Pengertian Bansos Bansos menurut Al Qura

1. Bantuan sosial (bansos) adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah
daerah kepada individu, keluarga,
2. kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan bersifat
selektif, yang bertujuan untuk melindungi dari
3. kemungkinan terjadinya resiko sosial.
4. Pemberian bansos ini dari keuangan daerah (APBD) diperbolehkan berdasarkan PP 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan
5. Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yg tlh diubh
beberapa kali terakhir dg Permendagri 21 Tahun 2011.
6. Kedua peraturan tersebut tdk mensyaratkan calon penerima bansos sdh tercantum dlm
APBD yang telah dibahas dn ditetapkan thn sebelumnya,
7. shg kepala daerah diberi wewenang u/ menetapkn penerima n besaran bansos pd thn bjln
sesuai dg proposal yg msk dn kebijakan kepala drh.
8. Bantuan sosial tersebut menjadi salah satu jenis belanja daerah yang menyedot perhatian
banyak pihak.
9. Bukan saja masyarakat/kelompok masyarakat, Gubernur/Bupati/Walikota, dan anggota
DPRD yang berkepentingan dengan bansos,
10. aan ttp BPK, Kejaksaan, dn KPK jg menaruh perhatian yg ckp intens terhadap pemberian,
pengelolaan da pertanggungjawaban bansos tersebut.
11. Tdk ketinggalan LSM, ICW, dan media massa ikut menyorot dan mengawasi
permasalahan-permasalahan di sekitar bansos.

12. Bansos mjd ‘menarik’ kra banyak pihak yg membutuhkannya. Masy/kelompok masyt
membutuhkannya utk kepentingan sosial dn kesejahteraan.
13. Kepala Daerah dan DPRD membutuhkannya untuk memberikan perhatian dan
kesejahteraan kepada rakyat yang dipimpinnya.
14. Dengan demikian rekening bansos memiliki resiko bawaan yang cukup tinggi untuk
disalahgunakan atau diselewangkan.
15. Hal ini dpt terlihat dr permslhn2 terkait bansos baik yg mjd temuan BPK maupn yg
diblow-up di media massa dn diproses o/ APH.
16. Permasalahan-permasalahan sekitar bansos antara lain pemberian bansos tidak sesuai
dengan ketentuan
17. atau prosedur pencairan, bansos tdk diterima a/ diterima sebagian o/ yg berhak seperti
tercantum dlm proposal, dn proposal bansos fiktif

18. Di samping itu, bantuan sosial ditengarai oleh LSM, ICW, dan APH digunakan sebagai
alat ‘politik pencitraan’ oleh kepala daerah,
19. terutama kepala daerah In-cumbent yang akan mencalonkan kembali dalam ajang
pemilukada.
20. Bisa juga disalahgunakan untuk para tim sukses yang dianggap telah berjasa dalam
menggolkan kepala daerah yang sedang menjabat.
21. Dlm rangka menindaklanjuti an mengeliminir permasalahan2 tsb dn krn blm jelasnya

aturan ttg pelaks. hbh dn bantuan sosial di daerah,
22. Kemendagri mengeluarkan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.
23. Dg permendagri ini pemberian bansos hrs terencana dari awal pd tahun sebelumnya mll
pembahasan KUA dn PPA).
24. Setiap calon penerima bansos harus mengajukan permohonan kepada kepala daerah.
25. Jika disetujui, akan menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran dalam rancangan KUA
dan PPAS dan diproses lebih lanjut menjadi APBD.
26. Selanjutnya dicairkan melalui mekanisme surat keputusan kepala daerah tentang
27. penetapan nama-nama dan alamat calon penerima bansos serta besaran uang atau bentuk
barang yang akan diterima.
28. Dilihat dari prosedur penganggarannya, cukup panjang arus birokrasi yang harus dilalui
oleh calon penerima bansos.
29. Prosedur ini tidak mengakomodasi kebutuhan akan bansos yang betul-betul riil
dibutuhkan dalam keadaan mendadak,
30. seperti kepala keluarga yang mendadak terkena PHK, orang miskin yang mengalami
kecelakaan, musibah kebakaran,
31. sakit dan butuh biaya berobat, dan lain-lain keadaan yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya.
32. Kondisi seperti tersebut tidak bisa menunggu berbulan-bulan sampai satu tahun untuk

meerima bantuan dari APBD.
33. Untuk mengakomodasi kebutuhan akan bansos yang sifatnya mendadak atau tidak dapat
direncanakan sebelumnya,
34. Pemerintah melakukan beberapa perubahan dalam Permendagri No. 32 Tahun 2011
dengan mengeluarkan Permendagri No. 39 Tahun 2012,

