SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN PASURUAN

  

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER

DESA WONOKITRI, KABUPATEN PASURUAN

Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

  

Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886

e-mail: neira.yumeko@gmail.com

ABSTRAK

  

Permukiman tradisional merupakan manifestasi dari nilai sosial budaya masyarakat yang memiliki peranan

sangat penting dalam pembentukan struktur ruang permukiman di suatu desa. Permukiman Desa Wonokitri

terbentuk dari nilai sosial budaya masyarakat Tengger yang terlihat dari penerapan kegiatan sosial budaya

dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis

karakteristik sosial budaya yang membentuk permukiman di Desa Wonokitri. Metode yang digunakan adalah

metode deskriptif eksploratif, analisis behavior mapping dengan metode person centered mapping dan analisis

family tree. Hasil studi menunjukkan bahwa keterkaitan antara sistem aktivitas dengan ruang sebagai tempat

pelaksanaannya membentuk pola pergerakan (lintasan) dan hierarki ruang tertentu di dalam permukiman

masyarakat Tengger Desa Wonokitri. Terbentuk ruang budaya dan ruang ritual di dalam permukiman yang

berdasarkan skala penggunaan ruangnya dikelompokkan menjadi skala ruang mikro, meso dan makro. Ditinjau

dari tingkat kepentingan ruang ritual, pura, padhanyangan, makam keramat merupakan ruang sakral yang

utama dan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan sosial budaya di Desa Wonokitri. Pola

pergerakan yang terbentuk dari pelaksanaan kegiatan sosial budaya menggambarkan pergerakan secara

hierarkis, yakni pergerakan dari tempat sakral ke profan ataupun sebaliknya. Terdapat kesamaan dalam pola

tahapan kegiatan, pola pergerakan dan penggunaan ruang pada beberapa kegiatan, terutama kegiatan yang

terkait dengan ritual.

  Kata Kunci : Sosial Budaya, Pola Ruang, Tengger

ABSTRACT

  

Traditional settlement is a manifestation of the socio-cultural society that has a very important role in the

formation of spatial structures in a rural settlement. Settlement of Wonokitri village formed from socio-cultural

values of Tengger society which is seen from the application of socio- cultural activities in the people’s daily

lives. The purpose of this study was to identify and analyze the socio-cultural characteristics that form the

settlement in Wonokitri village. The method used is descriptive exploratory method, behaviour mapping analysis

with person centered mapping method and family tree analysis. The study results showed that the linkage

between the activities and the space as a place where it happen form movement patterns (trajectory) and the

hierarchy of a specific space in the settlement of Tengger society in Wonokitri village. Cultural space and ritual

space formed in the settlement which is grouped into space scale micro, meso and macro based on the use of

spatial scale. In terms of the importance of ritual space, temples, padhanyangan, sacred cemetery are the main

sacred spaces and have a major role in the implementation of socio-cultural activities in Wonokitri village.

Movement patterns that formed from the implementation of socio-cultural activities hierarchically describe the

movement, the movement from the sacred place to the profane, or otherwise. There are similarities in the pattern

of phases of activity, movement patterns and use of space in some activities, especially activities related to the

ritual.

  Keywords: Socio-cultural, Space Pattern, Tengger

  2005). Menurut Rapoport dalam Wikantiyoso

  PENDAHULUAN

  (1997:26), permukiman tradisional merupakan manifestasi dari nilai sosial budaya masyarakat Permukiman tradisional sering direpresen- yang erat kaitannya dengan nilai sosial budaya tasikan sebagai tempat yang masih memegang penghuninya yang dalam proses penyusunannya nilai-nilai adat dan budaya yang dihubungkan menggunakan dasar norma-norma tradisi. dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang

  Rapoport dalam Nuraini (2004:11) menjelaskan bersifat khusus/unik pada masyarakat tertentu bahwa terbentuknya lingkungan permukiman yang berakar dari tempat tertentu pula diluar dimungkinkan karena adanya proses pembentu- determinasi sejarah (Crysler dalam Sasongko, kan hunian sebagai wadah fungsional yang dilan-

  

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

  Wilayah Penelitian

  dasi oleh pola aktivitas manusia serta pengaruh

  setting rona lingkungan, baik yang bersifat fisik

  maupun yang bersifat non fisik (sosial-budaya) yang secara langsung mempengaruhi pola kegiatan dan proses pewadahannya.

