BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu - Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Word of Mouth Mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

  Wei (2011) melakukan penelitian dengan judul “Student Satisfaction

  toward the University : Does Service Quality Matters?”. Penelitian ini bertujuan

  menganalisis kualitas pelayanan yang disediakan institusi perguruan tinggi dan tingkat kepuasan mahasiswa di salah satu Universitas Terbuka di Malaysia.

  Kuesioner yang disebarkan kepada responden sebanyak 250 kuesioner dengan teknik pengambilan sampel secara convenient sampling, namun hanya 100 kuesioner yang kembali dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari tangible, reliability,

  responsiveness, assurance dan emphaty untuk mengukur kepuasan mahasiswa.

  Untuk mengukur kualitas pelayanan terdiri dari 22 item pertanyaan yang dibagi menjadi tangible (4 pertanyaan), reliability (5 pertanyaan), responsiveness (4 pertanyaan), assurance (4 pertanyaan) dan emphaty (5 pertanyaan), sedangkan kepuasan diukur dengan 10 item pertanyaan. Teknik analisis data menggunakan analisis korelasi. Hasil penelitian ini menghasilkan bahwa dari kelima dimensi kualitas pelayanan, hanya tiga dimensi yaitu dimensi responsiveness, assurance dan emphaty yang secara signifikan berhubungan dengan kepuasan mahasiswa. Ini berarti bahwa persepsi mahasiswa dibangun dari ketiga dimensi kualitas pelayanan (responsiveness, assurance dan emphaty) yang lebih penting kualitasnya agar disediakan oleh universitas. Dengan memperhatikan ketiga

  12 dimensi tersebut, diperoleh bahwa mahasiswa menilai lebih tinggi untuk pelayanan yang sifatnya tidak berwujud daripada pelayanan yang berwujud atau memiliki bentuk fisik.

  Susanto (2012) melakukan penelitan dengan judul “ Pengaruh Kualitas Pelayanan Akademik dan Citra Merek Lembaga terhadap Kepuasan Mahasiswa Universitas Negeri Padang”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan akademik dan citra merek lembaga terhadap kepuasan mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 220 responden. Data dianalisis dengan analisis regresi berganda, dan untuk mengetahui besaran koefisien regresi dan korelasi selanjutnya dituangkan dalam sebuah struktur analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan akademik berpengaruh secara signifikan terhadap citra merek lembaga dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,375 (37,5%). Selanjutnya kualitas pelayanan akademik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,425 (42,5%) dan citra merek lembaga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,284 (28,4%).

  Sudiasa (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Word Of Mouth Melalui Kepuasan Klaimen Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Nusa Tenggara Barat”. Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas jasa terhadap word of mouth melalui kepuasan klaimen.

  Responden dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 150 responden diambil dengan metode purposive sampling. Penelitian memilih responden yang telah mengajukan klaim dan telah mendapatkan pembayaran klaim dari PT Jasa Raharja (Persero) tahun 2009 dan 2010. Data diperodeh dengan penyebaran kuesioner, kemudian diolah dengan menggunakan software AMOS dengan teknik analisis Structural Equation Model (SEM). Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Nilai probablitas kualitas jasa adalah sebesar 0,026 lebih kecil daripada nilai cut off value (0,05). Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap word of mouth. Nilai probabilitas kepuasan 0,033 lebih kecil daripada nilai cut off value (0,05.) Kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan pada word of mouth. Nilai probabilitas kepuasan klaimen sebesar 0,007 lebih kecil dari pada nilai cut off value (0,05). Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung terhadap word of mouth melalui kepuasan klaimen. Nilai probabilitas kepuasan klaimen sebesar 0,030 lebih kecil dari pada cut off value 0,05.

  Palmer (2011) melakukan penelitian dengan judul “Predictors of Positive

  and Negative Word of Mouth of University Student : Strategic Implications for

Institution of Higher Education”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji

  hubungan antara tingkat kepuasan mahasiswa dengan berbagai macam atribut di universitas berdasarkan pengalamannya selama kuliah selanjutnya apakah mahasiswa akan menyebarkan word of mouth yang positif atau negatif kepada orang lain di luar institusi. Penelitian menggunakan sampel sebanyak 109 mahasiswa yang mengambil jurusan bisnis di Midwestern University. Teknik analisis data yaitu menggunakan analisis korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika kepuasan diukur dengan 15 atribut (layanan penasehat akademik, keseluruhan kualitas fakultas, kualitas fakultas bisnis, materi perkuliahan di setiap jurusan, ketersediaan instruktur, sikap para pegawai, kualitas ruang pertemuan, layanan kantin, aktivitas ekstrakulikuler mahasiswa, layanan komputer, tempat parkir, layanan karir, fasilitas perpustakaan, layanan tutor/pengajar, dan fasilitas olahraga), hanya 7 atribut (kualitas fakultas bisnis, ketersediaan instruktur, sikap para pegawai, kualitas ruang pertemuan, tempat parkir, layanan tutor/pengajar dan fasilitas olahraga) yang paling mempengaruhi secara signifikan membentuk word of mouth positif. Selain itu, kepuasan yang diukur dengan 15 atribut menghasilkan 5 atribut (keseluruhan kualitas fakultas, kualitas ruang pertemuan, pelayanan kantin, kegiatan mahasiswa, dan pelayanan tutorial) yang paling mempengaruhi secara signifikan membentuk word of mouth negatif. Namun dengan adanya word of mouth negatif mengarahkan universitas untuk memperbaiki ketidakpuasan mahasiswa agar menjadi kepuasan dengan memperbaiki atribut yang menyebabkan munculnya word of mouth negatif sehingga di masa yang akan datang mahasiswa akan merasa puas dan menyebarkan word of mouth yang positif.

2.2. Kualitas Pelayanan

2.2.1. Definisi Kualitas Pelayanan

  Deming dalam Purnama (2006 : 10) mendefinisikan kualitas sebagai derajat keseragaman produk yang bisa diprediksi dan tergantung pada biaya rendah dan pasar. Sedangkan menurut Kotler (2009 : 143) bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Sejalan dengan definisi yang disampaikan oleh Kotler, Juran dalam Purnama (2006 : 10) mempersingkat definisi kualitas yaitu kesesuaian dengan pengguna guna memuaskan kebutuhan kosumen. Ini jelas merupakan definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kotler dan Keller (2009 : 136), menyatakan bahwa konsumen menciptakan harapan-harapan jasa dari pengalaman masa lalu, komunikasi word

  of mouth , dan iklan. Konsumen membandingkan jasa yang dipersepsikan dan

  yang diharapkan. Setiap penelitian akademis yang dilakukan sebelumnya telah mengidentifikasikannya sebagai faktor kualitas jasa dalam menjaga keunggulan persaingan dan pengaruhnya dalam mempertahankan hubungan dengan konsumen.

  Wyckof dalam Lovelock (Purnama, 2006 : 19) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Sedangkan Parasuraman, et al. Kualitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan.

2.2.2. Dimensi Kualitas Pelayanan

  Parasuraman, et al. dalam Lupiyoadi (2008 : 182) mengidentifikasi lima dimensi pelayanan yang berkualitas, yaitu:

  1. Bentuk Fisik (Tangibles)

  Definisi bentuk fisik menurut Lupiyoadi (2008 : 182) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensi kepada pihak eksternal.

  Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bentuk nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya) , perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

  Sedangkan Kotler dalam Alma (2003 : 32) mengungkapkan bahwa bentuk fisik yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi.

  2. Kehandalan (Reliability)

  Kehandalan menurut Lupiyoadi (2008 : 182) adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

  Dan menurut Kotler dalam Alma (2003 : 32) mendefinisikan kehandalan yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan terpercaya dan akurat, konsisten dan kesesuaian pelayanan.

  3. Ketanggapan (Responsiveness)

  Menurut Lupiyoadi (2008 : 182) daya tanggap adalah suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

  Dan menurut Kotler dalam Alma (2003 : 32) mendefinisikan ketanggapan yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha unutk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan/complaint yang diajukan konsumen.

  4. Jaminan (Assurance)

  Menurut Lupiyoadi (2008 : 182), jaminan adalah pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy)". Sedangkan menurut Kotler dalam Alma (2003 : 32) jaminan adalah berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen.

  5. Empati (Empathy)

  Lupiyoadi (2008 : 182) menerangkan empati yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan". Menurut Kotler dalam Alma (2003 : 32) mendefinisikan empati kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada langganan.

