BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Defenisi lansia - Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

  2.1.1 Defenisi lansia

  Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. World Health Organization (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia (WHO, 2010). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,2008).

  2.1.2 Batasan-batasan lansia

  Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) batasan umur lansia meliputi usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, dan lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun. Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun, usia lanjut dini/prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55 – 64 tahun, kelompok usia lanjut/senium usia 65 lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat.

2.1.3 Teori-teori proses menua

  Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan teori psikososial (Stanley, M & Patricia, G,2007).

1. Teori biologis

  Teori biologis mencoba menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.

  Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit (Stanley, M & Patricia, G,2007).

  a.

  Teori genetika Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik.

  Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan (Stanley, M & Patricia, G,2007).

  Teori wear-and-tear Teori wear-and-tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulais sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal (Stanley, M & Patricia, G,2007).

  c.

  Teori imunitas Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imum ynag berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami kemunduran, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh (Stanley, M & Patricia, G,2007).

2. Teori psikososial

  Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia.

  a.

  Teori kepribadian Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia (Stanley, M & Patricia,

  G 2007). Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. gambarannya kelak pada saat ia menjadi lanjut usia (Nugroho,2008).

  b.

  Teori tugas perkembangan Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erikson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas.

  Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa (Stanley, M & Patricia, G,2007).

  c.

  Teori disengagement Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. (Stanley, M & Patricia, G,2007).

1. Perubahan-perubahan fisik a.

  Sel Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, ukurannya menjadi lebih besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraselular, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, dan otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10% serta lekukan otak akan lebih dangkal dan melebar (Nugroho,2008).

  b.

  Sistem persarafan Berat otak menurun 10-20% ( sel saraf otak setiap orang akan berkurang setiap harinya), cepatnya menurun hubungan persarafan, respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf panca indera, penglihatn berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin, dan kurang sensitif terhadap sentuhan serta defisit memori (Nugroho,2008).

  c.

  Sistem pendengaran Ganguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis, terjadi pengumpulan serumen, fungsi pendengaran semakin menurun, tinnitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus menerus atau intermitten), vertigo yaitu perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar (Nugroho,2008)

  Sistem penglihatan Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak jelas menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap, penurunan/hilangnya daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapang pandang menurun : luas pandangan berkurang, daya membedakan warna menurun terutama warna biru atau hijau pada skala (Nugroho,2008) e.

  Sistem kardiovaskular Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun, curah jantung menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan, tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat (Nugroho,2008).

  f.

  Sistem pengaturan suhu tubuh Temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis skibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot (Nugroho,2008).

  Sistem pernapasan Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu yang meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun, ukuran alveoli melebar dan membesar secara progresif dan jumlah berkurang, berkurangnya elastisitas bronkus, refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun (Nugroho,2008).

  h.

  Sistem pencernaan Kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi dan gizi yang buruk, indera pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indera pengecap, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, esophagus melebar, sensitivitas rasa lapar menurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lamah dan biasanya timbul konstipasi, dan fungsi absorpsi melemah (Nugroho,2008). i.

  Sistem reproduksi Pada wanita vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut, uterus mengalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva, selaput lendir vagina menurundan sekresi menurun. Sedangkan pada pria testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur, dorongan seksual menetap asal kondisi kesehatan baik (Nugroho,2008).

  Sistem genitourinaria Nefron pada ginjal mengalami atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sehingga fungsi tubulus berkurang, kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun, BUN (blood urea nitrogen) meningkat, ilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, keseimbangan elektrolit dan asam mudah terganggu, jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang, otot vesika urinaria menjadi lemah dan kapasitasnya menurun, terjadi pembesaran prostat (Nugroho,2008). k.

  Sistem endokrin Produksi hampir semua hormon menurun, aktivitas tiroid, BMR (basal

  

metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun, produksi aldosteron menurun,

sekresi hormon kelamin menurun (Nugroho,2008).

  l.

  Sistem integumen Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis, timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata, pada daerah sekitar mata timbul kerut- kerut halus, respon terhadap trauma menurun, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk serta jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang (Nugroho,2008).

  Sistem muskuloskeletal Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, tulang mudah mengalami demineralisasi, kekuatan dan stabilittas tulang menurun terutama vertebra, pergelangan dan paha sehingga insidens fraktur dan osteoporosis meningkat pada area tulang tersebut, kartilago permukaan sendi rusak dan aus, gangguan gaya berjalan, kekakuan jaringan penghubung antar tulang, diskus invertebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut sehingga gerak menjadi lamban, otot kram dan menjadi tremor, komposisi otot berubah sepanjang waktu, dan aliran darah ke otot berkurang (Nugroho,2008).

