KONFLIK SOSIAL dalam politik lok (1)

KONFLIK SOSIAL

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman
serius berkaitandengan mengerasnya konflik-konflik dalam masyarakat,
baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Konflik-konflik itu pada
dasarnya merupakan produk dari sistem kekuasaan Orde Baru yang
militeristik, sentralistik, dominatif, dan hegemonik. Sistem tersebut telah
menumpas kemerdekaan masyarakat untuk mengaktualisasikan dirinya
dalam wilayah sosial, ekonomi, politik, maupun kultural.Keajemukan bangsa
yang

seharusnya

dapat

kondusif


bagi

pengembangan

demokrasi

ditenggelamkan oleh ideologi harmoni sosial yang serba semu, yang tidak
lain adalahideologi keseragaman. Bagi negara kala itu, kemajemukan
dianggap sebagai potensi yang dapat mengganggu stabilitas politik. Karena
itu negara perlu menyeragamkan setiap elemen kemajemukan dalam
masyarakat sesuai dengan karsanya, tanpa harusmerasa telah mengingkari
prinsip dasar hidup bersama dalam kepelbagaian. Dengansegala kekuasaan
yang ada padanya negara tidak segan-segan untuk menggunakan cara-cara
koersif agar masyarakat tunduk pada ideologi negara yang maunya serba
seragam, serba tunggal.Perlakuan Negara yang demikian kean diapresiasi
dan diinternalisasi oleh masyarakat dalam kesadaran sosial politiknya. Pada
gilirannya kesadaran yang bias stateitu mengarahkan sikap dan perilaku
sosial masyarakat kepada hal-hal yang bersifat diskriminatif, kekerasan, dan
dehumanisasi.Hal itu dapat kita saksikan dari kecenderungan xenophobia

dalam masyarakat ketika berhadapan dengan elemen-elemen pluralitas
bangsa. Penerimaan mereka terhadappluralitas kurang lebih sama dan
sebangun dengan penerimaan negara atas fakta sosiologis-kultural itu.
Karena itu, subyektivitas masyarakat kian menonjol dan pada gilirannya
menafikan kelompok lain yang dalam alam pikirnya diyakini "berbeda". Dari
sinilah konflik-konflik sosial politik memperoleh legitimasi rasionalnya.
Tentu saja untuk hal ini kita patut meletakkan negara sebagai faktor
dominan yang telah membentuk pola pikir dan kesadaran antidemokrasi di
kalangan masyarakat.Ketika negara mengalami defisit otoritas, kesadaran
bias state masyarakat semakin menonjol dalam pelbagai pola perilaku sosial
dan politik. Munculnya reformasitelah menyediakan ruang yang lebih lebar
bagi artikulasi pendapat dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Masalahnya, artikulasi pendapat dan kepentingan itu masih belum terlepas

dari kesadaran bias state yang mengimplikasikan dehumanisasi. Itulah
mengapa kemudian muncul pelbagai bentuk tragedi kemanusiaan yang
amat memilukan seperti kita saksikan dewasa ini di Aceh, Ambon, Sambas,
Papua, dan beberapa daerah lain. Ironisnya lagi, ternyata ada the powerful
invisible hand yangturut bermain dalam menciptakan tragedi kemanusiaan
itu.Jadi, reformasi yang tengah kita laksanakan sekarang ini harus mampu

membongkaraspek struktural dan kultural yang kedua-duanya saling
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kita tidak dapat semata-mata
bertumpu kepada aspek struktural atau sistem kekuasaan yang ada,
melainkan harus pula melakukan dislearn atas wacana dankonstruksi
pemikiran masyarakat. Di sini kita sebenarnya berada dalam area dominasi
dan hegemoni negara seperti yang dibeberkan oleh Karl Marx dan Antonio
Gramsci.Repotnya, apa yang terjadi di Indonesia adalah reformasi, dan
bukan revolusi sosial. Gerakan reformasi, karena sifatnya yang moderat,
cenderung berkompromi dengan anasir-anasir lama yang pro-status quo. Ini
yang

disebut

Samuel

P

Huntingtonsebagai

konsekuensi


reformasi.

Sementara revolusi, karena sifatnya yang radikal,bersikap tegas dalam
menghadapi rezim kekuasaan yang lama dan anasir-anasir pro-status quo.
Revolusi Bolshevik 1917 di bekas negara Uni Soviet merupakan contohdari
ketegasan sikap para pemimpin gerakan revolusi terhadap anasir kekuatan
lama.Dalam era pandang revolusioner, struktur kekuasaan harus dibalik
sedemikian rupasehingga diujudkan struktur kekuasaan yang benar-benar
baru. Itulah mengapa kita rasakan perjalanan reformasi bangsa ini terasa
menggemaskan karena lambatnya.Seringkali kita memang tidak begitu
sabar untuk menjadi seorang demokrat, namun untuk menjadi seorang
revolusioner sejati kita pun acap tidak punya nyali.Kenyataan bahwa yang
terjadi sekarang ini adalah reformasi menuntut segenap elemen dalam
masyarakat

untuk

mereposisi


gerakannya

agar

lebih

kondusif

bagi

akselerasi reformasi. Artinya, kita tidak dapat lagi menggunakan wacana
dan metode gerakan sebagaimana dilakukan pada masa kekuasaan Orde
Baru. Gerakan sosial apa pundalam masyarakat harus mulai menyediakan
alternatif-alternatif

