EKSPERIMENTASI MODEL SINEKTIK TERHADAP K

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

EKSPERIMENTASI MODEL SINEKTIK TERHADAP KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF EFFICACY SISWA
Muhammad Jainuri1, Sugeng Riyadi2
1
Dosen Pendidikan Matematika, STKIP YPM Bangko
2
Dosen Pendidikan Matematika STKIP YPM Bangko
Email: 1jenk@stkipypmbangko.ac.id, 2sugengriyadi@stkipypmbangko.ac.id
ABSTRACT
The purpose of this study to describe the problem solving and self-efficacy
mathematical students with prior knowledge of high, medium, low, and overall use
sinektik learning better than conventional learning, interaction between learning model
with early ability in influencing the mathematical problem solving ability and selfefficacy. mathematical Experimental quantitative approach to design treatment by
block (2x3). The sample is determined by simple random sampling technique. The
instrument uses the questions and statements. Hypothesis testing using indepenpedent
sample t-test,test Mann Whitney and two-way ANOVA. The findings of this study
indicate: the ability of solving mathematical students use learning model sinektik

overall and the ability of high start better than conventional learning, problem-solving
ability mathematical students with prior knowledge medium and low using model
sinektik no better than conventional learning, there is no interaction among early
learning model with the ability to affect the ability of mathematical problem solving,
self-efficacy of students' mathematical overall, high and low initial capability using
sinektik learning model is no better than conventional learning, self-efficacy
mathematicalstudents with prior knowledge currently using sinektik learning model is
better than conventional learning, and there is interaction between learning model with
early ability in influencing self-efficacy. students' mathematical
Keywords: mathematical problem solving skills, self-efficacy, the ability of early,
sinectic, conventional interaction

PENDAHULUAN
Salah satu tujuan penting pembelajaran matematika adalah memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematis. Kemampuan pemecahan masalah matematis membantu
siswa dalam memahami konsep serta mengambil keputusan terhadap permasalahanpermasalahan yang dialami oleh siswa di dalam kehidupan. Jika siswa dilatih untuk
menyelesaikan masalah, maka siswa akan mampu mengambil keputusan, sebab siswa
mempunyai keterampilan mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi
dan menyadari perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperoleh.
Penjelasan tersebut menegaskan bahwakemampuan pemecahan masalah matematis

perlu diajarkan kepada siswa di setiap tingkat pendidikan. Kemampuan pemecahan masalah
matematis secara sederhana dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah adalah usaha atau
proses menemukan solusi dari masalah (Fauzan, 2012), sementara Anderson (Fauzan,
2012)menjelaskan pemecahan masalah disebut sebagai serangkaian operasi kognitif yang
dilakukan untuk menemukan suatu solusi dari masalah. Operasi kognitif yang dimaksud
melibatkan dua hal, yaitu memahami masalah dan konteksnya secara mental dan kemudian
secara aktif melakukan manipulasi untuk mencoba strategi atau model pemecahan masalah.

51

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

Berdasarkan penjelasan di atas, kemampuan pemecahan masalah sangat penting
dikuasai oleh siswa dalam memahami konteks materi. Menurut Pehkonen (Setiawan &
Harta, 2014) kemampuan pemecahan masalah penting diberikan dalam pembelajaran
dengan alasan: 1) dapat mengembangkan kemampuan kognitif, 2) dapat meningkatkan
kreatifitas, 3) merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan 4) dapat memotivasi
siswa untuk belajar matematika.