2.2.3. Analisis Kesenjangan Kualitas Jasa (SERVQUAL)

  Dimensi-dimensi kualitas jasa harus diramu dengan baik. Jika tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan (gap) antara perusahaan dan pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

  Komunikasi dari Kebutuhan Pengalaman mulut ke mulut pribadi masa lalu Jasa yang diharapkan

  Kesenjangan 5 Jasa yang diterima

  Pelanggan Komunikasi eksternal

  Pemasar Penyampaian jasa dengan konsumen

  Kesenjangan 3 Kesenjangan 4 Perubahan dari persepsi menjadi spesifikasi kualitas jasa

  Kesenjangan 1 Kesenjangan 2

  Persepsi manajemen tentang harapan konsumen Sumber : Lupiyoadi (2009 : 185)

Gambar 2.1. Analisis Lima Kesenjangan Kesenjangan 1 : Kesenjangan persepsi manajemen Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan itu terjadi karena kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas penemuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dengan pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen.

  Kesenjangan 2 : Kesenjangan spesifikasi kualitas Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standardisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan. Kesenjangan 3 : Kesenjangan penyampaian jasa Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

  Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor (1) ambiguitas peran, yaitu sejauh mana karyawan dapat melakukan tugas sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan; (2) konflik peran, yaitu sejauh mana karyawan meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak; (3) kesesuaian karyawan dengan tugas yang harus dikerjakannya ; (4) kesesuaian teknologi yang digunakan karyawan; (5) sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya sistem penilaian dan sistem imbalan; (6) kontrol yang diterima, yaitu sejauh mana karyawan merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan; (7) kerja tim, yaitu sejauh mana karyawan dan manajemen merumuskan tujuan bersama didalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu. Kesenjangan 4 : Kesenjangan komunikasi pemasaran Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. kesenjangan ini terjadi karena tidak memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan memberikan janji yang berlebihan.

  Kesenjangan 5 : Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan Yaitu perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbentuk sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif. Namun jika yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

  Dari kelima kesenjangan tersebut yang paling berpengaruh dalam menggambarkan tingkat kepuasan adalah kesenjangan yang ke 5 yaitu kesenjangan antara kualitas pelayanan yang dirasakan dengan kualitas pelayanan yang diharapkan pelanggan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan yang mendasar dimana antara kesenjangan 1 sampai kesenjangan 4 , titik beratnya pada organisasi pemberi layanan sedangkan pada kesenjangan ke 5 titik beratnya justru berada pada sisi pelanggan.

2.3. Kepuasan Konsumen

2.3.1. Definisi Kepuasan Konsumen

  Kepuasan mencerminkan penilaian seseorang tentang kinerja produk anggapannya (atau hasil) dalam kaitannya dengan ekspetasi. Menurut Kotler (2009 : 177), menyatakan bahwa “perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspentasi mereka. Menurut Sedangkan menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2003 : 102) mendefinisikan kepuasan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan anatar awal sebelum pembelian (atau standar kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah memakai atau mengkonsumsi produk yang bersangkutan. Sedangkan Engel, et al. dalam Tjiptono (2003 : 102) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.

  Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Seorang pelanggan dapat saja mengalami berbagai derajat kepuasan. Jika kinerja produk kurang dari harapan, maka pelanggannya kecewa.

  Jika kinerjanya sepadan dengan harapan, maka pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan sangat puas atau sangat senang. Harapan didasarkan pada pengalaman pembelian masa lalu pelanggan, opini temaan dan sejawat, dan informasi dan janji pemasar serta pesaing. Pemasar haruslah berhati- hati menetapkan tingkat harapan yang benar. Jika pemasar menetapkan harapan terlalu rendah, mereka dapat memuaskan yang membeli tetapi gagal menarik pembeli yang cukup. Sebaliknya, jika mereka meningkatkan harapan itu terlalu tinggi, pembeli cenderung akan kecewa.

2.3.2. Konsep Kepuasan Konsumen

  Kotler (2009 : 177) menyatakan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi/kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan tidak puas (dissatisfied). Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan puas (satisfaction). Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas senang, sehingga kepuasan pelanggan memerlukan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan (need and want) dengan apa yang diberikan (given).

  Terciptanya kualitas pelanggan akan memberi manfaat kepada perusahaan karena pembeli merasa terpenuhi keinginannya dan kebutuhan akan membeli ulang (repeat buying) dan terciptanya loyalitas terhadap jasa pelayanan yang diterima, selain itu mereka akan lebih loyal terhadap harga, serta akan menyebarkan berita baik dan memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut

  (word of mouth) kepada teman sekitarnya untuk menggunakan jasa tersebut dan

  menguntungkan perusahaan. Kepuasan tinggi atau rasa sangat senang menimbulkan ikatan emosional dengan merek atau perusahaan penyedia jasa tersebut. Secara konseptual konsep kepuasan konsumen digambarkan pada Gambar 2.1.