yang

lebih

konkret


kepada

para

pengambil

keputusan.Mengapa demikian? Karena kekuasaan negara hari ini, meskipun
struktur dan sistemnya masih Orde Baru, tetapi di dalamnya mulai
berlangsung dinamika yang lebih baik ke arah demokratisasi. Namun
demikian ada dua soal yang harus secara terus-menerus dipertegas.
Pertama, political will dan konsistensi pemerintah baru untukmelaksanakan
agenda reformasi. Kedua, kesediaan masyarakat untuk bekerja sama
dengan pemerintah dalam mempercepat jalannya agenda reformasi.Dalam
konteks pengembangan kehidupan bangsa yang humanis, plural dan
demokratis,baik pemerintah maupun masyarakat bertanggung jawab untuk

membongkar

struktur


dan

kultur

dalam

masyarakat

yang

masih

diskriminatif. Kita tidak boleh lagi menyerahkan segala urusan kepada
pemerintah sebagaimana yang sudah-sudah. Karena dengan begitu kita
sebagai warga negara akan semakin kehilangan peran strategis, sementara
pemerintah akan semakin dominan. Inilah momentum yang tepat bagi
segenapwarga negara Indonesia untuk berpartisipasi semaksimal mungkin
dalam mengarahkandan mengendalikan proses transisi bangsa dan negara
ini menuju demokrasi yang sejati, atau minimal demokrasi yang stabil

(stable democracy)Selama berabad-abad, suku-suku bangsa di Indonesia
umumnya hidup rukun tanpa benturan yang berarti. Falsafat Pancasila yang
bertumpu pada agama lewat KetuhananYang Maha Esa memberi konsep
kedamaian abadi. Tiba-tiba pada masa reformasi, konflik kesukubangsaan,
agama, pelapisan masyarakat sepertinya ikut mengusik kerukunan itu,
seolah-olah menyimbolkan kemerdekaan dari depresi yang mendalam.
Ibaratpanas setahun dihapuskan hujan sehari. Semacam muncul stimulus
perubah kepribadian pelbagai pihak dalam waktu sekejap.
B.

Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalh berikut ialah mahasiswa
dapat memiliki pemahaman tentang salahsatu bentuk gambaran bencana
social seperti konflik social.
Setelah mempelajari makalah berikut ini, mahasiswa diharapkan dapat
memahami :

1.

Pengertian bencana social


2.

Contoh-contoh bencana social

3.

Latarbelakang bencana sosial

4.

Proses bencana social

5.

Penanggulangan bencana social

BAB II
ASSESSMEN MASALAH
A.


Pernyataan masalah
Bencana social
Suatu kondisi atau suatu situasi yang disebabkan oleh perubahan manusia,
yang bersifat mendadak maupun yang bersifat berangsur – angsur, yang
menyebabkan kekacauan dan kerugian secara meluas dan kehidupan
materi, serta lingkungan sedemikian rupa sehingga melampaui kemampuan
sumber dayanya sendiri.
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya
tidak berdaya.Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya
adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya.Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di
masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan
Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.Konflik yang

terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yangtidak
sempurna dapat menciptakan konflik
Deteksi dini bencana sosial
Suatu upaya yang ditujukan untuk menemukenali dan atau menganalisis
potensi munculnya bencana sosial. Aktifitas ini meliputi pengenalpastian
serta memahami berbagai penyebab munculnya bencana sosial dan konflik
sosial maupun kekerasan dengan ditinjau dari berbagai sudut pandang.
Kegiatan ini bukanlah sebagai suatu kegiatan sekali selesai, melainkan
dilakukan terus menerus seiring dengan perkembangan situasi.
Kerusuhan
Kerusuahn merupakan salahsatu contoh dari bencana social. Kerusuahan
membuat permasalah kemiskinan lebih kompleks. Masysrakat korban

kerusuhan kehilangan haarta benda yang dimiliki, akibatnya muncul
keluarga miskin baru, sementara itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia
sudah cukup banyak yang ditandai dengan kerentanan, ketidak berdayaan,
keterisolasian,

ketidak

mampuan

menyampaikan

aspirasi

dan

memanfaatkan akses pelayana social.
Salah satu penyelesaian masalah kemiskinan aadalah memanangani korban
kerusuahan

dimana

jadi komunitas

pengungsi.

Penyelesain

masalah

pengungsi diupayakan secara bertahap dan lintas sector. Tahun 2001 lahir
keputusan pemerintah sebagai hasil kepeutusan sidang cabinet terbatas
bidang kesejahteraan social.
Pada tahun 2003 pemerintah telah bertekat bahwa penanganan pengungsi
dianggap selesai pada akhir agustus 2003, sehingga tidak ada lagi masalah
pengungsi yang menjadi beban pemerintah.
B.

Siapa yang mengalami
Yang mengalami bencana social adalah sebagai berikut:

1.