2. Perubahan psikososial

  Lansia yang sehat secara psikososial dapat dilihat dari kemampuannya beradaptasi terhadap kehilangan fisik, sosial dan emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup. Ketakutan menjadi tua dan tidak mampu produktif memunculkan gambaran yang negatif tentang proses menua.

  Banyak kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan anggapan negatif ini, diimana lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai sumbangan apapun terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya ekonomi (Fatimah,2010).

  Perubahan psikologis lansia dapat berupa merasa frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut manghadapi kematian, depresi dan kecemasan.

  Dalam psikologi perkembangan lansia akan mengalami perubahan seperti keadaan fisik lemah dan tak berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain, mencari mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang (Maryam dkk,2008).

2.1.5 Masalah Fisik pada Lansia

  Adapun masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia menurut Nugroho (2008) yaitu;

  Mudah jatuh ; jatuh seringkali dialami oleh lanjut usia dan penyebabnya

  bisa multifaktor. Banyak faktor yang berperan di dalamnya, faktor intrinsik (dari dalam lanjut usia), gangguan jantung dan atau sirkulasi darah, gangguan sistem susunan saraf, gangguan sistem anggota gerak, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan psikologis dan gangguan gaya berjalan. Faktor lainnya yaitu faktor ekstrinsik, misalnya cahaya yang kurang terang, lingkungan yang asing bagi lansia, lantai yang licin, obat-obatan yang diminum (diuretik, antidepresan, sedatif, dan lain-lain.

  Mudah lelah ; biasanya disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan

  bosan, keletihan atau depresi). Faktor lain gangguan organis, misalnya kekurangan vitamin, anemia, perubahan pada tulang (osteomalasia), gangguan pencernaan, kelainan metabolisme, gangguan ginjal, dan gangguan peredaran darah. Dan juga disebabkan oleh karena pengaruh obat- obat, seperti obat penenang, obat jantung dan obat yang melelahkan daya kerja otot.

  Nyeri dada ; biasanya disebabkan oleh penyakit jantung koroner yang

  dapat menyebabkan iskemia jantung (berkurangnya aliran darah ke jantung), radang selaput jantung, dan gangguan pada sistem alat pernafasan dan gangguan alat pencernaan bagian atas. jantung, gangguan sistem saluran nafas, berat badan berlebihan, dan anemia.

  Palpitasi ; biasanya disebabkan oleh gangguan irama jantung, keadaan

  umum badan yang lemah karena penyakit kronis, faktor- faktor psikologis dan lain-lain.

  Edema kaki ; biasanya disebabkan oleh kaki yang lama digantung (edema

  gravitasi), gagal jantung, bendungan pada vena bagian bawah, kekurangan vitamin B 1, gangguan penyakit hati, penyakit ginjal dan kelumpuhan pada kaki.

  Nyeri pinggang atau punggung ; biasanya disebabkan oleh sendi- sendi

  atau susunan sendi pada tulang belakang, kelainan ginjal, dan gangguan pada otot- otot badan.

  Nyeri pada sendi pinggul ; biasanya disebabkan oleh gangguan sendi

  pinggul, kelainan tulang- tulang sendi, dan akibat kelainan pada saraf dari punggung bagian bawah yang terjepit.

  Keluhan Pusing ; biasanya disebabkan oleh gangguan lokal misalnya

  vaskuler, migren, mata, glaukoma, sinusitis dan sakit gigi, penyakit sistemik yang menimbulkan hipodlikemia, penyakit sistemis dan faktor psikologis misalnya perasaan cemas, depresi, kuramg tidur dan kekacauan pikiran.

  Kesemutan pada anggota tubuh ; biasanya disebabkan oleh gangguan

  sirkulasi darah lokal, gangguan persarafan umum (gangguan pada kontrol) dan gtangguan pada persarafan lokal pada bagian anggota tubuh.

  Berat badan menurun ; biasanya disebabkan oleh nafsu makan menurun

  akibat kurang adanya gairah hidup atau kelesuan, adanya penyakit kronis, adanya faktor- faktor sosioekonomi (pensiun).

  Susah menahan buang air kecil ; biasanya disebabkan oleh obat-oabat

  yang mengakibatkan sering berkemih, radang kandung kemih, radang saluran kemih, kelainan kontrol pada kandung kemih, kelainan persarafan pada kandung kemih, dan faktor psikologis.