  Kebutuhan dan Tujuan Perusahaan

  Keinginan Pelanggan Produk

  Harapan Pelanggan Tehadap Produk

  Nilai Produk bagi Pelanggan

  Tingkat Kepuasan Pelanggan

  Sumber : Alma (2003 : 34)

Gambar 2.2. Konsep Kepuasan Pelanggan

  Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukkan pelanggan setelah terjadi proses pembelian. Apabila pelanggan merasa puas, maka dia akan menunjukkan besarnya kemungkinan unutk membeli kembali produk yang sama.

  Pelanggan yang puas juga cenderung akan memberikan referensi yang baik terhadap produk kepada orang lain. Sebaliknya, pelanggan yang tidak puas dapat melakukan tindakan pengembalian produk, atau secara ekstrem bahkan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan melalui seorang pengacara. Hal tersebut haruslah dapat diantisipasi oleh perusahaan, karena seorang pelanggan yang tidak puas dapat merusak citra perusahaan. Perusahaan harus memiliki cara untuk meminimalkan jumlah pelanggan yang tidak puas setelah proses pembelian terjadi.

  Sumber : Lupiyoadi (2008 : 195)

Gambar 2.3. Berbagai Alternatif Tindakan Konsumen Akibat ketidakpuasan

  Alma (2003 : 35) menyatakan sebab-sebab timbulnya ketidakpuasan antara lain :

  1. Tidak sesuai harapan dengan kenyataan yang dialami 2.

  Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan 3. Perilaku personil tidak/kurang menyenangkan.

  4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang.

  5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang, dan harga terlalu tinggi.

  6. Promosi/iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan. Terjadi ketidakpuasan

  Mengambil tindakan Tidak mengambil tindakan

  Mengambil bentuk tindakan umum

  Mengambil bentuk tindakan pribadi

  Menempuh jalur hukum utnuk memperoleh ganti rugi Memutuskan untuk berhenti membeli produk atau merek atau memboikot penjual

  Menuntut ganti rugi langsung dari perusahaan Mengadu ke perusahaan, lembaga pemerintah atau swasta

  Memperingati teman tentang produk dan/atau penjual Kristianto (2011 : 33) menjelaskan bahwa adanya kepuasan maupun ketidakpuasan yang disampaikan konsumen akan menyebabkan perusahaan melakukan evaluasi atau produk dan layanan yang telah diberikan kepada konsumen, sehinggga akan selalu diadakan perbaikan-perbaikan untuk lebih memuaskan konsumen. Menurut Kotler (2009 : 57), kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan melakukan tindakan sebagai berikut : 1.

  Tetap setia lebih lama.

  2. Membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbarui produk-produk yang ada.

  3. Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produk- produknya.

  4. Memberi perhatian lebih sedikit kepada merek atau iklan pesaing serta kurang peka terhadap harga.

  5. Menawarkan gagasan jasa atau produk kepada perusahan.

2.3.3. Faktor Penentu Kepuasan Konsumen

  Lupiyoadi (2008 : 175) menyebutkan lima faktor utama yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kepuasan konsumen, antara lain: a. Kualitas Produk

  Konsumen akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Produk dikatakan berkualitas bagi seseorang, jika produk itu dapat memenuhi kebutuhannya. Kualitas produk ada dua yaitu eksternal dan internal. Salah satu kualitas produk dari faktor eksternal adalah citra merek.

  b. Kualitas Pelayanan Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan harapan.

  c. Emosional Konsumen merasa puas ketika orang memuji dia karena menggunakan merek yang mahal.

  d. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi.

2.3.4. Mengukur Kepuasan Konsumen

  Menurut Kotler dalam Alma (2003 : 34) pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan empat sarana, yaitu :

  1. Sistem keluhan dan usulan Artinya, seberapa banyak keluhan atau komplain yang dilakukan nasabah dalam suatu periode, makin banyak berarti makin kurang baik demikian pula sebaliknya. Untuk itu perlu adanya system dalam menangani keluhan dan usulan.

  2. Survei kepuasan konsumen Dalam hal ini bank perlu secara berkala melakukan survei baik melalui wawacara maupun kuesioner tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan bank tempat nasabah melakukan transaksi selama ini. Untuk itu perlu adanya kepuasan konsumen.

  3. Konsumen samaran Bank dapat mengirim karyawannya atau melalui orang lain untuk berpura- pura menjadi nasabah guna melihat pelayanan yang diberikan oleh karyawan bank secara langsung,sehingga terlihat jelas bagaimana karyawan melayani nasabah sesungguhnya.