  Masyarakat Desa Wonokitri menganut adat-istiadat Tengger yang mayoritas beragama Hindu. Ajaran dan ketentuan adat Tengger yang dianut oleh masyarakat Desa Wonokitri termanifestasi dalam kegiatan sosial budaya masyarakat sehari-hari dan berpengaruh secara langsung terhadap pembentukan pola permuki- man di Desa Wonokitri. Dalam konteks aktivitas, tradisi budaya Tengger masih tetap dijalankan oleh masyarakat Desa Wonokitri dalam bentuk proses daur hidup (kelahiran, perkawinan, kema- tian), kegiatan kelompok masyarakat, kegiatan mata pencaharian yang terkait ritual, kegiatan religi dan budaya, serta kegiatan sosial. Berdasar- kan pergerakan dari kegiatan sosial budaya tersebut dapat diamati suatu pola lintasan dan penggunaan ruang tertentu yang terbentuk pada permukiman. Setiap kegiatan cenderung memiliki pola yang berbeda-beda, terutama pada bentukan ruangnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengapli- kasian nilai sosial budaya dalam bentuk kegiatan yang menggunakan ruang membentuk suatu pola dalam permukiman.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimanakah karakteristik sosial budaya pembentuk permu- kiman di Desa Wonokitri?, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sosial budaya yang membentuk permukiman di Desa Wonokitri.

  Asal mula terbentuknya masyarakat Tengger di Kawasan Pegunungan Tengger, termasuk salah satunya adalah Desa Wonokitri, ditandai dengan ditemukannya Prasasti

  Riwayat Terbentuknya Desa (Legenda/ sejarah) Sejarah terbentuknya masyarakat Tengger di Desa Wonokitri

  Sosial budaya pembentuk permukiman diidentifikasi berdasarkan empat aspek, yaitu riwayat terbentuknya desa (legenda/sejarah), tokoh pendiri/pelindung desa, pola ruang pada kegiatan sosial budaya, serta pola ruang yang terbentuk berdasarkan hubungan kekerabatan.

  Gambar 1. Peta wilayah studi HASIL DAN PEMBAHASAN

  Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Wonokitri yang secara administratif terletak di Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Ruang lingkup wilayah dikategorisasikan menjadi ruang lingkup makro (kawasan Desa Wonokitri) dan mikro (unit hunian masyarakat/permukiman).

METODE PENELITIAN

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  random sampling atau menggunakan teknik sampling bertujuan (purposive sampling) dengan

  (rumah Pak Sanggar dan Pak Sepuh). Sampel bangunan untuk analisis family tree adalah 3 unit hunian (5 unit bangunan) yang merupakan hunian dari narasumber kunci (Pemuka Adat). Pengambilan sampel menggunakan teknik non

  passage ) dan 2 unit bangunan rumah tokoh adat

  dari 21 unit bangunan untuk sampel kegiatan sosial, religi dan budaya, 13 unit bangunan untuk sampel kegiatan kelompok masyarakat, mata pencaharian, daur hidup manusia (rites of

  mapping berjumlah 36 unit bangunan yang terdiri

  Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif yang terdiri dari analisis deskriptif, analisis behaviour mapping dengan metode person centered mapping dan analisis family tree. Sampel dibedakan menjadi sampel bangunan untuk analisis behaviour

  Walandhit di Desa Wonokitri, berangka tahun

  851 Saka (929 M), atau sekitar abad 10, pada zaman pemerintahan Mpu Sindok, menyebutkan tentang keberadaan sebuah desa bernama