Hasil observasi dan tes kemampuan pemecahan masalahyang dilakukan pada siswa
di SMPN 12 Merangin diketahui bahwa lebih dari 50% siswa belum mampu untuk
memahami masalah, dan memformulasikan konteks masalah ke dalam model matematika.
Di satu sisi, memahami masalah dalam soal yang kontekstual merupakan hal yang mendasar
sebelum menyelesaikan soal tersebut. Dengan kata lain, siswabelum mampu memahami dan
memformulasikan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika.
Permasalahan yang dialami oleh siswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: guru
kurang mengeksplorasikan kemampuan siswa, guru kurang membangun pengetahuan siswa,
guru masih dominan menjelaskan konsep pelajaran tanpa siswa diberikan kesempatan untuk
menemukan konsep itu sendiri. Guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membangun sendiri konsep pelajaran sesuai dengan topik yang dipelajari.
Hal ini berdampak pada rasa percaya diri siswa terhadap kemampuannya, salah satu
contohnya ketika guru memberikan pertanyaan siswa ragu-ragu untuk menjawabnya, dan
apabila diberikan beberapa soal latihan mengenai topik yang dibahas siswa kurang mampu
mengerjakan soal yang diberikan. Peyebabnya adalah siswa hanya terbiasa mendengarkan
penjelasan guru, mencatat, kemudian mempertanyakan hal-hal yang kurang jelas. Di dalam
pembelajaran guru kurang melibatkan siswa untuk menemukan konsep dari materi yang
dipelajari, sehingga berdampak pada rasa percaya diri siswa kurang terbangun. Pada proses
pembelajaran guru kurang memperhatikan pengetahuan awal siswa, guru langsung memulai
materi baru tanpa meninjau kembali materi sebelumnya sehingga siswa kurang mampu

mengaitkan materi yang baru dengan materi sebelumnya. Terlihat ketika siswa mengerjakan
latihan masih banyak siswa bertanya bagaimana cara menyelesaikan soal tersebut, pada hal
sebelumnya telah dijelaskan.
Dalam proses pembelajaran faktor lain yang menentukan dan mempengaruhi
keberhasilan belajar matematika siswa adalah kemampuan awal. Kemampuan awal
merupakan kemampuan yang dimiliki siswa sebagai dasar sebelum mengikuti pembelajaran
yang akan diberikan. Apabila materi sebelumnya belum dikuasai oleh siswa, maka siswa
kesulitan dalam memahami berikutnya. Karena kemampuan awal merupakan kemampuan
prasyarat dalam mempelajari materi berikutnya. Apabila materi awal sudah dipahami
dengan baik, maka dapat diduga bahwa siswa akan mudah memahami materi berikutnya.
Untuk mengatasai rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
salah satu caranya adalah menumbuhkan dan mengembangkansikap percaya diri dan
keyakinan diri siswa atas kemampuan yang dimilikinya, hal ini disebut dengan
mengembangkan self-efficacy siswa. self-efficacy merupalan keyakinan seseorang terhadap
kemampuan untuk sukses dalam suatu aktivitas tertentu. Bandura (Rustika, 2012)
menjelaskan bahwa self-efficacy mempunyai peran yang sangat besar terhadap prestasi
matematika dan kemampuan menulis. Lebih lanjut dinyatakan di dalam selfefficacymencakup:1). magnitude, yaitu suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau
tindakan yang dapat ia lakukan, 2). strength yaitu suatu kepercayaan diri yang ada dalam
diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu, dan 3).
Generalitydiartikan sebagai keleluasaan dari bentuk self-efficacy yang dimiliki seseorang

untuk digunakan dalam situasi lain yang berbeda. Dengan demikian apabila self-efficacy
siswa meningkat maka siswa semakin percaya diri dan yakin mampu memahami
52

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

matematika dengan baik, dengan sendirinya siswa dapat menyelesaikan soal yang berkaitan
dengan pemecahan masalah.
Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi permasalahn tersebut adalah
menerapkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam
aktivitas kelompok. Salah satu model yang dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam
aktivitas kelompok adalah model pembelajaran sinektik.
Pembelajaran sinektik merupakan suatu proses pembelajaran menggunakan analogi
untuk membuat sesuatu yang asing menjadi familiar. Sinektik dapat digunakan untuk
membantu siswa dalam memahami konsep dan memecahkan permasalahan. Pada
pembelajaran
ini,
siswa