  4. Analisis mantan pelanggan Dengan melihat database konsumen yang pernah menjadi pelanggan kita guna mengetahui sebab-sebab mereka tidak lagi membeli produk kita.

  Tjiptono (2002 : 35) memaparkan metode survei merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan. Metode survei dapat menggunakan berbagai macam cara sebagai berikut: 1.

  Directly reported satisfaction yaitu pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan ungkapan tingkat kepuasan dengan skala sangat tidak puas tidak puas, netral, puas, sangat puas.

  2. Derived satisfaction yaitu respoden diberikan pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut dan seberapa besar yang mereka rasakan.

  3. Problem analysis yaitu responden diminta menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan.

  4. Importance-performance analysis yaitu responden dapat diminta unutk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing- masing elemen.

  Umar (2003 : 15) mengemukakan enam konsep yang dipakai untuk pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu :

  1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan Caranya yaitu dengan menanyakan pelanggan mengenai tingkat kepuasan atas jasa yang bersangkutan dan menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan atas jasa yang mereka terima dari para pesaing.

  2. Dimensi Kepuasan Pelanggan Prosesnya melalui empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi- dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan layanan atau keramahan staf pelayanan terhadap pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Keempat, meminta pelanggan menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka ada di kelompok penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan.

  3. Konfirmasi Harapan Pada cara ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa yang dijual perusahaan.

  4. Minat Pembelian Ulang Kepuasan pelanggan diukur berdasarkan apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas jasa yang sama yang dikonsumsinya.

  5. Kesediaan Untuk Merekomendasi Cara ini merupakan ukuran yang penting, apalagi bagi jasa yang pembelian ulangnya relatif lama, seperti jasa pendidikan tinggi.

  6. Ketidakpuasan Pelanggan Dapat dikaji misalnya dalam hal komplain, biaya garansi, word of mouth yang negatif, serta defections.

2.4. Word of Mouth (WOM)

2.4.1 Pengertian Word of Mouth

  Purnama (2006 : 33) mendefinisikan Word of mouth atau informasi dari mulut ke mulut (getok tular) merupakan pernyataan yang disampaikan orang lain di luar struktur perusahaan kepada orang lain (calon konsumen) tentang kualitas layanan yang telah diterimanya dari perusahaan tertentu. Informasi ini lebih efektif dan cepat menyebar karena orang yang menyampaikan biasanya orang yang memiliki kedekatan hubungan yang bisa dipercaya, seperti teman atau keluarga.

  Hal senada juga dinyatakan oleh Tjiptono (2002 : 29), Word of mouth merupakan pernyataan secara personal atau non personal yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media massa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai refrensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.

  Lupiyoadi (2008 : 122) menambahkan penjelasan WOM merupakan informasi dari mulut ke mulut dengan menggunakan orang sebagai pempromosian jasa dalam hal ini memiliki peranan yang sangat penting. Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran.

  Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun jasa, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut dapat berguna, maka konsumen tidak akan pernah membeli produk tersebut. Salah satu alat promosi yang paling ampuh adalah sistem Word of mouth (WOM). Pelanggan sangat dekat dengan pengiriman jasa, dengan kata lain pelanggan tersebut akan berbicara kepada pelanggan lain yang berpotensial tentang pengalamannya dalam menerima jasa tersebut, sehingga word of mouth ini sangat besar pengaruhnya dan dampaknya terhadap pemasaran jasa dibandingkan dengan aktivitas komunikasi lainnya

  Lovelock (2011 : 206) menyatakan bahwa rekomendasi dari pelanggan lain, umumnya dipandang lebih kredibel (dapat dipercaya) daripada aktivitas promosi perusahaan itu sendiri dan memiliki kekuatan terhadap pengambilan keputusan orang lain untuk menggunakan atau melarang menggunakan suatu jasa. Semakin aktif mereka mencari dan menyadari WOM, semakin menuntun mereka dalam membuat keputusan. Pelanggan yang sedikit mengetahui tentang jasa akan lebih mempercayai WOM daripada konsumen yang ahli. WOM bahkan menarik perhatian selama terjadi pertukaran jasa. Ketika pelanggan berbicara dengan orang lain tentang beberapa aspek jasa, informasi ini dapat mempengaruhi perilaku mereka dan kepuasan mereka terhadap jasa, sehingga menjadi prediktor yang penting bagi pertumbuhan perusahaan.

