PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK MEMILIH DALAM

PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK MEMILIH DALAM PEMILU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan proses pemilihan untuk mengisi suatu jabatan
politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, dimulai dari pemilihan presiden,
wakil rakyat diberbagai tingkat pemerintahan sampai kepala desa. Dalam pemilu, para
pemilih juga disebut konstituen. Pemungutan suara seperti ini sangat penting dalam sistem
demokratis. Sistem ini pada umumnya dilakukan masyarakat dengan voting manual
berbasis kertas. Dimana masayarakat atau pemilih dapat menetukan suara pilihannya
dengan memberi tanda pada kertas yang telah disediakan.
Di indonesia pemilu pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 hingga sekarang
negara Indonesia masih menerapkan sistem pemilihan umum dengan memungut suara dari
masayarakat dan berdasarkan nilai voting tertinggi dari pemilihan umum yang dilaksanakan.
Pemilu diselenggarakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemilu juga berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaan pemilu, dari tahun ketahun tidak semua masyarakat mau
berkontribusi dalam pemilu. Terdapat beberapa masyarakat yang telah terdaftar sebagai
konstituen atau masyarakat calon pemilih tidak hadir dalam pemilihan umum yang disebut
golput atau golongan putih. Hal ini bisa saja dikarenakan individu atau masyarakat yang

putus asa dengan keadaan yang tidak berubah atau masyarakat yang kecewa dengan
pemerintah, apatis terhadap pemerintah, masyarakat tidak mendapatkan figur yang cocok
untuk dipilih dan menjadi harapan, menganggap golput sebagai sikap memprotes
pemerintah, atau bisa saja karena adanya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan dan
bersifat penting.
Berdasarkan permasalahan-permasalah tersebut, makalah ini menganalisis
penyebab-penyebab masyarakat tidak mau memilih dalam pemilihan umum menurut teori
pemungutan suara yang diuraikan secara terperinci dan ulasan-ulasan teori yang tersedia.
1.2 Perumusan Masalah
Berikut masalah-masalah yang terdapat dalam pemilu:
a. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat memilih golongan putih
(golput)?
b. Apa saja dampak yang ditimbulkan akibat masyarakat yang memilih golput?

1.3 Tujuan
a. Menjelaskan faktor penyebab masyarakat lebih memilih golput
b. Menjelaskan secara terperinci dampak yang ditimbulkan masyarakat memilih golput.
c. Menguraikan teori-teori dalam pemungutan suara.
1.4 Manfaat
a. Dapat mengetahui penyeyebab masyarakat memilih golput.

b. Mengetahui dampak yang ditimbulkan masyarakat yang memilih golput.
c. Dapat menambah pengetahuan bagi pembaca tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi masayarakat lebih memilih golput dan akibat yang ditimbulkan dari
masayarakat yang memilih golput.
1.5 Metode penelitian
Jenis penelitian yang kami lakukan adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif yang
lebih menekankan analisis pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta analisis
dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Hal
ini bukan berarti bahwa pendakatan kualitatif kami sama sekali tidak menggunakan
dukungan data kuantitatif. Akan tetapi pendekatannya tidak pada pengujian hipotesis
melaikan pada usaha menjawab pertanyaan pertanyaan melalui cara-cara berfikir formal
dan argumentatif. Dengan penelitian deskriptif yang analisisnya hanya sampai taraf
deskripsi yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih
mudah untuk dipahami dan disimpulkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu media demokrasi yang digunakan
untuk mewujudkan partisipasi rakyat. Pemilu dianggap penting dalam proses dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara, pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari suatu negara demokrasi, hampir seluruh negara demokrasi melaksanakan
pemilihan umum.
Dalam negara hukum yang demokratis, kegiatan memilih orang atau sekelomp[ok
orang untuk menjadi pemimpin dilakukan pemilu dengan berasaskan prinsip pemilu yang
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun meskipun prinsip tersebut terus
dijadikan pedoman dan asas demokrasi, namun bukan berarti pemilu tidak bebas dari
perselisihan-perselisihan lainnya.