35. yang antara lain menambahkan bahwa bantuan sosial berupa uang kepada individu
dan/atau keluarga terdiri dari
36. bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang direncanakan dan yang tidak dapat
direncanakan sebelumnya.
37. Ada pertanyaan, apakah ke2 Permendagri tsb betul2l mampu mencegah terjadinya
penyimpangan dan/atau politisasi bantuan hibah dan bansos?
38. Sebelum diberlakukannya kedua Permendagri tersebut, kepala daerah memiliki peran
sentral dan dominan,
39. karena penentuan siapa yang akan dibantu dan berapa nilainya menjadi otoritas dari
kepala daerah
40. DPRD hanya sebagai penentu plafon besaran anggaran hibah dan bansos. Inilah yang
mungkin menimbulkan kecemburan anggota DPRD.
41. Dgn keterlibatan DPRD dlm menganggarkan hibah dn bansos sejak dr pembahasan KUA
dn PPAS, peluang politisasi bansos mungkin msh bisa tjd.

42. Para anggota DPRD yang nota bene adalah tokoh masyarakat, pembina, ketua, anggota
atau simpatisan suatu organisasi (parpol),
43. akn cenderung memobilisasi pembuatan proposal bansos sbg bukti tlh memperjuangkan
kepentingan organisasi/masy yg dl mjd konstituennya.
44. Tarik ulur dn negosiasi antar angg DPRD dn pemda pun akn semakn alot dlm
menentukan plafon anggaran dn nama-nama calon penerima bansos.
45. Dan akhirnya bisa terjadi pembengkakan dalam peganggaran belanja hibah dan bansos.
46. Utk itu perlu ada antipasti dari Pemerintah dhi. Kemendagri agar terbitnya Permendagri
32 Tahun 2011 dn Permendagri 39 Tahun 2012 tsb
47. tidak menimbulkan penyimpangan baru atau pergeseran penyimpangan dalam
pengelolaan bansos.
48. Pengganggaran bansos dalam APBD juga perlu ada batas maksimal berapa persen dari
total belanja daerah yang dianggarkan.

UndangUndang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, tentang
Penanggulangan Bencana yang menempatkan pentingnya partisipasi aktif
masyarakat dalam penanggulangan bencana serta kejelasan peran Kementerian
Sosial sebagai salah satu sektor penanggulangan bencana di bidang bantuan
sosial. Kemudian diperkuat dengan telah diundangkannya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial yang salah satu pasalnya

memperkuat peran dan tugas Kementerian Sosial sebagai lembaga pelaksana
penanggulangan bencana di bidang bantuan sosial.

َ ‫ع‬
ُ ْ‫سو‬
َ ‫ قَا‬:‫ل‬
َ ‫ه قَا‬
ِ‫ه عَلَي ْ ْه‬
ِ ‫ي هُ َري ْ َرة َ َر‬
ُ ‫ل َر‬
ُ ْ ‫ص ْلّى الل‬
ُ ْ ‫ه ع َن‬
ُ ‫ي الل‬
َ ِ‫ل الله‬
َ ‫ض‬
ْ ِ ‫َن أب‬
ْ
ّ
‫ة‬
ً َْْ ‫َن ك ُ ْرب‬