  Sukar menahan buang air besar ; biasanya disebabkan oleh obat

  pencahar perut, keadaan diare, kelainan pada usus besar, dan kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum).

  Gangguan pendengaran ; biasanya disebabka oleh kelainan degeneratif,

  ketulian pada lanjut usia seringkali dapat menyebabkan kekacauan mental, tinnitus, dan vertigo.

  Gangguan tidur ; biasanya disebabkan oleh faktor ekstrinsik yaitu

lingkungan yang kurang tenang, dan faktor intrinsik yang bisa bersifat organik

  misalnya nyeri, gatal-gatal, dan penyakit tertentu yang membuat gelisah, dan yang bersifat psikologis misalnya depresi kecemasan dan iritabilitas.

  Kekacauan mental akut ; biasanya disebabkan oleh keracunan, penyakit

infeksi dengan demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, gangguan

fungsi otak, gangguan fungsi hati, dan radang selaput otak (meningitis).

  Mudah gatal ; biasanya disebabkan oleh kelainan kulit misalnya kulit

  kering, degenatif (eksema kulit), dan penyakit sistemik misalnya DM, gagal ginjal, penyakit hati (hepatitis kronis) dan keadaan alergi.

  Perubahan dan kemunduran yang terjadi akan memberikan dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki usia lanjut.

  Kemunduran fisik yang terjadi pada lansia memberikan kesimpulan bahwa kecantikan atau ketampanan yang mereka miliki mulai hilang, ini berarti kehilangan daya tarik bagi diri lansia. Wanita biasanya lebih risau dan tertekan karena keadaan tersebut sebab biasanya wanita di puji karena kecantikan dan keindahan fisiknya. Tetapi tidak berarti bahwa pria pada masa kini tidak mengalami hal tersebut. Pada pria yang mengalami proses menua tetap dirinya menarik bagi lawan jenisnya (Nugroho, 2008). Selain itu yang menjadi permasalahan pada lansia di Indonesia meliputi ketergantungan, sistem nilai kekerabatan yang berubah, sumber pendapatan lansia yang menurun, dan masalah kesehatan dan pemberdayaan pola hidup sehat, serta masalah psikologi dan kesehatan mental dan spiritual.

2.1.7 Tahapan dan tugas perkembangan lansia

  Tahap ini dimulai ketika salah satu pasangan suami istri memasuki masa pensiun sampai dengan salah satu pasangan meninggal dunia. Tugas bagi keluarga dalam tahapan ini adalah saling memberikan perhatian yang menyenangkan antara pasangan, mempertahankan kesehatan masing-masing pasangan, merencanakan kegiatan untuk mengisi masa tua seperti berolahraga, berkebun, mengasuh cucu. Pada masa tua pasangan saling mengingatkan akan adanya kehidupan yang kekal setelah kehidupan ini (Setiawati, S dan Agus, C,2008).

  2.2.1 Defenisi Keluarga

  Menurut Dep.Kes RI (1988) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling berketergantungan. Sementara itu, Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah. Sedangkan Stuart (ICN,2001) menyatakan lima hal yang penting yang ada pada defenisi keluarga yaitu keluarga adalah suatu sistem atau unit, komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban di masa yang akan datang, fungsi keluarga dalam pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi, dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga, anggota-anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin saja tidak ada hubungan dan tinggal terpisah, serta keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin saja tidak.

  2.2.2 Fungsi keluarga

  Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah sebagai berikut :

1. Fungsi afektif.

  Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Fungsi afektif yang utama mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarganya berhubungan dengan orang lain. Anggota baik, dan penuh rasa kasih sayang.

  2. Fungsi sosialisasi

  Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan didalam masyarakat.

  3. Fungsi reproduksi

  Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi keluarga ini sedikit terkontrol. Fungsi ini berguna untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

  4. Fungsi ekonomi

  Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan. Pemenuhan kebutuhan seluruh keluarga antara lain makanan, pakaian, perumahan, dan lain-lain.

  Fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan/keperawatan. Kemampuan keluarga melakukan pemeliharaan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga dan individu. Kemampuan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan keluarga, yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.

2.2.3 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

  Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu :

  1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya

  Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

  2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga

  Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan menentukan tindakan keluarga maka segera dilakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga memiliki keterbatasan sebaiknya meminta bantuan kepada orang lain.

