulis karya ilmiah.

commit to user

b. Dapat bekerja sama dan menerima saran-saran dari peneliti dan atau penulis karya ilmiah yang lain.

c. Menghargai hak cipta dan karya ipteks orang lain.

3. Kinerja Dosen

Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut : Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikanya.

Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan tentang definisi kinerja karyawan menurut Bernandin & Russell (1993:135) yang dikutip oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya yang berjudul Human Resource Management, Performansi adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.

Sedangkan Veithzal Rivai (2006:309) mengatakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat

commit to user

ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi.

Berdasarkan uraian di atas bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kinerja dosen dinilai dari hasil kerja di bidang pendidikan tinggi, bidang bimbingan, bidang penelitian, bidang pengabdian, dan bidang administrasi. Untuk menghasilkan kinerja yang tinggi, dosen harus menjalankan seluruh fungsinya dengan baik, tugas-tugas dosen dalam menjalankan profesinya adalah mendidik, membimbing, meneliti, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat. Dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi kepakaran, penggunaan teknologi pembelajaran, dan yang didukung oleh Komitmen, Motivasi, dan Kesejahteraan diharapkan dapat mendapatkan profil dosen sebagai penjamin mutu hasil belajar mahasiswa di perdosenan tinggi. Dengan diketahui profil dosen yang dapat meningkatkan kinerja, akan dapat dilakukan perencanaan dan pengembangan sumber daya dosen ke arah peningkatan kualitas lulusan dan kualitas perdosenan tinggi.

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

commit to user

4. Profesionalisme Dosen

Belakangan ini gencar-gencarnya dunia pendidikan di Indonesia mengusahakan kegiatan sertifikasi Guru dan Dosen. Hal ini dilatarbelakangi karena 5 alasan: pertama, landasan Filosofis meliputi Profesionalisme, Scholarship of Teaching dan accountubility (demand of qualty and transarancy) . Kedua, ada 2 pilar dalam pengembangan pendidikan tinggi yaitu pemerataan, relevansi dan kualitas dan kesehatan organisasi. Khusus untuk relevansi dan kualitas bertujuan untuk meningkatkan daya saing bangsa. Ketiga, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu berkaitan dengan life long learning. Keempat, pendidikan dan dosen. Ini berkaitan dengan proses pendidikan sebagai proses pembudayaan terhadap peserta didik serta peran dan tugas dosen yang terdapat dalam tridharma. Kelima, perundangan.

Adapun yang menjadi tujuan dari digencarkannya serifikasi dosen adalah memberi pengakuan dan penghargaan atas profesionalisme dosen dalam bentuk sertifikat pendidik atas dasar kualifikasi akademik serta penguasaan kompetensi yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai, oleh dosen dalam menjalankan tugasnya. Tujuan berikutnya adalah membantu pemerintah dalam penyediaan berbagai tunjangan serta masalah profesionalisme dosen. Adapun yang dimaksud

commit to user

dengan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

a. Kompetensi Dosen

Sebagai seorang pendidik dosen diharuskan memiliki kompetensi sebagai berikut:

1) Kompetensi Pedagogik

Sebagai seorang pendidik dosen memang diwajibkan untuk memiliki kompetensi yang salah satunya adalah kompetensi pedagogik. Dosen yang memiliki kompetensi pedagogik adalah dosen yang mampu menggunakan prinsip-prinsip pedagogik dalam membimbing peserta didiknya dalam hal ini yang dimaksud adalah mahasiswa.

Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh dosen meliputi:

a) Kemampuan Merancang Pembelajaran

b) Kemampuan Melaksanakan Proses Pembelajaran

c) Kemampuan Menilai Proses dan Hasil Pembelajaran

d) Kemampuan Memanfaatkan Hasil Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

commit to user

Begitu juga yang dalam menerapkan kompetensi pedagogiknya dosen juga harus memperhatikan kondisi peserta didik yang sedang dihadapinya, karena ini juga menentukan tingkat keberhasilan dosen dalam penerapan kompetensi pedagogiknya tersebut. Adapun aspek-aspek yang berkaitan dengan peserta didik yang perlu diperhatikan oleh dosen adalah:

a) Aspek Psikologi

b) Aspek Emosi

c) Aspek Perasaan

d) Aspek Afeksi

e) Aspek Memori

Pada kompetensi pedagogik dosen sangat diharapkan selalu mengetahui penemuan-penemuan dibidang psikologis, teori pendidikan, training profesional dan teknik transfer nilai.