ً َ ‫سلِم ٍ ك ُ ْرب‬
ِ ‫ة‬
ْ ‫م‬
َ َ‫و‬
ُ ‫َ الل‬
ُ ‫َن‬
َ ‫م‬
َ ‫سل‬
َ َّّ‫ي ن‬
ِ ‫ن ك ُ َر‬
َ ََّ‫ن ن‬
ْ ‫هع‬
َ ْ ‫ب الدّن‬
ْ ‫م‬
ْ ‫َع‬
ْ ‫م‬
‫ه عَلَيْهِ فِى الْْدّنْيَا‬
ِ ْ‫مع‬
ِ
ّ َ ‫سر ٍ ي‬

ّ َ‫ن ي‬
ُ ‫س َر الل‬
ُ ‫س َر عَلَى‬
َ َ‫مةِ و‬
َ ‫ب يَوْم ِ الْقِيَا‬
ِ ‫ن ك ُ َر‬
ْ ‫م‬
ْ ‫م‬
‫ن‬
ِ ‫ه فِى الدّنْيَا وَاْخ‬
ِ ‫وَاْخ‬
َ ‫ما‬
ْ ‫م‬
َ ‫ن‬
ُ ‫آ َرةِ وَالل‬
ُ ‫ست َ َره ُ الل‬
ً ِ ‫سل‬
ُ ‫ست َ َر‬
َ َ‫آ َرةِ و‬
ِ ْ‫ه فِى ع َو‬

ْ ‫م‬
)‫ (أآرجه مسلم‬.ِ‫آيْه‬
ِ َ‫ن أ‬
َ ‫ماكَا‬
َ ِ ‫الْعَبْد‬
ِ ْ‫ن الْعَبْد ُ فِى عَو‬
“Dari Abu Hurairoh berkata, Rasulullah SAW. Bersabda, ‘’barang siapa melepaskan dari
seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di dunia, niscaya Allah
melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa member
kelonggaran kepada orang yang susah, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di
dunia dan akhirat; dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi
aib dia di dunia dan di akhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama
hambanya menolong saudaranya. (H.R.Muslim)
C. Penjelasan Hadits:
Hadits di atas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesama muslim
dan memberikan pertolongan jika seseorang mendapatkan kesulitan.
1. Melepaskan berbagai kesusahan orang mukmin
Melepaskan kesusahan orang lain sangat luas maknanya, bergantung pada kesusahaan
yang diderita oleh saudarnya seiman tersebut. Jika saudaranya termasuk orang miskin,
sedangkan ia termasuk orang berkecukupan atau kaya, ia harus berusaha menolongnya

dengan cara memberikan pekerjaan atau memberikan bantuan sesuai kemampuannya; jika
saudaranya sakit, ia berusaha menolongnya, antara lain dengan membantu memanggilkan
dokter atau memberikan bantuan uang alakadarnya guna meringankankan biaya
pengobatannya; jika saudaranya dililit utang, ia berusaha untuk mencarikan jalan keluar, baik
dengan memberikan bantuan agar utangnya cepat dilunasi, maupun sekedar memberikan
arahan-arahan yang akan membantu saudaranya dalam mengatasi utangnya tersebut dan lainlain.
Orang muslim yang membantu meringankan atau melonggarkan kesusahan saudaranya
seiman berarti telah menolong hamba Allah SWT yang sangat disukai oleh-Nya dan Allah
SWT pun akan memberikan pertolongannya serta menyelamatkannya dari berbagai
kesusahan, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaiman firmannya:

‫َيا َأيّ َُها الَ ّذِ َين آ ََم ُنوا إ ِْن ت َ ْن ُص ُروا ال َ ّل َه َي ْن ُص ْركُ ْم َو ُي َث ّب ِْت َأ ْق َد َامكُ ْم‬

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.’’ [QS. Muhammad : 7]

Begitupula orang yang membantu kaum muslimin agar terlepas dari berbagai cobaan
dan bahaya, ia akan mendapat pahala yang lebih besar dari Allah SWT dan Allah pun akan
melepaskannya dari berbagai kesusahan yang akan dihadapinya, baik di dunia maupun di
akhirat kelak, pada hari ketika harta benda, anak, maupun benda-benda yang selama ini

dibanggakan di dunia tidak lagi bermanfaat, pada waktu itu hanya pertolongan Allah saja
yang akan menyelamatkan manusia.

