BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran 2.1.1 Pengertian Peran - Peran Keluarga Dalam Perawatan Lansia Dan Kepuasan Lansia Pada Keluarga Di Kelurahan Padang Matinggi Rantauprapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep peran

  2.1.1 Pengertian Peran

  Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogeny. Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu – individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial, baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Dengan demikian peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Mubarak dkk, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi, peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu (Setiadi,2008).

  Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan peran informal.

  2.1.2 Peran formal

  Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan peran sosial.

  Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.1.2 Peran Informal keluarga

  Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran adaptif antara lain pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, dan menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di dengarkan, pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat, inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok, pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai, pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material maupun non material anggota keluarganya.

2.2 Keluarga

  2.2.1 Pengertian

  Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan kesatuan dari orang – orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah.

  2.2.2 Ciri – Ciri keluarga

  Ciri – ciri keluarga menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton yaitu Keluarga merupakan hubungan perkawinan yang berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara dan mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen

  Clatur) termasuk perhitungan garis keturunan serta mempunyai fungsi

  ekonomi yang dibentuk oleh anggota – anggotanya dan berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak, keluarga juga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.

  Sedangakan ciri keluarga Indonesia menurut Setiadi (2008) yaitu, keluarga Indonesia mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat gotong royong, dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran dan umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan secara musyawarah.

2.2.3 Fungsi Keluarga

  Lima fungsi keluarga menurut Marilyn M. Friedman 1998 adalah :

1. Fungsi afektif (The Affective Function)

  Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososisal. Keberhasilan fungsi ini tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Komponen yang perlu dipenuhi keluarga untuk fungsi afektif antara lain: a.

  Memelihara saling asuh (mutual nurturance) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima dan saling mendukung antar anggota keluarga b.

  Keseimbangan saling menghargai

  Adanya sikap saling menghargai dengan mempertahankan iklim yang positif dimana tiap anggota diakui serta dihargai keberadaan dan haknya sebagai orang tua maupun anak, sehingga fungsi afektif akan tercapai. Keseimbangan saling menghormati dapat dicapai apabila setiap anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan, dan tanggung jawab anggota keluarga lain.

  c.

  Pertalian dan identifikasi Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan – kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian

  (bonding) atau kasih sayang (attachment) digunakan secara

  bergantian. Proses identifikasi perlu diciptakan,dimana anak meniru perilaku orang tua melalui hubungan interaksi mereka.

  d.

  Keterpisahan dan kepaduan Anggota keluarga berpadu dan berpisah satu sama lain. Setiap keluarga menghadapi isu – isu keterpisahan dan keterpaduan dengan cara yang unik, beberapa keluarga lebih memberikan penekanan pada satu sisi daripada sisi lain. Hal ini dirasakan keluarga untuk memenuhi kebutuhan psikologis keluarga.

2. Fungsi Sosialisasi (The Socialization Function) Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

  Pada setiap tahap perkembangan keluarga dan individu dicapai melalui interaksi atau hubungan yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma – norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan di masyarakat.

  3. Fungsi reproduksi (The Reproductive Function)

  Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya progaram keluarga berencana maka fungsi ini sedikit terkontrol. Disisi lain, banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau diluar ikatan perkawinan sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu orang tua.

  4. Fungsi ekonomi (The Economic Function)

  Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah. Fungsi ini sukar dipenuhi oleh keluarga dibawah garis kemiskinan.

  5. Fungsi perawatan / pemeliharaan kesehatan (The health care function)

  Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Kemampuan keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Untuk menempatkannya dalam perspektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan – kebutuhan fisik seperti makan, pakaian, tempat tinggal dan perawatan kesehatan.

2.2.4 Tugas perkembangan keluarga berkaitan dengan lansia

  Adapun tugas perkembangan keluarga dengan lansia yaitu keluarga harus dapat mengenal masalah kesehatan lansia dan mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi kesehatan lansia. Selanjutnya keluarga juga harus merawat anggota keluarga lansia dan memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis sehingga lansia dapat beradaptasi terhadap proses penuaan. Keluarga juga harus mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dan sosial dengan tepat sesuai dengan kebutuhan lansia (Mubarak dkk, 2009).

2.3 Lansia

2.3.1 Pengertian

  Menurut Undang-Undang No. 13/ tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sementara itu WHO menyatakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun.

  Menua (manjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2008).

2.3.2 Batasan Umur Lanjut Usia 1.

  Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahap : a.

  Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) : 60 – 74 tahun c. Lanjut usia (tua (old) : 75 – 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun 2. Menurut Prof DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (Alm), Guru

  Besar Universitas Gajah Mada Fakultas kedokteran, periodesasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut : a.

  Usia 0 – 1 tahun (masa bayi) b. Usia 1-6 tahun (masa prasekolah) c. Usia 6 – 10 tahun (masa sekolah) d. Usia 10 – 20 tahun (masa pubertas) e. Usia 40 – 65 tahun (masa setengah umur, prasenium) f. Usia 65 tahun keatas (masa lanjut usia, senium)

  3. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu : a.

  Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun b. Fase verillitas, antara usia 40 – 50 tahun c. Fase prasenium, antara usia 55 – 65 tahun d. Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia 4. Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, lanjut usia dikelompokkan sebagai berikut : a.

  Usia dewasa muda (elderly adulthood) : usia 18/20 – 25 tahun b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas : usia 25 –

  60/65 tahun c. Lanjut usia (geriatric age) : usia lebih dari 65/70 tahun. Terbagi menjadi :

  • Usia 70 – 75 tahun (young old)
  • Usia 75 – 80 tahun (old)
  • Usia lebih dari 80 tahun (very old)

  (Effendi, 2009)

2.3.3 Tipe lansia

  Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2008).

  Adapun tipe lansia yaitu : 1.

  Tipe arif bijaksana Lansia yang kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

  2. Tipe mandiri Lansia mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.

  3. Tipe tidak puas Terjadi konflik lahir batin pada lansia yakni menentang proses penuaan sehingga lansia akan menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

  4. Tipe pasarah Lansia akan menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

  Lansia yang mudah kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan bersikap acuh tak acuh.

2.3.4 Teori – Teori Penuaan

  Teori – teori yang mendukung terjadinya proses penuaan, antara lain:

1. Teori Biologis a.

  Teori Genetik Lock Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul. Molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsi sel) (Maryam dkk, 2008).

  b.

  Immunology Slow Theory Menurut teori ini, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh (Maryam dkk, 2008).

  c.

  Teori Stress Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel – selnya yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang menyebabkan sel – sel tubuh lelah terpakai (Maryam dkk, 2008).

  d.

  Teori Radikal Bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan – bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel – sel tidak dapat melakukan regenerasi (Maryam dkk, 2008).

  e.

  Teori Rantai Silang Pada teori ini, diungkapkan bahwa reaksi kimia sel – sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel (Maryam dkk, 2008).

2. Teori Psikologi

  Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan pertambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Semua penurunan tersebut dikaitakn dengan penurunan fisiologis dan fungsional organ otak (Maryam dkk, 2008).

3. Teori Sosial a.

  Teori Interaksi Sosial (Social Excahnge Theory) Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal – hal yang dihargai masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Pokok – pokok teori interaksi sosial ini adalah masyarakat terdiri atas aktor – aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannnya masing – masing. Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor harus mengeluarkan biaya dan senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian. Hanya interaksi yang ekonomis saja ynag dipertahankan olehnya (Maryam dkk, 2008).

  b.

  Teori Penarikan Diri Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya. Pada lansia terjadi kehilangan ganda (triple loss) yaitu kehilangan peran (loss of

  

roles) , hambatan kontak sosial (restriction of contacts and

relationship) dan berkurangnya komitmen (reduced commitment to

social moralres and values) .

  c.

  Teori Aktivitas Teori ini menyatakn bahwa penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalm melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dari aktivitas yang dilakukan. Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya. Pokok – pokok teori aktivitas ini adalah moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat serta kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia (Maryam dkk, 2008).

  d.

  Teori Kesinambungan Teori ini dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan manusia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Kesulitan untuk menerapkan teori ini adalah sulit untuk memperoleh gambaran umum tentang seseorang, karena kasus tiap orang berbeda – beda.

  e.

  Teori Perkembangan Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa. Teori ini menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagimana jawaban lansia terhadap tantangan tersebut yang dapat bernilai positif dan negatif. Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupannya dan merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang baru yaitu pensiun atau menjanda dan menduda. Lansia juga harus menyesuaikan diri sebagai akibat dari perannya yang berakhir dalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya srta ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman – temannya.

  f.

  Teori Stratifikasi Sosial Dua elemen penring dari model stratifikasi usia tersebut adalah yang pertama struktur yang mencakup bagaimana penilaian strata, dan bagaimana terjadinya penyebaran peran dan kekuasaan yang tak merata pada masing – masing strata, yang didasarkan pada pengalaman dan kebijakan lansia. Kedua, proses yang mencakup bagaiman menyesuaikan kedudukan seseorang dengan peran yang ada serta bagaimana cara mengatur transisi peran secara berurutan dan terus – menerus.

4. Teori Spiritual

  Teori ini tentang hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan. Menurut Fowler, kepercayaan adalah suatu fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih, dan harapan. Fowler juga meyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara orang dan lingkungan terjadi karena adanya kombinasi antara nilai – nilai dan pengetahuan. Perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan (Maryam dkk, 2008).

2.3.5 Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

  Nugroho (2008) menyatakan terdapat banyak perubahan yang terjadi pada lanjut usia mencakup perubahan-perubahan fisik, mental, psikososial, dan perkembangan spiritual.

1. Perubahan Fisik a.

  Sel Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10% (Nugroho, 2008).

  b.

  Sistem Persarafan Terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20%, cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya stress, mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitif terhadap sentuhan. Pada sistem pendengaran terjadi

  

presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) hilangnya kemampuan

  pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata- kata, otosklerosis akibat atrofi membran timpani, dan terjadinya pengumpulan serumen yang dapat mengeras karena meningkatnya keratin, serta biasanya pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress (Nugroho, 2008).

  c.

  Sistem Penglihatan Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, serta menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau (Nugroho, 2008).

  d.

  Sistem Kardiovaskuler Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya tekanan darah akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Nugroho, 2008).

  e.

  Sistem Pengaturan Temperatur tubuh terjadi hipotermia secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun (Nugroho, 2008).

  f.

  Sistem Respirasi Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, ukuran alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun (Nugroho, 2008).

  g.

  Sistem Gastrointestinal Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, serta melemahnya daya absorbsi (Nugroho, 2008).

  h.

  Sistem Reproduksi Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofi payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur, kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik (Nugroho, 2008). i.

  Sistem Perkemihan Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai

  50%, otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria (Nugroho, 2008). j.

  Sistem Endokrin Terjadi penurunan semua produksi hormon, mencakup penurunan aktivitas tiroid, BMR, daya pertukaran zat, produksi aldosteron,

  progesterone, estrogen, dan testosteron (Nugroho, 2008).

  k.

  Sistem Integumen Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang jumlah dan fungsinya (Nugroho, 2008). l.

  Sistem Muskuloskeletal Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis , serta atrofi serabut otot (Nugroho, 2008).

2. Perubahan Mental

  Perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Pada perubahan mental juga terjadi perubahan pada kenangan yang biasa dikenal dengan demensia dan perubahan pada IQ dapat terjadi pada daya membayangkan karena faktor waktu. Penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor juga akan berkurang (Nugroho, 2008).

  3. Perubahan Psikososial

  Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Pada lansia yang mengalami masa pensiunan akan mengalami kehilangan finansial, status, teman atau relasi, dan kehilangan pekerjaan atau kegiatan (Nugroho, 2008).

  4. Perkembangan Spiritual

  Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun yaitu berfikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan.

  Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya karena agama semakin terintegrasi dalam kehidupan(Nugroho, 2008).

2.3.6 Tugas Perkembangan Lansia

  Menurut Erikson dalam Maryam dkk (2008), kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia antara lain; lansia harus mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun dan masa pensiun. Lansia sebaikanya membentuk hubungan baik dengan orang seusianya dan melakukan adaptasi terhadap kehidupan sosial / masyarakat secara santai. Selain itu lansia juga harus mempersiapkan kehidupan barunya sebagai lansia dan mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam dkk, 2008).

2.4 Peran Keluarga Dalam Merawat Lansia

  Dengan meningkatnya usia, terjadi pula penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Pada umumnya usia lanjut memerlukan bantuan keluarga untuk meningkatkan kualitas hidup dan menjalani hari tua yang menyenangkan (Nugroho, 2008).

2.4.1 Perawatan fisik

  Menurut Nugroho (2008), perawatan dengan pendekatan fisik untuk lansia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan,cara memakan obat dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Adapun komponen perawatan dengan pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu para lansia untuk bernafasdengan lancar, makan (termasuk memilih dan menentukan makanan), minum, melakukan eleminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu tubuh dan melindungi kulit serta kecelakaan.

  2.4.2 Perawatan psikologis

  Pada dasarnya lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungannya. Untuk itu keluarga harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga harus dapat membangun semangat dan kreasi lansia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang di deritanya. Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama semakin lanjutnya usia. Perubahan – perubahan ini meliputi gejala – gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang dan pergeseran libido. Keluarga harus sabar mendengarkan cerita – cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi lansia bila lupa atau melakukan kesalahan.

  2.4.3 Perawatan sosial

  Mengadakan diskusi, tukar fikiran dan bercerita merupakan salah satu upaya keluarga dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Keluarga memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada para lansia untuk mengadakan komunikasi dan melkukan rekreasi, misalnya jalan pagi, nonton televisi atu hiburan – hiburan lain. Para lansia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton televisi, mendengarkan radio atau membaca surat kabar dan majalah.

2.4.4 Perawatan spiritual

  Keluarga harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lansia dengantuhan atau agama yang dianutnya. Keluarga bisa memberikan kesempatan pada lansia untuk melaksanakan ibadahnya atu secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lansia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya.

2.5 Kepuasan

2.5.1 Pengertian

  Menurut Nursalam (2011), kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya. Sedangkan menurut Kotler (2009) Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan terhadap hasil suatu produk dan harapan – harapannya. Kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan. Kepuasan hidup timbul dari pemenuhan kebutuhan atau harapan dan merupakan penyebab atau sarana untuk menikmati. Seorang individu yang dapat menerima diri dan lingkungan secara positif akan merasa puas dengan hidupnya (Hurlock, 2000). Menurut Nursalam (2011) kepuasan seseorang berhubungan dengan mutu pelayanan yang diberikan.

2.5.2 Karakteristik kepuasan

  Menurut Nursalam (2011) ada beberapa karakteristik yang penting dalam mengevaluasi kepuasan yaitu :

  1. Kenyataan (Tangible) Yaitu berupa penampilan fisik keluarga, fasilitas yang memadai yang diberikan keluarga serta keluarga memahami kebutuhan lansia.

  2. Empati (Empathy) Yaitu kesediaan keluarga untuk memberikan perhatian dan dukungan dalam setiap hal yang di hadapi lansia.

  3. Cepat tanggap (Responsiveness) Yaitu kemauan dari keluarga untuk membantu lansia dan memberikan jasa/bantuan dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan dari lansia.

  4. Keandalan (Reliability) Yaitu kemampuan untuk memberikan jasa/bantuan sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat dan konsisten.

5. Jaminan (Assurance)

  Yaitu berupa kemampuan keluarga untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada lansia dengan menunjukkan perilaku yang baik.