memperoleh
pemahaman
cara
mengembangkan
kemampuanmembuat hubungan kiasan mereka sendiri.
Gordon(Zannah, 2014)menjelaskan bahwa inti pembelajaran sinektik adalah analogi
yang berperan sebagai penghubung antara sesuatu yang baru dengan sesuatu yangfamiliar
sehinggamemungkinkan siswa untuk menghubungkan fakta dan merasakan pengalaman
mereka dengan fakta yang baru saja mereka pelajari.
Dua strategi dari model pembelajaran sinektik, yaitu strategi pembelajaran untuk
menciptakan sesuatu yang baru (creating something new) dan strategi pembelajaran untuk
melazimkan terhadap sesuatu yang masih asing (making the strange familiar). Hal ini
berbeda dengan pembelajaran yang selama ini diterapkan di sekolah. Pembelajaran
konvensional menggunakan metode ceramah yang masih meletakkan guru sebagai peran
sentral pembelajaran. Pembelajaran konvensional menurut (M. Jainuri, 2015) adalah suatu
pembelajaran yang pada proses pembelajarannya dilakukan dengan cara yang lama, yaitu
dalam penyampaian pelajaran pengajar masih mengandalkan ceramah. Dengan demikian,
kreativitas siswa dalam pembelajaran belum bias secara maksimal terungkap.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode eksperimen dengan

desain treatmaent by block (2x3).Sebagai populasi adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 12 Merangin,penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling
setelah diketahui seluruh data populasi berdistribusi normal, memiliki variansi homogen dan
mempunyai kesamaan rata-rata. Teknik pengumpulan menggunakan tes dengan instrumen
berupa butir-butir soal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Untuk memperoleh data tentang self-efficacymatematis digunakan angket dengan instrumen
berupa pernyataan-pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teori mencakup indikatorindikator self-efficacy matematis. Instrumen dikembangkan melalui prosedur yang telah
ditetapkan dan kemudian dilakukan uji persyaratan sebelum benar-benar digunakan dalam
penelitian. Untuk menentukan rumus statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis,
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji
homogenitas menggunakan uji Levenne. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data
untuk uji hipotesis 1, 2, 3 4, 6, 7, 9 menggunakanindependent sample t-test dan uji hipotesis
8 menggunakan uji Mann Whitney (uji-u). Untuk menguji hipotesis 5 dan 10 menggunakan
uji anava dua arah. Proses perhitungan dibantu dengan program IBM SPSS v24 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis data dilakukan untuk mengungkapkan hasil kemampuan pemecahan
masalah matematis dan selft efficasy siswa setelah dilakukan pembelajaran di kelas
eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran sinektik dan kelas kontrol dengan
menggunakan pembelajaran konvensional. Analisis data juga dilakukan terhadap hasil
kemampuan pemecahan masalah matematis dan selft efficasy siswa berdasarkan

kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah serta ada atau tidaknya interaksi antara model
53

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

pembelajaran dan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
dan selft efficasy siswa.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Berikut ini disajikan data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
kelas eksprimen dan kelas kontrol secara keseluruhan dan berdasarkan kemampuan awal
tinggi, kemampuan awal sedang dan kemampuan awal rendah. Data tes kemampuan
pemecahan masalah untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol didasarkan kemampuan awal
dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen
Deskripsi perbandingan data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
kontrol didasarkan pada kemampuan awal tinggi, sedang, rendah dan keseluruhan dapat
dilihat pada Gambar 2.