Orang tersingkir
Hoffer (1988) mengemukakan suatu pandangan kontrofersial dalam ilmu –
ilmu social yang sejalan dengan pokok pikiran tentang gerakan masa dan
perubahan social yaitu: golongan tercampak atau kaum tersingkir sering
menjadi bahan mentah masa depan suatu bangsa. Kaum tersinggkir yang
tidak puas ini dapat menjelma dalam beraneka ragam bentuk yang berbda
satu sama lain akan tetapi memiliki sifat dasar yang sama, yaitu berusaha
menyalurkan ketidkpuasannya kedalam pemberontakan yang keras. Kaum
tersinggkir ini dapat berupa kaum miskin gelandangan , para penjahat,
pelaku ekonomi yang bangkrut, dll.

2.

Org miskin merdeka
Orang miskin yang menganggap bahwa kemiskinannya adalah akibat
struktur yang ada diatasnya yang meninndas dan merugikannya juga tidak
akan

mengungkap

rasa

kekecewaannya

jika

mereka

tidak

memiliki

kesempatan untuk itu . dan biasanya kaum miskin ini mengungkap
kekecewaannya
pendapat

dan

dalam
juga

kekerasan

kebebasan

konflik,

kebebasan

pengungkapan

mengemukakan

kekecewaan

termasuk

kebebasan mengungkapkan kekerasannya adalah orang yang paling keras
dalam kekerasan komunal.
3.

Orang canggung
Orang canggung ialah orang yang memiliki kekuatan baik psikologis,
intelektual, maupun social, tetapi tidak atau belum memiliki tempat yang
memadai dalam hidup.

Kelompok

canggung

seperti

ini

akan

menumpahkan

sepenuhnya

kekecewaan kedalam gerakan yang menurutnya akan menjadi sarana untuk
membongkar hambatan, yang sering kali dengan kekerasan dan konflik
dengan kelompok lain. Kelompok ini terdiri dari remaja, lulusan sekolah
tinggi yang menganggur, para pendatang baru, buruh, pedagang kecil. Dll.
4.

Orang yg mementingkan diri sendiri
Orang yang mementingkan diri sendiri sangat mudah merasa kecewa dan
tidak puas semakin besar rasa mementingkan diri sendiri, semakin tajam
rasa

kecewanya

karena

tidak

sejalan

dengan

kondisi

nyata

dalam

kehidupannya.
5.

Minoritas Propokator Konflik Bencana Sosial
Golongan minoritas tetap berada dalam kedudukan yang sangat berbahaya
sekalipun perlindungan hukum atau kekuatan senjata yang dinikmatinya.
Oarng minoritas ini berusaha untuk mempertahankan cirri hasnya yang
berbeda dan lebih mudah tersurut untuk konflik terutama ynag berkaitan
dengan dorongan untuk memandang kelompoknya sebagai kelompok yang
tertindas dan memandang kelompok mayoritas sebagai kelompok yang
harus disingkirkan.

C.

Cirri – cirri masalah
Ciri-ciri konflik dapat ditandai dari :
a. Ciri peristiwa dalam sehari – hari Pada tahap ini tidak begitu mengancam
dan paling mudah untuk dikelola karena memiliki ciri-ciri:
a). Terjadinya secara terus menerus sehingga merupakan kebiasaan dan
hanya memerlukan sedikit perhatian.
b). Ditandai oleh perasaan jengkel sehari-hari namun berlalu begitu saja
dan munculnya tidak menentu.
c). Walaupun ada perasaan tidak cocok, kadang-kadang marah tetapi
emosinya cepat mereda.

b. Ciri tantangan Pada tahap ini ditandai dengan sikap kalah atau menang berupa:
a). Kekalahan tampaknya lebih besar karena yang bersangkutan terikat
dengan masalah.
b). Pada tahap ini pengelolaannya tidak dapat dilakukan secara sabar dan
hati-hati karena setiap orang berkaitan dengan masalah yang kompleks.
c). Kelompok yang bersaing tidak suka mencari fakta yang akurat tentang
lawan sainganya sebab tingkat kepecayaannya sudah menurun.
d). Muncul sikap putus asa akibatnya hanya saling sindir menyindir karena
strategi yang digunakan hanya untuk mempertahankan sikapnya sendiri.

c. Ciri pertentangan /pertikaian Pada tahap ini keinginan untuk menang
sangat kuat sekaligus untuk mencederai serta menghilangkan keberadaan
kelompok lain, dengan pemikiran bahwa:
a). Konflik telah meningkat dalam eskalasi yang sangat tinggi.
b). Harus ada korban
c). Harus ada yang dihukum
d). Ada upaya untuk memperpanjang konflik
e). Salah satu kelompok harus tidak eksis lagi.
D.

Sebab – sebab masalah

a.

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

b.

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh
dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.

c.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya
menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial.

d.

Perubahan-perubahan

nilai

yang

cepat

dan

mendadak

dalam

masyarakat.3. Jenis-jenis konflikMenurut Dahrendorf, konflik dibedakan
menjadi 4 macam :
e.

konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)

f.

konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

g.

konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan
massa).

h.

konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).

E.