  Walandhit , yang terletak di Kawasan

  Pegunungan Tengger, dihuni oleh Hulun Hyang (abdi Hyang atau abdi dewata), yakni orang yang menghabiskan masa hidupnya untuk menjadi hamba Hyang Widdhi (semacam pertapa). Hefner (1992:238) menyatakan bahwa dalam sejarah Jawa, bukti epigrafis Jawa Kuno menunjukkan bahwa sudah sejak lama dataran tinggi Tengger dihuni oleh sekte agama Hindu dan Budha.

  Sejarah terbentuknya Desa Wonokitri

  Riwayat terbentuknya Desa Wonokitri dijelaskan dari penanda non fisik, yaitu sejarah terbentuknya Desa Wonokitri yang berawal dari

  cara menentukan kriteria sampel terlebih dahulu.

  Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  Pola Ruang Pada Kegiatan Mata Pencaharian Upacara Leliwet

  Tahap 2 Skala Ruang Makro Tahap 1 Skala Ruang Meso A A A B A A A Balai Desa Wonokitri

  1-4 skala ruang mikro

  Gambar 3. Pola tahapan Upacara Leliwet tahap

  pergerakan dari tempat sakral-profan-sakral. Tahap keempat, berpola memutar mengelilingi empat penjuru pekarangan yang merupakan ruang profan. Tahap kelima, bentuk pergerakan adalah pola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap keenam, pola pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke sakral.

  patamon -paturon-pagenen-pedaringan-pekayon- pelawangan secara bergantian, merupakan

  tempat sakral ke sakral. Tahap ketiga, berlangsung di bagian dalam rumah dengan pola pergerakan memutar yang menggunakan ruang

  pagenen -patamon, merupakan pergerakan dari

  yang mempunyai lahan (ladang/tegalan dan pekarangan). Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi Upacara Leliwet berdasarkan tahapan kegiatannya, yaitu tahap pertama berlangsung di pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dengan pemakaian ruang

  Leliwet adalah di masing-masing rumah warga

  Ruang yang digunakan dalam Upacara

  Seni Reog tahap 1-2 skala ruang meso dan makro Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam kegiatan Kelompok Seni Reog dibagi menjadi dua pola pergerakan berdasarkan tahapan kegiatannya. Tahap pertama, yaitu berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap kedua, pola pergerakan satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan.

  27

  Gambar 2. Pola tahapan kegiatan Kelompok

  Kegiatan kelompok masyarakat di Desa Wonokitri terdiri dari kelompok kesenian, seperti Kelompok Seni Reog. Latihan rutin untuk para anggota Kelompok Seni Reog Singojoyo dilaksanakan setiap malam Jum’at legi dan bertempat di lapangan Balai Desa Wonokitri.

  Pola Ruang Pada Kegiatan Kelompok Masyarakat Kelompok seni Reog

  tengah desa, sedangkan Alang-alang Ulung dan Endang Lo menjaga bagian timur desa.

  Mbah Remboko Tunggul Payung adalah di

  pertama kali membuka dan membabat hutan untuk dijadikan sebagai permukiman dan daerah pertanian. Daerah kekuasaan yang dijaga oleh

  Remboko Tunggul Payung adalah orang yang

  Tokoh pendiri/pelindung desa yang berperan membentuk tatanan permukiman Desa Wonokitri adalah Mbah Remboko Tunggul Payung, Alang-alang Ulung dan Endang Lo. Ketiga tokoh tersebut bagi masyarakat Tengger Desa Wonokitri dipercaya sebagai pemangku desa yang melindungi Desa Wonokitri. Mbah

  Tokoh Pendiri/Pelindung Desa

  legenda/cerita rakyat tentang pembabatan hutan untuk dijadikan sebagai permukiman dan daerah pertanian, dan penanda fisik berupa prasasti- prasasti berangka tahun yang ditemukan di Desa Wonokitri. Pada prasasti 851 tahun Saka (929 Masehi) sekitar abad ke-10, disebutkan bahwa Desa Wonokitri masih berupa hutan belantara yang lebat dan banyak ditumbuhi pohon kayu besar. Sejarah terbentuknya Desa Wonokitri juga dapat diceritakan dari falsafah adat Tengger yang berbunyi, “Jinah, jiting, jinak”.