Gambar 2. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol
Pada gambar di atas menunjukkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran sinektik lebih tinggi daripada siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal
tinggi, sedang, rendah dan secara keseluruhan. Sedangkan rata-rata kemampuanpemecahan
masalah matematis siswa yang memiliki kemampuan awal rendah lebih tinggi kelas kontrol
dibandingkan pada kelas eksperimen. Dari data simpangan baku, diketahui bahwa nilai
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada sinektik baik siswa yang
berkemampuan awal tinggi, sedang, dan secara keseluruhan lebih menyebar dibandingkan
dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional, sedangkan untuk siswa yang
berkemampuan awal rendah kemampuan pemecahan masalah matematis lebih menyebar
pada pembelajaran konvensional. Nilai maksimum kemampuan pemecahan masalah
matematis kelas eksprimen berdasarkan kemampuan awal sedang, dan secara keseluruhan
sama dengan kelas kontrol, sedangkan berdasarkan kemampuan awal tinggi kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Sementara nilai maksimum
berdasarkan kemampuan awal rendah justru lebih tinggi kelas kontrol daripada kelas
eksperimen. Pada data nilai minimum kemampuan pemecahan masalah matematis ditnjau
berdasarkan kemampuan awal tinggi, sedang, maupun secara keseluruhan lebih tinggi pada
54


Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

pembelajaran sinektik dibandingkan pada pembelajaran konvensional. Sedangkan
berdasarkan kemampuan awal rendah terlihat bahwa nilai minimum pada kelas kontrol lebih
tinggi daripada kelas eksperimen.
Deskripsi Data Self Efficacy Matematis
Data self efficacy diperoleh dari penyebaran angket yang terdiri dari 50 item. Data
hasil analisis self-efficacy matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Data Self efficacy Matematis Siswa Awal Kelas Eksperimen
Deskripsi perbandingan data self- efficacy matematis siswa kelas kontrol didasarkan
pada kemampuan awal tinggi, sedang, rendah dan keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Data Self-Efficacy Matematis Siswa Awal Kelas Kontrol
Gambar di atas menunjukkan rata-rata data self-efficacy matematis siswa yang
mengikuti model pembelajaran sinektik lebih rendah daripada pembelajaran konvensional,

baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang, rendah maupun secara
keseluruhan. Beradasarkan data simpangan baku, diketahui bahwa data self efficacy
matematis siswa pada pembelajaran sinektik siswa yang berkemampuan awal tinggi lebih
menyebar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, sedangkan untuk siswa yang
berkemampuan awal rendah, sedang, dan secara keseluruhan data self efficacy matematis
siswa lebih menyebar pada pembelajaran konvensional. Nilai maksimum data self efficacy
matematis kelas eksprimen berdasarkan kemampuan awal sedang, dan secara keseluruhan
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, sedangkan berdasarkan kemampuan awal tinggi
dan kemampuan awal rendah kelas eksperimen lebih rendah dibandingkan kelas kontrol.
Pada data nilai minimum data self- efficacy matematis siswa ditinjau berdasarkan
kemampuan awal tinggi lebih tinggi pada pembelajaran sinektik dibandingkan pada
pembelajaran konvensional. Sedangkan berdasarkan kemampuan awal rendah, kemampuan
awal sedang, dan secara keseluruhan terlihat bahwa nilai minimum pada kelas kontrol lebih
tinggi daripada kelas eksperimen.
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis uji normalitas dan uji homogenitas pada kelas sampel
diketahui bahwa data kemampuan pemecahan masalah matematis dan self- efficacy
matematis siswa yang berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen, diuji
menggunakan independent sample t-test dan untuk data pemecahan masalah matematis dan
55