Klasifikasi masalah
Macam-Macam Konflik Sosial serta klasifikasi, bentuk dan jenis
konflik sosial
Sebagaimana diungkapkan di depan, bahwa munculnya konflik dikarenakan
adanya perbedaan dan keragaman. Berkaca dari pernyataan tersebut,
Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi konflik. Lihat saja
berita-berita di media massa, berbagai konflik terjadi di Indonesia baik
konflik horizontal maupun vertikal. Konflik horizontal menunjuk pada
konflik yang berkembang di antara anggota masyarakat. Yang termasuk
dalam konflik horizontal adalah konflik yang bernuansa suku, agama, ras,
dan antargolongan seperti di Papua, Poso, Sambas, dan Sampit. Sedangkan
konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dengan
negara. Umumnya konflik ini terjadi karena ketidakpuasan akan cara kerja
pemerintah. Seperti konflik dengan para buruh, konflik Aceh, serta daerahdaerah yang muncul gerakan separatisme.

Namun, dalam kenyataannya ditemukan banyak konflik dengan bentuk dan
jenis

yang

beragam.

Soerjono

Soekanto

(1989:90)

berusaha

mengklasifikasikan bentuk dan jenis-jenis konflik tersebut. Menurutnya,
konflik mempunyai beberapa bentuk khusus, yaitu:
a. Konflik Pribadi
Konflik terjadi dalam diri seseorang terhadap orang lain. Umumnya konflik
pribadi diawali perasaan tidak suka terhadap orang lain, yang pada
akhirnya

melahirkan

perasaan

benci

yang

mendalam.

Perasaan

ini

mendorong tersebut untuk memaki, menghina, bahkan memusnahkan pihak
lawan. Pada dasarnya konflik pribadi sering terjadi dalam masyarakat.
b. Konflik Rasial
Konfilk rasial umumnya terjadi di suatu negara yang memiliki keragaman
suku dan ras. Lantas, apa yang dimaksud dengan ras? Ras merupakan
pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri biologisnya, seperti bentuk
muka, bentuk hidung, warna kulit, dan warna rambut. Secara umum ras di
dunia dikelompokkan menjadi lima ras, yaitu Australoid, Mongoloid,
Kaukasoid, Negroid, dan ras-ras khusus. Hal ini berarti kehidupan dunia
berpotensi munculnya konflik juga jika perbedaan antarras dipertajam.
c. Konflik Antarkelas Sosial
Terjadinya kelas-kelas di masyarakat karena adanya sesuatu yang dihargai,
seperti kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Kesemua itu menjadi dasar
penempatan seseorang dalam kelas-kelas sosial, yaitu kelas sosial atas,
menengah, dan bawah. Seseorang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan
yang besar menempati posisi atas, sedangkan orang yang tidak memiliki
kekayaan dan kekuasaan berada pada posisi bawah. Dari setiap kelas
mengandung hak dan kewajiban serta kepentingan yang berbeda-beda. Jika
perbedaan ini tidak dapat terjembatani, maka situasi kondisi tersebut
mampu memicu munculnya konflik rasial.
d. Konflik Politik Antargolongan dalam Satu Masyarakat maupun
antara Negara-Negara yang Berdaulat
Dunia perpolitikan pun tidak lepas dari munculnya konflik sosial. Politik
adalah cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah.
Konflik politik terjadi karena setiap golongan di masyarakat melakukan
politik yang berbeda-beda pada saat menghadapi suatu masalah yang sama.
Karena perbedaan inilah, maka peluang terjadinya konflik antargolongan
terbuka lebar. Contoh rencana undang-undang pornoaksi dan pornografi
sedang diulas, masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua pemikiran,

sehingga terjadi pertentangan antara kelompok masyarakat yang setuju
dengan kelompok yang tidak menyetujuinya.
e. Konflik Bersifat Internasional
Konflik

internasional

kepentingan

di

biasanya

mana

terjadi

menyangkut

karena

kedaulatan

perbedaanperbedaan
negara

yang

saling

berkonflik. Karena mencakup suatu negara, maka akibat konflik ini
dirasakan oleh seluruh rakyat dalam suatu negara. Apabila kita mau
merenungkan
berlangsung

sejenak,
dalam

pada

kurun

umumnya
waktu

yang

konflik
lama

internasional
dan

pada

selalu

akhirnya

menimbulkan perang antarbangsa
Bencana social konflik ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan
jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis bencana konflik, di
pandang dari segi materinya menjadi 4, yaitu:
1.

Konflik tujuan.
Konflik tujuan akan terjadi jika terdapat dua tujuan yang kontradiktif

2.

Konflik peranan
Konflik peranan muncul karena manusia memiliki lebih dari 1 peranan dan
tiap peranan tidah selalu memiliki kepentingan yang sama.

3.

Konflik nilai
Konflik ini dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap
individu dalam organisasi tidak selalu sama sehingga konflik dapat terjadi
antara individu maupun individu dengan yang lain.

4.

Konflik kebijakan
Konflik kebijakan akan terjadi karena adanya ketidaksetujuan individu atau
kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemukakan oleh satu pihak
dan kebijakan lainnya.

F.

Potensi dan system sumber yang ada , termasuk lembaga pelayanan
social yang mengalami masalah tersebut
Kelembagaan Penyelesaian Konflik

Melalui Pranata Adat dan Pembentukan Komisi Penyelesaian Konflik Sosial
a.

Lembaga Adat Penyelesaian Konflik
·

Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengakui peran lembaga-

lembaga adat yang sudah ada.
·

Pengertian mengakui, artinya bahwa pemerintah menghargai dan

mengakui semua putusan lembaga adat mengenai penyelesaian suatu
konflik sosial.
b.