  A B B C D E F G H I I J G 2 1 Dukun Adat membacakan 3 U do’a/mantra pada tetamping yang diletakkan di meja patamon Tahap 1-4 Skala Ruang Mikro Keterangan: A : Patamon : Pelawangan utama B : Paturon : Pelawangan butulan 1 C : Pagenen : Pelawangan butulan 2 D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang F : Pekayon : Sakral G : Padmasari : Profan H : Sigiran I : Pelataran J : Pekarangan 1 2 3

  

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

  Skala Ruang Meso Tahap 6 Skala Ruang Makro Pertigaan Jalan Ranggeh U

6 A

  Upacara Pujan Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi Upacara Pujan berdasarkan tahapan kegiatannya, antara lain tahap pertama, bertempat di pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pergerakan berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap ketiga, pola pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke sakral. Tahap keempat, berlangsung di pagenen rumah Pak Sanggar yang merupakan ruang sakral. Tahap kelima, berpola pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat sakral ke sakral. Tahap keenam, pola pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat sakral ke profan.

  Gambar 5. Pola tahapan Upacara Pujan tahap 1-

  3 skala ruang mikro dan meso

  Gambar 6. Pola tahapan Upacara Pujan tahap 4-

  6 skala ruang makro dan mikro

  Upacara Munggah Sigiran

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 4. Pola tahapan Upacara Leliwet tahap

  Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi Upacara Munggah Sigiran berdasarkan tahapan kegiatannya, yaitu tahap pertama, berlangsung di pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dengan pemakaian ruang pagenen-patamon, merupakan pergerakan dari tempat sakral ke sakral. Tahap ketiga, pola pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat sakral ke sakral.

  Gambar 7. Pola tahapan Upacara Munggah Sigiran tahap 1-3 skala ruang mikro

  Upacara Wiwit

  Berdasarkan tahapan kegiatannya, pola pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi Upacara Wiwit terdiri dari dua pola pergerakan. Tahap pertama, bentuk pergerakan adalah pola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap kedua, pola pergerakan dari 6 Tahap 5

  5-6 skala ruang meso dan makro

  A B Rumah warga Ladang/tegalan

  Tahap 1 Skala Ruang Mikro Tahap 2-3 Skala Ruang Meso Rumah Pak Sanggar Pagenen (a) (b) Rumah warga Tahap 5 Skala Ruang Makro Sumber mata air Rumah warga Rumah Pak Sanggar Tahap 6 Skala Ruang Mikro 6 5 4 Skala 5 Tahap 4 Ruang Mikro U A B C A Dukun Adat menghaturkan sesaji pras among ke sigiran Tahap 1-3

  Skala Ruang Mikro U Sigiran Pagenen Patamon

  ( Among- among/ngamongi jagung) Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

  satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan Membersihkan dan memperbaiki jalan desa dari tempat profan ke sakral.

  Kegiatan membersihkan dan memperbaiki jalan desa menimbulkan pola pergerakan dari

  A Rumah warga satu tahapan kegiatan yang menggunakan skala Tahap 1

  ruang makro. Pola pergerakan dalam kegiatan ini 1 A

  Skala 1

  adalah mengumpul, dari beberapa titik menuju ke

  Ruang Pertigaan satu titik, merupakan pergerakan dari tempat Meso 1 Jalan Ranggeh 1 2 profan ke profan.