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

self- efficacy matematis siswa yang berdistribusi tidak normal dan memiliki variansi yang
homogen diuji menggunakan uji Mann Whitney (uji–u). Untuk menguji interaksi, dilakukan
dengan menggunakan rumus anova dua arah dengan interaksi. Hipotesis 1, 2, 3, 4, 6, 7, dan
9 menggunakan independent sample t-test (uji-t), hipotesis 8 menggunakan uji Mann
Whitney (uji-u), sedangkan untuk hipotesis 5 dan 10 menggunakan uji anova dua arah
dengan interaksi.
Uji Hipotesis 1
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan independent sample t-test,
karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi homogen. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis 1
Kelas
thitung
ttabel
Ket.
Eksperimen
1,931
1,674
Ho ditolak
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai thitung = 1,931 dengan taraf nyata (α) = 0,05
dan dk = 54 diperoleh nilai ttabel = 1,674. Karena thitung> ttabel atau 1,931 > 1,674 maka
hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1) diterima. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa padapembelajaran
sinektik lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
Uji Hipotesis 2
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan independent sample t-test,
karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi homogen. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis 2
Kelas
thitung
ttabel
Ket.
Eksperimen
2,122
1,796
Ho ditolak
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai thitung = 2,122 dengan taraf nyata (α) = 0,05
dan dk = 11 diperoleh nilai ttabel = 1,796. Karena thitung> ttabel atau 2,122 > 1,796 maka
hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1) diterima. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berkemampuan awal
tinggi pada pembelajaran sinektik lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
Uji Hipotesis 3
Pengujian hipotesis 3 dilakukan dengan menggunakan independent sample t-test,
karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis 3
Kelas
thitung
ttabel
Ket.
Eksperimen
Ho
1,659
1,697
diterima
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai thitung = 1,659 dengan taraf nyata (α) = 0,05
dan dk = 30 diperoleh nilai ttabel = 1,697. Karena thitung< ttabel atau 1,659 < 1,697 maka
hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis kerja (H1) ditolak. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berkemampuan awal
sedang pada pembelajaran sinektik tidak lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
Uji Hipotesis 4
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan independent sample t-test,
karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 4.
56

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis 4
Kelas
thitung
ttabel
Ket.
Eksperimen
Ho
-0,956
1,833
diterima
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai thitung = -0,956 dengan taraf nyata (α) = 0,05
dan dk = 9 diperoleh nilai ttabel = 1,833. Karena thitung α atau 0,113 > 0,05 dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1) diterima. Hal ini
berarti bahwa tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
siswa dalam mempengaruhikemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Uji Hipotesis 6
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan independent sample t-test,
karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis 6
Kelas
thitung
ttabel
Ket.
Eksperimen
Ho
-2,607
1,674
diterima
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai thitung = -2,607 dengan taraf nyata (α) = 0,05
dan dk = 54 diperoleh nilai ttabel = 1,674. Karena thitung< ttabel atau -2,607 < 1,674 maka
hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis kerja (H1) ditolak. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa self- efficacy matematis siswa pada pembelajaran sinektik tidak lebih
baik daripada pembelajaran konvensional.
Uji Hipotesis 7
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan independent sampel t-test,
karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis 7
Kelas
thitung
ttabel
Ket.
Eksperimen
Ho
-1,092
1,796
diterima
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai thitung = -1,092 dengan taraf nyata (α) = 0,05
dan dk = 11 diperoleh nilai ttabel = 1,796. Karena thitung< ttabel atau -1,092 < 1,796 maka
hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis kerja (H1) ditolak. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa sel-f efficacy matematis siswa berkemampuan awal tinggi pada
pembelajaran sinektik tidak lebih baik daripada pembelajaran konvensional.