2.2 Teori Khusus
Secara sederhana pemilihan umum dapat di definisikan sebagai suatu cara atau
sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan
pemerintahan. Sedangkan menurut para ahli yang lain mengemukakan bahwa pemilu
adalah ‘’sebuah kesempatan ketika warga memilih pejabatnya danm memutuskan apa yang
mereka ingin pemerintah lakukan untuk mereka’’ menurut Harris G. Warren dan kawankawannya.
Sudiharto menyatakan bahwa pemilu adalah sarana penting dalam demokrasi,
karena pemilu merupakancontoh partisipasi rakyat dalam berpolitik. Hal ini terjadi karena
banyaknya jumlah warga Negara, sehingga mereka harus menunjukkan wakil untuk
kehidupan bernegara. Deliar Noer juga berpendapat, jumlah warganegara yang sangat
banyak tidak memungkinkan untuk mengadakan permusyarawatan di satu tempat yang
sama, sehingga di perlukan pemerintah dan lembaga perwakilan untuk memecahkan

persoalan Negara. Untuk itulah dilakukannya suatu pemilihan umum (pemilu).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum
Dalam sistem pemilu saat ini, Indonesia sudah merencanakan melakukan proses
pemungutan suara sejak 1955 sampai saat ini. Sehingga diperlukan informasi dan tatacara
pemilu yang efektif kepada masyarakat luas. Terutama masyarakat Indonesia pada
umumnya telah mampu mengikuti proses pemilu dan menghormati hasil pemilu. Namun,
pemilu di Indonesia masih banyak menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaannya.
Kendala utama dalam pemilu yaitu pemberian informasi kepada masyarakat mengenai
proses utama dalam pemilihan umum. Perlunya peningkatan informasi kepada masyarakat
mengenai proses pemilu yang penting seperti informasi para kandidat, proses pencalonan
kandidat, proses penghitungan suara sampai calon terpilih, kampanye pemilu yang
dilakukan, cara masyarakat mendaftar diri sebagai pemilih, tatacara yang tepat manandai
surat suara, dan dimana serta kapan kita harus memilih.
Kurangnya informasi serta pemahaman tata cara menggunakan hak suara sangat
penting, karena dalam proses pemilu ini harus ditangani secara serius karena hal ini sifatnya
mutlak harus dimengerti oleh masyarakat yang memilih dalam pemilu. Maka sebaiknya


pembenahan dari dasar oleh pemerintah harus segera dilakukan misalnya pendidikan dan
pemberian informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Televisi juga
dijadikan sarana efektif dalam penyampaian informasi pemilu, namun lebih efektif lagi
apabila diiringi dengan pemberian informasi melalui pendidikan formal mengenai proses
pemilu tersebut. Pemberian pendidikan proses pemilu harus memperhatikan
latar belakang masyarakat yang bervariasi agar informasi yang disampaikan dapat
dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini sangat berguna untuk meminimalisir
besarnya angka suara yang golput. Akan tetapi pada saat ini sosialisasi akan pemilu sudah
cukup baik. Dengan pemanfaatan media televisi masyarakat sudah bisa mengetahui
tatacara menggunakan hak suaranya, tapi hal ini tidak bisa menekan tingginya jumlah angka
golput dari tahun ke tahun.