6 B

  U 1 1 1 6 2 1 1

  1 Tahap 2 Skala Ruang Ladang/tegalan Makro Gambar 10. Peta pola tahapan kegiatan Gambar 8. Pola tahapan Upacara Wiwit tahap 1-

  membersihkan dan memperbaiki jalan desa skala 2 skala ruang meso dan makro ruang makro zona A

  Pola Ruang Pada Kegiatan Sosial Membersihkan bak penampungan air umum 1 1 Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam

  kegiatan membersihkan bak penampungan air umum hanya terdiri dari satu pola pergerakan, yaitu berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan.

  Tahap 1 1 Gambar 11. Peta pola tahapan kegiatan 1 Skala

  membersihkan dan memperbaiki jalan desa skala

  Ruang

  ruang makro zona B

  Makro 1 1 Rumah warga

  Membersihkan dan memperbaiki saluran air

  Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam kegiatan membersihkan dan memperbaiki saluran air berdasarkan tahapan kegiatannya, yaitu tahap

  U pertama, berpola mengumpul, dari beberapa titik

  menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap kedua, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke

  Gambar 9. Pola tahapan kegiatan membersihkan

  profan. Tahap ketiga, pola pergerakan dari satu bak penampungan air umum tahap 1 skala ruang titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari makro tempat profan ke sakral.

  Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  29

  

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

  Gambar 14. Peta pola tahapan kegiatan

  Upacara Perkawinan ( Praswaka Gara)

  Penggunaan istilah rites of passage merujuk pada upacara ritual berkait dengan: kelahiran, puber, perkawinan, kematian dan berbagai peristiwa krusial lain sebagai perubahan atau transisi dalam kehidupan seseorang (Norget, 2000:88).

  Pola Ruang Pada Kegiatan Daur Hidup Manusia ( Rites of passage)

  membangun atau memperbaiki fasilitas umum skala ruang makro zona B

  Gambar 15. Peta pola tahapan kegiatan

  membangun atau memperbaiki fasilitas umum skala ruang makro zona A

  Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam kegiatan membangun atau memperbaiki fasilitas umum adalah dari satu tahapan kegiatan yang menggunakan skala ruang makro. Pergerakan pada kegiatan ini berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan.

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 12. Peta pola tahapan kegiatan

  Membangun atau memperbaiki fasilitas umum

  membersihkan dan memperbaiki fasilitas ibadah tahap 1-2 skala ruang meso dan makro]

  Gambar 13. Pola tahapan kegiatan

  Kegiatan membersihkan dan memperbaiki fasilitas ibadah terdiri dari dua tahapan kegiatan yang menimbulkan pola pergerakan. Tahap pertama, yaitu berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap kedua adalah pergerakan yang terjadi dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke sakral.

  Membersihkan dan memperbaiki fasilitas ibadah

  membersihkan dan memperbaiki saluran air skala ruang meso dan makro zona A

  Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi Upacara Perkawinan (Praswala Gara) berdasarkan tahapan kegiatannya, yaitu tahap pertama, pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap kedua, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, 1 1 1 1 2 2 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1

  Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Tahap 5

  merupakan pergerakan dari tempat profan ke Walagara profan. Tahap ketiga, berlangsung di patamon yang merupakan ruang sakral. Tahap keempat, 5 berlangsung di patamon rumah pengantin wanita yang merupakan ruang sakral. Tahap kelima, berlangsung di patamon yang merupakan ruang Peka sakral dan pekarangan rumah pengantin wanita. 5 5 Patamon 5 rangan 5 Tahap 1 Prosesi Walagara

  Pelamaran ( Nakok’en) berlangsung di patamon

  Pelamaran ( 1 nakok’en) rumah pengantin wanita 1 2 U 5 5 Tahap 2

  1 3

  1 Sacahan (Notok)

  1 Sacahan (b)

  2 Keterangan: (notok)

  (a) Gambar 19. Pola tahapan Banten Pengantin 2

  2 1

  1

  1 3

  2

  2

  (Walagara)

  (b)

