BATIK CAP DAN PRINTING MODERNISASI BATI

“BATIK CAP DAN PRINTING”
MODERNISASI BATIK AKIBAT GLOBALISASI INDUSTRI DAN TEKNOLOGI
Kardina Sidni Arfiyanti
Universitas Negeri Malang
e-mail: [email protected]
Abstrak: Kualitas penggunaan terhadap batik adalah upaya untuk
mempertahankan penggunaan terhadap budaya batik. Banyak perbedaan
terutama dalam penggunaan dan pembuatan batik antara zaman terdahulu
dengan zaman modern saat ini atau kita kenal dengan istilah era globalisasi.
Penggunaan batik pun disulap sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dan
bersifat informal misalnya, batik yang dijadikan sebagai tas, sandal, tempat
handphone, celana panjang, hingga pakaian dalam pun bermotif batik serta
aksesoris-aksesoris lainnya. Para penggemar dan pencinta batik mungkin
dapat mengidentifikasikan sebuah batik dengan desainernya, atau dengan asal
daerah batik tersebut. Dengan perkembangan material dan teknologi,
perkembangan batikpun menjadi sangat beragam, seperti batik tulis halus dan
kasar, batik cap, sablon (screening) dan printing.
Kata Kunci: Batik, Globalisasi, Teknologi , Industri, Desain
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit
dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada
masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi
salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya.
Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini
dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Kualitas penggunaan terhadap batik adalah upaya untuk mempertahankan
penggunaan terhadap budaya batik. Banyak perbedaan terutama dalam penggunaan dan
pembuatan batik antara zaman terdahulu dengan zaman modern saat ini atau kita kenal dengan
istilah era globalisasi. Batik sekarang banyak sekali ragamnya dan modelnya, dan batik banyak
digunakan oleh semua kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun sekarang
batik sudah menjadi identitas rakyat Indonesia. Kemana-mana orang sudah tidak malu lagi
mengenakan batik,karena rakyat Indonesia sudah mulai paham dengan adanya batik menjadi
situs warisan dunia.

Globalisasi adalah perkembangan zaman yang diikuti dengan kemajuan teknologi
yang serba canggih dan modern. Kita ketahui bahwa pembuatan batik dapat terbilang cukup sulit
dan menghabiskan waktu yang tidak sedikit, bisa berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan hanya
untuk menciptakan satu buah batik. Tidak salah jika penggunaan batik pun hanya dapat ditemui
oleh kalangan menengah ke atas karena proses penciptaan batik yang terlalu rumit
mengakibatkan harga jual batiknya pun ikut meningkat. Misalnya, zaman dahulu penggunaan

batik sangat erat kaitannya dengan kehidupan Jawa dan penggunaannya dapat dilihat di keratonkeraton Jawa, dan sebagian orang yang memiliki batik pun biasanya hanya menggunakan
batiknya tidak secara terus menerus atau dalam kata lain hanya dikenakan pada acara-acara
Kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan
terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini
menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau
awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX
dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.
GLOBALISASI BATIK
Memasuki era globalisasi, ternyata batik juga telah mengikuti kemajuan teknologi,
salah satunya yaitu dalam hal metode pembuatan batik. Metode pembuatan batik sebelumnya
yaitu dibentuk langsung oleh tangan seorang perancang dengan menggunakan canting dan pensil.
Kini di zaman yang serba canggih, metode pembuatan batik dapat dengan mudah ditemui,
beberapa metode pembuatan batik yaitu dengan menggunakan cap dan cetak seperti sablon, dan
printing. Produksi batik pun semakin meningkat namun tidak menutup kemungkinan bahwa
harga jual batik ikut meningkat pula. Hal ini sejalan dengan perusahaan yang dirintis oleh istri
kepala Presiden Indonesia, Ibu Any Yudhoyono yang menyelenggarakan Yayasan Batik
Indonesia. Mulai banyak pedagang atau perancang yang bersaing menjual batiknya, pengaruh
globalisasi juga mengubah pola pikir mereka untuk mengembangkan kreativitasnya dalam
penggunaan batik. Penggunaan batik pun disulap sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dan
bersifat informal misalnya, batik yang dijadikan sebagai tas, sandal, tempat handphone, celana

panjang, hingga pakaian dalam pun bermotif batik serta aksesoris-aksesoris lainnya. Kini,
masyarakat dapat memiliki barang-barang yang bermotif batik tersebut dengan harga yang
terjangkau untuk semua kalangan dan usia. Bahkan, tidak ada yang tidak mungkin sebuah mobil

