HAK DAN KEWAJIBAN BELA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN BELA NEGARA
(TINJAUAN ETIKA POLITIK )
Oleh
Letkol Ckm Drg. Sutrisno, M.Si
Pendahuluan
Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya bela negara, secara hukum telah
dimuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan Perundang-undangan
lainnya, yaitu : 1) Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 27 ayat (3) “Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” ; 2)
Undang-Undang No. 39 tentang HAM tahun 1999 dalam pasal 68 dinyatakan
bahwa “Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, dan ; 3) UndangUndang RI Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dalam pasal 2
“Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga
negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri”; pada pasal 9 ayat (1) Setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan
dalam penyelenggaraan pertahanan negara”.
Tentang hak dan kewajiban bela negara perlu dikaji lebih mendalam dari sisi
etika, khususnya etika politik. Mengapa demikian ? Karena alasan-alasan hukum
saja tidak memadai untuk dijadikan dasar tentang hak dan kewajiban bela negara.
Maknanya hukum yang dibuat harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral,

karena menyangkut martabat manusia. Pertanyaan yang mendasar yang diajukan
dalam tulisan ini ialah, atas dasar apa negara menetapkan hak dan kewajiban
warga negara untuk melakukan bela negara ? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, dalam pembahasan ini dibatasi pada tiga konsep, yaitu : a) kesadaran ; b)
bela negara ; c) hak dan kewajiban membela negara.
Pembahasan
Telah disinggung diatas bahwa, penyelenggaraan pertahanan negara didasarkan
pada kesadaran atas hak dan kewajban warga negara. Manusia merupakan
makhluk dimuka bumi yang memiliki kesadaran, sebab tanpa kesadaran manusia
tidak memiliki orientasi (arah) tentang apa yang dilakukan itu benar atau salah,
baik atau buruk, indah atau tidak indah dan seterusnya. Apa itu kesadaran ?
Kesadaran adalah kesanggupan manusia untuk mengenal diri sendiri dan oleh
karena manusia berefleksi tentang dirinya. Kesadaran sangat berkaitan dengan
hati nurani. Hati nurani merupakan penghayatan manusia tentang baik dan buruk
atau berkaitan dengan moral. Atas dasar itu, maka pertanyaannya adalah apakah
membela negara itu merupakan hal yang baik atau buruk ? Hati nurani manusia
secara jujur akan mengatakan jika yang kita lakukan buruk, pasti orang lain juga
mengatakan buruk, dan sebaliknya apa yang kita lakukan baik, pasti orang lain
juga mengatakan baik. Tidak mungkin kita mengatakan baik, padahal orang lain
mengatakan buruk, dan sebaliknya dapat terjadi, apa yang kita sangka buruk,

ternyata baik bagi orang lain. Kalau terjadi pertentangan tentang apa yang kita
lakukan, maka perbuatan itu perlu ditinjau kembali. Artinya boleh jadi perbuatan
tersebut bertentangan dengan moral atau tidak sesuai dengan etika. Jadi sesuatu
tindakan dinilai baik atau buruk, ukurannya adalah tidak boleh bertentangan

dengan prinsip-prinsip moral dasar, yaitu kebebasan, kesamaan, dan keadilan.
Apa itu bela negara ? Bela Negara menurut pandangan bangsa Indonesia adalah
kesadaran, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pengertian bela negara disini memiliki
arti luas, baik dalam rangka menghadapi ancaman militer yang diwujudkan keikut
sertaan warga negara dalam pertahanan negara dan maupun dalam rangka
menghadapi ancaman non-militer. Mengingat yang dibela itu negara, sebagai
konsekuensinya harus dipahami terlebih dahulu alasan manusia pada umumnya
mendirikan negara, pertanyaan yang diajukan, mengapa manusia mendirikan
negara ? Dengan pertanyaan ini untuk membuka esensi mengapa kita harus
membela negara dan atas dasar apa kita harus membela negara itu.
Menurut Thomas Hobbes (1588-1679), manusia pada dasarnya bersikap seperti
srigala terhadap manusia lain : homo homini lupus. Keadaan alamiah ini nicaya

menimbulkan “bellum omnium contra omnes, perang semua lawan semua.
Kondisi alamiah ini mendorong individu-individu mengambil tindakan bersama
mendirikan negara. Dalam kehidupan nyata sikap srigala juga muncul dari negara,
terbukti terjadinya kolonialisme dan hegemoni suatu negara terhadap negara lain,
dan hal itu juga dialami oleh bangsa Indonesia yang dijajah kurang lebih selama
350 tahun dan baru memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam perkembangan selanjutnya muncul pula adagium “si vis pacem
parabellum”, siaplah perang jika anda mau damai. Konsep inipun mendorong
negara membangun angkatan perangnya dan membangun sistem pertahanan total
atau pertahanan semesta.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah membela negara, termasuk dengan cara
berperang itu dibenarkan ? mempertahankan diri merupakan “sifat alami yang
lama” (the old nature-nurture issue), demikian juga secara genetika, naluri,
hormon (determinisme biologis), yang menyatakan secara tidak langsung bahwa
sifat bermusuhan merupakan sifat alami manusia (human nature). Berperang atau
bermusuhan yang bertentangan dengan norma moral tentu tidak dapat dibenarkan,
misalnya berperang untuk merebut tanah atau negara lain demi keuntungan
negaranya tentu tidak dibenarkan, akan tetapi jika berperang demi
mempertahankan haknya merupakan tindakan yang terpuji. Misalnya, Bangsa
Indonesia berperang untuk memperoleh kemerdekaan dan mempertahankan