57

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

Uji Hipotesis 8
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitney, karena
data berdistribusi tidak normal dan memiliki variansi yang homogen. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis 8
Kelas
Sig.
α
Ket.
Eksperimen
0,102
0,05
Ho ditolak
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai Sig. (1-tailed) = 0,102 dan α = 0,05. Karena
Sig. (1-tailed)> α, atau 0,102 > 0,05 maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1)
diterima. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa self efficacy matematis siswa yang
berkemampuan awal sedang padapembelajaran sinektik lebih baik daripada pembelajaran
konvensional.
Uji Hipotesis 9
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan uji-t, karena data berdistribusi normal dan
memiliki variansi yang homogen. Hasil perhitungan uji hipotesis ini dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis 9
Kelas
thitung
ttabel
Ket.
Eksperimen
Ho
1,833
2,026
diterima
Kontrol
Berdasarkan perhitungan diketahui nilai thitung = -2,026 dengan taraf nyata (α) = 0,05
dan dk = 9 diperoleh nilai ttabel = 1,833 Karena thitung< ttabel atau -2,026 < 1,833 maka
hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis kerja (H1) ditolak. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa self efficacy matematis siswa berkemampuan awal rendah pada
pembelajaran model sinektik tidak lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
Uji Hipotesis 10
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan Anova Dua Arah. Hasil perhitungan uji
hipotesis ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis 10
α
Source
Sig.
Ket.
Model *
0,642
0,05
H1 diterima
Kemam-puan
Pada Tabel 10, diketahui bahwa nilai nilai Sig > α atau 0,642 > 0,05 dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1)
diterima. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa dalam mempengaruhiself efficacy matematis siswa.
Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini, mengikuti enam tahapan
pembelajaran model sinektik, yaitu mendeskripsikan situasi saat ini, proses analogi
langsung, proses analogi personal, analisis konflik, analisis langsung lanjut, dan kajian
tugas. Pada tahap pertama model sinektikguru menyajikan informasi tentang cara
menentukan unsur-unsur prisma dan limas: sisi, rusuk, titik sudut, diagonal sisi dan
diagonal ruang. Kemudian meminta siswa untuk memaparkan atau mendeskripsikan situasi
yang ia amati saat ini, lalu mendeskripsikan benda-benda di sekitar yang berbentuk prisma
dan limas.
Tahap berikutnya yaitu proses analogi langsung, di mana siswa mengemukakan
berbagai analogi atau pengandaian tentang prisma dan limas. Meminta siswa memilih salah
satu analogi untuk dieksplorasi lebih jauh untuk menentukan unsur-unsur prisma dan limas:
sisi, rusuk, titik sudut, diagonal sisi dan diagonal ruang. Kemudian siswa menjelaskan
58

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

konsep yang telah mereka peroleh dengan kalimat mereka sendiri. Namun dalam
pelaksanaanya, tahap ini kurang berjalan maksimal. Hal ini dikarenaka siswa masih merasa
ragu untuk mengemukakan hasilyang mereka peroleh.
Tahap analogi personal, siswa membayangkan dirinya sebagai prisma dan limas
sesuai dengan tahapan sebelumnya. Selanjutnya, siswa mengemukakan apa yang mereka
rasakan. Pada tahap analisis konflik, siswa mendeskripsikan perbedaan prisma dan limas
dengan satu anologi yang diplih pada tahap sebelumnya. Siswa menjelaskan unsur-unsur
prisma dan limas: sisi, rusuk, titik sudut, diagonal sisi dan diagonal ruang. Pada tahap ini,
guru memberikan motivasi agar siswa aktif dan mengembangkan pemikiran sesuai dengan
konsep yang telah mereka temukan.
Tahapan berikutnya yaitu analogi langsung lanjut, siswa membuktikan kebenaran
tentang unsur-unsur prisma dan limas: sisi, rusuk, titik sudut, diagonal sisi dan diagonal
ruang. Pada tahapan ini, siswa menerapkan pemahaman konsep yang telah mereka peroleh
pada tahap-tahap sebelumnya untuk memecahkan masalah dan membuktikan kebenaran
konsep tersebut. Selain itu, siswa dapat membuktikan persamaan dan perbedaan unsurunsur prisma dan limas sesuai dengan konsep.
Tahap terakhir dari model pembelajaran sinektik adalah kajian tugas, pada tahap ini
dilaksanakan guru dengan melakukan review mengenai hasil analogi yang telah dilakukan
siswa. Selanjutnya, memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Dari jawabanjawaban yang diberikan oleh siswa, terlihat pemahaman konsep dan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa mengalami peningkatan.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti model
pembelajaran sinektik secara keseluruhan (tanpa mempertimbangkan kemampuan awal)
lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan karena pada model pembelajaran sinektik
siswa diberi kesempatan untuk membuat analogi tentang konsep-konsep yang dipelajari
menggunakakan benda-benda yang ada di sekitar untuk memahami masalah yang diberikan.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, siswa sering bertanya dan mengemukakan ide
mereka kepada teman sebangkunya. Selain itu, siswa juga bertanya kepada guru tentang
materi yang belum mereka pahami dan tentang soal-soal pada waktu klarifikasi dan
penugasan.
Untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa, guru membimbing
siswa untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dibimbing untuk memahami masalah
yang diberikan, kemudian siswa diminta untuk menceritakan tentang analogi personal dan
apa yang mereka pahami yang berhubungan dengan perumpaan diri mereka dengan konsep
atau materi. Respon siswa tersebut digunakan untuk memberi saran dan motivasi dalam
rangka memperoleh pemahaman yang menyakinkan. Guru memberikan saran kepada siswa
yaitu meminta siswa memahami masalah tersebut sampai mengerti, memahami semua
makna dari kata-kata yang ada, bertanya kepada guru jika ada pernyataan yang kurang jelas
dan menuliskan masalahnya dalam bahasa sendiri.
Siswa diminta membuat rencana pemecahan masalah dan melaksanakannya. Guru
membimbing siswa dalam membuat rencana dan melaksanakan rencana pemecahan
masalah yang mudah dimengerti. Guru menjelaskan langkah terakhir yaitu melihat atau
mengecek kembali. Hal yang diperhatikan adalah pengecekkan perhitungan, mencermati
apakah solusi yang ada cukup masuk akal, mencari jalan alternatif untuk memecahkan
masalah dan mengembangkan masalah jika menghadapi masalah yang memiliki karakter
yang sama. Langkah-langkah ini dikenalkan kepada siswa pada saat diberikan soal dalam
pembelajaran, sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa berkembang dengan baik.
Pada pembelajaran konvensional, siswa hanya menerima informasi dari guru,
sehingga siswa menjadi bergantung kepada guru. Pengetahuan yang mereka dapatkan hanya
59