3.2 Analisa
Menurut teori Wicksell cara pemungutan dengan suara mutlak 100% (unanimous)
hasilnya akan sama dengan sistem harga pada pasar persaingan sempurna. Jadi menurut
Wicksell penentuan harga untuk barang public tidak dapat dilakukan dengan cara system
pasar pada masyarakat yang jumlahnya besar dan hanya pemungutan suara dengan suara
mutlak 100% yang dapat menyamai hasil yang dicapai melalui system harga untuk barang
swasta. Namun teori wicksell menyadari dengan cara pemungutan suara secara mutlak sulit
dilakukan karena sangat sulit memperoleh suara bulat dan bisa menghambat pelaksanaan

perekonomian maka dia mengusulkan cara yang kedua yaitu relative suara, dimana 5/6
suara yang menang. Sedangkan menurut teori Buchanan dan Tullock mengemukakan suatu
teori mengenai jumlah suara yang diperlukan dalam suatu pemungutan suara untuk
melaksanakan suatu proyek dengan mempertimbangkan biaya bagi seluruh masyarakat.
Jadi dalam suatu pemungutan suara ada satu hubungan searah antara efisiensi dan biaya,
semakin besar efisiensi hasil pemungutan suara semakin besar pula biaya pemungutan
suara dan begitu pula sebaliknya.
Sedangkan berdasarkan teori pemungutan suara dalam masyarakat yang besar
menentukan kesukaan masyarakat dan menentukan kesediaan barang publik bisa dilakukan
dengan cara pemungutan suara. Hal ini berlaku untuk Negara demokratis, namun dalam
pemerintahan yang diktator maka penguasalah yang menentukan barang dan jasa public
apa yang akan digunakan. Teori tentang pemungutan suara ini tidak sepenuhnya masuk
dalam bidang ekonomi, namun banyak faktor non ekonomi. Oleh karena itu hasil dari
pemungutan suara tergantung dari 2 faktor yaitu:

1.

Distribusi suara diantara para pemilih

2.


Cara penentuan hasil pemungutan suara
Berdasarkan data hasil pemilu yang telah dilakukan sejak tahun 1955 sampai

sekarang permasalahan yang dimiliki dalam pemilu adalah golongan putih (golput). Dari
tahun ke tahun jumlah angka golongan putih selalu meningkat, hal ini berdasarka dari data
golput dari tahun 1955-2004.

Adapun fator-faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka golput dalam pemilihan
umum tersebut adalah sebagai berikut:
a. masyarakat yang putus asa dengan keadaan yang tidak berubah atau
Pada saat kampanye berlangsung calon dari parpol tertentu seringkali mengumbar janjijanji serta visi misi yang membuat masyarakat memilih calon tersebut. Tapi hal ini tidak
sejalan dengan apa yang terealisasi dalam sistem pemerintahan yang terjadi. Kondisi ini lah
yang membuat jumlah suara golput akan pemilu semakin tinggi. Karena faktor individu
seseorang yang dahulunya pernah menaruh janji kepada masyarakat tersebut akan
mewujudkan apa yang di impikan, tapi hal itu tidak terlaksana dan tidak adanya perubahan
yang detail. Ketidak ada perubahan inilah yang membuat masyarakat kecewa dan berfikir
bahwa tidak ada perubahan apabila dia menggunakan hak suaranya pada pemilihan.
Mungkin jika alasannya karena kecewa terhadap pemerintahan yang ada akan menjadi
persoalan tersendiri, sebaiknya para calon dalam berkampanye tidak hanya menyerukan