Berbahagialah bagi mereka yang bersedia untuk melepaskan penderitaan sesama orang
mukmin karena pada hari kiamat nanti, Allah akan menyelamatkannya.
2. Melonggarkan kesusahan orang lain
Adakalanya suatu masalah sangat sulit untuk diatasi atau hanya dapat diselesaikan oleh
yang bersangkutan. Terhadap masalah seperti itu, seorang mukmin ikut melonggarkannya
atau memberikan pandangan dan jalan keluar, meskipun ia sendiri tidak terlibat secara
langsung. Bahkan, dengan hanya mendengarkan keluhannya saja sudah cukup untuk
mengurangi beban yang dihadapi olehnya.
Dengan demikian, melonggarkan kesusahann orang lain haruslah sesuai dengan
kemampuan saja, dan bergantung kepada kesusahan apa yang sedang dialami oleh
saudaranya seiman tersebut. Jika mampu meringankan kesusahannya dengan memberikan
materi, berilah materi kepadanya. Dengan demikian, kesusahannya dapat berkurang, bahkan
dapat teratasi. Namun jika tidak memiliki materi, berilah saran atau jalan keluar agar masalah
yang dihadapinya cepat selesai. Bahkan jika tidak mempunyai ide atau saran, doakanlah agar
kesusahannya dapat segera diatasi dengan pertolongan Allah SWT. Termasuk doa paling baik
jika mendoakan orang lain dan orang yang didoakan tidak mengetahuinya.
3. Menutupi aib seorang mukmin serta menjaga orang lain dari berbuat dosa

Orang mukmin pun harus berusaha menutupi aib saudaranya. Apalagi jika ia tahu
bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang kalau aaib atau rahasianya diketahui oleh
orang lain. Namun demikian, jika aib tersebut berhubungan dengan kejahatan yang
dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika hal itu dilakukan, berarti ia telah menolong
orang lain dalam hal kejahatan sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman. Perbuatan
seperti itu sangat dicela dan tidak dibenarkan dalam Islam. Sabda Nabi Muhammad SAW
“Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim” maksudnya menutupi aib orang yang
baik, bukan orang-orang yang telah dikenal suka berbuat kerusakan. Hal ini berlaku dalam
kaitannya dengan dosa yang telah terjadi dan telah berlalu.
Namun apabila kita melihat suatu kemaksiatan dan sesorang sedang mengerjakannya
maka wajib bersegera untuk mencegahnya dan menahannya. Jika dia tidak mampu, boleh
baginya melaporkannya kepada penguasa jika tidak dikhawatirkan muncul mafsadah (yang
lebih besar).
Terhadap orang yang telah terang-terangan melakukan maksiat tidaklah perlu ditutuptutupi karena menutup-nutupinya menyebabkan ia melakukan kerusakan dan bebas
menganggu serta melanggar hal-hal yang ham dan akhirnya dapat menarik orang lain untuk
melakukan sebagaimana yang ia lakukan. Bahkan hendaknya ia melaporkannya kepada
penguasa jika tidak dikhawatirkan timbulnya mafsadah.
4. Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-Nya, selagi hamba itu menolong
saudaranya.
Jika ditelaah secara seksama, pertolongan yang diberikan seorang mukmin kepada
saudaranya, pada hakikatnya adalah menolong dirinya sendiri. Hal ini karena Allah pun akan
menolongnya, baik di dunia maupun di akhirat selama hamba-Nya mau menolong
saudaranya. Dengan kata lain, ia telah menyelamatkan dirinya sendiri dari berbagai
kesusahan dunia dan akhirat.
Maka orang yang suka menolong orang lain, misalnya dengan memberikan bantuan
materi, hendaknya tidak merasa khawatir bahwa ia akan jatuh miskin atau ditimpa kesusahan.
Sebaliknya, dia harus berpikir bahwa segala sesuatu yang ia miliki adalah miliki Allah SWT.