  3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda

  Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tinddakan kelanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

  4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

  Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan, ketentraman, dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

  5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada)

  Apabila mengalami gangguan kesehatan, keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya, sebagai contoh: keluarga dapat berkonsultasi kepada tenaga keperawatan untuk memecahkan segala macam penyakit.

2.3 Konsep peran

  Menurut Nugroho (2008) peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normative dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu.

2.3.1 Peran Keluarga

  Menurut Setiadi (2008) peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu yang ada di dalam keluarga tersebut. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

  Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan peran informal.

  Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan peran sosial.

  Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing- masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

2. Peran Informal keluarga

  Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran adaptif antara lain pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, dan menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul orang lain dan membuat pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat, inisiator- kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok, pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai, pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material maupun non material anggota keluarganya.

2.3.2 Perawatan keluarga terhadap lansia

  Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk,2008).

  Keluarga mengupayakan pembinaan secara fisik yang ditujukan kepada lansia dengan mempertimbangkan faktor usia dan kondisi fisik yang secara perorangan berbeda. Hidup bertempat tinggal dengan keluarga merupakan kebiasaan umum bila seorang lanjut usia ditinggal oleh suami /istrinya, atau sebelum ini terjadi. Umumnya memanglah keluarga yang mengurus para lanjut usia di rumahnya (juga di negara-negara Asia lain), terutama hal ini dilakukan oleh anak perempuan (Darmojo et all, 2006). Perawatan diri lansia dibagi atas kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Dengan meningkatnya usia, terjadi pula penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada hidup dan menjalani hari tua yang menyenangkan. Perawatan lanjut usia di rumah bertujuan memberikan perawatan sebaik mungkin tanpa mengganggu atau mengurangi kemandirian lanjut usia. Kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari harus diupayakan, walaupun dalam beberapa aktivitas tentu perlu dibantu (Nugroho, 2008).

  Keluarga merupakan orang terdekat dari lansia yang mengalami gangguan kesehatan/dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu indikator dalam masyarakat, apakah masyarakat tersebut sehat atau sakit. Berdasarkan program Bina Keluarga Lansia (BKL) terdapat 17 peran keluarga terhadap lansia yaitu menghormati dan menghargai orang tua, bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian, jangan menganggap sebagai beban, memberikan kesempatan untuk tinggal bersama, mintalah nasehat mereka pada peristiwa-peristiwa penting, mengajaknya dalam acara keluarga, dengan memberi perhatian yang baik pada orang tua, kelak anak-anak kita akan bersikap sama terhadap kita, membantu mencukupi kebutuhannya, berilah dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan- kegiatan diluar rumah termasuk pengembangan hobi, membantu mengatur keuangan, mengupayakan transport untuk kegiatannya, memeriksakan kesehatan secara teratur, memberi dorongan untuk tetap hidup sehat, mencegah terjadinya kecelakaan baik didalam maupun diluar rumah, merujuk lansia yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan, dan memelihara kesehatan lansia.

  Menurut Mubarak dkk (2006) peran keluarga terhadap lansia antara lain: menjaga dan merawat kondisi fisik anggota keluarga yang lanjut usia tetap dalam pada lansia, mengantisipasi adanya perubahan social dan ekonomi pada lansia, dan memotivasi dan memfasilitasikan lansia untuk memenuhi kebutuhan spiritual dengan demikian dapat meningkatkan ketakwaan lansia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan sikap keluarga dan masyarakat terhadap lansia yaitu: adanya kecenderungan berpersepsi negatif, diharapkan mempunyai persepsi positif pada lansia karena merupakan peristiwa alamiah dimana tiap-tiap individu akan mengalaminya, membangun kebutuhan untuk dicintai aktualisasi dari lanjut usia, dan enciptakan suasana yang menyenangkan yaitu hubungan yang harmonis (saling pengertian antara generasi muda dan generasi lansia).

  Menurut DepKes RI (2005) menyatakan bahwa peran keluarga dalam pembinaan lansia antara lain memberikan dorongan, kemudahan, fasilitas bagi lansia untuk menggunakan kemampuan dan keterampilannya serta kearifan yang dimiliki, mengembangkan kehidupan beragama, pengembangan psikis/mental, dan pembinaan sosial ekonomi dan budaya.

  Sementara iu, menurut Setiti (2007) menyatakan peran keluarga dalam merawat lanjut usia di rumah, adapun perawatan yang dapat diberikan oleh keluarga kepada lanjut usia yaitu ; Perawatan Fisik. Secara umum keluarga melayani makan tiga kali sehari.