pun dapat dibuat dengan motif batik,

namun harganya terbilang mahal karena sesuai dengan

metode pembuatannya yang sulit. Usaha untuk tetap melestarikan budaya yang ada di Indonesia
dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah penggunaan batik dalam
mengapresiasikan budaya Indonesia. Adanya pengaruh globalisasi, ternyata tidak mengurangi
kualitas penggunaan terhadap batik itu sendiri. Justru, semakin berkembangnya zaman semakin
meningkatnya pula kreativitas seseorang untuk membudidayakan dan memanfaatkan budaya
yang dimiliki Indonesia. Alangkah baiknya, jika kita ikut serta dalam memelihara budaya di
Indonesia, karena kita juga merupakan bagian dari negara Indonesia.Dan kini batik sudah
menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
DESAINER DAN DISTRIBUSI BATIK DI INDONESIA
Hari ini kita patut berbangga karena batik adalah milik kita bangsa Indonesia bukan
bangsa Malaysia atau yang lain. Penghargaan UNESCO merupakan penghargaan terhadap karya
seni klasik bercita rasa tinggi(batik). Bukan semata-mata terhadap keindahan kain batik itu

sendiri, tapi penghargaan terhadap para pengrajin batik di pedesaan. Di balik popularitas batik
yang kini makin mendunia, Euforia batik tidak boleh hanya di negeri sendiri. Seluruh
masyarakat Indonesia memiliki tugas untuk menjaga penghargaan yang diberikan UNESCO.
Batik kini memang tak lagi sekedar jarik atau kemben yang identik dengan masyarakat
tempo dulu atau pedesaan. Wujudnya pun tak melulu helaian kain panjang tanpa jahit. Kain
bermotif yang dilukis dengan lilin atau malam itu telah menjadi bagian tren fashion.Berbagai
inovasi terus dilakukan demi memikat pasar dunia. Tanpa menerjang pakem batik tradisional,
sejumlah industri mode di tanah air berkreasi mengawinkannya dengan detail modern. Perancang
muda Lenny Agustin misalnya, adalah salah satu pegiat mode yang serius mengolah batik
sebagai bagian tren fashion. Desainer Lenny Agustin terus mengeksplor batik, baik dari segi
desain, dan motif. Kreatifitas sangat dibutuhkan agar batik tetap eksis. Motif batik klasik
memang harus dipertahankan, tetapi selain itu Lenny Agustin tertantang untuk lebih berkreasi
dengan motif-motif yang lebih bersifat kekinian. Semangat serupa ditunjukkan Oscar Lawalatta.
Perancang muda ini tak lelah berkreasi dengan batik tradisional. Penghargaan UNESCO
membuatnya semakin percaya diri memamerkan busana batik ke mancanegara.
Desainer dan perancang busana Oscar Lawalata selalu berusaha untuk mengeksplor
unsur-unsur etnik Indonesia dan memasukkannya dalam rancangannya. Menurut Oscar Lawalata

kebudayaan Indonesia sungguh beragam dan sangat eksotis. Dengan mengeksplorasi dan
memasukkan dalam tiap rancangan merupakan suatu kebanggaan bagi Oscar Lawalata.

Terangkatnya batik ke kancah internasional tidak bisa lepas dari peran maestro batik tanah air
Nursjirwan Tirtamidjaja, dikenal sebagai Iwan Tirta. Wafat beberapa bulan lalu, seniman dan
desainer batik itu meninggalkan warisan perjuangan yang telah berbuah manis. Jauh sebelum
anak muda masa kini begitu percaya diri mengenakan batik, Iwan sudah berjuang
mempromosikan keindahan batik ke mancanegara. Master hukum lulusan Yale University itu
memiliki andil besar dalam mentransformasikan kain tradisional batik menjadi sebuah gaun
modern yang mewah. Ia memberi citarasa modern demi menduniakan batik.
Melalui karyanya, Iwan Tirta pun berhasil membuat tokoh dunia Nelson Mandela
terpikat batik. Hampir dalam setiap kesempatan, tokoh anti-apartheid yang sangat dihormati
bangsa Afrika Selatan ini selalu mengenakan batik di berbagai forum dunia. Batik Mandela
kebanyakan dari Indonesia. Kegemaran Mandela mengenakan busana khas Indonesia itu
membuat bangsa Afrika menjadi akrab dengan batik. Hanya, mereka lebih mengenal batik
dengan sebutan ‘Madiba’s Shirt’ alias pakaian Mandela. Madiba adalah nama populer untuk
menyebut Mandela. Batik memang tak hanya ditemui di Indonesia. Selain di Afrika dengan
sebutan ‘Madiba’s Shirt’, batik juga ada di Malaysia, Jepang, China, India, Jerman, dan Belanda.
Namun batik Indonesia memiliki ciri khas. Ada beberapa motif klasik yang tak
mungkin ditemui di negara manapun seperti Kawung, dan Sido Mukti. Perbedaan batik
Indonesia paling halus karena cantingnya sangat kecil sehingga menghasilkan gambar yang halus
dan rapi. Sementara di beberapa negara lebih cenderung batik pabrikan atau printing
Perkembangan batik modern adalah hal yang positif. Sentuhan modern membuat batik di

