TEORI AUSUBEL DAN TEORI SKINER

Nama : Latifah Septi Cahyati
Nim

: 1301060082

Kelas : 2C
Rangkuman Teori Skiner dan Ausubel

TEORI SKINER
Skiner dilahirkan pada 20 Mei 1904 di Susquehanna, Pennsylvania, Amerika
Serikat. Masa kanak-kanaknya dilalui dengan kehidupan yang penuh kehangatan namun
cukup ketat dalam disiplin. Meraih sarjana muda di hamilton College, New York, dalam
bidang sastra Inggris. Pada tahun 1928, Skinner mulai memasuki kuliah psikologi di
Universitas Harvard dengan mengkhususkan diri pada bidang tingkah laku hewan dan
meraih doktor pada tahun 1931. Dari tahun 1931 hingga 1936, Skinner bekerja di
Harvard. Penelitian yang dilakukannya difokuskan pada penelitian mengenai saraf
hewan. Pada tahun 1936 sampai 1945, Skinner meniti karirnya sebagai tenaga pengajar
pada Universitas Mingoesta. Dalam kariernya Skinner menunjukkan produktifitas yang
tinggi sehingga ia dikukuhkan sebagai pemimpin Behaviorisme yang terkemuka di
Amerika Serikat.
Ada tiga asumsi dasar skiner, yaitu:

1. Perilaku itu terjadi menurut hukum tertentu (behavior is lawful). Walaupun
mengakui bahwa perilaku manusia adalah organisme yang berperasaan dan
berpikir, namun Skinner tidak mencari penyebab perilaku di dalam jiwa
manusia dan menolak alasan-alasan penjelasan dengan mengendalikan
keadaan pikiran (mind) atau motif-motif internal.
2. Perilaku dapat diramalkan (behavior can be predicted).
Perilaku manusia (kepribadiannya) menurut Skinner ditentukan oleh
kejadian-kejadian di masa lalu dan sekarang dalam dunia objektif dimana
individu tersebut mengambil bagian.
3. Perilaku manusia sapat dikontrol (behavior can be controlled).

Perilaku dapat dijelaskan hanya berkenaan dengan kejadian atau situas-situasi
antaseden yang dapat diamati. Bahwa kondisi sosial dan fisik di lingkungan
sangat penting dalam menentukan perilaku.
Struktur kepribadian dari teori ini:
Menurut Skinner, kepribadian merupakan hasil dari sejarah penguatan pribadi
individu (individual’s personal history of reinforcement). Walau pembawaan
genetis turut berperan namun penguatan-penguatan menentukan perilaku
khusus yang terbentuk dan dipertahankan serta merupakan khas bagi individu
yang bersangkutan. Skinner lebih menyukai menyelidiki kepribadian dengan

memfokuskan pada aspek belajar dengan perilaku-perilaku yang banyak
mengizinkan individu melangsungkan hidup dan berhasil dalam transaksinya
dengan lingkungan. Seseorang selama hidup belajar tentang kemungkinankemungkinan yang menghasilkan kepuasan dan kesakitan dalam situasi
tertentu. Individu belajar membedakan stimulus atau situasi yang merupakan
kesempatan untuk memperoleh penguatan karena perilaku tertentu atau
situasi yang tidak mengarah ke penguatan perilaku yang sama. Perilaku yang
dipelajari ini disebut perilaku dibawah kontrol stimulus. Misalnya seorang
anak yang belajar menangis di muka umum, biasanya langsung diberi
perhatian dan kenyamanan oleh ibunya. Namun bila menangis dirumah
biasanya akan diabaikan saja. Keterampilan yang sederhana dipelajari dahulu
kemudian perilaku yang kompleks diperoleh dan digunakan.
Menurut Skinner, tingkah laku hanya dapat diubah dan dikontrol dengan
mengubah lingkungan. Oleh karena itu, Skinner lebih tertarik dengan aspek
yang berubah-ubah dari kepribadian bukan pada struktural dari kepribadian.
Unsur kepribadian yang dipandangnya relatif tetap adalah tingkah laku itu
sendiri.
Exsperimen skiner:
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut: dalam laboratorium, Dalam
salah satu eksperimennya, skinner menggunakan seekor tikus yang
ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama


“skinner box”. Peti sangkar ini terdiri atas dua macam komponen pokok,
yakni: manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa
wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dimanipulasi dan
gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas
tombol, batang jeruji, dan pengungkit. Dalam eksperimen tadi mula-mula
tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan lari ke sana kemari, mencium
benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya.
Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior” (tingkah laku yang
terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa
memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara
kebetulan salah satu emitted behavior tersebut (seperti cakaran kaki depan
atau sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini
mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya. Butirbutir makanan yang muncul itu merupakan reinforcer bagi penekanan
pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingkah laku operant
yang akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni
penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.
Ada dua klasifikasi tipe perilaku, yaitu:
a. Perilaku responden (Respondent Behavior)
Respon yang dihasilkan (elicited) organisme untuk menjawab stimulus

secara spesifik berhubungan dengan respon tersebut. Respon refleks termasuk
dalam kelompok ini, seperti mengeluarkan air liur saat melihat makanan,
mengelak dari pukulan, merasa takut waktu ditanya guru atau merasa malu
waktu dipuji.
b. Perilaku operan (Operant Behavior)
Respon yang dimunculkan (emitted) organisme tanpa adanya stimulus
spesifik yang berlangsung memaksa terjadinya respon itu. Terjadinya proses
pengikatan stimulus baru dengan respon yang baru. Organisme dihadapkan
pada pilihan-pilihan respon mana yang akan dipakainya untuk menanggapi
suatu stimulus. Keputusan respon mana yang dipilih tergantung kepada

efeknya terhadap lingkungan (yang tertuju padanya) atau konsekuensi yang
mengikuti respon tersebut.
Prinsip belajar Skiner :
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini

lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya.
Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran:
1. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
2. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan dan jika benar diperkuat.
3. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
4. Materi pelajaran digunakan sistem modul.
5. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
6. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
7. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
8. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari
pelanggaran agar tidak menghukum

9. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
10. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
11. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat
mencapai tujuan.

12. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
13. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
14. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
15. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas
menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner:
1. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal
ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung
dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan
akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
2. Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak
didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat
akan

menyulitkan

lancarnya


kegiatan

belajar-mengajar.

Dengan

melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan
hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner
hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari
perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan
akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: katakata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa. Selain itu

kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan
seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai
semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan
kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak
penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya
penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau
olahraga.


TEORI AUSUBEL

David Paul Ausubel(1918-2008) merupakan salah seorang ahli psikologi
Amerika. Beliau telah memberi banyak sumbangan yang penting khususnya dalam
bidang psikologi pendidikan, sains kognitif dan juga pembelajaran pendidikan sains.
Ausubel Silahirkan pada 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York.
Beliau mendapat pendidikan di Universiti of Pennsylvania dan mendapat ijazah
kehormat pada tahun 1939 dalam bidang psikologi. Kemudian Ausubel menamatkan
pelajarannya di sekolah perubatan di Universiti Middlesex. Beliau juga

telah

berkhidmat dengan jabatan pertahanan US Public Health Service, dan telah
memperolehi M.A dan Ph.D dalam Psikologi Perkembangan dari Universiti Columbia
pada 1950. Pada 1973. Ausubel membuat keputusan untuk

bersara dari bidang

akademik dan menyertai latihan psikiatri. Sepanjang menjalani latihan psikaitri,

Ausubel telah menghasilkan pelbagai judul buku dan artikel tentang psikiatri dan jurnal
psikologikal. Pada tahun 1976, beliau telah menerima Anugerah Thorndike dari
Persatuan Psikologi Amerika bagi sumbangan beliau yang memberangsangkan dalam
bidang psikologi dalam pendidikan. Pada umur 75 tahun, Ausubel bersara dari bidang
professional dan melibatkan diri sepenuhnya dalam penulisan dan telah menghasilkan
empat buah buku yang terkenal.

Menurut Ausubel terdapat dua jenis pembelajaran:

 bermakna (meaningful learning)
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang
sedang belajar.
 belajar menghafal (rote learning)
belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang
diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan berdasarkan cara menyajikan
materi, yaitu:
(1) Penerimaan
(2) Penemuan

Sedangkan berdasarkan cara siswa menerima pelajaran yaitu:
(1) belajar bermakna
(2) belajar hafalan.
Syarat belajar bermakna:
Berdasarkan penjabaran di atas, berarti suatu pembelajaran dikatakan bermakna
apabila
- Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial. Materi dikatakan
bermakna secara potensial apabila materi tersebut memiliki kebermaknaan secara
logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
- Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna
sehingga mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.
Ciri-ciri/ kondisi-kondisi belajar bermakna:
- Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan-bahan baru dengan bahan-bahan
lama.
- Lebih dulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal-hal yang lebih
terperinci

- Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama
- Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang
baru disajikan.

Tiga kebaikan dari belajar bermakna:
- Informasi yang dipelajari secara bermakna dapat lebih lama untuk diingat
- Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar
berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip
- Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang
mirip walaupun telah terjadi lupa.
Tipe – tipe belajar dari Ausubel, yaitu:
a. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan
yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa
menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan
baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
b. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang
dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang
telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
c. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir,
kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia
miliki.
d. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran
yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk
akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya
dengan pengetahuan yang ia miliki.

Terdapat empat prinsip dalam menerapkan teori belajar bermakna Ausubel
yaitu :

a. Pengaturan Awal, dalam hal ini hal yang perlu dilakukan adalahmengarahkan
dan membantu mengingat kembali.
b. Defrensiasi Progresif, dalam hal ini yang perlu dilakukan adalahmenyusun
konsep dengan mengajarkan konsep-konsep tersebut dariinklusif kemudian
kurang ingklusif dan yang paling ingklusif.
c. Belajar Subordinat, dalam hal ini terjadi bila konsep-konsep tersebuttelah
dipelajari sebelumnya.
d. Penyesuaian Integratif, dalam hal ini materi disusun sedemikian rupahingga
menggerakkan hirarki konseptual yaitu ke atas dan ke bawah.
Terdapat 8 langkah pembelajaran yang bisa dilakukan dalammenerapkan teori
belajar bermakna Ausubel, yaitu:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Mengukur kesiapan siswa
3. Memilih materi pembelajaran dan mengatur dalam penyajian konsep
4. Mengidentifikasi prinsif-prinsif yang harus dikuasai peserta didik darimateri
pembelajaran
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yangseharusnya
dipelajari
6. Menggunakan“advance

organizer”

dengan

cara

dilanjutkan dengan keterkaitan antara materi.
7. Mengajar siswa dengan pemahaman konsep
8. Mengevaluasi hasil belajar (Prasetyo Irawan, 1996)

memberikanrangkuman