  Namun ada juga yang hanya dua kali sehari, yaitu siang dan sore saja. Makanan yang disajikan sesuai dengan kemampuan mereka. Ada yang menyajikan nasi, sayur dan lauk. Ada juga yang ditambah dengan buah. Tetapi ada yang hanya nasi dan lauk atau sayur. Keterbatasan ekonomi membuat mereka makan seadanya.

  Pelayanan sandang, bagi lanjut usia yang masih potensial biasanya membeli umum keluarga membelikan satu kali setahun. Bagi yang tidak mampu biasanya diberi oleh keluarga jauh atau masyarakat. Pelayanan di bidang papan, keluarga menyediakan sesuai dengan kemampuan mereka. Kondisi ekonomi yang terbatas, berakibat kondisi rumah seadanya. Pelayanan di bidang kesehatan, keluarga tidak selamanya mampu malayani untuk berobat secara medis. Kadang mereka hanya memberikan obat dari warung atau obat ramuan tradisional setempat/ ke dukun.

  Bagi yang memiliki kartu miskin, masih harus menghadapi kendala yaitu biaya transportasi yang mahal, prosedur yang berbelit dan pelayan yang tidak nyaman.

  Perawatan psikis. Biasanya lanjut usia ditemani anggota keluarga yang

  mengerti dan memahami mereka yang keadaan perilakunya berubah seperti kekanak-kanakan, rewel, mudah tersinggung dan lain-lain. lanjut usia ditemani untuk ngobrol, didengar nasehatnya dan keluhannya.

  Perawatan sosial. Keluarga berusaha menemani berbicara, mendengarkan nasehatnya, memberikan kabar orang di lingkungannya dan berita secara umum.

  Pada sisi lain, lanjut usia diantar cucu atau anggota keluarga lain untuk bertemu dengan teman sebaya, juga dengan teman sekelompok. Lanjut usia juga diberikan kegiatan bersama kelompoknya yaitu kelompok keagamaan, olah raga, pengajian, yasinan, arisan, kelompok silaturahmi, kelompok adat dan lain-lain.

  Perawatan Ekonomi. Perawatan ekonomi dilakukan keluarga dengan

  memenuhi kebutuhan dasar hidup lanjut usia. Bagi yang masih potensial, diberikan kesempatan untuk bekerja bersama keluarga. Melakukan kegiatan keterampilan untuk memperoleh penghasilan. Bagi lanjut usia yang sudah tidak siap saji.

  Perawatan Spiritual. Pelayanan spiritual dilakukan oleh keluarga dengan

  menyediakan sarana dan peralatan ibadah. Menjauhkan anak-anak dan melarang agar tidak ribut. Keluarga menemani saat beribadah di rumah, di mesjid atau di majelis taklim.

  Menurut Nugroho (2008) pendekatan perawatan lansia yaitu meliputi:

  Pendekatan fisik. Kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat

  mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk lansia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Adapun komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu para lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan (termasuk memilih dan menentukan makanan), minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dan kecelakaan.

  Pendekatan psikis. Pada dasarnya lansia membutuhkan rasa aman dan

  cinta kasih dari lingkungannya. Untuk itu kelurga harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga harus dapat membangun semangat dan kreasi lansia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, kelainan yang dideritanya. Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala- gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang, dan pergeseran libido. Keluarga harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi lansia bila lupa atau melakukan kesalahan.

   Pendekatan sosial. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita

  merupakan salah satu upaya keluarga dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Keluarga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lansia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar atau majalah.

  Pendekatan spiritual. Keluarga harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya.

  Keluarga bisa memberikan kesempatan pada lansia untuk melaksanakan ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lansia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya.

Dokumen yang terkait

Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

9 146 90

Perawatan Keluarga Terhadap Lansia di Desa Sukajadi Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat

2 62 90

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep persepsi 1.1 Definisi persepsi - Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Defenisi lansia - Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan - Pengetahuan dan Perilaku Lansia Terhadap Perawatan Diri di Desa Narumonda V Kecamatan Siantar Narumonda

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi 1.1 Defenisi Komunikasi - Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lansia 2.1.1. Defenisi Lansia - Kualitas Hidup Lansia Yang Berkunjung ke Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Daerah Kota Padangsidimpuan

0 5 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran 2.1.1 Pengertian Peran - Peran Keluarga Dalam Perawatan Lansia Dan Kepuasan Lansia Pada Keluarga Di Kelurahan Padang Matinggi Rantauprapat

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Defenisi lansia - Kualitas Hidup Lansia di Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara

0 2 20