Indonesia lebih bisa go international. Ketika industri memainkan kerasi akan motif batik, itu
juga artinya kerajinan batik tradisional di pesisir dan pedesaan juga tak akan mati.
PERKEMBANGAN DESAIN DAN TEKNOLOGI PEMBUATAN BATIK
Industri batik saat ini merupakan industri kecil dan menengah, terkadang dikombinasi
dengan industri rumah tangga. Tenaga kerja langsung yang terlibat proses pembatikan itulah
yang sering disebut dengan pengrajin. Produktivitas produksi batik ini terutama batik tulis sangat
rendah, kadang-kadang untuk menyelesaikan satu lembar kain batik halus memerlukan waktu 46 bulan. Tetapi untuk menyelesaikan batik tulis kasar dengan motif sederhana, diperlukan waktu

hanya satu minggu. Dengan adanya persaingan dari proses sablon dan printing, maka jumlah
pengrajin batik ini semakin berkurang, dan yang berkembang adalah para peng-disain batik halus
disisi high-end product. Kombinasi tenun halus bermotif dengan batik tulis, merupakan inovasi
yang memukau.
Pasar batik yang semakin melebar, serta dinamika selera masyarakat maka, perubahan
dan perkembangan motif harus dilakukan secara cepat dan dalam waktu yang singkat. Siklus
disain akan semakin pendek, dan pasar harus segera dibanjiri untuk mendapatkan pengembalian
investasi. Perusahaan-perusahaan besar, juga dalam TPT, akan berorientasi kepada budaya
kontemporer barat, yang sangat, ialah pandangan ingin yang baru, lebih besar atau lebih bagus.
Oleh karenanya perusahaan akan menerapkan strategi planned obsolescence atau menjadi
ketinggalan zaman atau tidak up to date, kedalam poduknya. Strategi new atau improved
dilakukan. Hal inilah yang akan mendorong proses sablon dan printing motif batik terus

berkembang dengan pesat.
Disisi lain perkembangan dan pemanfaatan teknologi komputer untuk mendisain motif
baru yang sudah mulai diterapkan, pada saatnya akan diikuti oleh proses penggambaran secara
langsung kedalam kain, dengan memanfaatkan printer besar atau plotter. Ditambah lagi dengan
sudah mulai dimanfaatkannya canting listrik (apalagi kalau minyak tanah semakin langka atau
hilang), perkembangan berikutnya yang dapat dibayangkan adalah pemakaian plotter yang
langsung memakai malam dan dilakukan sekaligus dengan beberapa canting secara bersamaan.
Kebanyakan batik diperdagangkan seperti barang biasa, mungkin sebagai tekstil biasa.
Kita tidak pernah mengetahui sebuah motif (corak/desain) tertentu telah dibuat dalam berapa
helai batik. Para penggemar dan pencinta batik mungkin dapat mengidentifikasikan sebuah batik
dengan desainernya, atau dengan asal daerah batik tersebut. Dengan perkembangan material dan
teknologi, perkembangan batikpun menjadi sangat beragam, seperti batik tulis halus dan kasar,
batik cap, sablon (screening) dan printing. Atau kombinasi dari proses-proses tersebut. Bahan
dasarnya selain katun (mori), juga ada sutera, rayon, dan polyester yang berupa tekstil, ada juga
hasil tenun ATBM dengan memasukan motif tertentu.
Ada juga tenun ATBM yang berkembang sedemikian sehingga hasilnya menyerupai
motif batik. Kita temui juga tenun ATBM bermotif yang ditambah hanya beberapa garis dan
motif batik sebagai hasil proses pembatikan. Kita jumpai juga kombinasi antara tenun dan batik
yang disebut banun. Pemanfaatan komputer untuk disain motif sudah dilakukan oleh beberapa