Edumatica Volume 07 Nomor 02 Oktober 2017

ISSN: 2088-2157

terbatas kepada pengetahuan yang ditransfer dari guru saja. Hal ini menyebabkan
kemampuan pemecahan masalah siswa tidak berkembang dengan baik.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
kemampuan pemecahanmasalah matematis siswa menggunakan model pembelajaran
sinektik secara keseluruhan dan kemampuan awal tinggilebihbaikdaripada pembelajaran
konvensional,kemampuan pemecahanmasalah matematis siswa dengan kemampuan awal
sedang dan rendah menggunakan model pembelajaran sinektik tidak lebihbaikdaripada
pembelajaran konvensional, terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan
kemampuan awal dalam mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis, selfefficacymatematis siswa secara keseluruhan, kemampuan awal tinggi dan rendah
menggunakan model pembelajaran sinektiktidak lebihbaikdaripada pembelajaran
konvensional,self-efficacymatematis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktur Riset dan Pengabdian
Masyarakat Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti yang telah
membiayai penelitian ini. Terima kasih juga pada semua pihak yang telah membantu di
SMPN 12 Merangin.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, A. 2012. Evaluasi pembelajaran matematika pemecahan masalah matematika.
Padang.
M.

Jainuri.
2015.
Pembelajaran
Konvensional.
Retrieved
https://www.academia.edu/6942550/Pembelajaran_Konvensional

from

Rustika, I. M. 2012. Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura. Buletin Psikologi, 20(1–
2), 18–25. https://doi.org/10.22146/bpsi.11945
Setiawan, R. H., & Harta, I. 2014. Pengaruh pendekatan open-ended dan pendekatan
kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah dan sikap siswa terhadap
matematika.
Jurnal
Riset
Pendidikan
Matematika,
1(2),
241.
https://doi.org/10.21831/jrpm.v1i2.2679
Zannah, F. 2014. Penggunaan Model Sinektik untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
Sistem Perdearan Darah Manusia Siswa Kelas XI SMAN. Edusains, 2(1), 27–38.

60