Jika Dia bermaksud mengambilnya maka harta itu habis. Begitu juga jika Allah bermaksud
menambahnya, maka seketika akan bertambah banyak.
Mereka yang suka menolong orang lain dijanjikan akan mendapat penggantinya sesuai
perbuatannya, baik di dunia maupun di akhirat. Tentu saja dalam memberikan pertolongan
kepada orang lain jangan berlebihan.
Sebenarnya inti dari Hadits di atas adalah agar umat Islam memiliki kepedulian dan
kepekaan sosial atas saudara-saudaranya seiman. Dalam Islam berlaku egois atau hanya
mementingkan diri sendiri tidak dibenarkan.
Beberapa syariat Islam seperti zakat fitrah, antara lain dimaksudkan untuk memupuk
jiwa kepedulian terhadap sesama mukmin yang berada dalam kemiskinan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Hadits:
Artinya : “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih untuk orang yang
shaum dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik dan sebagai jamuan bagi orang miskin.’’
(H.R. Abu Dawud)
Orang yang memiliki kedudukan atau harta yang melebihi orang lain, hendahknya tidak
menjadikannya sombong atau tinggi hati serta tidak mau menolong orang yang sangat
membutuhkan pertolongannya. Pada hakikatnya, Allah SWT menjadikan adanya perbedaan
seseorang dengan yang lainnya adalah untuk saling melengkapi, saling membantu, dan saling
menolong satu sama lain. Sebagaimana ditegaskan dalam firmannya :

‫ون َر ْح َ ضم َة َربِّض َضك نَ ْح ُن َق َس ض ْم َنا َب ْي َن ُه ْم َمعِي َش ض َت ُه ْم فِي ال ْ َح َيضضاةِ ال ض ُ ّضدن ْ َيا َو َر َف ْع َنضضا َب ْع َض ض ُه ْم َفض ْضو َق َب ْع ٍض َد َر َ ضج اتٍ ل َِي َتّ ِ ضخ َذ َب ْع ُض ض ُه ْم َب ْع ًض ضا‬
َ ‫َأ ُه ْم َي ْق ِس ض ُم‬
‫ون‬
َ ‫ُس ْخرِيًّا َو َر ْح َم ُة َربّ َِك َخ ْي ٌر م َ ِّما َي ْج َم ُع‬

‘’Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.’’
Alawi Abbas al-Maliki dan Hasan Sulaiman al-Nuri dalam kitabnya “Ibanatul Ahkam
Syarh Bulughul Maram” menjelaskan yang terjemahannya :
Makna Hadits
Pahala yang bakal diterima oleh seseorang di akhirat kelak merupakan ganjaran di atas
segala apa yang dilakukannya semasa hidup di dunia, bahkan dia bakal memperoleh
ganjaran yang lebih besar daripada apa yang diamalkan ketika di dunia. Apatah lagi jika
perbuatan di dunia adalah meringankan kesusahan saudaranya sesama muslim dan
merahsiakan aibnya. Hadis ini mengajarkan kita bahawa barangsiapa ingin Allah (s.w.t)
sentiasa menolong dan memberinya taufik, maka hendaklah orang itu sentiasa membantu
saudaranya sesama muslim.
Fiqih Hadits

1. Orang yang melapangkan kesusahan saudaranya sesama muslim memperoleh ganjaran
pahala di sisi Allah seperti seseorang yang memberi pinjaman hutang lalu memberi hutang
yang sudah tidak mampu lagi dibayarnya itu.
2. Orang yang meringankan kesulitan orang lain mendapat ganjaran pahala di sisi Allah.
3. Orang yang menutup aib saudaranya sesama muslim mendapat ganjaran pahala di sisi
Allah. Namun ada sebahagian aib yang tidak boleh ditutupi seperti jika bahaya daripada aib
itu boleh menjangkiti orang lain. Contohnya, ada seorang lelaki peminum arak lalu
mengajak anaknya turut minum arak, maka perkara ini wajib dlaporkan kepada hakim dan
tidak boleh ditutupi.
4. Allah (s.w.t) menolongi hamba-Nya selama hamba itu mau bersedia menolong
saudaranya.