kemerdekaan dari negara penjajah.
Konsepsi yang dimiliki bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaannya mempergunakan semboyan, “Cinta damai, tetapi lebih cinta
kemerdekan”, maknanya bangsa Indonesia tidak suka berperang, kecuali dalam
rangka mempertahankan kemerdekaannya. Pandangan ini merupakan alasan
moral bagi bangsa Indonesia dalam rangka upaya pertahanan negara.
Pandangan ini mengisyaratkan bahwa membela negara menyangkut prinsipprinsip moral dasar dan naluri dasar manusia, dengan pengandaian bahwa
kemerdekaan merupakan hak asasi setiap manusia atau warga negara dalam suatu
negara. Dalam pembukaan Undang-Undanga Dasar 1945 dinyatakakan bahwa,
“….Kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan”. Kata hak disini menghendaki adanya kewajiban manusia lain atau

negara untuk memenuhi hak tersebut, jika tidak, dapat dikatakan melanggar hak
asasi manusia. Dengan demikian membela negara yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia sama artinya dengan mempertahankan hak asasi manusia. Atas dasar
itu, maka membela negara dalam rangka membela hak asasi manusia merupakan
perbuatan baik, karena tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dasar.
Pada keadaan yang demikian itu, amatlah wajar, jika negara membutuhkan
partisipasi warga negara melalui hak dan kewajibannya untuk membela negara.

Apa hubungan antara hak dan kewajiban dalam bela negara ?
Kata hak terkait dengan kewajiban. Artinya jika seorang warga negara
mempunyai hak membela negara, maka negara berkewajiban memberikan haknya
kepada warga negara, selama memenuhi persyaratan. Dalam konteks ini hubungan
antara hak dan kewajiban dalam bela negara hubungannya tidak mutlak, sehingga
hak membela negara dapat digolongkan kedalam hak asasi sosial. Artinya warga
negara yang tidak diikutkan dalam membela negara (misalnya sebagai anggota
komponen cadangan atau komponen utama) oleh negara, ia tidak dapat menuntut
secara perorangan kepada negara, kecuali negara melakukan diskriminasi terhadap
warga negara, misalnya yang boleh ikut membela negara hanya diberikan pada
suku, golongan atau agama tertentu saja.
Bagaimana kalau terjadi sebaliknya, misalnya negara memanggil warga negara
untuk ikut membela negara ? Secara hukum, apabila telah ditetapkan oleh
Peraturan-perundang-undangan warga negara harus memenuhi kewajibannya.
Lalu bagaimana sikap negara secara moral, seandainya ada warga negara yang
tidak mau ikut membela negara, dengan alasan agama atau kepercayaan atau hati
nuraninya, dimana ia tidak boleh atau tidak mau membunuh orang. Maksudnya ia
tidak mau membunuh orang sekalipun dalam keadaan perang, karenanya
menurutnya bertentangan dengan agama atau kepercayaannya ataun hati
nuraninya.

Membela negara tidak identik dengan berperang, dan saat terjadi perang membela
negara tidak identik dengan harus membunuh orang, walaupun terkadang terpaksa
harus membunuh, demi menjaga harga diri atau mempertahankan kemerdekaan
dan keadilan. Dengan demikian, jika ada warga negara yang tidak mau membunuh
musuh dengan alasan agama atau bertentangan dengan hati nuraninya, negara
dapat menugaskan warga negara atau orang tersebut untuk menolong korban
perang, dengan menempatkan dibagian perawatan, rumah sakit, logistik, atau
dibagian lainnya yang tidak langsung berhadapan dengan musuh. Melalui cara ini
hak dan kewajiban bela negara tetap dapat dijalankan dan tidak bertentangan
dengan etika politik, yaitu prinsip-prinsip moral dasar negara modern.
Kesimpulan
Warga negara membela negara merupakan hak dan sekaligus kewajiban dasar
manusia. Dengan asumsi kita boleh melakukan bela negara apabila kemderdekaan
negara kita akan dirampas. Dalam kesadarannya bangsa Indonesia berprinsip
“cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Dengan demikian membela negara
dalam rangka mempertahankan “kemerdekaan’ tidak bertentangan dengan hati
nurani dan kesadaran kita sebagai manusia atau warga negara Indonesia. Jadi hak

dan kewajiban warga negara dalam bela negara sebagaimana yang telah
diperintahkan negara melalui peraturan perundang-undangan yang ada sekarang,

tidak bertentangan dengan etika politik atau prinsip-prinsip moral dasar negara
modern.
Daftar Pustaka
- Magnis Suseno, Franz, Etika Politik, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001
- K. Bertens, Etika, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004
- Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-Undang No. 39 tentang HAM tahun 1999
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
- http://qitori.wordpress.com/2007/08/09/sikap-alami-manusiavs-sikap-dari-hasil-pembelajaran/
Naskah ini telah diterbitkan di “WIRA” ; Media Informasi Departemen
Pertahanan, Vol.20 No.6, Maret-April 2009.