Komisi Penyelesaian Konflik

·

Pembentukan Komisi

·

Pembentukan Komisi di Daerah

·

Keanggotaan Komisi

·

Berhentinya Keanggotaan

·

Tugas Komisi

·

Wewenang Komisi

·

Pembentukan Tim Pencari Fakta

·

Mekanisme Penyelesaian Konflik

·

Sekretariat Komisi

·

Delegasi Pengaturan lebih lanjut pengenai pengelolaan konflik

c.

Peranserta Masyarakat
·

Hak peran serta.

·

Bentuk

Peranserta

(Pembiayaan,

bantuan

kebutuhan dasar
minimal bagi korban, dan/atau, bantuan tenaga).
·

Peranserta masyarakat internasional.

BAB III

teknis,

penyediaan

RENCANA INTERVENSI
A.

Program kegiatan
Beberapa focus yang mendasari pelaksanaan suatu program:

a.

Hal-hal terpenting dalam pergeseran paradigma :

·

PB tidak

terfokus

pada

saat

terjadi bencana

tetapi

lebih

pada

keseluruhan aspek : sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana (manajemen
risiko)
·

Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh Pemerintah
merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata
karena kewajiban pemerintah

·

PB. Menjadi urusan bersama antara pemerintah, masyarakat, LSM, dan
pemangku kepentingan

b.
·

Penanganan Konflik
Serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana
dalam situasi dan peristiwa sebelum, pada saat maupun sesudah terjadi
konflik yang mencakup kegiatan

o pencegahan konflik,
Ø Memelihara kondisi damai di masyarakat.
Ø Mengembangkan penyelesaian perselisihan secara damai;
Ø Meredam potensi konflik;
Ø Mengembangkan sistem peringatan dini.
o penghentian konflik
Ø Penghentian kekerasan.
Ø Pernyataan status keadaan konflik.
Ø Tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban; dan/atau
Ø Bantuan pengerahan sumber daya TNI.
c.

Penghentian Kekerasan

·

Koordinasi dan Komando POLRI.

·

Kegiatan Penghentian: pemisahan kedua kelompok dan perampasan
senjata.

·

Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menghentikan
konflik:

menetapkan

demarkasi,

menetapkan

zona

konflik,

melarang

melakukan kegiatan tertentu, melarang berkumpul.
d.

Penanganan Darurat Penyelamatan Korban

·

Tanggungjawab Pemerintah/Pemerintah Daerah

·

Pengkajian secara cepat, penyelamatan dan evakuasi, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan terhadap kelompok rentan,

·

penegakan hukum, pengaturan mobilitas orang.

e.

Rekonstruksi

·

Pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik daerah konflik;

·

Penegakan hukum;

·

Pemulihan dan pemerataan aset dan akses pendidikan, kesehatan serta
mata pencaharian;

·

Perbaikan sarana dan prasarana umum daerah konflik;

·

Perbaikan berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi;

·

peningkatan

sikap

toleransi

dan

kerukunan

antarkelompok

dan

golongan masyarakat yang berkonflik;
·

pengembangan berbagai proses dan sistem yang dapat meningkatkan
kesadaran

masyarakat

akan

arti

pentingnya

keadilan,

perdamaian,

pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan;
·

pemberdayaan masyarakat menuju perecepatan proses rekonstruksi. F.

f.

Rehabilitasi

§ Pemulihan sosial, ekonomi, budaya dan keamanan serta ketertiban.
§ Perbaikan dan pengembangan lingkungan/daerah perdamaian.
§ Peningkatan pendidikan toleransi dalam upaya pembangunan perdamaian.
§ Mendorong

terciptanya

relasi

sosial

yang

adil

bagi

kesejahteraan

masyarakat berkaitan langsung dengan hak-hak dasar masyarakat
§ Mendorong optimalisasi fungsi kearifan lokal dalam penyelesaian konflik.
§ Mendorong terbukanya partisipasi masyarakat untuk perdamaian.
§ Pemulihan sosial psikologis korban konflik dan perlindungan kelompok
rentan.
§ Mengembangkan

bentuk-bentuk

resolusi

konflik

untuk

memelihara

kelangsungan perdamaian
§ Penegakan aparat hukum dan pemerintahan yang bersih.
§ Penguatan terciptanya kebijakan publik yang mendorong pembangunan
perdamaian berbasiskan hak-hak masyarakat.
§ penguatan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang perdamaian dan
rekonsiliasi, pemulihan ekonomi, pemulihan hak-hak keperdataan, dan
pemulihan pelayanan pemerintahan.
Program Kegiatan:
KESERASIAN SOSIAL BERBASIS MASYARAKAT (KSBM)

LOKASI, BENTUK BANTUAN DAN KEGIATAN
A.

Lokasi

1. Daerah yang pernah mengalami bencana sosial
2. Daerah rawan bencana sosial
3. Wilayah konsentrasi korban bencana sosial
B.