2. Larangan Hidup Individualistis
a. Teks dan Terjemah Hadits

‫ (رواه البخارى‬.ِ‫ َل ُي ْؤم ُِن َأ َح ُدكُ ْم َح َتّى ُيحِ َ ّب َلخِ ْي ِه َما ُيحِ ُ ّب ل َِن ْفسِ ه‬:‫َع ْن َأنَ ٍس َرضِ َي ا ُلله َع ْن ُه َعنِ ا َ ّلنب ِِّي َص َلّى ا ُلله َع َل ْي ِه َو َس َلّ َم َق َال‬
‫ومسلم وأحمد والنسائىض‬

Anas ra. berkata, bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah termasuk beriman seseorang di
antara kami sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”.
(H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)
b. Penjelasan Hadits
Sikap individualistis adalah sikap mementingkan diri sendiri, tidak memiliki kepekaan
terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Menurut agama, sebagaimana di sampaikan
dalam hadits di atas adalah termasuk golongan orang-orang yang tidak (sempurna)
keimanannyanya.
Seorang mukmin yang ingin mendapat ridla Allah swt. Harus berusaha untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang diridai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama
saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas.
Namun demikian, hadits di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang mukmin yang tidak
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri berarti tidak beriman. Maksud
pernyataan ‫ لَي ُْؤ ِمنُ أَ َح ُد ُك ْم‬pada hadits di atas, “tidak sempurna keimanan seseorang” jika tidak
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi, haraf nafi َ‫ ل‬pada hadits tersebut
berhubungan dengan ketidaksempurnaan.
Hadits di atas juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan
dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan
dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci.
Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah swt. Dengan kata lain,
persaudaraan yang didasarkan Illah, sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits tentang
keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah swt., di antaranya:

‫ َأيْ َن ال ْ ُم َت َضحابّ ُْو َن ب َِج َلل ِْي‬:ِ‫ ِإ َ ّن الل َضه ت َ َضعالَى َي ُق ْضو ُل َي ْضو َم الْق َِي َضامة‬:‫ َق َال َر ُسض ْو ُل اللض ِه َصض َ ّلى الل ُضه َع َل ْيض ِه َو َسض َ ّل َم‬:‫َع ْن َأب ِْي ُه َريْ َر َة َرضِ َي ا ُلله َع ْن ُه َق َال‬

‫َال ْ َي ْو َم ُأظِ ُلّ ُه ْم فِى ظِ لّ ِْي َي ْو َم َلظِ َ ّل ِإ َ ّل ظِ ُلّ ُه (رواه مسلم‬

Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “pada hari kiamat allah swt. akan
berfirman, ‘di manakah orang yang saling terkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini aku
naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku.

Sifat persaudaraan kaum mukmin yatiu mereka yang saling menyayangi, mengasihi dan
saling membantu. Demikian akrab, rukun dan serempak sehingga merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan satu sama lain. Dalam hal satu kesatuan ini, Nabi saw. mengibaratkan
dalam berbagai hal, di antaranya dengan tubuh, bangunan dan lainnya. Jika salah satu ada
yang menghadapi kesulitan, maka yang lainpun harus belasungkawa dan turut
menghadapinya. Begitupun sebaliknya.
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya
merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk

kebahagiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun
kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraannya juga. Dengan demikian,
terjadi keharmonisan hubungan antarindividu yang akan memperkokoh persatuan dan
kesatuan. Dalam hadits lain Rasulullah saw. menyatakan:

‫ (أخرجضضه‬.‫ َق َضال َر ُسض ْو ُل اللض ِه َصض َ ّلى اللض ُضه َع َل ْيض ِه َو َسض َ ّل َم َال ْ ُضم ْؤم ُِن ل ِ ْل ُضم ْؤمِنِ كَ ال ْ ُب ْن َضيضا ِن َي ُشض ُ ّد َب ْع ُضض ُه َب ْع ًضضا‬:‫َع ْن َأب ِْي ُم ْو َسضى َر ِضض َي الل ُضه َع ْنض ُضه َق َضال‬
‫البخارى‬

Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Orang
mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling
mengokohkan. (HR. Bukhari)
Masyarakat seperti itu, telah dicontohkan pada zaman Rasulullah saw. Kaum Anshar
dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum Muhajirin
sebagai penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan daerah atau
keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak heran kalau mereka rela
memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin,
bahkan ada yang menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada saudaranya dari
Muhajirin.
Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan
seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang
mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti
itulah yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah swt., yakni memberikan sesuatu yang
sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudaranya seiman dengan
dirinya sendiri. Allah swt. berfirman:

‫ُون َو َما تُ ْن ِف ُقوا م ِْن َش ْي ٍء َف ِإ َ ّن ال َ ّل َه بِ ِه َعل ٌِيم‬
َ ‫لَ ْن ت َ َنالُواض الْب َ ِّر َح َتّى تُ ْن ِف ُقوا م َ ِّما تُحِ ّب‬

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka
Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(QS. Ali-Imran : 92)

Sebaliknya, orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan
dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena
perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah swt. Tidaklah
cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau melaksanakan
semua rukun Islam, bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya seiman.
Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan di atas,
harus didasari lillah. Oleh karena itu, harus tetap memperhatikan rambu-rambu syara’. Tidak
benar, dengan alasan mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya
tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah swt.
Sebaiknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara-saudara
seiman yang betul-betul taat kepada Allah swt. Rasulullah saw. memberikan contoh siapa
saja yang harus terlebih dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka,
orang-orang yang suka berbuat kebaikan, dan lain-lain sebagaimana diceritakan dalam hadits.

‫ ل َِيلّ َِين ِْي م ِْنكُ ْم ُأ ْولُضواض ْا َل ْح َل ِم َوا ّلن َُهى ُث َ ّم َي ُل ْضونَ ُه ْم‬:‫ َق َال َر ُسض ْو ُل اللض ِه َصض َلّى الل ُضه َع َل ْيض ِه َو َسض َلّ َم‬:‫ابن َم ْس ُع ْو ٍد َرضِ َي ا ُلله َع ْن ُه َق َال‬
ْ ‫َع ْن َع ْبدِ الل ِه‬
‫ رواه مسلم‬. ِ‫ثَ َلثًا َوإ َِيّاكُ ْضم َوه ِْي َشاتِ ْا َل ْس َواق‬

Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: hendaknya mendekat
kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai , ahli-ahli pikir. Kemudian berikutnya lagi.
Awaslah! Janganlah berdesak-desakan seperti orang-orang pasar. (HR. Muslim)
Hal itu tidak berarti diskriminatif karena Islam pun memerintahkan umatnya untuk
mendekati orang-orang yang suka berbuat maksiat dan memberikan nasihat kepada mereka
atau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
D. Hadits Yang Berhubungan
1. Memberi Lebih Baik Daripada Meminta
a. Teks dan Terjemah Hadits

‫ َو ُضهض َو َع َلى الْم ِْن َضب ض ِر َو َذ َضكض َر ال َ ّصض ض َد َق َة َوال َتّ َع ُ ّفض َضف‬،‫ َأ َ ّن َر ُسض ض ْو َل اللض ض ِه َصض ض َ ّلى اللض ض ُضه َع َل ْيض ض ِه َو َسض ض َ ّل َم َضق ض َضال‬،‫َض ضح دِ يْ ُث ابْنِ ُع َضمض َر َر ِضض ض َي اللض ض ُضه َع ْن ُه َضمضضا‬

24 : ‫ َفال ْ َضي ُضد ال ْ ُع ْل َيى ه َِي ال ْ ُم ْن ِف َضق ُضة َوال ُ ّس ض ْف َلى ه َِي ال َ ّس ضائِ َل ُضة (أخرجضضه البخضضارى فى‬،‫ َال ْ َضي ُضد ال ْ ُع ْل َيى َخ ْيض ٌضر ّم َِن ال ْ َضيضدِ ال ُ ّس ض ْف َلى‬:‫َوال ْ َم ْس ض َئ َل َة‬
‫ – لصدقة إ ّل عن ظهر غنى‬18 :‫كتاب الزكاة‬

