Bahan makalah penilaian hasil belajar

BAB II
PERMASALAHAN

Dalam dunia pendidikan, penilaian dan evaluasi pasti dilakukan dalam proses
pembelajaran. Penilaian dan evaluasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemampuan
peserta didik apakah sudah memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) atau belum.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan klasifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
digunakan sebagai pedoman dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
psendidikan. Selain itu evaluasi bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana daya serap
peserta didik terhadap produk bahasan yang pendidik terapkan.
Ada beberapa jenis alat evaluasi, yaitu bentuk tes tertulis dan tidak tertulis. Jika kita
perhatikan dunia pendidikan, kita akan mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan
pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan selalu mengadakan evaluasi, yang
artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan selalu mengadakan
penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah
proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan
atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa
setelah ia melaksanakan proses belajar. Profesionalisme menjadi tuntutan guru dalam

pekerjaannya. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa
anak-anak atau siswa dengan karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaan guru
menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan
kemampuan dirinya mengalami stagnansi. Dan yang terlihat dalam pendidikan saat ini adalah
permasalahan guru adalah kegagalan guru dalam melakukan evaluasi.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus
mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang
diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar
mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan
proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus
dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Khusus untuk mata pelajaran matematika hampir semua guru telah melaksanakan
evaluasi di akhir proses belajar mengajar di dalam kelas. Namun hasil yang diperoleh
kadang-kadang kurang memuaskan. Kadang-kadang hasil yang dicapai dibawah standar atau
di bawah rata-rata.
Pada mata pelajaran yang lainnya kadang dilaksanakan pada akhir pelajaran, dan ada
juga pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi

tersebut tidak menjadi masalah bagi guru yang terpenting dalam satu kali pertemuan ia telah
melaksanakan penilaian terhadap siswa di kelas.

Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran, karena
keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik menjelaskan semua materi pelajaran sampai
tuntas untuk satu kali pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa
diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut.
Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir pelajaran tidak mutlak
dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih
praktis bagi guru, karena guru tidak usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak.
Tetapi kegiatan ini mempunyai kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia
mengetahui jawaban dari soal tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat karena rasa
gugupnya itu. Dan kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan waktu dan guru harus
punya banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang mewakilkan beberapa orang anak
yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang anak yang sedang kemampuannya utnuk
menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang berhubungan dengan materi pelajaran itu.
Setiap guru dalam melaksanakan evaluasi harus paham dengan tujuan dan manfaat
dari evaluasi atau penilaian tersebut. Tetapi ada juga guru yang tidak menghiraukan tentang
kegiatan ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir
pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah mencapai target
kurikulum. Ini yang menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini.
Apa penyebab hal ini bisa terjadi ?
1. Guru kurang menguasi materi pelajaran, sehingga dalam menyampaikan materi

pelajaran kepada anak kalimatnya sering terputus-putus ataupun berbelit-belit yang
menyebabkan anak menjadi bingung dan sukar mencerna apa yang disampaikan oleh
guru tersebut. Tentu saja di akhir pelajaran mereka kewalahan menjawab pertanyaan
atau tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Dan akhirnya nilai yang
diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
2. Guru kurang menguasai kelas. Guru yang kurang mampu menguasai kelas
mendapat hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini dikarenakan
suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak yang betul-betul ingin belajar
menjadi terganggu.
3. Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar. Kebiasaan guru yang
tidak mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir verbal sehingga
membuat anak sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam evaluasi di akhir
pelajaran nilai anak menjadi jatuh.
4. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar, sehingga dalam
menyampaikan materi pelajaran, anak kurang menaruh perhatian terhadap materi
yang disampaikan oleh guru, sehingga ilmu yang terkandung di dalam materi yang
disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian khusus dari anak didik.
5. Guru menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran.
Setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap materi


pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak didinya yang
daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam belajar.
6. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu. Waktu yang tertulis dalam jadwal
pelajaran, tidak sesuai dengan praktek pelaksanaannya,. Waktu untuk memulai
pelajaran selalu telat, tetapi waktu istirahat dan jam pulang selalu tepat atau tidak
pernah telat.
7. Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkahlangkah dalam mengajar, yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk
mengawali pelajaran, waktu untuk kegiatan proses dan ketentuan waktu untuk akhir
pelajaran.
8. Guru tidak mempunyai kemajuan untuk nenambah atau menimba
ilmu, misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru yang lebih
senior dan profesional guna menambah wawasannya.
9. Dalam tes lisan di akhir pelajaran, guru kurang trampil mengajukan
pertanyaan kepada murid, sehingga murid kurang memahami tentang apa yang
dimaksud oleh guru.
10. Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum. Guru jarang
memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak terhadap materi
pelajaran tersebut
Permasalahan lain dalam penilaian dan evaluasi dalam dunia pendidikan adalah
persoalan ujian nasional. Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang

diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam beberapa
tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada
yang setuju karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan
pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian
yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh
agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sementara, di pihak lain juga tidak
sedikit yang merasa tidak setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu
yang sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang
sedang kita kembangkan.
Namun dalam perkembangannya ujian nasional sering dimanfaatkan untuk
kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan
pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran
dalam pelaksanaannya banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran
soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentukbentuk kecurangan lainnya. Hal ini membuat permasalahan dalam penilaian dan evaluasi
pembelajaran, karena guru menilai dan mengevaluasi nilai akhir peserta didik berdasarkan
hasil ujian nasional tersebut. Hal ini dilakukan oleh kebijakan pemerintah dengan
menerapkan sistem UNAS (Ujian Nasional) dengan NEM (NilaiAkhir Murni)nya. Sehingga
penilaian hasil ujian tersebut tidak bisa menunjukkan kemampuan atau kompetensi masingmasing peserta didik, apakah mereka sudah menguasai mata pelajaran tersebut atau


belum. Sistem penilaian yang ditempuh berpengaruh pada pelaksanaan proses pembelajaran
di kelas. Penilaian yang lebih terfokus pada penilaian hasil belajar menyebabkan penilaian
terhadap proses pembelajaran terabaikan. Proses pembelajaran menjadi berlangsung tidak
semestinya. Akhirnya kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah kita banyak yang dilingkupi
oleh persoalan rendahnya tingkat pemahaman siswa, termasuk dalam pembelajaran
matematika.
Dalam ujian nasional, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk)
yang cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi
sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan
psikomotorik kerapkali diabaikan. Akibatnya banyak terjadi keluhan dari masyarakat dan
sekolah itu sendiri tentang rendahnya kualitas sopan santun dan tanggung jawab pelajar kita
karena penilaian yang dilakukan umumnya terfokus pada kegiatan yang menyangkut prestasi
akademik dan kurang mnaruh perhatian terhadap kegiatan yang menyangkut tingkah laku dan
sikap
Adapun juga yang termasuk kedalam permasalahan yang timbul dalam penilaian hasil
belajar pada proses pembelajaran sebagai berikut. Guru dalam tugasnya untuk merencanakan,
melaksanakan evaluasi dan menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
a)
b)
c)

d)
e)
f)

Guru dalam menyusun kriteria keberhasilan tidak jelas
Prosedur evaluasi tidak jelas
Guru tidak melaksanakan prinsip-prinsip evaluasi yang efisien dan efektif.
Kebanyakan guru memiliki cara penilaian yang tidak seragam.
Guru kurang menguasai teknik-teknik evaluasi.
Guru tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik.

Dengan evaluasi yang semacam itu siswa yang menerima evaluasi merasa tidak puas.
Mereka tidak mengerti arti angka-angka yang diterimanya. Guru juga tidak mengetahui
apakah muridnya sudah mempelajari materi pelajaran yang diberikan atau belum. Guru tidak
mengerti bahwa pada siswa sudah ada perubahan tingkah laku, sebagai pengaruh pengajaran
yang diberikan atau tidak.

Bab III

PEMBAHASAN


1.

Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Tes dan Penilaian

Penilaian Hasil Belajar, Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi,
pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki
pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu
program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat
pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan
nilai (value judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996) memengemukakan
bahwa : educational evaluation is the process of delineating, obtaining,and providing useful,
information for judging decision alternatif . Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat
bahwa esensi dari evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan
keputusan. Di bidang pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru,
suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru.
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk
mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar,
memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas.
Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan

pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu
sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan
peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
1.