  Harrison-Walker dalam Brown et al. (Arbainah, 2010 : 29) menyatakan bahwa words of mouth (WOM) merupakan sebuah komunikasi informal di antara seorang pembicara yang tidak komersil dengan orang yang menerima informasi mengenai sebuah merek, produk, perusahaan atau jasa. Word of Mouth dapat diartikan sebagai aktifitas komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin customer akan bercerita kepada orang lain tentang pengalamannya dalam proses pembelian atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Pengalaman pelanggan tersebut dapat berupa pengalaman positif atau pun pengalaman negatif. Dari pernyataan Davidow dalam Trarintya (2011 : 20) menyatakan bahwa sebenarnya hubungan dari mulut ke mulut berbentuk U, dimana apabila seseorang puas maka ia akan menyebarkan berita positif dari mulut ke mulut, tapi apabila mengeluh tidak puas maka ia akan menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut. Pengalaman yang kurang memuaskan pada

  customer dapat memunculkan beberapa respons terhadap perusahaan. Perusahaan

  dapat menanggapi respon tersebut dengan berbagai cara yang dinamis. Peluang meningkatnya aktivitas word of mouth dapat memberikan pengaruh yang hebat.

  Suatu pengertian yang telah diterima secara luas dalam customer behavior adalah bahwa WOM memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan perilaku pelanggan. Hal ini dikemukakan oleh Reingen dan Walker dalam Trarintya (2011 : 21) yaitu dari hasil penelitiannya menghasilkan penelitian yang menunjukan WOM 7 kali lebih efektif dibandingkan iklan dimajalah dan koran, 4 kali lebih efektif dari personal selling serta 2 kali lebih efektif dari pada iklan radio pada usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempengaruhi pelanggan untuk beralih guna menggunakan produk perusahaan tersebut. sebuah studi oleh US Office of Consumer Affairs (Kantor Urusan Pelanggan Amerika Serikat) menunjukkan bahwa WOM memberikan efek yang signifikan terhadap penilaian pelanggan.Dalam studitersebut disebutkan bahwa secara rata-rata, satu pelanggan tidak puas akan mengakibatkan sembilan calon pelanggan lain yang akan menyebabkan ketidakpuasan. Sedangkan pelanggan yang puas hanya akan mengabarkan kepada lima calon pelanggan lain.

  Komunikasi WOM yang positif telah diakui sebagai wahana yang berharga untuk mempromosikan produk dan jasa dari sebuah perusahaan. Sebenarnya dengan sifat yang non komersial, komunikasi WOM dipandang tidak terlalu skeptis dari upaya-upaya promosi yang dilakukan perusahaan, walaupun komunikasi WOM bisa menjadi faktor yang sangat mempengaruhi setiap keputusan pembelian.

2.4.2 Dimensi Word Of Mouth

  Word of mouth pada dasarnya adalah komunikasi informal tentang produk

  atau jasa, berbeda dengan komunikasi formal, karena dalam komunikasi informal pembicara cenderung bertindak sebagai seorang teman yang lebih persuasif.

  Pengaruh seseorang dalam word of mouth sangat kuat karena informasi dari sumber word of mouth relatif dipercaya dan terpercaya, selain itu bisa mengurangi resiko dalam keputusan pembelian. Rosiana (2011 : 27) menyatakan dimensi word of mouth yaitu :

  1. Cerita positif, adalah keinginan konsumen untuk memberitakan atau menceritakan hal-hal positif mengenai produk yang dikonsumsinya kepada orang lain.

  2. Rekomendasi, adalah keinginan konsumen untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain yang membutuhkan informasi mengenai produk yang berkualitas.

  3. Ajakan, adalah kesediaan konsumen untuk mengajak orang lain agar menggunakan produk yang telah dikonsumsinya.

2.5. Kerangka Konseptual

  Perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok jasa murni, di mana pemberian jasa yang dilakukan didukung oleh personel dan fasilitas. Jasa yang diberikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa yaitu mahasiswa, yang dalam hal ini pelanggan yang mendatangi lembaga pendidikan untuk mendapatkan pelayanan yang diinginkan sehingga terpenuhi kebutuhan dan keinginan mahasiswa secara tepat sehingga akan mampu membentuk kepuasan dalam dirinya. Oleh karena itu, sebagai salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) yang memiliki nama baik, salah satu strategi yang dapat digunakan agar tetap bertahan adalah bukan hanya karena citra nama besar USU tetapi bagaimana pelayanan di fakultas dapat dikemas dengan baik sehingga memuaskan mahasiswa, khususnya di program studi Diploma III Administrasi Perpajakan ini.

  Secara umum kepuasan merupakan perbandingan apa yang diharapkan (expectation) oleh konsumen dengan kinerja yang dirasakannya (perceived

  perfomance ). Kotler (2009 : 138), menyatakan jika kinerja berada di bawah

  harapan maka pelanggan tidak puas (dissatisfied), sebaliknya jika kinerja memenuhi harapan maka pelanggan puas (satisfaction). Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas atau senang, sehingga kepuasan pelanggan memerlukan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan (need and want) dengan apa yang diberikan (given). Tjiptono (2003 : 122) menyatakan bahwa harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli produk, yang akan dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk barang dan jasa tersebut. Harapan konsumen ditentukan oleh informasinya yang diterimanya dari mulut ke mulut (word of mouth), pengalaman di masa lampau, serta komunikasi eksternal melalui iklan dan promosi.

  Brown et al. dalam Arbainah (2010 : 1), menyatakan ketika seorang pemasar mampu menawarkan tingkat kepuasan yang maksimal kepada konsumen, maka konsumen akan memiliki kecenderungan untuk melakukan positif word of mouth (WOM) dengan cara menceritakan pengalamannya kepada orang lain. Brown et al juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara kepuasan pelanggan dan word of mouth.

  Dalam perkembangannya untuk menilai kualitas suatu pelayanan digunakan suatu model SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman et al. (1988) yang meliputi lima dimensi yaitu Berwujud (tangible), Kehandalan (reliability), Ketanggapan (responsiveness), Jaminan (assurance), dan Empati (emphaty).

  Hasan, et al. (2008) mengemukakan hasil penelitiannya yaitu terdapat hubungan yang positif antara dimensi kualitas pelayanan (tangible, reliability,

  responsiveness, assurance, emphaty) yang dilakukan di perguruan tinggi swasta

  di Kuala Lumpur, namun hanya terdapat dua dimensi yang paling signifikan yaitu

  

emphaty dan assurance. Wei, et al. (2011) melakukan penelitian yang

  menghasilkan bahwa dimensi responsiveness, assurance dan emphaty adalah tiga dimensi yang secara signifikan berhubungan dengan kepuasan mahasiswa.

  Kepuasan mahasiswa dapat dilihat dari kualitas pelayanan pendidikan antara lain : 1) bentuk fisik (tangibles) yaitu kemampuan perguruan tinggi menunjukkan eksistensinya melalui bentuk fisik antara lain fasilitas yang baik, ruang kuliah dan kondisi lingkungan kampus yang nyaman, dan penampilan personelnya. 2) kehandalan (reliability) merupakan kemampuan perguruan tinggi untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan seperti pelayanan yang tepat waktu sehingga terpercaya oleh mahasiswa. 3) ketanggapan

  (responsiveness) adalah keinginan melayani dan membantu kesulitan mahasiswa

  dengan segera. 4) jaminan (assurance) yaitu kemampuan untuk bekerja dengan kompetensi yang baik, menumbuhkan rasa percaya mahasiswa selama berurusan dengan pegawai, serta mampu membangun komunikasi yang baik. 5) Empati

  (emphaty) adalah sikap memberikan perhatian yang tulus secara individual dan

  memahami kebutuhan mahasiswa. Kelima dimensi tersebut terkait erat dengan masing-masing indikator yang dirasa dapat memicu kepuasan sehingga menimbulkan word of mouth positif mahasiswa untuk menyarankan dan merekomendasikan ke orang lain maupun keluarganya agar kuliah di Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan. Hal lain tentunya juga berdampak selanjutnya pada minat lulusan Diploma III Administrasi Perpajakan USU atau dari lulusan Diploma Perguruan Tinggi lain untuk melanjutkan studi jenjang sarjana (S1) di FISIP USU. Kualitas pelayanan yang terlaksana dengan baik secara menyeluruh dan dapat memuaskan mahasiswa harus diciptakan guna menjaga WOM positif mahasiswa terhadap Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan pada khususnya dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik serta Universitas Sumatera Utara. Susanty, dkk (2009 : 229), pelayanan yang diberikan secara konsisten akan memunculkan suatu ukuran standar mengenai pelayanan yang baik pada suatu program studi. Sebaliknya, suatu pemberian pelayanan yang tidak bermutu akan mengarah pada perubahan sikap dan memunculkan kesan negatif sebagai akibat dari ketidakpuasan atas pelayanan yang dirasakan mahasiswa.