Ibnu Umar ra. Berkata, “Ketika Nabi saw. berkhotbah di atas mimbar dan menyebut
sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, ”Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan
yang di bawah, tangan yang di atas memberi dan tangan yang di bawah menerima.”
b. Penjelasan Hadits
Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan memiliki badan sehat,
tetapi tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain.
Misalnya, dengan cara meminta-minta. Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat
umat Islam yang mulia dan memiliki kekuatan, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:

‫َول ِ َ ّل ِه الْع َ ِّز ُضة َول َِر ُسول ِ ِه َول ِ ْل ُم ْؤ ِمن َِين‬

Kekuatan itu bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bgai orang-orang yang beriman (QS. AlMunafiqun:8)

Dengan demikian, seorang peminta-peminta, yang sebenarnya mampu mencari kasab
dengan tangannya, selain telah merendahkan dirinya, ia pun secara tidak langsung telah
merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan tersebut. Bahkan ia dikategorikan
sebaga kufur nikmat karena tidak menggunakan tangan dan anggota badannya untuk
berusaha mencari rezeki sebagaimana diperintahkan syara’. Padahal Allah pasti memberikan
rezeki kepada setiap makhluk-Nya yang berusaha. Allah swt berfirman:

ٍ‫َو َما م ِْن َد َابّ ٍة فِي الْ َ ْر ِض إ َ ِّل َع َلى ال َ ّل ِه ِر ْز ُق َها َو َي ْع َل ُم ُم ْس َت َق َ ّر َها َو ُم ْس َت ْو َد َع َها كُ ٌ ّل فِي ِك َتابٍ ُمبِين‬

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Hud:6)

Dalam hadits dinyatakan dengan tegas bahwa tangan orang yang di atas (pemberi
sedekah) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang diberi). Dengan kata lain, derajat
orang yang pemberi lebih tinggi daripada derajat peminta-minta. Maka seyogyanya bagi
setiap umat Islam yang memiliki kekuatan untuk mencari rezeki, berusaha untuk bekerja apa
saja yang penting halal.
Bagi orang yang selalu membantu orang lain, di samping akan mendapatkan pahala
kelak di akherat, Allah jug akan mencukupkan rezekinya di dunia. Dengan demikian, pada
hakekatnya dia telah memberikan rezekinya untuk kebahagiaan dirinya dan keluarganya.
Karena Allah swt. Akan memberikan balasan yang berlipat dari bantuan yang ia berikan
kepada orang lain.
Orang yang tidak meminta-minta dan menggantungkan hidup kepada orang lain,
meskipun hidupnya serba kekurangan, lebih terhormat dalam pandangan Allah swt. dan Allah
akan memuliakannya akan mencukupinya. Orang Islam harus berusaha memanfaatkan
karunia yang diberikan oleh Allah swt, yang berupa kekuatan dan kemampuan dirinya untuk
mencukupi hidupnya disertai doa kepada Allah swt.
Adanya kewajiban berusaha bagi manusia, tidak berarti bahwa Allah swt. tidak berkuasa
untuk mendatangkan rezeki begitu saja kepada manusia, tetapi dimaksudkan agar manusia
menghargai dirinya sendiri dan usahanya, sekaligus agar tidak berlaku semena-mena atau
melampaui batas, sebagaimana dinyatakan oleh Syaqiq Ibrahim dalam menafsirkan ayat:

‫َولَ ْو َب َس َط ال َ ّل ُه ا ِّلر ْز َق لِع َِبادِ ِه لَ َب َغ ْوا فِي الْ َ ْر ِض َولَك ِْن ُي َن ّز ُِل بِ َق َد ٍر َما َي َش ُاء ِإنَ ّ ُه بِع َِبادِ ِه َخب ٌِير َبصِ ٌير‬

Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan
ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha
Melihat (QS. Asy-Syura:27).
Menurutnya, seandainya Allah swt., memberi rezeki kepada manusia yang tidak mau
berusaha, pasti manusia semakin rusak dan memiliki banyak peluang untuk berbuat
kejahatan. Akan tetapi, Dia Mahabijaksana dan memerintahkan manusia untuk berusaha agar
manusia tidak banyak berbuat kerusakan.