2) Kompetensi Profesional

Selain kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh dosen dalam pengembangan kompetensinya, kompetensi profesional juga mempengaruhi dalam pembentukan keprofesionalisme profesi dosen. Kompetensi profesional berkaitan dengan penguasaan materi yang diajarkan dengan metode yang tepat untuk mengajarkannya. Cara yang bisa ditawarkan dalam

commit to user

peyampaian materi agar dapat dengan mudah ditransformasikan kepada mahasiwa adalah dengan membaca, latihan, refleksi, up to date dan dengan menggunakan alat peraga.

Dalam mengembangkan kompetensi profesionalnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran sangatlah tentu kalau dosen harus menguasai kurikulum yang ada. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Adapun beberapa hal yang berkaitan dengan kompetensi profesional adalah sebagai berikut: pertama; setiap perguruan tinggi tentunya memiliki Visi dan Misi yang idealis dan sempurna. Hal ini akan kelihatan dari kurikulum yang digunakan. Dengan maraknya sekarang pemerintah berkali mengubah kurikulum dengan tujuan agar pendidikan di Indonesia mengarah kepada pendidikan yang berkembang. Pergantian kurikulum oleh pemerintah tersebut memang patut untuk diapresiasikan karena menunjukan perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan yang akan membawa bangsa Indosenia ke arah yang lebih baik. Namun sebaliknya sebaik apapun kurikulum tersebut apabila tdak dimanfaatkan dengan benar maka tidak akan ada gunanya. Kurikulum yang baik adalah ketika dalam penerapannya peserta didiknya mengakami perubahan yang lebih baik.

commit to user

Kedua; dengan menciptakan atau mengganti kurikulum yang lama dengan baru, tetunya kurikulum yang baru akan disosialisasikan kepada setiap orang yang secara langsung terjun di dunia pendidikan baik itu pemerintah, pengurus yayasan serta guru dan dosen. Sosialisasi ini sangat penting karena apabila dosen yang sehari-harinya berhadapan dengan proses pendidikan tidak menguasai kurikulum dengan baik maka proses pendidikan tidak akan menjadi maksimal. Seorang dosen hanya bisa memanfaatkan kurikulum jika dosen tersebut menguasai kurikulum tersebut.

Ketiga; setelah dosen benar-benar menguasi kurikulum yang dipakai saat ini, maka selanjutnya dosen harus mengetahui bagaimana metode dalam menyampaikan kurikulum dengan cara yang menarik, baik dan tepat. Keempat; inti dari kesemuanya ini adalah bahwa saat ini dibutuhkan seorang dosen yang memiliki keberanian untuk menciptakan gebrakan baru yang dapat menunjang perkembangan pendidikan, kreatif dalam mengajar, bebas bertindak dan bernai keluar dari kotak kebiasaan.

Djojonegoro (1998) mengatakan profesionalisme dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh tiga fktor penting yakni: (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atau spesialisasi; (2) memiliki kemampuan memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus); dan (3) memperoleh penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap penghasilan tersebut.

commit to user

Dengan demikian, kompetensi profesional seorang dosen adalah sebagai berikut:

a) Penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam

b) Kemampuan merancang, melaksanakan, dan menyusun laporan penelitian

c) Kemampuan mengembangkan dan menyebarluaskan inovasi

d) Kemampuan merancang, melaksanakan dan menilai pengabdian kepada masyarakat.

c. Kompetensi Sosial

Selanjutnya yang kompetensi yang harus dimiliki oleh dosen adalah kompetensi sosial. Yang perlu ditekankan dalam kompetensi ini adalah meliputi kemampuan dosen dalam berkomunikasi dengan empatik, bersosial, dan dapat hidup bersama orang lain dengan penuh persaudaraan. Untuk itu dosen harus memiliki sikap toleran, mendengar, memahami, menilai dan menghadapi.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1, menyatakan “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan nilai kultural dan kemajemukan bangsa ”. Pernyataan ini menunjukan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, tidak dapat di urus dengan paradigma birokratik. Karena apabila paradigma birokratik yang dikedepankan, tentu

commit to user

ruang kreatifitas dan inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya pada satuan pendidikan sesuai semangat UUSPN 2003 tersebut tidak akan terpenuhi. Penyelenggaraan pendidikan secara demokratis khususnya dalam memberi layanan belajar kepada eserta didik mengandung dimensi sosial, oleh karena itu dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pendidik mengedepankan sentuhan sosial.