  2 (b) 3 1 Upacara Kehamilan ( Sesayut) : Rumah calon pengantin pria 2 Prosesi Upacara Kehamilan (Sesayut)

  : Rumah calon pengantin wanita 3 : Rumah keluarga dan tetangga menimbulkan beberapa pola pergerakan berdasarkan tahapan kegiatannya, antara lain : Arah pergerakan/lintasan

  tahap pertama, berlangsung di pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pola

  Gambar 16. Pola tahapan Pelamaran (Nakok’en)

  pergerakan mengumpul, dari beberapa titik dan Sacahan (Notok) Tahap 4 menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari Nemoken tempat profan ke sakral. Tahap ketiga, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dengan pemakaian ruang pagenen-patamon, merupakan pergerakan dari tempat sakral ke sakral. Tahap keempat, berlangsung di bagian dalam rumah dengan pola pergerakan memutar yang menggunakan ruang patamon-paturon-

  pagenen -pedaringan-pekayon-pelawangan secara Patamon bergantian, merupakan pergerakan dari tempat Ruang patamon di rumah sakral-profan-sakral. berlangsungnya prosesi tempat utama pengantin wanita merupakan Upacara Kematian ( Entas-entas) Nemoken

  Prosesi upacara ini dibagi menjadi U beberapa tahapan kegiatan, yaitu pembuatan

  petra (pitara), Mernidri dan Nglukat yang Keterangan: menimbulkan pola pergerakan. Tahap pertama, bertempat di pekarangan rumah Pak Sepuh yang Gambar 17. Pola tahapan Pasrah Pengantin

  merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan 3 merupakan pergerakan dari tempat sakral ke Tahap 3 sakral. Tahap ketiga, berlangsung di pagenen Prosesi Pasrah Pengantin pola pergerakan dari satu titik ke satu titik Pasrah yang merupakan ruang sakral. Tahap keempat, menggunakan Pengantin dengan pemakaian ruang pagenen-patamon, ruang patamon di rumah calon 3 merupakan pergerakan dari tempat sakral ke pengantin wanita sakral. Tahap kelima, bentuk pergerakan berpola U Patamon 3 mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap keenam, berpola pergerakan 3 dari satu titik ke satu titik dan merupakan perge- rakan dari tempat profan ke sakral.

  Gambar 18. Pola tahapan Nemoken Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  31

  

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN Mikro dan Tahap 1-4 Ruang Skala Meso F E D 3 Tahap 3-4 Mernidri Peletakan pras sayut di pelawangan pada ritual I J Mernidri dalam C B B 2 Kematian (Entas- ritual Upacara berlangsungnya Tempat utama tempat yang menjadi entas ) adalah Pagenen 3 (Sesayut) A Upacara Kehamilan U H G 1 I G patamon pada ruang 4 4 C : Pagenen B : Paturon A : Patamon : Pelawangan utama Keterangan: D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang 1 2 : Pelawangan butulan 1 3 : Pelawangan butulan 2 U Patamon J : Pekarangan I : Pelataran H : Sigiran G : Padmasari : Profan F : Pekayon : Sakral

  Gambar 20. Pola tahapan Upacara Kehamilan

  (Sesayut) tahap 1-4 skala ruang mikro dan meso

  Gambar 22. Pola tahapan Upacara Kematian Upacara Mendirikan Rumah

  (Entas-entas) tahap 3-4 skala ruang mikro Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi Upacara Mendirikan Rumah berdasarkan tahapan kegiatannya, antara lain tahap pertama, berlangsung di pagenen rumah tetangga yang merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pola pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat sakral ke sakral. Tahap ketiga, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat sakral ke sakral. Tahap keempat, bertempat di pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap kelima, berpola pergerakan dari satu titik ke satu titik dengan pemakaian ruang

  pagenen -patamon, merupakan pergerakan dari

  tempat sakral ke sakral. Tahap enam, bentuk pergerakan berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan