Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

(1)

PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN LANSIA

DI KECAMATAN BANDAR HULUAN KABUPATEN

SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh

MAYA LESTARI

111121060

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

Judul : Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

Nama Mahasiswa : Maya lestari

NIM : 111121060

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2013

ABSTRAK

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Perawatan lanjut usia di rumah bertujuan memberikan perawatan sebaik mungkin tanpa mengganggu atau mengurangi kemandirian lanjut usia tersebut. Perawatan keluarga yang diperlukan oleh lansia berupa perawatan fisik, psikis, sosial, dan spiritual yang komprehensif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran peran keluarga dalam perawatan lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan tehnik accidental sampling yaitu terhadap keluarga yang memiliki lansia dengan jumlah 94 responden. Pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berusia 31-45 tahun (51,1%), jenis kelamin responden adalah wanita (88,3%), agama responden adalah agama islam (72,3%), suku jawa (45,7%), pekerjaan responden adalah sebagai pegawai swasta/wiraswasta (42,6%), penghasilan keluarga Rp 1.000.000-Rp 3.000.000 (40,4%), jumlah anggota keluarga > 5 orang (30,9%), dan hubungan responden dengan lansia sebagai anak (52,1%). Peran keluarga dalam perawatan lansia berada pada kategori baik yaitu 62 responden (66,0%), dan kategori cukup baik sebanyak 32 responden (34,0%). Hal ini dikarenakan kedudukan dan peranan lansia dalam keluarga dan masyarakat dianggap sebagai sumber terkumpulnya kelebihan, kebijaksanaan dan kearifan sehingga lansia harus dihormati dan dihargai. Dengan penelitian ini diharapkan kepada semua pihak, khususnya keluarga agar dapat memahami pentingnya perawatan terhadap lansia, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.


(4)

PRAKATA

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun”.

Peneliti menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari arahan, masukan, dukungan dan koreksi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Gimin dan Marinah Damanik yang telah mendidik, membesarkan, memberikan doa, kasih sayang, motivasi serta dukungan baik secara moral dan materil.

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, masukan, arahan dan motivasi yang berharga bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes , selaku Dekan Fakultas Keperawatan, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS. selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan, Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB, selaku dosen pembimbing akademik. Ucapan terima kasih juga kepada Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS sebagai penguji I dan Ibu Lufthiani, S.Kp,Ns, M.Kes selaku penguji II yang telah menyediakan waktu, masukan, arahan dan motivasi yang berharga. Bapak Camat Kecamatan Bandar Huluan yang telah banyak membantu peneliti selama proses perizinan pembuatan skripsi ini.


(5)

Kepada kakak dan adikku tercinta , Juliarni dan Zul herman yang selalu memberi semangat dan mendukung peneliti agar skripsi ini cepat selesai. Teman teman seperjuangan tersayang, Adek, Imel, Tia, Tika, Miskah, Nazly, Vera, Widia, Ery, dan Endang terimakasih atas bantuan, semangat dan persahabatan yg telah diberikan selama ini. Tak lupa pada teman-teman sejawat Ekstensi Pagi USU 2011, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan informasi demi kemajuan pengetahuan, khususnya dalam dunia Keperawatan. Peneliti mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan Keperawatan.

Medan, Februari 2013


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Skema ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Lansia ... 6

2.1.1. Defenisi Lansia ... 6

2.1.2. Batasan-batasan Lansia ... 6

2.1.3. Teori-teori penuaan ... 7

2.1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia…………10

2.1.5. Masalah fisik pada lansia ………..15

2.1.6. Dampak kemunduran ... 18

2.1.7. Tahapan dan Tugas perkembangan Lansia……….18

2.2. Keluarga ... 19

2.2.1. Defenisi Keluarga ... 19

2.2.2. Fungsi Keluarga ... 19

2.2.3. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan ... 21

2.3. Konsep Peran ... 23

2.3.1. Peran Keluarga ... 23

2.3.2. Perawatan keluarga terhadap lansia ... 25

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual ... 31

3.2. Defenisi Konseptual…….……….32

3.3 Defenisi Operasional ... 32

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 33

4.2. Populasi,Sampel dan Sampling ... 33

4.2.1. Populasi ... 33

4.2.2. Sampel ... 33


(7)

4.5. Instrumen Penelitian ... 36

4.6. Uji Validitas ... 37

4.7. Uji Reabilitas ... 37

4.8. Pengumpulan Data ... 38

4.9. Analisa Data ... 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 40

5.1.1. Data Demografi Responden... 40

5.1.2. Gambaran Peran keluarga dalam Perawatan Lansia ... 42

5.1.3. Kategori peran Keluarga dalam Perawatan Lansia ... 47

5.2. Pembahasan ... 48

5.2.1. Perawatan Fisik... 48

5.2.2. Perawatan Psikis ... 49

5.2.3. Perawatan Sosial ... 50

5.2.4. Perawatan Spiritual ... 51

5.2.5. Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia ... 52

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 56

6.2.1. Praktek Keperawatan ... 56

6.2.2. Pendidikan Keperawatan ... 57

6.2.3. Penelitian Keperawatan ... 57

6.2.4. Keluarga Lansia ... 57 Daftar Pustaka

Lampiran

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Lembar Bukti Bimbingan 4. Taksasi Dana

5. Jadwal Tentatif Penelitian 6. Surat Penelitian

7. Hasil Uji Reliabilitas 8. Hasil Analisa Data 9. Curiculum Vitae


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase

Karakteristik Responden...41 Tabel 5.2 Kategori peran keluarga dalam perawatan fisik lansia...43 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga

dalam Perawatan Fisik Lansia...43 Tabel 5.4 Kategori peran keluarga dalam perawatan psikis lansia...44 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga

dalam Perawatan Psikis Lansia...44 Tabel 5.6 Kategori peran keluarga dalam perawatan sosial lansia...45 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga

dalam Perawatan Sosial Lansia...45 Tabel 5.8 Kategori peran keluarga dalam perawatan spiritual lansia...46 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran keluarga

dalam Perawatan Spiritual Lansia...47 Tabel 6.0 Kategori Peran keluarga dalam Perawatan Lansia...47


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

Skema 1 Kerangka Konseptual Penelitian Peran keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan


(10)

Judul : Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

Nama Mahasiswa : Maya lestari

NIM : 111121060

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2013

ABSTRAK

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Perawatan lanjut usia di rumah bertujuan memberikan perawatan sebaik mungkin tanpa mengganggu atau mengurangi kemandirian lanjut usia tersebut. Perawatan keluarga yang diperlukan oleh lansia berupa perawatan fisik, psikis, sosial, dan spiritual yang komprehensif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran peran keluarga dalam perawatan lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan tehnik accidental sampling yaitu terhadap keluarga yang memiliki lansia dengan jumlah 94 responden. Pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berusia 31-45 tahun (51,1%), jenis kelamin responden adalah wanita (88,3%), agama responden adalah agama islam (72,3%), suku jawa (45,7%), pekerjaan responden adalah sebagai pegawai swasta/wiraswasta (42,6%), penghasilan keluarga Rp 1.000.000-Rp 3.000.000 (40,4%), jumlah anggota keluarga > 5 orang (30,9%), dan hubungan responden dengan lansia sebagai anak (52,1%). Peran keluarga dalam perawatan lansia berada pada kategori baik yaitu 62 responden (66,0%), dan kategori cukup baik sebanyak 32 responden (34,0%). Hal ini dikarenakan kedudukan dan peranan lansia dalam keluarga dan masyarakat dianggap sebagai sumber terkumpulnya kelebihan, kebijaksanaan dan kearifan sehingga lansia harus dihormati dan dihargai. Dengan penelitian ini diharapkan kepada semua pihak, khususnya keluarga agar dapat memahami pentingnya perawatan terhadap lansia, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Proses menua merupakan proses terus menerus (berlanjut) secara alamiah dan suatu hal yang yang wajar yang akan dialami semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya (Nugroho,2008). Lansia harus menyesuaikan terhadap perubahan fisik. Seiring terjadinya tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah dan gerakan menjadi lamban (Maryam dkk,2008).

Keberadaan lansia ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif. Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan perawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia (Maryam dkk,2008). Seorang lansia untuk terbebas sama sekali dari penyakit dan kelemahan merupakan hal yang hampir mustahil. Namun yang terpenting, apapun penyakit yang menyertai lansia,


(12)

penyakit itu dapat dikelola dengan baik sehingga lansia mampu mandiri secara biopsikososial (Darmodjo et all,2006).

Saat ini, diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai 273 juta jiwa, dan hampir seperempat dari jumlah penduduk tersebut atau sekitar 62,4 juta jiwa tergolong sekelompok penduduk lanjut usia . Berdasarkan data Biro Pusat Statistik bahwa Sumut menunjukkan jumlah penduduk lansia di atas 60 tahun terjadi peningkatan dari tahun ke tahun, 60 tahun ke atas mencapai 693.494 jiwa, atau 5,4% dari jumlah penduduk di Sumatera Utara (12.834.371 jiwa). Data dari Biro Pusat Statistik pada tahun 2011 melaporkan bahwa jumlah lansia di Kabupaten Simalungun yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 24.971 jiwa sedangkan lansia yg berjenis kelamin perempuan sebanyak 27.116 jiwa. Berdasarkan data yang didapat dari Kecamatan Bandar Huluan didapatkan jumlah lansia yang ada di Kecamatan Bandar Huluan adalah sebanyak 1.683 jiwa.

Tempat yang paling baik bagi lansia adalah tempat tinggalnya sendiri dengan anggota keluarga lainnya. Perawatan yang dilakukan oleh anak dan atau keluarga sendiri diduga memberikan rasa aman dan nyaman karena mereka lebih toleran terhadap lansia dibandingkan dengan orang lain, sehingga kebutuhan fisik, psikis, sosial, ekonomi dan spiritual lansia bisa terpenuhi dengan baik. Keluarga berperan penting dalam kehidupan lansia, 80% keluarga akan mendukung lansia dan biasanya anak dewasa yang menjadi sumber support lansia. Keluarga mempunyai peran penting dalam keperawatan karena keluarga menyediakan


(13)

kesehatan/keperawatan bagi dirinya dan orang lain dalam keluarga. Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cedera, perpisahan) akan mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga (Ali,2010).

Peranan keluarga sebagai support system utama dalam merawat lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk,2008). Sedangkan menurut Nugroho (2008), pendekatan yang dilakukan keluarga dalam melakukan perawatan terhadap lansia meliputi pendekatan fisik, psikis, sosial dan spiritual.

Menurut penelitian Efiani (2009) bahwa Perawatan Keluarga terhadap Lansia di Kelurahan Sukajadi Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat, perawatan keluarga terhadap lansia adalah suatu pelayanan yang berupa pelayanan fisik, psikis, sosial, ekonomi dan spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perawatan keluarga yang buruk, sedangkan perawatan keluarga yang baik dalam jumlah terbesar yaitu 28 responden (66,0%), dan responden dengan perawatan sangat baik sebanyak 8 responden (18,7%).

Berdasarkan hasil survei di Kecamatan Bandar Huluan didapatkan bahwa mayoritas lansia adalah suku batak dan jawa. Pada umumnya lansia tinggal bersama anak dan saudaranya. Tetapi ada pula yang tinggal sendiri di rumahnya. Masalah kesehatan yang dialami lansia di Kecamatan Bandar Huluan pada umumnya adalah rhematik dan hipertensi. Selain itu, pada saat kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas pada umumnya didampingi oleh keluarganya. Namun, ada pula lansia yang datang sendiri ke puskesmas. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang lansia di Kecamatan Bandar Huluan didapatkan informasi bahwa beliau merasa bahagia karena


(14)

anak-anak dan keluarganya memperhatikannya baik. Keluarganya memperhatikan semua kebutuhan lansia tersebut misalnya dengan memberikan makanan, memberinya uang untuk keperluannya dan memberikan perhatian bila beliau mengeluhkan keadaan kesehatannya. Beliau juga mengungkapkan dirinya merasa dihormati oleh keluarganya.

Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengambarkan Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini ditujukan pada Pelayanan Keperawatan, Pendidikan Keperawatan, dan Penelitian Keperawatan yaitu:

1.4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat meningkatkan pengetahuan perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan sehingga dapat diaplikasikan dalam memberikan implementasi keperawatan pada lansia sesuai dengan


(15)

1.4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan pembelajaran bagi mahasiswa khususnya keperawatan gerontik dan keluarga dalam pemberian materi pembelajaran perawatan terhadap lansia, sehingga informasi ini dapat dikembangkan dalam praktek belajar lapangan.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi lanjutan dan pengembangaan pada penelitian selanjutnya yang meneliti tentang peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan lansia, baik lansia yang sehat maupun lansia yang mengalami gangguan kesehatan.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia

2.1.1 Defenisi lansia

Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. World Health Organization (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia (WHO, 2010). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,2008).

2.1.2 Batasan-batasan lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) batasan umur lansia meliputi usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, dan lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun. Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun, usia lanjut dini/prasenium yaitu kelompok yang mulai


(17)

tahun keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat.

2.1.3 Teori-teori proses menua

Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan teori psikososial (Stanley, M & Patricia, G,2007).

1. Teori biologis

Teori biologis mencoba menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit (Stanley, M & Patricia, G,2007).

a. Teori genetika

Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan (Stanley, M & Patricia, G,2007).


(18)

b. Teori wear-and-tear

Teori wear-and-tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulais sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal (Stanley, M & Patricia, G,2007).

c. Teori imunitas

Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imum ynag berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami kemunduran, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh (Stanley, M & Patricia, G,2007).

2. Teori psikososial

Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia.

a. Teori kepribadian

Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia (Stanley, M & Patricia, G 2007). Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini


(19)

Dengan demikian, pengalaman kehidupan seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lanjut usia (Nugroho,2008).

b. Teori tugas perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erikson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa (Stanley, M & Patricia, G,2007).

c. Teori disengagement

Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. (Stanley, M & Patricia, G,2007).


(20)

2.1.4 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia 1. Perubahan-perubahan fisik

a. Sel

Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, ukurannya menjadi lebih besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraselular, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, dan otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10% serta lekukan otak akan lebih dangkal dan melebar (Nugroho,2008).

b. Sistem persarafan

Berat otak menurun 10-20% ( sel saraf otak setiap orang akan berkurang setiap harinya), cepatnya menurun hubungan persarafan, respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf panca indera, penglihatn berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin, dan kurang sensitif terhadap sentuhan serta defisit memori (Nugroho,2008).

c. Sistem pendengaran

Ganguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis, terjadi pengumpulan serumen, fungsi pendengaran semakin menurun, tinnitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus menerus atau intermitten), vertigo yaitu


(21)

d. Sistem penglihatan

Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak jelas menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap, penurunan/hilangnya daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapang pandang menurun : luas pandangan berkurang, daya membedakan warna menurun terutama warna biru atau hijau pada skala (Nugroho,2008)

e. Sistem kardiovaskular

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun, curah jantung menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan, tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat (Nugroho,2008).

f. Sistem pengaturan suhu tubuh

Temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis skibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot (Nugroho,2008).


(22)

g. Sistem pernapasan

Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu yang meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun, ukuran alveoli melebar dan membesar secara progresif dan jumlah berkurang, berkurangnya elastisitas bronkus, refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun (Nugroho,2008).

h. Sistem pencernaan

Kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi dan gizi yang buruk, indera pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indera pengecap, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, esophagus melebar, sensitivitas rasa lapar menurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lamah dan biasanya timbul konstipasi, dan fungsi absorpsi melemah (Nugroho,2008).

i. Sistem reproduksi

Pada wanita vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut, uterus mengalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva, selaput lendir vagina menurundan sekresi menurun. Sedangkan pada pria testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur, dorongan seksual menetap asal kondisi kesehatan baik (Nugroho,2008).


(23)

j. Sistem genitourinaria

Nefron pada ginjal mengalami atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sehingga fungsi tubulus berkurang, kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun, BUN (blood urea nitrogen) meningkat, ilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, keseimbangan elektrolit dan asam mudah terganggu, jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang, otot vesika urinaria menjadi lemah dan kapasitasnya menurun, terjadi pembesaran prostat (Nugroho,2008).

k. Sistem endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun, produksi aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin menurun (Nugroho,2008).

l. Sistem integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis, timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata, pada daerah sekitar mata timbul kerut-kerut halus, respon terhadap trauma menurun, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk serta jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang (Nugroho,2008).


(24)

m. Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, tulang mudah mengalami demineralisasi, kekuatan dan stabilittas tulang menurun terutama vertebra, pergelangan dan paha sehingga insidens fraktur dan osteoporosis meningkat pada area tulang tersebut, kartilago permukaan sendi rusak dan aus, gangguan gaya berjalan, kekakuan jaringan penghubung antar tulang, diskus invertebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut sehingga gerak menjadi lamban, otot kram dan menjadi tremor, komposisi otot berubah sepanjang waktu, dan aliran darah ke otot berkurang (Nugroho,2008).

2. Perubahan psikososial

Lansia yang sehat secara psikososial dapat dilihat dari kemampuannya beradaptasi terhadap kehilangan fisik, sosial dan emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup. Ketakutan menjadi tua dan tidak mampu produktif memunculkan gambaran yang negatif tentang proses menua. Banyak kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan anggapan negatif ini, diimana lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai sumbangan apapun terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya ekonomi (Fatimah,2010).

Perubahan psikologis lansia dapat berupa merasa frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut manghadapi kematian, depresi dan kecemasan. Dalam psikologi perkembangan lansia akan mengalami perubahan seperti keadaan fisik lemah dan tak berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain, mencari


(25)

teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal dan mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang (Maryam dkk,2008).

2.1.5 Masalah Fisik pada Lansia

Adapun masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia menurut Nugroho (2008) yaitu;

Mudah jatuh ; jatuh seringkali dialami oleh lanjut usia dan penyebabnya bisa multifaktor. Banyak faktor yang berperan di dalamnya, faktor intrinsik (dari dalam lanjut usia), gangguan jantung dan atau sirkulasi darah, gangguan sistem susunan saraf, gangguan sistem anggota gerak, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan psikologis dan gangguan gaya berjalan. Faktor lainnya yaitu faktor ekstrinsik, misalnya cahaya yang kurang terang, lingkungan yang asing bagi lansia, lantai yang licin, obat-obatan yang diminum (diuretik, antidepresan, sedatif, dan lain-lain.

Mudah lelah ; biasanya disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau depresi). Faktor lain gangguan organis, misalnya kekurangan vitamin, anemia, perubahan pada tulang (osteomalasia), gangguan pencernaan, kelainan metabolisme, gangguan ginjal, dan gangguan peredaran darah. Dan juga disebabkan oleh karena pengaruh obat- obat, seperti obat penenang, obat jantung dan obat yang melelahkan daya kerja otot.

Nyeri dada ; biasanya disebabkan oleh penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan iskemia jantung (berkurangnya aliran darah ke jantung), radang selaput jantung, dan gangguan pada sistem alat pernafasan dan gangguan alat pencernaan bagian atas.


(26)

Sesak nafas pada kerja fisik ; biasanya disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem saluran nafas, berat badan berlebihan, dan anemia. Palpitasi ; biasanya disebabkan oleh gangguan irama jantung, keadaan umum badan yang lemah karena penyakit kronis, faktor- faktor psikologis dan lain-lain.

Edema kaki ; biasanya disebabkan oleh kaki yang lama digantung (edema gravitasi), gagal jantung, bendungan pada vena bagian bawah, kekurangan vitamin B1, gangguan penyakit hati, penyakit ginjal dan kelumpuhan pada kaki.

Nyeri pinggang atau punggung ; biasanya disebabkan oleh sendi- sendi atau susunan sendi pada tulang belakang, kelainan ginjal, dan gangguan pada otot- otot badan.

Nyeri pada sendi pinggul ; biasanya disebabkan oleh gangguan sendi pinggul, kelainan tulang- tulang sendi, dan akibat kelainan pada saraf dari punggung bagian bawah yang terjepit.

Keluhan Pusing ; biasanya disebabkan oleh gangguan lokal misalnya vaskuler, migren, mata, glaukoma, sinusitis dan sakit gigi, penyakit sistemik yang menimbulkan hipodlikemia, penyakit sistemis dan faktor psikologis misalnya perasaan cemas, depresi, kuramg tidur dan kekacauan pikiran.

Kesemutan pada anggota tubuh ; biasanya disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah lokal, gangguan persarafan umum (gangguan pada kontrol) dan gtangguan pada persarafan lokal pada bagian anggota tubuh.

Berat badan menurun ; biasanya disebabkan oleh nafsu makan menurun akibat kurang adanya gairah hidup atau kelesuan, adanya penyakit kronis,


(27)

gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu, dan adanya faktor- faktor sosioekonomi (pensiun).

Susah menahan buang air kecil ; biasanya disebabkan oleh obat-oabat yang mengakibatkan sering berkemih, radang kandung kemih, radang saluran kemih, kelainan kontrol pada kandung kemih, kelainan persarafan pada kandung kemih, dan faktor psikologis.

Sukar menahan buang air besar ; biasanya disebabkan oleh obat pencahar perut, keadaan diare, kelainan pada usus besar, dan kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum).

Gangguan pendengaran ; biasanya disebabka oleh kelainan degeneratif, ketulian pada lanjut usia seringkali dapat menyebabkan kekacauan mental, tinnitus, dan vertigo.

Gangguan tidur ; biasanya disebabkan oleh faktor ekstrinsik yaitu lingkungan yang kurang tenang, dan faktor intrinsik yang bisa bersifat organik misalnya nyeri, gatal-gatal, dan penyakit tertentu yang membuat gelisah, dan yang bersifat psikologis misalnya depresi kecemasan dan iritabilitas.

Kekacauan mental akut ; biasanya disebabkan oleh keracunan, penyakit infeksi dengan demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, gangguan fungsi otak, gangguan fungsi hati, dan radang selaput otak (meningitis).

Mudah gatal ; biasanya disebabkan oleh kelainan kulit misalnya kulit kering, degenatif (eksema kulit), dan penyakit sistemik misalnya DM, gagal ginjal, penyakit hati (hepatitis kronis) dan keadaan alergi.


(28)

2.1.6 Dampak kemunduran

Perubahan dan kemunduran yang terjadi akan memberikan dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki usia lanjut. Kemunduran fisik yang terjadi pada lansia memberikan kesimpulan bahwa kecantikan atau ketampanan yang mereka miliki mulai hilang, ini berarti kehilangan daya tarik bagi diri lansia. Wanita biasanya lebih risau dan tertekan karena keadaan tersebut sebab biasanya wanita di puji karena kecantikan dan keindahan fisiknya. Tetapi tidak berarti bahwa pria pada masa kini tidak mengalami hal tersebut. Pada pria yang mengalami proses menua tetap dirinya menarik bagi lawan jenisnya (Nugroho, 2008). Selain itu yang menjadi permasalahan pada lansia di Indonesia meliputi ketergantungan, sistem nilai kekerabatan yang berubah, sumber pendapatan lansia yang menurun, dan masalah kesehatan dan pemberdayaan pola hidup sehat, serta masalah psikologi dan kesehatan mental dan spiritual.

2.1.7 Tahapan dan tugas perkembangan lansia

Tahap ini dimulai ketika salah satu pasangan suami istri memasuki masa pensiun sampai dengan salah satu pasangan meninggal dunia. Tugas bagi keluarga dalam tahapan ini adalah saling memberikan perhatian yang menyenangkan antara pasangan, mempertahankan kesehatan masing-masing pasangan, merencanakan kegiatan untuk mengisi masa tua seperti berolahraga, berkebun, mengasuh cucu. Pada masa tua pasangan saling mengingatkan akan adanya kehidupan yang kekal setelah kehidupan ini (Setiawati, S dan Agus, C,2008).


(29)

2.2 Keluarga

2.2.1 Defenisi Keluarga

Menurut Dep.Kes RI (1988) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling berketergantungan. Sementara itu, Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah. Sedangkan Stuart (ICN,2001) menyatakan lima hal yang penting yang ada pada defenisi keluarga yaitu keluarga adalah suatu sistem atau unit, komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban di masa yang akan datang, fungsi keluarga dalam pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi, dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga, anggota-anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin saja tidak ada hubungan dan tinggal terpisah, serta keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin saja tidak.

2.2.2 Fungsi keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah sebagai berikut :

1. Fungsi afektif.

Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Fungsi afektif yang utama mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarganya berhubungan dengan orang lain. Anggota


(30)

keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan dengan baik, dan penuh rasa kasih sayang.

2. Fungsi sosialisasi

Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan didalam masyarakat.

3. Fungsi reproduksi

Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi keluarga ini sedikit terkontrol. Fungsi ini berguna untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan. Pemenuhan kebutuhan seluruh keluarga antara lain makanan, pakaian, perumahan, dan lain-lain.


(31)

5. Fungsi perawatan keluarga

Fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan/keperawatan. Kemampuan keluarga melakukan pemeliharaan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga dan individu. Kemampuan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan keluarga, yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.

2.2.3 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu :

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya

Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan


(32)

siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera dilakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga memiliki keterbatasan sebaiknya meminta bantuan kepada orang lain.

3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda

Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tinddakan kelanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan, ketentraman, dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada)

Apabila mengalami gangguan kesehatan, keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya, sebagai contoh:


(33)

masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

2.3 Konsep peran

Menurut Nugroho (2008) peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normative dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu.

2.3.1 Peran Keluarga

Menurut Setiadi (2008) peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu yang ada di dalam keluarga tersebut. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan peran informal.


(34)

1. Peran formal

Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan peran sosial.

Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

2. Peran Informal keluarga

Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran adaptif antara lain pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, dan menerima


(35)

mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di dengarkan, pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat, inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok, pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai, pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material maupun non material anggota keluarganya.

2.3.2 Perawatan keluarga terhadap lansia

Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk,2008).

Keluarga mengupayakan pembinaan secara fisik yang ditujukan kepada lansia dengan mempertimbangkan faktor usia dan kondisi fisik yang secara perorangan berbeda. Hidup bertempat tinggal dengan keluarga merupakan kebiasaan umum bila seorang lanjut usia ditinggal oleh suami /istrinya, atau sebelum ini terjadi. Umumnya memanglah keluarga yang mengurus para lanjut usia di rumahnya (juga di negara-negara Asia lain), terutama hal ini dilakukan oleh anak perempuan (Darmojo et all, 2006). Perawatan diri lansia dibagi atas kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Dengan meningkatnya usia, terjadi pula penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada


(36)

umumnya usia lanjut memerlukan bantuan keluarga untuk meningkatkan kualitas hidup dan menjalani hari tua yang menyenangkan. Perawatan lanjut usia di rumah bertujuan memberikan perawatan sebaik mungkin tanpa mengganggu atau mengurangi kemandirian lanjut usia. Kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari harus diupayakan, walaupun dalam beberapa aktivitas tentu perlu dibantu (Nugroho, 2008).

Keluarga merupakan orang terdekat dari lansia yang mengalami gangguan kesehatan/dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu indikator dalam masyarakat, apakah masyarakat tersebut sehat atau sakit. Berdasarkan program Bina Keluarga Lansia (BKL) terdapat 17 peran keluarga terhadap lansia yaitu menghormati dan menghargai orang tua, bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian, jangan menganggap sebagai beban, memberikan kesempatan untuk tinggal bersama, mintalah nasehat mereka pada peristiwa-peristiwa penting, mengajaknya dalam acara keluarga, dengan memberi perhatian yang baik pada orang tua, kelak anak-anak kita akan bersikap sama terhadap kita, membantu mencukupi kebutuhannya, berilah dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan diluar rumah termasuk pengembangan hobi, membantu mengatur keuangan, mengupayakan transport untuk kegiatannya, memeriksakan kesehatan secara teratur, memberi dorongan untuk tetap hidup sehat, mencegah terjadinya kecelakaan baik didalam maupun diluar rumah, merujuk lansia yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan, dan memelihara kesehatan lansia.


(37)

keadaan optimal atau produktif, mempertahankan dan meningkatkan status mental pada lansia, mengantisipasi adanya perubahan social dan ekonomi pada lansia, dan memotivasi dan memfasilitasikan lansia untuk memenuhi kebutuhan spiritual dengan demikian dapat meningkatkan ketakwaan lansia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan sikap keluarga dan masyarakat terhadap lansia yaitu: adanya kecenderungan berpersepsi negatif, diharapkan mempunyai persepsi positif pada lansia karena merupakan peristiwa alamiah dimana tiap-tiap individu akan mengalaminya, membangun kebutuhan untuk dicintai aktualisasi dari lanjut usia, dan enciptakan suasana yang menyenangkan yaitu hubungan yang harmonis (saling pengertian antara generasi muda dan generasi lansia).

Menurut DepKes RI (2005) menyatakan bahwa peran keluarga dalam pembinaan lansia antara lain memberikan dorongan, kemudahan, fasilitas bagi lansia untuk menggunakan kemampuan dan keterampilannya serta kearifan yang dimiliki, mengembangkan kehidupan beragama, pengembangan psikis/mental, dan pembinaan sosial ekonomi dan budaya.

Sementara iu, menurut Setiti (2007) menyatakan peran keluarga dalam merawat lanjut usia di rumah, adapun perawatan yang dapat diberikan oleh keluarga kepada lanjut usia yaitu ;

Perawatan Fisik. Secara umum keluarga melayani makan tiga kali sehari. Namun ada juga yang hanya dua kali sehari, yaitu siang dan sore saja. Makanan yang disajikan sesuai dengan kemampuan mereka. Ada yang menyajikan nasi, sayur dan lauk. Ada juga yang ditambah dengan buah. Tetapi ada yang hanya nasi dan lauk atau sayur. Keterbatasan ekonomi membuat mereka makan seadanya. Pelayanan sandang, bagi lanjut usia yang masih potensial biasanya membeli


(38)

sendiri, sementara keluarga menambahkan pakaian kesukaan mereka. Secara umum keluarga membelikan satu kali setahun. Bagi yang tidak mampu biasanya diberi oleh keluarga jauh atau masyarakat. Pelayanan di bidang papan, keluarga menyediakan sesuai dengan kemampuan mereka. Kondisi ekonomi yang terbatas, berakibat kondisi rumah seadanya. Pelayanan di bidang kesehatan, keluarga tidak selamanya mampu malayani untuk berobat secara medis. Kadang mereka hanya memberikan obat dari warung atau obat ramuan tradisional setempat/ ke dukun. Bagi yang memiliki kartu miskin, masih harus menghadapi kendala yaitu biaya transportasi yang mahal, prosedur yang berbelit dan pelayan yang tidak nyaman.

Perawatan psikis. Biasanya lanjut usia ditemani anggota keluarga yang mengerti dan memahami mereka yang keadaan perilakunya berubah seperti kekanak-kanakan, rewel, mudah tersinggung dan lain-lain. lanjut usia ditemani untuk ngobrol, didengar nasehatnya dan keluhannya.

Perawatan sosial. Keluarga berusaha menemani berbicara, mendengarkan nasehatnya, memberikan kabar orang di lingkungannya dan berita secara umum. Pada sisi lain, lanjut usia diantar cucu atau anggota keluarga lain untuk bertemu dengan teman sebaya, juga dengan teman sekelompok. Lanjut usia juga diberikan kegiatan bersama kelompoknya yaitu kelompok keagamaan, olah raga, pengajian, yasinan, arisan, kelompok silaturahmi, kelompok adat dan lain-lain.

Perawatan Ekonomi. Perawatan ekonomi dilakukan keluarga dengan memenuhi kebutuhan dasar hidup lanjut usia. Bagi yang masih potensial, diberikan kesempatan untuk bekerja bersama keluarga. Melakukan kegiatan keterampilan untuk memperoleh penghasilan. Bagi lanjut usia yang sudah tidak


(39)

potensial, keluarga memberikan uang, bahan mentah atau memberikan makanan siap saji.

Perawatan Spiritual. Pelayanan spiritual dilakukan oleh keluarga dengan menyediakan sarana dan peralatan ibadah. Menjauhkan anak-anak dan melarang agar tidak ribut. Keluarga menemani saat beribadah di rumah, di mesjid atau di majelis taklim.

Menurut Nugroho (2008) pendekatan perawatan lansia yaitu meliputi: Pendekatan fisik. Kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk lansia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Adapun komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu para lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan (termasuk memilih dan menentukan makanan), minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dan kecelakaan.

Pendekatan psikis. Pada dasarnya lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungannya. Untuk itu kelurga harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga harus dapat membangun semangat dan kreasi lansia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa,


(40)

rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya. Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang, dan pergeseran libido. Keluarga harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi lansia bila lupa atau melakukan kesalahan.

Pendekatan sosial. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya keluarga dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Keluarga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lansia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar atau majalah.

Pendekatan spiritual. Keluarga harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya. Keluarga bisa memberikan kesempatan pada lansia untuk melaksanakan ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lansia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya.


(41)

Peran keluarga dalam perawatan lansia : • Perawatan fisik • Perawatan psikis • Perawatan sosial • Perawatan spiritual

Keluarga dengan lansia

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konsep ini bertujuan untuk menggambarkan Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun. Adapun peran keluarga dalam perawatan lansia dapat diketahui berdasarkan 4 cara perawatan keluarga terhadap lansia yaitu perawatan fisik, perawatan psikis, perawatan sosial, dan perawatan spiritual.

Skema 1.

Kerangka konseptual penelitian Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

Keterangan:

: variabel yang diteliti


(42)

3.2 Defenisi konseptual

Peran keluarga adalah suatu kegiatan, tindakan atau tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga.

3.3 Defenisi Operasional

Peran keluarga dalam perawatan fisik lansia adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan keluarga dalam memberikan perawatan kepada lansia yang meliputi kebutuhan fisik lansia, seperti tindakan memberi makan dan minum, membantu lansia mandi, berjalan, eliminasi, duduk, pakaian, kebersihan mulut dan gigi, olahraga dan istirahat.

Peran keluarga dalam perawatan psikis lansia adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan keluarga dalam memberikan perawatan kepada lansia yang meliputi kebutuhan psikis lansia, seperti menjaga lansia agar terhindar dari stress serta didengarkan nasehat dan keluhannya.

Peran keluarga dalam perawatan sosial lansia adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan keluarga dalam memberikan perawatan kepada lansia yang meliputi kebutuhan sosial lansia, seperti membantu lansia dalam kegiatan berkelompok dengan teman sebaya, berkumpul dengan keluarga atau orang-orang yang ada di sekitarnya.

Peran keluarga dalam perawatan spiritual lansia adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan keluarga dalam memberikan perawatan kepada lansia yang meliputi kebutuhan spiritual lansia seperti kelengkapan fasilitas dan kenyamanan ibadah lansia pada keluarga dengan lansia.


(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk menggambarkan peran keluarga dalam perawatan lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

4.2.Populasi, Sampel, dan Sampling 4.2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai lansia yang berumur 60 tahun ke atas yang berada di kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun. Pada tahun 2010, jumlah lansia yang berada di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun sebanyak 1.683 jiwa.

4.2.2. Sampel

Menurut Setiadi (2007) apabila populasi dalam penelitian kurang dari 10.000, maka formula yang digunakan sebagai berikut :

n = N 1+ N (d)2 n = 1.683

1+ 1.683 (10%) n = 94,39


(44)

Keterangan : n : Besar sampel N : Besar populasi d : Tingkat kepercayaan

Jadi, jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 94 orang.

Adapun kriteria sampel dari penelitian ini adalah :

• Keluarga yang memiliki lansia dan menetap dalam satu rumah • Keluarga yang merawat lansia

• Keluarga dengan lansia yang bersedia menjadi responden

4.2.3 Sampling

Pada penelitian ini sampling yang digunakan adalah Accidental Sampling

yaitu siapa saja yang bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan kriteria sampel dapat digunakan sebagai sampel (Setiadi,2007). Penggunaan tehnik pengambilan sampel ini dikarenakan peneliti tidak memiliki sample frame atau data yang jelas tentang responden seperti nama, umur, jenis kelamin maupun alamat responden sehingga peneliti tidak dapat melakukan random terhadap populasi penelitian. Pengambilan sampel dengan cara mendatangi keluarga yang memiliki lansia. Apabila sesuai dengan kriteria sampel maka digunakan sebagai responden penelitian.


(45)

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun pada bulan Oktober-Desember 2012. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi ini karena di Kecamatan Bandar Huluan merupakan daerah dengan jumlah lansia yang cukup besar sehingga memudahkan dalam mendapatkan sampel yang memadai sesuai kriteria sampel penelitian. Selain itu, di Kecamatan Bandar Huluan tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang peran keluarga dalam perawatan lansia.

4.4. Pertimbangan Etik

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun. Peran serta responden dalam penelitian ini bersifat sukarela. Dalam penelitian ini disertakan sebuah surat persetujuan penelitian (Informed Consent) yang diberikan kepada keluarga yang merawat lansia yang bersedia menjadi sabagai responden penelitian untuk dibaca dan dapat membantunya mengambil keputusan. Surat persetujuan diberikan kepada responden yang akan ditandatangani sebagai bukti kesediaan menjadi responden. Dalam hal ini responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitian ini. Semua responden akan dilindungi dari kerugian materil, nama baik dan resiko yang timbul akibat penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar instrumen. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.


(46)

4.5Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner dengan berpedoman kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Pada kuesioner peran keluarga terhadap lansia pada bagian pertama dari instrumen penelitian berisi data demografi lansia yang meliputi usia, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan responden, penghasilan perbulan responden, jumlah anggota keluarga dan hubungan responden dengan lansia.

Kedua, kuesioner tentang peksanaan peran keluarga dalam perawatan lansia yang terdiri dari 20 penyataan (1-20) dengan berdasarkan pada skala likert tiga poin (1-3) dengan jawaban “Tidak pernah=1”, “Jarang=2”, dan “Selalu=3”. Kuesioner ini terdiri dari lima pernyataan tentang peran keluarga dalam perawatan fisik lansia (nomor 1-5), lima pertanyaan tentang peran keluarga dalam perawatan psikis lansia (nomor 6-10), lima pernyataan tentang peran keluarga dalam perawatan sosial lansia (nomor 11-15), dan lima pernyataan tentang peran keluarga dalam perawatan spiritual lansia (nomor 16-20).

Semakin tinggi jumlah skor yang didapat, maka menunjukkan semakin baik peran keluarga dalam perawatan lansia. Total skor untuk masing-masing perawatan yaitu perawatan fisik, psikis, sosial, dan spiritual adalah skor tertinggi = 15 dan terendah = 5. Sedangkan total skor untuk peran keluarga dalam perawatan lansia diperoleh skor tertinggi = 60 dan terendah = 20.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2005) adalah : P = Rentang


(47)

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang 10 dan 3 kategori kelas untuk menilai peran keluarga dalam perawatan lansia yaitu baik, cukup baik, dan kurang baik maka di dapat P= 3. Maka peran keluarga dalam perawatan lansia pada perawatan fisik, psikis, sosial, dan spiritual dikategorikan sebagai berikut : Baik = 13-15, Cukup baik = 9-12, dan Kurang baik =5-8.

Sedangkan pada peran keluarga dalam perawatan lansia diperoleh rentang 40 dan 3 kategori kelas untuk menilai peran keluarga dalam perawatan lansia yaitu baik, cukup baik, dan kurang baik maka di dapat P= 13 . Dengan nilai terendah 20 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka peran keluarga dalam perawatan lansia di kategorikan sebagai berikut : Baik = 48-60, Cukup baik = 34-47, dan Kurang baik =20-33.

4.6 Uji Validitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam,2009). Uji validitas instrumen dilakukan oleh staff ahli Keperawatan Keluarga yaitu dosen di Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas.

4.7Uji Reliabilitas

Menurut Nursalam (2009) Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu yang berlainan. Instrumen dilakukan uji reliabilitas dengan


(48)

reliabilitasnya diatas 0.70. Instrumen penelitian tentang peran keluarga akan dilakukan uji reliabilitas oleh peneliti kepada 20 responden. Hasil dalam Uji reliabilitas yang telah dilakukan adalah 0,768. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner peran keluarga dalam perawatan lansia yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel.

4.8 Pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara mengajukan permohonan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU dan Camat di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun. Setelah mendapatkan izin pelaksanaan penelitian, peneliti kemudian melaksanakan pengumpulan data dengan cara mendatangi responden satu persatu kekediamannya. Setelah itu peneliti menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan penelitian, meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani

informed consent, apabila keluarga menyatakan tidak bersedia maka peneliti tidak menjadikannya sebagai responden penelitian. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak ada keluarga yang tidak bersedia menjadi responden penelitian. Setelah itu peneliti mengidentifikasi peran keluarga dengan menggunakan kuesioner, sewaktu pengisian kuesioner responden dibantu oleh peneliti apabila ada pernyataan yang tidak jelas maka responden dapat langsung menanyakannya kepada peneliti, dan kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul kemudian diolah atau dianalisa dengan menggunakan sistem komputerisasi.


(49)

4.9 Analisa Data

Analisa data dilakukan apabila semua data telah terkumpul. Apabila semua kuesioner telah terkumpul maka peneliti memeriksa apakah jumlah kuesioner telah lengkap dan semua pernyataan telah diisi oleh responden dengan lengkap. Kemudian peneliti memberikan kode atau tanda pada jawaban responden berbentuk angka pada masing-masing jawaban. Tahap selanjutnya peneliti memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, yaitu dengan menggunakan sistem komputerisasi. Kemudian mengecek kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.Pengolahan data yang telah terkumpul dianalisis secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi.


(50)

BAB 5

HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data terhadap 94 responden yaitu keluarga yang memiliki lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun dari tanggal 10 Oktober sampai dengan 1 Desember 2012. Penyajian data meliputi karakteristik responden dan kuesioner peran keluarga dalam perawatan lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

5.1.1 Data Demografi Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden sebanyak 48 responden (51,1%) berusia 31-45 tahun. Mayoritas jenis kelamin responden adalah wanita sebanyak 83 responden (88,3%). Sebagian besar agama responden adalah agama islam sebanyak 68 responden (72,3%), bersuku jawa yaitu 43 responden (45,7%). Pekerjaan responden rata-rata adalah sebagai pegawai swasta/wiraswasta dengan jumlah 40 responden (42,6%), dengan rata-rata penghasilan keluarga berkisar antara Rp 1.000.000-Rp 3.000.000 sebanyak 38 responden (40,4%). Keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga > 5 orang hanya sebanyak 29 keluarga (30,9%), dan hubungan responden dengan lansia rata-rata adalah sebagai anak yaitu sebanyak 49 orang (52,1%).


(51)

Hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=94)

No Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase(%)

1 Usia 20-30 tahun 31-45 tahun 46-60 tahun >60 tahun 14 48 26 6 14,9 51,1 27,7 6,4

Total 94 100%

2 Jenis kelamin Pria Wanita 11 83 11,7 88,3

Total 94 100%

3 Agama Islam Kristen Budha 68 16 10 72,3 17,0 10,6

Total 94 100%

4 Suku Batak Jawa Cina 41 43 10 43,6 45,7 10,6

Total 94 100%

5 Pekerjaan Responden PNS/TNI/POLRI Pensiunan PNS/TNI/POLRI Pegawai swasta/Wiraswasta Buruh/Petani Tidak Bekerja 15 3 40 27 9 16,0 3,2 42,6 28,7 9,6


(52)

5.1.2 Gambaran Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun

a. Perawatan Fisik

Penelitian yang dilakukan terhadap 94 responden keluarga lansia yang 6 Penghasilan Perbulan Responden

< Rp.500.000 Rp.500.000-Rp.1.000.000 Rp.1.000.000-Rp.3.000.000 >Rp.3.000.000 7 36 38 13

Lanjutan tabel 5.1

7,4 38,3 40,4 13,8

Total 94 100%

7 Jumlah Anggota Keluarga 2 orang 3 orang 4 orang 5 orang >5 orang 9 16 21 19 29 9,6 17,0 22,3 20,2 30,9

Total 94 100%

8 Hubungan Responden dengan Lansia Anak Menantu Adik Cucu Keponakan 49 11 6 16 12 52,1 11,7 6,9 17,0 12,8


(53)

peran keluarga dalam perawatan fisik lansia yang berada pada kategori baik sebanyak 43 responden (45,7%), cukup baik sebanyak 50 responden (53,2%), dan kurang baik sebanyak 1 responden (1,1%).

Tabel 5.2 Kategori peran keluarga dalam perawatan fisik lansia

No Kategori (f) (%)

1 Baik 43 45,7

2 Cukup baik 50 53,2

3 Kurang baik 1 1,1

Pernyataan yang paling sering dilakukan adalah membersihkan lantai kamar mandi agar lansia tidak jatuh sebanyak 66 responden (70,2%). Sementara itu, tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mengingatkan lansia untuk berolahraga yaitu hanya 26 responden (27,7%).

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase peran keluarga dalam perawatan fisik lansia.

No Pernyataan TP

f(%)

JR f(%)

SL f(%) 1. Menyiapkan makanan yang bernutrisi

untuk lansia

0 36(38,3) 58(61,7)

2. Mengingatkan lansia untuk istirahat / tidur 9(9,6) 53(56,4) 32(34,0) 3. Membersihkan lantai kamar mandi agar

lansia tidak jatuh

0 28(29,8) 66(70,2)

4. Mengingatkan lansia untuk berolahraga. 20(21,3) 48(51,1) 26(27,7) 5. Memeriksakan kesehatan lansia secara

teratur


(54)

b. Perawatan Psikis

Hasil penelitian terhadap peran keluarga dalam melakukan perawatan psikis terhadap lansia menggambarkan bahwa peran keluarga yang berada pada kategori baik sebanyak 63 responden (67,0%), cukup baik sebanyak 31 responden (33,0%), dan tidak ada satupun responden yang memiliki peran yang kurang baik pada lansia.

Tabel 5.4 Kategori peran keluarga dalam perawatan psikis lansia

No Kategori (f) (%)

1 Baik 63 67,0

2 Cukup baik 31 33,0

3 Kurang baik 0 0

Tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah menjaga perasaan lansia baik dalam berbicara maupun tingkah laku yaitu sebanyak 80 responden (85,1%). Sedangkan tindakan yang sedikit dilakukan oleh keluarga yaitu menemani lansia untuk mengobrol sebanyak 54 responden (57,4%).

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase peran keluarga dalam perawatan psikis lansia.

No Pernyataan TP

f(%)

JR f(%)

SL f(%) 1 Menemani lansia untuk mengobrol 3(3,2) 37(39,9) 54(57,4) 2 Mendengarkan keluhan lansia 0 36(38,3) 58(61,7) 3 Menjaga perasaan lansia baik dalam

berbicara maupun tingkah laku

0 14(14,9) 80(85,1)

4 Melibatkan lansia dalam musyawarah keluarga


(55)

c. Perawatan Sosial

Pada peran perawatan sosial keluarga terhadap lansia menunjukkan bahwa responden berada pada kategori baik sebanyak 48 responden (51,1%), cukup baik sebanyak 44 responden (46,8%), dan kurang baik sebanyak 2 responden (2,1%). Tabel 5.6 Kategori peran keluarga dalam perawatan sosial lansia

No Kategori (f) (%)

1 Baik 48 51,1

2 Cukup baik 44 46,8

3 Kurang baik 2 2,1

Pernyataan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah mengantar lansia berkunjung kerumah kerabat sebanyak 59 responden (62,8%) dan memberikan kabar orang-orang yang ada dilingkungannya sebanyak 59 responden (62,8%). Sementara itu, tindakan memfasilitasi lansia berkumpul dengan teman sebayanya untuk mengobrol adalah tindakan yang paling sedikit dilakukan yaitu sebanyak 41 responden (43,6%).

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi dan persentase peran keluarga dalam perawatan sosial lansia

N o

Pernyataan TP

f(%)

JR f(%)

SL f(%) 1 Memfasilitasi lansia berkumpul

dengan teman sebayanya untuk mengobrol

3(3,2) 50(53,2) 41(43,6)

2 Memfasilitasi lansia untuk mengikuti kegiatan kelompoknya (seperti yasinan, arisan, dll.)

6(6,4) 45(47,9) 43(45,7)

3 Mengantar lansia berkunjung ke rumah kerabat yang lain


(56)

4 Memfasilitasi lansia untuk berekreasi (misal jalan-jalan, menonton televisi/ mendengarkan radio, atau hiburan-hiburan lain)

0 42(44,7)

Lanjutan tabel 5.7

52(55,3)

5 Memberikan kabar orang-orang yang ada di lingkungannya

0 35(37,2) 59(62,8)

d. Perawatan Spiritual

Hasil penelitian menunjukkan peran keluarga dalam perawatan spiritual lansia menunjukkan bahwa peran keluarga dalam perawatan spiritual lansia yang berada pada kategori baik sebanyak 55 responden (58,5%), cukup baik sebanyak 34 responden (36,2%), dan kurang baik sebanyak 5 responden (5,3%).

Tabel 5.8 Kategori peran keluarga dalam perawatan spiritual lansia

No Kategori (f) (%)

1 Baik 55 58,5

2 Cukup baik 34 36,2

3 Kurang baik 5 5,3

Pernyataan yang paling banyak dilakukan oleh keluarga terhadap lansia adalah menjaga ketenangan lingkungan saat lansia mengerjakan ibadah sebanyak 70 responden (74,5%). Sementara itu, tindakan menemani lansia saat mengerjakan ibadah adalah tindakan yang paling sedikit dilakukan yaitu sebanyak 25 responden (26,6%).


(57)

Tabel 5.9 Distribusi frekuensi dan persentase peran keluarga dalam perawatan spiritual lansia.

No Pernyataan TP

f(%)

JR f(%)

SL f(%) 1 Mengingatkan lansia untuk beribadah 17(18,1) 30(31,9) 47(50,0) 2 Menyiapkan alat-alat ibadah lansia 0 29(30,9) 65(69,1) 3 Membersihkan perlengkapan ibadah

lansia

1(1,1) 25(26,6) 68(72,3)

4 Menjaga ketenangan lingkungan saat lansia mengerjakan ibadah

1(1,1) 23(24,5) 70(74,5)

5 Menemani lansia pada saat

mengerjakan ibadah

23(24,5) 46(48,9) 25(26,6)

5.1.3 Kategori Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia

Berdasarkan hasil penelitian dari 94 responden, kategori peran keluarga dalam perawatan lansia di Kecamatan Bandar Huluan kabupaten Simalungun, terlihat bahwa sebagian besar keluarga termasuk dalam kategori peran baik 62 responden (66,0%) dengan skor kuesioner 48-60, kategori peran cukup sebanyak 32 responden (34,0%) dengan skor kuesioner 34-47. Sementara itu, tidak ada satu responden pun yang memiliki peran yang kurang baik dalam melakukan perawatan terhadap lansia. Hal ini terbukti dengan tidak ada responden yang mempunyai total skor 20-33.

Tabel 6.0 Kategori peran keluarga dalam perawatan lansia

No Kategori (f) (%)

1 Peran keluarga baik (48-60) 62 66,0

2 Peran keluarga cukup (34-47) 32 34,0


(58)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Perawatan Fisik

Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan fisik yang dilakukan oleh keluarga terhadap lansia yaitu rata-rata responden memiliki kategori peran yang baik sebanyak 43 responden (45,7%). Terlihat peran keluarga terhadap lansia baik karena keluarga menyadari perannya dalam menjaga kondisi

fisik lansia. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan menyiapkan makanan yang

bernutrisi untuk lansia sebagian besar responden menyatakan sering sebanyak 58 responden (61,7%). Dengan tambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Nutrisi merupakan aspek yang penting dalam mempertahankan fungsi tubuh. Dengan terpenuhinya nutrisi maka tubuh dapat memperbaiki dan mempertahankan sel-sel tubuh yang rusak. Kondisi fisik yang baik akan membantu lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan Lestari (2012) bahwa keluarga berperan dalam pemenuhan gizi pada lansia, keluarga berperan dalam penyedia fasilitas – fasilitas untuk meningkatkan status kesehatan lansia.

Hasil penelitian Kuswardhani (2009) menyatakan penurunan kondisi fisik lansia dapat meningkatkan resiko kecelakaan. Oleh karena itu, keluarga ditutut melakukan upaya peningkatan kemanan dan keselamatan lansia meliputi : anjuran menggunakan alat bantu jika mengalami kesulitan berjalan, melihat, dan mendengar, mengusahakan lantai tidak basah dan tidak licin, dan tidak


(59)

pernyataan responden sering membersihkan lantai kamar mandi agar lansia tidak jatuh sebanyak 66 responden (70,2%).

Pemeriksaan keseehatan lansia juga merupakan hal yang penting dalam perawatan fisik lansia. Hal ini dikarenakan pemeriksaan kesehatan yang rutin pada lansia dapat memonitor status kesehatan lansia sebagai upaya pencegahan timbulnya penyakit kronik. Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Hal ini terlihat pada pernyataan keluarga memeriksakan kesehatan lansia secara teratur sebanyak 49 responden (52,1%%). Hasil penelitian ini sesuai dengan fungsi keluarga menurut Friedman (1998) menyebutkan salah satunya yaitu fungsi pemeliharaan kesehatan. Yang mengatakan fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktifitas yang tinggi, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti makan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan.

5.2.2 Perawatan Psikis

Hasil penelitian pada perawatan psikis keluarga terhadap lansia menunjukkan bahwa keluarga memiliki kategori baik yaitu sebanyak 63 reponden (67,0%). Hal ini juga didukung oleh pernyataan keluarga yaitu sebanyak 57,4% responden sering menemani lansia untuk mengobrol dan 61,7% responden menyatakan sering mendengarkan keluhan lansia. Mayoritas responden (85,1%) menyatakan sering menjaga perasaan lansia baik dalam berbicara maupun bertingkah laku. Selain itu, responden juga sebagian besar menyatakan sering melibatkan lansia dalam musyawarah keluarga yaitu sebanyak 62,8%. Sebagian


(60)

besar juga (70,2%) responden menyatakan sering mendengarkan nasehat lansia. Keluarga merupakan support system utama bagi lansia. Keluarga dapat memberikan kesenangan dan kebahagiaan pada lansia dengan mendengarkan nasehatnya. Sebagai seorang yang memiliki pengalama hidup yang luas, lansia merasa sangat penting untuk dihormati, dihargai, dan di dengarkan nasehatnya. Selain itu, dengan adanya interaksi yang dekat antara keluarga dengan lansia akan tercipta rasa kebersamaan dan keakraban dalam keluarga sehingga akan mengubur rasa kesepian lansia di hari tuanya. Lansia akan merasa lebih dekat dengan keluarga sehingga membuat lansia merasa lebih nyaman dan bahagia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Friedman (1998) tentang fungsi keluarga yaitu fungsi afektif. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Setiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan berhubungan dalam keluarga.

5.2.3 Perawatan Sosial

Hasil penelitian perawatan sosial keluarga terhadap lansia menunjukkan bahwa peran keluarga dalam perawatan sosial di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun berada pada kategori baik yaitu sebanyak 48 responden (51,1%). Hal ini juga ditunjukkan dengan rata-rata responden (53,2%) sering memfasilitasi lansia berkumpul dengan teman sebayanya untuk mengobrol. Sebagian besar responden (62,8%) sering mengantar lansia berkunjung kerumah


(61)

untuk berekreasi (misal jalan-jalan, nonton televisi, mendengarkan radio atau hiburan-hiburan yang lain) sebanyak (55,3%) responden dan keluarga sering memberikan kabar orang-orang yang ada di lingkungannya sebanyak 62,8%. Hubungan sosial lansia dengan lingkungan sekitarnya terutama dengan orang yang dekat dan akrab sangat penting. Seseorang yang dekat dan akrab umumnya sangat berarti dalam kehidupan lansia. Mereka dapat memberi motivasi pada lansia. Bertemu dengan teman sebayanya dapat membangkitkan semangat hidupnya. Lingkungan sosial yang baik dan kondusif dapat memberikan rasa kebahagiaan tersendiri bagi kehidupan lansia.

Hal ini sesuai denganhasil penelitian sebelumnya tentang kebutuhan sosial lansia dalam berhubungan dengan masyarakat sekitar, oleh Sativa (2010) menunjukkan bahwa lansia masih sangat membutuhkan hubungan interpersonal dengan tetangga disekitar rumah sebagai upaya menjaga suasana hati lansia terkait rasa kesepian. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Nugroho (2008), yang menyebutkan bahwa keluarga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lansia untuk melakukan rekreasi dan berhubungan dengan lingkungannya, misal; jalan-jalan pagi, berkeompok,menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lansia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar seperti menonton televisi dan membaca surat kabar atau majalah. Jika dilihat dari kondisi di kecamatan tersebut keadaan ekonomi sebagian besar keluarga berada pada tingkat ekonomi menengah keatas sehingga keluarga dapat memfasilitasi lansia untuk melakukan rekreasi atau pun mendapatkan hiburan.


(62)

5.2.4 Perawatan Spiritual

Hasil penelitian menunjukkan peran keluarga dalam perawatan spiritual yang berada pada kategori baik sebanyak 55 responden (58,5%). Hal ini dibuktikan dengan pernyataan keluarga mengingatkan lansia untuk beribadah sebanyak 50,0%. Sebanyak 69,1% responden sering menyiapkan alat-alat ibadah lansia. Keluarga juga sering membersihkan perlengkapan ibadah lansia (72,3%). Sebagian besar responden (74,5%) sering menjaga lingkungan saat lansia mengerjakan ibadah. Hal ini menunjukkan keluarga membantu lansia untuk melewati hari-hari tuanya dan mendekatkan lansia dengan Tuhan agar dapat menerima keadaannya saat ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Nugroho (2008) yang menyebutkan bahwa keluarga harus dapat memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya. Menurut (Luecknotte, 2006) keyakinan agama dan pengalaman spiritual merupakan bagian penting dalam memberikan warna bagi kehidupan lanjut usia. Transisi kehidupan seperti saat-saat terakhir dalam hidup dan kematian menantang seseorang untuk mendalami keyakinannya dan bertumbuh. Agama atau keyakinan spiritual dan pengalaman dapat menjadi instrumen dalam menolong lanjut usia dalam menghadapi takut.

5.2.5 Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perawatan keluarga terhadap lansia sebagian besar masuk ke dalam kategori perawatan baik sebanyak 62 responden (66,0%). Hal ini menggambarkan bahwa Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun sudah baik. Hasil penelitian


(63)

mengemukakan bahwa keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya, 80% keluarga akan mendukung lansia dan biasanya anak sudah dewasa yang menjadi sumber support lansia. Selain itu, Fitriani (2009) juga menyatakan bahwa studi-studi yang memfokuskan lansia di Indonesia, telah membuktikan bahwa lansia harus diberikan penghargaan yang layak, dianggap sebagai sumber kearifan, orang yang harus dihormati, tokoh yang merestui, dan menjadi panutan bagi keluarga.

Peneliti berasumsi bahwa hal ini cenderung oleh karena hubungan responden dengan lansia (lansia tinggal bersama anaknya), karena dari data yang diperoleh responden yang mempunyai hubungan dengan lansia sebagai anak sebanyak 49 responden (52,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pandangan dari Efiani (2009), yang mengemukakan bahwa tempat yang baik bagi lansia adalah tempat tinggalnya sendiri dengan anggota keluarga lainnya. Perawatan yang dilakukan oleh anak sendiri diduga lebih memberikan rasa aman dan nyaman, karena mereka lebih toleran terhadapnya dibandingkan kerabat atau orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa nilai sistem budaya yang menjunjung tinggi pengabdian terhadap orang tua masih ada. Dalam hal ini anak wanita biasanya lebih berperan dalam perawatan lansia daripada anak pria karena biasanya pria memiliki tanggung jawab penuh mencari nafkah untuk keluarga, sehingga perhatian kurang terhadap lansia. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah wanita yaitu sebanyak 83 responden (88,3%) sedangkan pria sebanyak 11 responden (11,7%) dengan rata-rata usia antara 31-45 tahun sebanyak 48 responden (51,1%).


(64)

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa agama sebagian besar responden adalah Islam sebanyak 68 responden (72,3%), Kristen sebanyak 16 responden (17,0%), dan Buddha banyak 10 responden (10,6%). Peran agama juga memiliki pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Agama mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berperilaku terhadap orang yang lebih tua. Orang yang lebih tua harus selalu dihormati setiap keinginan dan perintahnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fithriyani (2011) menyatakan anak berkewajiban untuk berkata baik kepada orang tua dan merupakan dosa besar berkata kasar dan melukai perasaan orang tua apalagi sampai melawan dan durhaka kepada orang tua yang sudah berusia lanjut.

Selain itu, peran keluarga dalam perawatan lansia menurut asumsi peneliti juga dipengaruhi oleh suku karena berdasarkan data yang diperoleh responden suku jawa 43 orang (45,7%), hal ini mungkin berkaitan dengan budaya dan suku yang sejalan dengan pendapat Hesti (2009), yang menyatakan bahwa suku jawa menjunjung tinggi kehormatan yaitu bersikap hormat dan sopan kepada orang yang lebih tua, apalagi orangtuanya sendiri. Suku jawa mempunyai sifat yang ingin selalu menjaga keharmonisan atau keserasian atau menghindari konflik. Suku jawa juga mempunyai nilai kekeluargaan yang tinggi, oleh sebab itu tidak ada batasan untuk berhubungan dengan orang yang lebih tua, hanya saja harus berbicara dan bersikap lembut.

Pekerjaan yang baik akan menimbulkan suatu interaksi dengan orang lain sehingga informasi bertambah sesuai dengan jenis pekerjaan, dan hal ini akan meningkatkan peran mereka didalam kesehatan (Friedman, 1998). Pada responden


(1)

P20

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 23 24,5 24,5 24,5

2 46 48,9 48,9 73,4

3 25 26,6 26,6 100,0

Total 94 100,0 100,0

Kategori fisik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 1 1,1 1,1 1,1

2 50 53,2 53,2 54,3

3 43 45,7 45,7 100,0

Total 94 100,0 100,0

Kategori psikis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 31 33,0 33,0 33,0

3 63 67,0 67,0 100,0

Total 94 100,0 100,0

Kategori sosial

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 2 2,1 2,1 2,1

2 44 46,8 46,8 48,9

3 48 51,1 51,1 100,0

Total 94 100,0 100,0


(2)

Kategori spiritual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 5 5,3 5,3 5,3

2 34 36,2 36,2 41,5

3 55 58,5 58,5 100,0

Total 94 100,0 100,0

Kategori peran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 32 34,0 34,0 34,0

3 62 66,0 66,0 100,0


(3)

(4)

(5)

(6)

CURICULUM VITAE

I.

IDENTITAS

Nama

: Maya Lestari

NIM

: 111121060

Tempat/Tanggal Lahir

: Pematang Siantar, 11 Mei 1990

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Jamin Ginting Gg. Medan Area No.23 Padang

Bulan, Medan

II.

Riwayat Pendidikan

SD Negeri 025 Rambah Hilir

(1996-2002)

SMP Negeri 03 Rambah Hilir

(2002-2005)

SMA Negeri 1 Rambah

(2005-2008)

DIII Keperawatan USU

(2008-2011)