Evaluasi

Jika kita bicara assessment dan evaluasi dalam pembelajaran maka lingkup
assessment hanya pada individu siswa dalam kelas, sedangkan lingkup evaluasi adalah
seluruh komponen dalam program pembelajaran tersebut. Evaluasi merupakan penilaian
keseluruhan program pendidikan mulai perencanaan suatu program substansi pendidikan
termasuk kurikulum dan penilaian (assessment) serta pelaksanaannya, pengadaan dan
peningkatan kemampuan guru, manajemen pendidikan dan reformasi pendidikan secara
keseluruhan. Evalusi bertujuan meningkatkan kualitas, kinerja atauproduktivitas suatu
lembaga dalam melaksanakan programnya. Agar dapat meningkatkan kualitas, kinerja dan
produktivitas maka kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan
assessment.
Tyler seperti dikutip oleh Mardapi, D. (2004) menyatakan bahwa evaluasi merupakan
peroses penetuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Banyak definisi evaluasi
yang dikembangkan oleh para ahli tetapi pada hakekatnya evaluasi selalu memuat masalah

informasi dan kebijakan yaitu informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program
yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan selanjutnya, kalau seorang guru
mengevaluasi program pembelajaran yang telah ia lakuakan, maka ia harus mengevaluasi

pelaksanan dan keberhasilan dari program pembelajaran dapat mendorong guru untuk
mengejar lebih baik mendorong siswa untuk belajar lebih baik.
2.

Penilaian

Kenyataan menunjukan bahwa banyak guru yang belum mengetahui dengan benar
konsep penilaian dan evaluasi. Satu istilah yang sering digunakan untuk mewadahi kegiatan
evaluasi adalah penilaian. Penggunaan istilah penilaian untuk mewadahi kegiatan tersebut
sebenarnya tidak terlalu salah karena dalam konsep penilaian tersebut sebenarnya tidak
terlalu salah karena dalam konsep penilaian dan evaluasi mengandung unsur pengambilan
kesimpulan.
Menurut Hanna (1993) “assessment is the process of collecting, interpreting, and
synthesizing information to aid in decision making. Assessment synonymous with
measurement plus observation. It concerns drawing inferences from these data sources.
The primary purpose of assessment is to increase student”s learning and development

rather than simply to grade or rank student performance” (Morgan & O’reilly, 1999).
Jadi penilaian merupakan kegiatan pengumpulan informasi hasil belajar siswa yang
diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil
belajar dan perkembangan belajar siswa. Berbagai jenis tagihan yang digunakan dalam
penilaian antara lain : kuis, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan akhir
semester, laporan kerja, dsb.
3.

Tes

Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada
waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang
jelas. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan
unutk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan dimana dalam
setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Dengan demikian maka setiap tes menuntu siswa memberi respons atau jawaban.
Respons yang diberikan siswa dapat benar atau salah. Jika respons yang diberikan siswa
benar, maka kita katakana siswa tersebut telah mencapai tujuan embelajaran yang kita ukur
melalui butir soal tersebut tetapi jika respons yang diberikan salah, berarti mereka belum
dapat mencaai tujuan pembelajaran yang kita ukur. Apabla ada seperangkat tugas atau
pertanyaan yang diberikan kepada siswa tetapi tidak ada jawaban yang benar atau salah maka
itu buka tes, (Zainul dan Nasoetion, 1997).
4.

Pengukuran

Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka dari suatu objek
yang diukur. Gronlund dan linn (1990) secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai
“measurement is limited quantitative descriptions of pupil behavior, that is result of
measurement are always expressed in number”. (pengukuran adalah uraian kuantitatif yang
terbatas dari perilaku murid, yang hasil dari pengukuran selalu berbentuk jumlah). Penetapan

angka ini merupakan suatu upaya untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Untuk
dapat menghasilkan angka (yang merupakan hasil pengukuran) maka diperlukan alat ukur.
Dalam melakukan pengukuran kita harus berupaya agar kesalahan pengukurannya
sekecil mungkin. Untuk itu diperlukan alat ukur yang dapat menghasilkan hasil pengukuran
yang valid dan reliable. Jika dalam melakukan engukuran kita tidan banyak melakukan
kesalahan, maka hasil pengukuran tidak dapat menggambarkan skor yang sebenarnya dari
objek yang kita ukur.
Kesalahan pengukuran dapat bersumber dari tiga hal yaitu dari alat ukur yag
digunakan, objek yang diukur, atau orang yang melakukan pengukuran. Kesalahan
pengukuran tersebut dapat bersifat acak (random)atau dapat juga bersifat sistematis.
Kesalahan acak dapat disebabkan karena adanya perbedaan kondisi fisik dan mental yang
diukur dan yang mengukur, sedangkan kesalahan sistematis bersumber dari kesalahan alat
ukur, yang diukur atau yang mengukur. Contoh: guru dapat melakukan kesalahan sistematis
jika dalam memberi skor, guru tersebut cenderung memberi skor yang murah atau cenderung
memberi skor yang mahal pada seluruh siswa. Tetapi jika dalam memberi skor kepada siswa,
guru tidak melukannya secara konsisten maka akan terjadi bisa dalam pengukuran.

2. Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian yang pada umumnya diuraikan adalah sebagai berikut :
 Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata
pelajaran yang ditempuhnya.
 Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke
arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
 Menetukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaanya.
 Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.

Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk
grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan
prediksi.
1) Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan
hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan
menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang
lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak
dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (normreferenced assessment).

2) Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang
masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk
sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk
menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.
3) Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai
kompetensi.
4) Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta
didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan
tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan
kepribadian maupun untuk penjurusan.
5) Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang
dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan
membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
6) Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat
memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya
atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik
atau tes potensi akademik.
Dari keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan
kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama dalam penilaian. Sesuai
dengan tujuan tersebut, penilaian menuntut guru agar secara langsung atau tak langsung
mampu melaksanakan penilaian dalam keseluruhan proses pembelajaran. Untuk menilai
sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian
perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja
(performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja siswa
(portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Jadi, tujuan penilaian adalah
memberikan masukan informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik
dilihat ketika saat kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya,
dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan
dapat dicapai peserta didik.
3. Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:
Domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan
kecerdasan logika–matematika).
2. Domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional).
3. Domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik,
kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
1.

Sejauh mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap sukses
seseorang dalam pekerjaan dan kehidupan? Data hasil penelitian multi kecerdasan
menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang termasuk
dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5%. Kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat
besar yaitu 80%. Sedangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan
musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5%.
Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses belajarmengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain kognitif. Domain ini
terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu bahasa, matematika, sains,
dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang terutama direfleksikan dalam mata-mata
pelajaran pendidikan jasmani, keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian
pula, hal ini terjadi pada domain afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata
pelajaran agama dan kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi
sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para
guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana menerapkannya
dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya
menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan
dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian
pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan
aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif.
Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya
ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh
aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional,
perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian
tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
Kesemuanya itu menuntut adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian
pembelajaran siswa. Untuk itulah, Depdiknas (2006) meluncurkan rambu-rambu penilaian
pembelajaran siswa, dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.

4.

Alat Penilaian Hasil Belajar

Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
teknik tes dan teknik bukan tes (nontes). Berikut ini, merupakan penjelasannya:
1.

Teknik Tes

Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan), ada
tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut
jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk
objektif, ada juga yang dalam bentuk esai atau uraian.
Tes adalah suatu alat pengumpul data yang bersifat resmi karena penuh
dengan batasan-batasan. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan
mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan
penguasaan bahan pelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Namun tes juga dapat digunakan untuk menilai hasil belajar bidang afektif dan
psikomotoris.
Ada dua jenis tes yang akan dibahas, yakni tes uraian atau tes essai dan tes
objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur.
Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benarsalah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek
atau melengkapi.
Tes uraian (tes subjektif)
Secara umum, tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa
menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Bentuk tes
uraian dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a.

Uraian bebas (free essay)
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada
pandangan siswa itu sendiri karena pertanyaannya bersifat umum.
Kelemahan tes ini ialah guru sukar menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit
menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena tergantung pada gurunya
sebagai penilai.
2) Uraian terbatas
Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada
pembatasan tertentu. Pertanyaan sudah lebih spesifik pada objek tertentu.
3) Uraian berstruktur
Uraian berstruktur merupakan soal yang jawabannya berangkai antara soal
pertama dengan soal berikutnya, sehinga jawaban di soal pertama akan
mempengaruhi benar-salahnya jawaban di soal berikutnya. Data yang diajukan
biasanya dalam bentuk angka, tabel, grafik, gambar, bagan, kasus, bacaan
tertentu, diagram, dan lain-lain. Kebaikan-kebaikan tes uraian:
 Mudah disiapkan dan disusun
1)

Tidak banyak memberikan kesempatan untuk berspekulasi atau mendugaduga
 Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun
dalam bentuk kalimat yang bagus
 Member kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan
gaya bahasa dan caranya sendiri
 Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.