  Tjiptono (2002 : 24), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan memiliki hubungan yang erat dengan kualitas. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memaksimumkan pengalaman yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.

  Lovelock (2011 : 206) menunjukkan bahwa tingkatan dan isi WOM dihubungkan dengan tingkat kepuasan. Pelanggan yang memiliki perhatian tinggi lebih sering menceritakan tentang pengalaman mereka daripada yang perhatiannya rendah. Secara ekstrim, pelanggan yang mengalami ketidakpuasan akan menceritakan ke lebih banyak orang daripada pelanggan yang puas. Menariknya, bahkan secara samar pelanggan yang tidak puas terhadap pelayanan dapat mengakhiri penyebaran WOM negatif jika mereka disenangkan oleh cara perusahaan menangani perbaikan pelayanan.

  Penelitian yang dilakukan Palmer, et al. (2011 : 60) mengindikasikan hasil penelitian terhadap atribut yang paling menciptakan kepuasan bagi mahasiswa yaitu sikap para pegawai, kualitas fakultas, materi perkuliahan, dan fasilitas olahraga. Namun mahasiswa kurang puas dengan pelayanan kantin, lapangan parkir dan pelayanan tutor. Kepuasan atas atribut kualitas fakultas, ketersediaan instruktur, kualitas ruangan pertemuan, parkir, pelayanan tutor, dan fasilitas olahraga diprediksi dapat membentuk word of mouth yang positif. Sebaliknya, atribut keseluruhan kualitas fakultas, kualitas ruang pertemuan, pelayanan kantin, kegiatan mahasiswa, dan pelayanan tutorial diprediksi dapat membentuk word of

  mouth yang negatif. Pada akhirnya, atribut yang diprediksi dapat membentuk word of mouth positif dan negatif adalah kualitas ruang pertemuan dan pelayanan

  tutorial. Namun dengan adanya word of mouth negatif mengarahkan universitas untuk memperbaiki ketidakpuasan mahasiswa menjadi kepuasan dengan memperbaiki atribut yang menjadi bagian dari kualitas pelayanan yang menyebabkan munculnya word of mouth negatif sehingga di masa yang akan datang mahasiswa akan merasa puas dan menyebarkan word of mouth yang positif.

  Berdasarkan uraian di atas, untuk memperjelas hubungan antara variabel, maka dikemukakan kerangka pemikiran serta digunakan sebagai dasar bagi perumusan hipotesis, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

  Sumber : Parasuraman, et al. (1988 : 23), Kotler (2009 : 138), dan Lovelock, et

  al. (2011 : 206)

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

  Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

  2. Kepuasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap word of mouth mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

  3. Kualitas pelayanan secara tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap word of mouth mahasiswa melalui kepuasan mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

  Kualitas Pelayanan

  (X) Kepuasan

  Mahasiswa (Y1)

  Word of Mouth

  Mahasiswa (Y2)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Word of Mouth Mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU

5 66 149

Tinjauan Tentang Kualitas Pelayanan Mahasiswa Pada Program Studi Diploma III Fakultas Ekonomi USU

1 38 60

BAB II KERANGKA TEORI - Pengaruh Kualitas Produk dan Merek Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Merek iPhone pada Mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga/Bisnis FISIP USU

0 0 26

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Kualitas Pelayanan Kunjungan Dan Nilai Pengunjung Terhadap Kepuasan Pengunjung Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iia Anak Medan

0 0 20

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Kerangka Teori - Strategi Komunikasi Pelayanan dan Kepuasan (Studi korelasional Strategi Komunikasi Pelayanan Pegawai Perpustakaan USU terhadap Kepuasan Mahasiswa USU)

0 0 20

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu - Pengaruh Kemampuan Komunikasi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Kebun Tanah Hitam Ulu

0 0 26

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Atribut Produk dan Kualitas Jasa Terhadap Kepuasan Pelanggan Serta Dampaknya pada Loyalitas Pelanggan Jasa Tranposrtasi Darat CV. Paradep Taxi Medan

0 0 16

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Penelitian Terdahulu - Analisis Pengaruh Harga dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Serta Dampaknya Terhadap Loyalitas Pelanggan Restoran Sop Sumsum Langsa

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Penelitian Terdahulu - Pengaruh Bauran Pemasarah terhadap Loyalitas Melalui Kepuasan Mahasiswa Politeknik Mandiri Bina Prestasi

0 0 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan PT Kebayoran Pharma Cabang Medan

0 1 22