Bentuk bantuan

1. Bantuan dalam bentuk uang tunai
2. Bantuan untuk masyarakat di Desa/Kelurahan berdasarkan musyawarah,
bukan untuk perorangan
3. Bantuan diwujudkan dalam kegiatan fisik dan non fisik.
C. Bentuk kegiatan
1. Kegiatan fisik
a. Pembuatan/rehabilitasi jalan desa yang bukan menjadi sasaran PU/Pemda
b. Rehabilitasi sarana ibadah
c. Pembuatan talut/tanggul/gorong-gorong
d. Pembangunan balai pertemuan warga
e. Pembuatan lapangan olah raga
f. Rehabilitasi saluran air lingkungan
g. Pengadaan sarana air bersih ( MCK, sumur umum,pipanisasi )
h. Pembuatan keranda dan tempat persemayaman
i. Pembuatan sarana penerangan lingkungan
j. Pembuatan tugu keserasian sosial
2. Kegiatan non fisik
Aksi bersama dalam bentuk padat karya dengan dana maksimal 2 % dari
jumlah bantuan keserasian sosial atau Rp. 2.000.000 selama 6 bulan
3. Kegiatan penunjang
Merupakan kegiatan yang melekat pada bidang tugas pelaksana yaitu untuk
operasional forum keserasian sosial sebesar Rp. 5.000.000,D. Indikator Keberhasilan
1. Tersalurkannya bantuan Keserasian Sosial.
2. Termanfaatkannya bantuan yang telah disalurkan.
3. Terjalinnya Keserasian Sosial, Keharmonisan di masyarakat Wilayah
sasaran.
4. Terciptanya Keserasian Sosial di Masyarakat.
5. Terwujudnya Ketahanan Sosial.
PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2011 SERTA
PRIORITAS
PEMBANGUNAN

BIDANG

BANTUAN

MENUJU TAHAP PERCEPATAN TAHAP II
a. PENANGANAN BENCANA

DAN

JAMINAN

SOSIAL

1. Pra bencana
a. Pelatihan relawan penanggulangan bencana alam
b. Pemantapan TAGANA
c. Pengembangan kesiapsiagaan penanggulangan bencana sosial
d.

Deteksi dini daerah rawan bencana sosial

e. Sarasehan kearifan lokal daerah rawan bencana sosial
2. Saat bencana
a.

Penyelenggaraan dapur umum

b.

Bantuan pemenuhan bantuan dasar

c.

Pendirian posko dan tempat pengungsian

d.

Pengerahan TAGANA

3.

Paska bencana
a.

Penyiapan tempat penampungan sementara korban bencana

b.

Pemugaran rumah yang masih dapat diperbaiki

c.

Bantuan Bahan Bangunan Rumah [BBR]
b. HAL-HAL YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN TAHUN

2011
1. Seksi pkba & sosial
a. Laporan kejadian bencana tepat waktu dan akurat
b. Kejadian bencana dengan korban kurang dari 20 menjadi tangggungjawab
Kabupaten/Kota, jumlah korban sampai dengan 30 menjadi tanggungjawab
Provinsi, dan selebihnya diatas 30 menjadi tanggungjawab Kementerian
Sosial RI
c. Korban yang dapat dimintakan bantuannya adalah korban kejadian pada
tahun anggaran berjalan
d. Buffer Stock untuk kesiapsiagaan bencana diperuntukkan bagi korban
bencana yang akan datang
e. Buffer stock harus dilaporkan secara berkala dan bantuan yang sudah
disalurkan untuk segera dipertanggungjawabkan
f. Cadangan Beras Pemerintah Kabupaten/Kota agar dimanfaatkan dalam
keadaan darurat (emergency)
g. Pengoptimalkan Tagana dalam penanganan bencana.
2.

Seksi ktk & pm

a. Pekerja Migran yang sudah pulang ke daerah asal agar didata dan
ditindaklanjuti, diberdayakan dengan pelatihan ketrampilan dan atau
bantuan stimulan modal Usaha Ekonomis Produktif agar tidak muncul lagi
permasalahan yang sama
b. Data PMKS by name by addres haruslah selalu di update

c. KTK & Pekerja Migran mengalami masalah psikologis, exploitasi, perlakuan
salah dan diskriminasi dari pihak manapun perlu perlindungan [perlu
adanya shelter di daerah Kabupaten/Kota
d. Calon pekerja migran langsung berhubungan dengan agen/calo, sehingga
pemerintah daerah dan instansi terkait sulit melakukan pemantauan secara
menyeluruh
e. Peraturan Daerah yang mengatur perlindungan KTK & pekerja migran
belum tersedia secara merata di daerah sehingga upaya perlindungan
pekerja migran tidak dapat dilakukan secara mendasar
f. Pembentukan Satgas Kab/Kota perlu untuk perlindungan para pekerja
migran. Para pekerja migran harus lapor ketika berangkat atau datang ke
Kepala Desa

4.
a.

Seksi pub & ujs
Masih

terdapat

penyelenggaraan

Undian

Gratis

berhadiah

di

Kabupaten/Kota belum melakukan perizinan ke Kementerian Sosial RI dan
hanya diberikan rekomendasi oleh Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan
undian
b. Untuk kegiatan Askesos tahun 2011 maka Kabupaten/Kota sudah dapat
mengusulkan