Kelemahan-kelemahan tes uraian:
 Kadar validitas dan reabilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi
mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul dikuasai.
 Kurang mewakili seluruh bahan pelajaran karena soalnya hanya beberapa
saja.
 Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur subjektif.
 Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual
lebih banyak dari penilai.
 Waktu untuk koreksinya lebih lama dan tidak dapat diwakilkan orang lain.
Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan
secara objektif. Dalam penggunaan tes objektif jumlah soal yang diajukan
jauh lebih banyak daripada tes essay. Macam-macam tes objektif:
1) Tes benar-salah (true- false)
2) Tes pilihan ganda (multiple choice test)
3) Tes menjodohkan (matching test)
4) Tes isian (completion test)
b.

Kebaikan tes objektif:
1. Lebih mewakili bahan ajar karena soalnya lebih banyak
2. Lebih mudah dan cepat cara membacanya karena terdapat jawabannya
sudah disediakan, tinggal memilih saja
3. Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain
4. Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
Kelemahan tes objektif:
1. Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes essai
2. Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya
pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang
tinggi
3. Banyak kesempatan untuk main untung-untungan
4. Kerjasama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka
Teknik bukan tes (Non tes)
Hasil belajar dan proses tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi juga dapat dinilai
oleh alat-alat non tes atau bukan tes. Penggunaan non tes untuk menilai hasil dan
proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes
2.

dalam menilai hasil dan proses belajar. Para guru disekolah pada umumnya lebih
banyak menggunakan tes daripada bukan tes mengingat alatnya mudah dibuat,
penggunaannya lebih praktis dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif
berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman
belajarnya. Berikut ini penjelasan dari alat bukan tes atau nontes:
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan
jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara bebas dan wawancara terpimpin
.
b. Kuesioner
Kuesioner sering disebut juga angket. Kuesioner adalah sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner
dapat ditinjau dari beberapa segi:
1) Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:
a) Kusioner Langsung
b) Kuesioner Tidak Lansung
2) Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas:
a) Kuesioner Tertutup
b) Kuesioner Terbuka
c. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, dan perhatian yang disusun
dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam
bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dibagi
menjadi dua, yaitu:
1) Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang
melalu pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu
katagori yang bermakna nilai.
2) Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung(positif), menolak(negatif), dan
netral.
d. Daftar Cocok (Cheklist)
Daftar cocok adalah deretan pernyataan(yang biasanya singkat-singkat) dimana
responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok(V) ditempat yang
sudah disediakan.
e. Observasi
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 jenis
observasi yakni:
1) Observasi Langsung

2) Observasi Dengan Alat (Tidak Langsung)
3) Observasi Partisipasi
f. Sosiometri
Sosiometri adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan
dirinya, terutama hubungan sosial siswa dengan teman sekelasnya. Sosiometri
dapat dilakukan dengan cara menugaskan kepada semua siswa dikelas tersebut
untuk memilih satu atau dua temannya yang paling dekat atau paling akrab.
Usahakan dalam kesempatan memilih tersebut agar tidak ada siswa yang
berusaha melakukan kompromi untuk saling memilih supaya pilihan tersebut
bersifat netral, tidak diatur sebelumnya. Tuliskan nama pilihan tersebut pada
kertas kecil, kemudian digulung dan dikumpulkan oleh guru. Setelah seluruhnya
terkumpul, guru mengolahnya dengan dua cara. Cara pertama melukiskan aluralur pilihan dari setiap siswa dalam bentuk sosiogram sehingga terlihat hubungan
antar siswa berdasarkan pilihannya. Cara kedua adalah memberi skor kepada
pilihan siswa.