tentang visi misi yang di bawa, tapi harus memberikan jaminan bagaimana jika program
yang disampaikan dalam kampanye tidak berjalan (pertanggung jawaban moral seorang
pemimpin kepada rakyat) sehingga masyarakat tidak terkecewakan.
Agar jumlah suara golput berkurang pentingnya dilakukan pemahaman tentang pentingnya
pemilu menjadi pekerjaan rumah bersama, sebaiknya pemerintah sebagai pihak
penyelenggara dari pemilihan menggandeng semua elemen masyarakat untuk
mensosialisasikan hal tersebut karena demokrasi adalah “dari,oleh dan untuk rakyat”. Serta
pemahaman mengapa visi misi tersebut tidak terlaksana agar tidak ada yang merasa di
rugikan.
b. masyarakat yang sudah putus asa dan kecewa dengan pemerintah
Menurunnya partisipasi masyarakat dalam pemilu tidak hanya menggambarkan
rendahnya kesadaran politik. Keputusan untuk golput juga dipicu kekecewaan mereka
terhadap partai politik dan pemerintahan. Golput menjadi bukti bahwa masyarakat mulai
putus asa dan kehilangan harapan. Hal ini masyarakat merasa dikhianati oleh wakil dan
pemimpin yang dipilihnya. Kondisi ini diperparah oleh tingkah pejabat publik yang tidak
memenuhi amanah. Tidak sedikit anggota DPR yang terbukti korupsi. Bahkan pejabat
pemerintahan, baik di pusat maupun dan daerah, juga melakukan hal yang sama serta
pemerintahan berharap kondisi politik dan ekonomi membaik akan tetapi semakin terpuruk.
Hal inilah yang menyebabkan keputusasaan masyarakat.

c. Masyarakat yang apatis terhadap pemerintah,
Apatisme masyarakat dalam politik seringkali hanya diartikan dalam tindakan personal
dimasyarakat untuk tidak ikut serta dalam agenda politik, para ahlipun seringkali
memberikan indkcator apatisme dari hanya keikutsertaan masyarakat pada sebuah agenda
politik. Apatis adalah sikap masyarakat yang masa bodoh dan tidak mempunyai minat atau
perhatian terhadap orang lain, keadaan, serta gejala-gejala sosial politik lainnya. Para
pemilih yang di anggap apatis tersebut tetap datang ke tempat pemungutan suara dan
memilih, apatisme masyarakat seringkali disalah artikan sebagai golongan putih (golput)
yang berarti sekelompok masyarakat yang menolak untuk memilih. Alasan mengapa
seseorang menjadi apatis adalah karena ekonomi, karena tidak tahu, dank arena malas.
Salah satu alasan yang menyebabkan sikap apatis pada masyarakat umumnya adalah
adanya anggapan pada individu dan masyarakat bahwa partisipasi poitik adalah hal yang
sia-sia. Hal ini seringkali dikaitkan bahwa dengan pemilu dan aktivitas pemilih tidak akan

berdampak lebih baik pada diri pemilih.
faktor-faktor penyebab pemilih apatis :








Kerusuhan yang terjadi di suatu daerah,
Kecewa kepada calon yang dianggap tidak sesuai dengan harapan,
Pola pikir masyarakat, elit politik yang selalu membodohi masyarakat,
Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap politik,
Masyarakat memandang elit politik tidak mengalami perubahan yang jelas,
Tidak adanya kepercayaan masyarakat terhadap politik, serta buruknya citra parpol
dan politik dimata masyarakat.

Agar pemilih apatis aktif menggunakan hak suara pilihannya perlu dilakukan beberapa
upaya sebagai berikut :



Melakukan pendekatan politik pada masyarakat.
Menanamkan imaje yang baik kepada masyarakat,

d. masyarakat tidak mendapatkan figur yang cocok untuk dipilih dan menjadi harapan,

Sering terdengar tidak adanya figur yang cocok untuk dipilih menjadi satu alasan yang
tidak rasional seseorang memilih untuk tidak memilih sesiapapun dalam pemilihan umum
(pemilu). Apabila kita hanya fokus pada kejelekan seseorang maka yang tampak adalah
kejelekan saja dan jumlah angka golpun pun aka bertambah. Maka dari itu kita harus cerdas
dalam berfikir, kemungkinan kejelekan calon tersebut sengaja dihembuskan oleh lawanlawan pilihnya. Akan lebih baik kita mencari referensi tentang orang-orang tersebut agar
tidak salah memilih dan tidak menemukan figur yang cocok bukan berarti kita tidak ikut
berpartisipasi dalam pemilu.

e. menganggap golput sebagai sikap memprotes pemerintah
Ada atau tidak ada suara golput, tetap akan ada pemenang dan pemerintah akan tetap
berjalan, dan sikap protes ini sama sekali tidak ada pengaruh apapun. Kecuali bagi orang
yang sengaja melahirkan atau menciptakan mindset karena alasan-alasan pribadi. Jadi
alasan seperti ini hanya kekecewaan individu terhadap pemerintah
f.

adanya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan dan bersifat penting

Setiap hari kita disibukkan dengan berbagai kegiatan atau rutinitas yang tidak bisa kita
tinggalkan. Dan kesibukan ini jugalah menjadi alasan yang mendasar seseorang untuk tidak
menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum (pemilu). Apabila ditinjau lebih dalam
kesibukan tersebut hanyalah satu alasan mengapa seseorang untuk tidak memilih (golput).

Pada dasarnya pemilu bukanlah suatu perintah yang “wajib” atau hakiki untuk diikuti, tapi
ikut berpartisipasi dalam politik pemerintahan yang akan menentukan nasib suatu bangsa.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah di sampaikan diatas angka masyarakat yang tidak
memilih atau golput dari pemilu ke pemilu terus meningkat. Dari pembahasan tulisan ini
tergambar setidaknya ada beberapa faktor yang membuat orang tidak memilih. Faktor ini
menyebabkan meningkatnya angka golput dari tahun ke tahun. Dari itu harus ada upaya
yang maksimal untuk memenimalisir meningkatnya angka masyarakat yang tidak memilih
dalam pemilu. Karena kualitas pemilu secara tidak langsung juga dilihat dari legitimasi
pemimpin yang terpilih. Semakin kuat dukungan rakyat semakin kuatlah tingkat kepercayaan
rakyat.
4.2 Rekomendasi



Menjalankan semua faktor-faktor yang sudah ada dalam pemilu dengan lebih
maksimal serta sosiliasi dari mulut ke mulut menjadi faktor kunci mengurangi angka
golput tersebut



Meningkatkan pelayanan informasi pemilu agar masyarakat yang sudah tau tidak
terjadi goput lagi.



Diharapkan agar istansi terkait lebih giat lagi dalam menindaklanjuti masalah yang
ada dalam pemilihan umum terutama golongan putuh (golput).



Perlu adanya kesadaran individual suatu masyarakat akan pentingnya pemilu
terhadap kelangsungan masa depan suatu bangsa.



Perlunya dilakukan sosialisasi oleh pihak terkait terhadap masyarakat akan
pentingnya pemilihan umum.

DAFTAR PUSTAKA
http://sospol.pendidikanriau.com/2009/12/definisi-pemilihan-umum-secara.html
Ali, Novel,. Peradaban Komunikasi Politik, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1999
J Prihatmoko, Joko. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi, LP21Semarang dan LP3M
Unwahas, 2003
Pito, Toni Adrianus, Efriza, Fasyah, Kemal. Mengenal Teori-Teori Politik, Nuansa, Bandung,
2006
Putra, Fadillah. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2004
Sanit, Arbi (Eds). Aneka Pandangan Fenomena Politik Golput, Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan,
1992
Sastroadmojo, Sudjono. Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, 1995
Wahid, Abdurrahman, Halim HD, Dkk. Mengapa Kami Memilih Golput, Sagon, Jakarta, 2009
Jurnal, Makalah, Peraturan Perundang-Undangan dan Internet

Eep Saefulloh Fatah dalam Hery M.N. Fathah, Fenomena Golput dan Krisis Kepercayaan,
http/
/lampungpost.com
Hasanuddin M. Saleh, Perilaku Tidak Memilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Langsung
Di Riau: Suatu Bahasan Awal, Makalah pada seminar yang diselenggarakan Program
Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana Universitas Riau, 2 September 2007 di Pekanbaru
Sumber Website :
www.lsi.co.id Golput Dalam Pilkada, Kajian Bulanan LSI Edisi 05 September 2007, oleh
Eriyanto.