lembaga-lembaga

yang

penyelenggara

selanjutnya

diseleksi

akan

dipandang
untuk

layak

ditetapkan

menjadi
sebagai

penyelenggara
c. Pengelola Askesos agar menyerahkan laporan triwulan ke Dinas Sosial
Provinsi Jawa Tengah
d. Bagi pengelola Askesos yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun dan
jumlah peserta 200 orang dapat diusulkan untuk memperoleh tambahan
bantuan dengan membuat proposal
e. Walaupun program BKSP sekarang sudah tidak ada, namun pelaksana BKSP
masih harus tetap melanjutkan penyantunannya dan tetap melaporkan
kegiatannya karena bantuan kepada PMKS non potensial tersebut adalah
bantuan tetap dan berkelanjutan
f. Kebijakan bidang Banjamsos pada tahun 2011 dan selanjutnya haruslah
dipertajam dengan memprioritaskan dan fokus

dalam bentuk upaya

preventif dan kesiapsiagaan, deteksi dini, mitigasi dan upaya pencegahan
lainnya
g. Penajaman kebijakan bidang Banjamsos dengan mengembangkan jaringan
sosial di tingkat Desa/Kelurahan dengan melibatkan unsur masyarakat
secara langsung
h. Komitmen yang kuat untuk melaksanakan kegiatan APBN dan APBD secara
bertanggungjawab atas dasar akuntabilitas dan transparansi

i. Merumuskan dan mengimplementasikan mekanisme koordinasi dan jaringan
kerja antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan
kegiatan
j. Mengevaluasi capaian kinerja dalam pelayanan dan pemberian bantuan
sosial ke masyarakat

SISTEM KETAHANAN KEBAKARAN LINGKUNGAN
a.

Kendaraan bermotor pengguna isyarat dan sirene (UU
lintas

N0.22/

2009

psl

6).

Hanya

dapat

Lalu-

digunakan

pada

kendaraan bermotor :
1.

Peetugas POLRI.

2.

Pengawalan TNI.

3.

Pengangkut Tahanan.

4.

Pemadam Kebakaran.

5.

Ambulance.

6.

Palang Merah.

7.

Penanganan Bencana.

8.

Pengikut Jenasah.

b.

Pengutamaan Petugas (UU Lalu-lintas N0.22 / 2009. psl. 104
ayat 1).

1.

Memberhentikan arus lalu-lintas dan

2.

Pengguna jalan.

3.

Memerintahkan pengguna jalan

4.

Untuk jalan terus.

5.

Mempercepat arus lalu-lintas.

6.

Memperlambat arus lalu-lintas.

7.

Mengalihkan arus lalu-lintas.

c.

Perioritas

1.

Pemadam kebakaran yang sedang bertugas.

2.

Ambulance pengangkut orang sakit.

3.

Kendaraan

Kendaraan

untuk

(UU Lalu-lintas N0.22 / 2009. psl.

memberikan

pertolongan

pada

134).

kecelakaan

lalu-

lintas.
4.

Kendaraan pimpinan lembaga negara republik indonesia.

5.

Kendaraan

pimpinan

dan

pejabat

negara

asing serta

lembaga

international yang menjadi tamu negara.
6.

Iring-iringan pengantar jenasah.

7.

Konvoi dan / atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut
kepentingan petugas kepolisian negara republik indonesia.

C.

Pendekatan yang digunakan

a. Pendekatan Agama
Pendekatan ini bersifat individual dalam arti sangat berhubungan dengan
keyakinan masing-masing orang terhadap ajaran agamanya . Semakin orang
yakin akan ajaran agamanya, semakin pendekatan ini effektif kegunaannya.
Melalui pendekatan agama diajarkan bahwa masalah sosial timbul bila
terjadi

pelanggaran

terhadap

norma-norma

agamanya.

Pelanggaran

terhadap norma agama akan mendapat sanksi yang kadang sifatnya sangat
abstrak dan sangat tergantung kepada keyakinan para penganutnya
(keyakinan tentang adanya sorga bagi yang berbuat baik dan neraka bagi
orang “jahat”) Pendekatan ini lebih terasa keeffektifannya dalam kerangka
preventif dengan cara penanaman nilai nilai agama sejak dini dari tiap
keluarga dalam masyarakat. Ini artinya dalam pendekatan ini yang dapat
berperan selain kaum rohaniwan yang memang punya kompetensi dalam
bidang agama juga para orang tua dalam tiap keluarga punya peran yang
cukup penting dalam kaitan penanaman nilai niliai agama secara dini
kepada para anggota keluarga sehingga dengan terinternalisasinya nilai
nilai agama pada tiap individu anggota masyarakat diharapkan ia bisa
menjadi benteng ataupun juga filter dalam menyaring pengaruh negatif dari
sekelilingnya

atau

dengan

kata

lain

dapat

mencegah

terjadinya

pelanggaran-pelanggaran terhadap nilai-nilai dan norma agama yang pada
gilirannya mencegah terhadap terjadinya masalah-masalah sosial.
b. Pendekatan Hukum
Antara pendekatan hukum an pendekatan agama ada kesamaan segi
historis, dalam arti pendekatan hukum dalam memandang fenomena
masalah sosial bisa bersumber pada pendekatan agama. Hanya pada
pendekatan hukum biasanya ia berlaku bagi semua anggota masyarakat
dimana ia bertempat tinggal dan hukum tersebut diberlakukan. Pendekatan
ini sanksinya lebih jelas karena mengacu pada peraturan atau norma yang
sudah dikodifikasikan dan disahkan , misalnya hukuman bagi pelaku
kejahatan membunuh dihikum penjara sekian tahun, pelaku kejahatan
korupsi dihukum sekian tahun dst.Dengan demikian pendekatan hukum
memandang bahwa masalah sosial terjadi
Bila terjadi pelanggaran terhadap norma-norma hukum dan untuk setiap
pelaku pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi. Pendekatan ini bisa
besifat preventif dalam arti masalah sosial dapat dicegah melalui upaya
sosialisasi norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat maupun
bersifat kuratif atau rehabilitatif dalam arti terhadap pelaku pelanggar
norma hukum akan diberikan sanksi tertentu dan diadakan pembinaan agar
dia

tidak

lagi

melakukan

pelanggaran-pelanggaran

terhadap

norma

hukum. Mereka yang berperan dalam pendekatan ini antara lain adalah
para penegak hukum maupun aparat pemerintah yang berwajib .

c. Pendekatan Jurnalistik
Dengan pendekatan jurnalistik dimaksudkan sebagai usaha penyebarluasan
informasi yang berkaitan dengan masalah sosial melalui tulisan-tulisan di
media cetak. Melalui pendekatan ini masalah sosial diusahakan untuk
dikenalkan pada masyarakat baik dalam arti masalah sosial itu sendiri
maupun sebab-akibat serta cara-cara menghadapinya. Sejak abad 18 suratsurat kabar dan majalah-majalah telah menjadi bagian yang mencatat dan
memaparkan

ungkapan

dan

protes

terhadap

eksploitasi,korupsi

dan

degradasi pada masyarakat di Amerika Serikat. Pendekatan ini juga
berusaha menyadarkan akan bahaya dari masalah sosial yang sedang dan
akan terjadi.Sampai saat ini majalah, surat kabar masih menjadi sarana
yang berharga dalam membangkitkan kesadran masyarakat akan bahaya
narkoba, Prostitusi, HIV/AIDS dan masalah-masalah sosial lain. Mereka
yang bisa berperan dalam pendekatan ini selain para jurnalist, bisa juga
orang-orang

yang

punya

kemampuan

menulis

kompetensi

(penjelasan

dalam

secara

bidangnya

medis

dari

dan

dokter

punya
tentang

HIV/AIDS, penjelsan dari ahli ilmu sosial tentang kemiskinan dst).
Pendekatan ini dianggap cukup besar artinya dalam arti ia bisa mempunyai
jangkauan yang luas baik dari segi penyebaran geografis maupun kelompok
sasaran orang yang akan dituju. Dalam hal sasarannya masyarakat, maka
dengan pendekatan ini bisa menekan situasi panik dari masyarakat yang
semula tidak faham akan situasi sosial yang bermasalah yang sedang terjadi
(kepanikan masyarakat ketika bahaya AIDS baru pertama kali diketahui,
banyak penderita AIDS yang diperlakukan tidak manusiawi karena ketidak
tahuan orang tentang bagaimana cara penularan penyakit tsb).
Walaupun pendekatan ini bisa mempunyai jangkauan yang luas, sayangnya
pendekatan ini hanya effektif bagi masyarakat yang mempunyai budaya
baca
d. Pendekatan Seni
Pendekatan seni adalah suatu upaya yang dilakukan para seniman (seni
drama,

musik,

tari,

lukis,

sastra

dsb)

untuk

membangun

simpati kemanusiaan sehubungan dengan sistuasi sosial yang bermasalah.
Melalui pementasan dramanya para dramawan seringkali memberikan
kritik

sosialnya

terhada

pemerintahan yang telah menyimpang dari

tujuannya (banyaknya terjadi koruspsi, kolusi, nepotisme dan kebobrokankebobrokan lain yang dilakukan oleh para aparat pemerintahan). Para
musisi menciptakan lagu-lagu yang juga berisi protes terhadap situasi dunia
yang jauh dari perdamaian, begitu juga yanng dilakukan para sastrawan
melalui puisi atau novelnya ataupun para pelukis dengan hasil coretan di
atas kanvasnya yang mencoba menuangkan ungkapan hatinya yang juga
mencoba mewakili suara rakyat dalam melakukan kritik sosial biasanya

terhadap pemerintah yang mulai dianggap “korup”, sehingga menimbulkan
masalah

sosial.Dalam

pendekatan

ini

juga

harus

memperhitungkan

kelompok yang jadi sasaran.(misal melalui musik, apabila yang jadi sasaran
pendekatan adalah anak muda, maka musik yang digunakan juga musik
yang sesuai dengan selera anak muda, begitu juga dengan ksenian lainnya,
misalnya wayang cocok untuk digunakan pada masyarakat desa di Jawa
dst).
D.

Peran peksos dalam program
Lalu bagaimana pekerjaan sosial mengatasi konflik?,dalam mencari segi
penyelesaiannya, kemanfaatan dan kemaslahatannya, dari berbagai upayaupaya yang dilakukan seperti antara lain ;
1. Menciptakan kereativitas masyarakat dalam menyikapi suatu konflik
2. Melakukan perubahan sosial yang kondusif pada pasca konflik.
3. Membangun komitmen kebersamaan dalam kelompok yang pernah
konflik.
4. Mencegah berulang lagi konflik yang dapat merugikan banyak pihak.
5. Meningkatan fungsi sosial kekeluargaan atas dasar kebersamaan sebagai
nilai kearifan lokal yang dibangun dan diberdayakan dalam upaya dini
menangani konflik.