5. Penilaian Hasil Belajar Pada Kurikulum 2013
Kurikulum
2013
menghadirkan
paradigma
baru
dalam
sistem
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pendidikan tidak hanya diorientasikan
untuk mengembangkan pengetahuan semata, tetapi menyeimbangkan penguasaan
pengetahuan dengan sikap dan keterampilan peserta didik. Kurikulum 2013
mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran
langsung dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung
adalah proses pendidikan di mana peserta didik mengembangkan pengetahuan,
kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung
dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatankegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang
terjadi selama belajar di sekolah dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan
perilaku yang terkait dengan sikap. Perubahan paradigma pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 menuntut adaptasi dalam penilaian. Penilaian didaktik (didactical
assesment) merupakan penilaian yang bertujuan untuk mendukung proses
pembelajaran dimana tujuan, isi, prosedur, dan alat penilaian bersifat didaktis
1. Tujuan bersifat didaktis
Tujuan bersifat didaktis, yaitu berusaha mengumpulkan data yang
menyakinkan tentang siswa dan proses pembelajarannya guna membuat
keputusan-keputusan pembelajaran. Keputusan tersebut dapat meliputi keputusan
tentang keberhasilan atau kegagalan, pengenalan hal baru, pendampingan ekstra
siswa, atau pemilihan desain pembelajaran. Keputusan-keputusan yang didasarkan
dari berbagai informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
2. Isi bersifat didaktis
Isi bersifat didaktis, yaitu isi penilaian tidak hanya khusus (terbatas) pada
ketrampilan yang mudah dinilai, tetapi beberapa tujuan pembelajaran yang lebih
mendalam. Penilaian harus mampu memberikan pengetahuan mendalam tentang
aktivitas matematis siswa. Penilaian didaktik pada dasarnya memprioritaskan pada
penilaian proses, bukan semata-mata hasil. Keluasan, kedalaman, dan hubungan
antara proses dan hasil.
3. Prosedur bersifat didaktis
Prosedur bersifat didaktis, yaitu prosedur yang diterapkan merupakan
integrasi pengajaran dan penilaian serta merupakan bagian proses pembelajaran.
Integrasi proses pembelajaran dan penilaian juga berarti bahwa penilaian akan
memainkan peran selama proses pembelajaran. Implikasinya, penilaian akan
melihat belakang-depan. Melihat ke belakang berarti melihat apakah siswa telah
belajar, dalam konteks hasil belajar. Melihat ke depan berarti memusatkan perhatian
untuk menemukan pijakan bagi pembelajaran selanjutnya. Metode penilaian harus
sesuai dengan praktek pendidikan dan harus bisa diterapkan.
4. Alat bersifat didaktis
Alat bersifat didaktis, yaitu harus dapat menggambarkan siswa secara
lengkap danutuh, sehingga alat yang digunakan bervariasi sesuai informasi yang
diperlukan. Ini membutuhkan metode penilaian terbuka yang memberi kesempatan

siswa menunjukkan kemampuan. Penekanan penilaian pada “apa yang sudah
diketahui siswa” tidak berarti bahwa “apa yang tidak diketahui siswa” tidak dianggap
penting.
Yang membedakan antara RPP buatan KTSP dengan kurikulum 2013, yaitu
tentang proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik/pendekatan
ilmiah, pada kegiatan inti. Yaitu komponen mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, mengkomunikasikan. Didalam teknik pembuatannya RPP setiap mata
pelajaran harus memunculkan Kompetensi Inti (KI). Ada 4 (empat) KI, diantaranya :
 KI 1, kompetensi tentang penghayatan terhadap agama yang dianutnya
 KI2, kompetensi tentang sikap sikap, seperi tanggung jawab, rasa ingin tahu d
an sebagainya
 KI 3, kompetensi tentang Kognitif atau pengetahuan
 KI 4, kompetensi tentang keterampilan atau praktik.
 Penilaian pada kurikulum 2013, seluruh mata pelajaran baik mata pelajarn
IPA san IPS, mengandung tiga ranahpengetahuan, keterampilan dan sikap
 Nilai pada Buku Raport, atau nilai hasil belajar harus dikonversi menjadi
angka 1 s.d 4, dan di beri predikat A, B+,B-, C, C+, C-, D
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar Peserta Didik. Penilaian merupakan serangkaian
kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses
dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan.
Penilaian dapat dilakukan selama pembelajaran berlangsung (penilaian
proses) dan setelah pembelajaran usai dilaksanakan (penilaian hasil/produk).
Menurut Juknis Pengelolaan Penilaian pada kurikulum 2013, penilaian setiap
mata pelajaran meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan
kompetensi sikap. Kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan
menggunakan skala 1–4 (kelipatan 0.33), yang dapat dikonversi ke dalam Predikat A
- D sedangkan kompetensi sikap menggunakan skala Sangat Baik (SB), Baik (B),
Cukup (C), dan Kurang (K).