disainer batik, termasuk oleh Menteri Ristek. Pola dan motifpun mengikuti dinamika konsumen
baik nasional maupun internasional, sebagai batik dengan motif kontemporer. Apalagi pada jenis
kain batik yang dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti bed-cover, muncul batik
bermotif logo kesebelasan nasional sepak bola Italia, Jerman, Inggris, Spanyol dan yang lain,
atupun logo klub-klub terkenal. Produsen peralatan olah raga Addidas telah mengeluarkan seri
sepatu, tas dan jaket dengan motif batik.
SUMBER DAYA MANUSIA
Setelah mencapai puncak kejaan batik pada dasawarsa 1970-1980, pada era 1990-an
dunia batik kita dilanda pengaruh munculnya batik printing atau tekstil dengan motif batik, yang
berakibat banyaknya pengrajin batik tulis dan cap mengurangi kegiatannya ataupun menutup
perusahaannya. Keadaan seperti ini diperparah dengan terjadinya krisis ekonomi ditahun
1997/1998. Batikprinting terus berkembang menggerogoti pasar batik tradisional, dan bersamaan
dengan itu tumbuh pesat permintaan batik painting, khususnya yang diperjual belikan di Bali.
Bom Bali I pada tahun 2002 dan terbakarnya Pasar Tanah Abang di tahun 2003, semakin
memperparah keadaan industri batik kita.
Dalam persaingan global, indentitas batik sebagai produk Indonesia, mulai disaingi
oleh Malaysia, dan dengan agresif melindungi produk batiknya melalui HKI. Di Indonesia protes
pun bermunculan, seperti halnya dengan kasus tempe dan reog Ponorogo. Tetapi sampai
sekarang kita seperti kehilangan arah, kemana dan bagaimana batik sebagai hasil ekpresi budaya
tradisional akan dilindungi. Rezim perlindungan HKI yang berlaku sekarang ini, sukar untuk

melindungi hasil ekspresi tradisional maupun budaya. Dalam perlindungan HKI, sebenarnya ada
komponen-komponen lain seperti Hak Moral, Hak Kebudayaan maupun Hak atas Indikasi Asal.
Sewaktu batik masih didominasi oleh batik tulis, batik menempati kedudukan yang
penting didalam masyarakat. Motif batik bukan hanya sekedar hasil karya seorang seniman batik,
melainkan merupakan karya yang mempunyai nilai-nilai filosofis yang sangat mendalam. Batik
waktu itu tidak terlepas dari kehidupan feodal dengan berbagai simbol-simbol dalam kehidupan.
Batikpun menjadi hasil karya seni budaya. Kemudian batik meluas dan memasuki kehidupan
masyarakat luas, sehingga bagi generasi berikutnya menjadi bagian dari warisan tradisional dan
merupakan keharusanmemiliki atau memakainya. Meluasnya pemakai atau konsumen batik
mendorong pengusaha untuk dapat menyediakan batik dengan berbagai tingkat kwalitas dan

harga. Perkembangan jenis batik ini dipengaruhi juga oleh perkembangan jenis bahan yang
tersedia di pasar serta teknologi. Sedang dalam menghadapi pesaing utama dalam TPT, yaitu
China, maka rasionalisasi biaya produksi dengan berbagai inovasi (cost innovation) perlu
dilakukan. Dan akhirnya batik sebagai produk kerajinan tradisional dan budaya, menghadapi
pesaing utama dan yang terbesar, ialah kita sendiri.
DAFTAR RUJUKAN
Budiyono. 2008. Kriya Tekstil.Jakarta: Direktorat Pembina Sekolah Menegah Kejuruan.
Corbman, Bernard, P. 1985. Textile Fiber To Fabric. United States Of America.
Kailani, Zubaidi A. 2005. Pemanfaatan Energi Plasma dalam Proses Tekstil Untuk Memperbaiki

Sifat-Sifat Kain.
Tim Bengkel Tekstil. 1999. Program Keahlian Tekstil. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru Kesenian.
http://chocholifah.wordpress.com/2012/03/13/antimikroba-pelapis-serat-kain-2/ (diakses tanggal
8 Sepetember 2014)

.