MORALITAS PEMIMPIN DAN GAGASAN PENTING D (1)

MORALITAS PEMIMPIN DAN GAGASAN PENTING DALAM MEMBANGUN KARAKTER NEGARA
Pendahuluan
Hiruk pikuk Pemilu legislatif saat ini tinggal menyisahkan pengumuman rekapilutasi suara oleh
KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Walaupun tahapan pemilu legislatif akan memasuki tahap akhir
yaitu pengumuman hasil rekapitulasi suara, akan tetapi sudah barang tentu hal tersebut akan
menyisahkan banyak persoalan yang harus diselesaikan di belakang hari. Catat saja, munculnya kasus
pengelembungan suara di beberapa daerah yang marak terjadi mulai dari tingkatan TPS-PPS-PPK
hingga KPUD, sehingga berakibat memunculkan tuntutan untuk dilakukan pemungutan suara ulang
yang sudah barang tentu tidak akan terlaksana. Mengingat anggaran yang terbatas dan waktu yang
tinggal dua bulan adalah pemilihan Presiden, sudah barang tentu baik atau buruk hasil pemilu, suka
atau tidak suka, KPU akan mengumumkan hasil pemilu tidak lebih dari jadwal yang di susun sehingga
kewenangan penyelesaian masalah akan dilimpahkan ke MK pada akhirnya.
Kedua, kita juga masih ingat betul bagaimana kasus salah satu sekolah internasional di Jakarta
yang muncul karena tabiat buruk oknum pengelola sekolah yang melakukan pelecehan seksual
terhadap anak didiknya. Belum lagi permasalahan Unas dari tingkat SMA sampai SMP yang rancu
karena salah satu soalnya memunculkan salah satu calon presiden yang turut menjadi perhatian kita
semua. Seakan-akan ini menjadi kado yang buruk bagi Indonesia ketika sedang memperingati hari
pendidikan nasional. Bukan prestasi di dunia pendidikan yang kita peroleh, seakan-akan hal tersebut
menampar wajah pendidikan nasional.
Ketiga, bagaimana kita melihat proses kasus korupsi di selesaikan. Muncul banyak wacana kasuskasus besar, sebut saja seperti Hambalang, Century dan terakhir kasus Gubernur Banten, Ratu Atut
Chosiah. Akan tetapi sampai dengan sekarang secara de facto, seperti Ratu Atut misalkan masih tidak

tergantikan di Banten. Artinya, walaupun secara fisik di penjara tetapi segala keputusan terkait
pemerintahan masih Ratu Atut yang mengambil keputusan. Adakah yang salah dari sistem hukum
negara kita??
Dari ketiga kasus diatas sudah barang tentu akan memunculkan pertanyaan besar, apakah mereka
para “pelaku” tidak memahami tentang nilai moral?
Pancasila dan Karakter Negara
Negara didirikan secara sadar oleh manusia-manusia di dalamnya, dan karena itu menuntut juga
perawatan (pertanggungjawaban) dari manusia-manusia di dalamnya. Apa yang membedakan
negara dengan entitas sosial-politik lainnya adalah, pertama, negara dibangun atas dasar yang khas.
Dan kedua, mengarah pada tujuan ke depan yang juga khas. Dasar suatu negara merupakan titik
tolak ideologisnya dan tujuan ke depan merupakan titik tuju teleologisnya. Dalam makalah Ito Prajna
Nugroho, salah satu staf pengajar STF Driyarkara, Jakarta dengan judul “Menyelami Karakter Negara”
yang disampaikan dalam seminar “Pancasila dan Karakter Negara di Yogyakarta beberapa waktu lalu
juga menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara Republik memiliki Pancasila dan UUD 1945. Kedua
fundamen ini menentukan karakter Indonesia sebagai negara berdaulat dan membedakannya
dengan negara lain. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan sekarang, fundamen negara terus
menerus dihadapkan pada tuntutan dan tantangan perubahan zaman. Apalagi jika kita
mendengarkan filsuf Plato yang menyebutkan bahwa negara (polis/republics) merupakan jiwa yang

ditulis dengan huruf besar/kapital. Artinya, karakter negara dapat hidup ataupun mati sebagaimana

jiwa manusia. Ini sebabnya kekuatan maupun kelemahan karakter negara dapat dibaca melalui
penyelenggara kebijakan negara yang terwakili oleh sikap dan keberpihakan para penyelenggara
negara.
Singkat kata yang bisa dijelaskan dari hal ini adalah bagaimana seorang pemimpin harus mampu
mengasah sensitifitasnya terhadap nasib rakyat yang dipimpinnya. Bukan kemudian mencari selamat
sendiri dengan mengorbankan rakyat yang dipimpinnya. Dalam terminologi jawa muncul semboyan,
ing ngarso sung tulodho ing madya mangun karso tut wurihandayani, artinya di depan harus jadi
panutan, di tengah dapat memberi semangat dan ketika di belakang harus dapat memberikan daya
kekuatan bagi rakyat yang dipimpinnya.
Menuju Indonesia berdaulat ketika karakter negara sudah semakin kuat
Dalam konstruksi pikiran Pembukaan UUD 1945, Pancasila diwujudkan melalui pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan negara oleh penyelenggara kekuasaan negara, baik eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Penyelenggara kekuasaan negara harus mampu memilah, mana yang menjadi kepentingan
individu dan golongan dengan kepentingan rakyat kebanyakan. Seorang pemimpin tidak akan
berhitung untung dan rugi untuk keselamatan rakyat yang dipimpinnya. Ketika negara harus
mengambil keputusan dalam situasi yang sulit atau dilematis, maka pilihan keputusannya sangat
ditentukan oleh karakter yang dimiliki oleh negara tersebut. Negara dapat memilih jalan yang
gampang bagi pemerintah tapi menyulitkan masyarakat atau sebagian masyarakat; dan negara juga
dapat memilih jalan yang sulit dan terjal yang harus dilalui pemerintah tapi dirasakan adil dan
menenangkan bagi masyarakat. Pemimpin jangan melulu mencari jalan mudah dalam mengatasi

kesulitan-kesulitan negara dan membebankan bagian yang terberat kepada rakyatnya.
Kalau karakter negara yang tercermin pada praktek dan kebiasaan bertindak penyelenggara
kekuasaan negara, maka masalah karakter negara ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
perwujudan negara yang kuat dan berdaulat.
Oleh karenanya, dalam menyambut pilihan Presiden yang tinggal dua bulan lagi, sudah barang
tentu kita dihadapkan pada situasi pilihan pemimpin negara yang bagaimana yang mampu
mengejawantahkan perilaku negara seperti gambaran diatas. Jika China mampu menemukan
karakter negaranya yang kemudian dijadikan pegangan bagi penyelenggara kekuasaan negara dalam
mengelola negara, Jepang juga mampu melakukan itu, Jerman juga mampu melakukan itu, maka ini
sebenarnya menjadi titik balik kebangkitan Indonesia dalam kancah Internasional. Dari bangsa yang
menghamba dan tidak mempunyai nilai tawar pada tataran internasional menjadi bangsa yang
mampu berdiri di kaki sendiri walaupun melalui jalan yang terjal dan berliku dengan proses yang
panjang tetapi mencapai tujuan yang pasti, yaitu : berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang
ekonomi dan berkepribadian dalam budaya seperti yang di cita-citakan para founding father kita
dalam mencapai Indonesia merdeka.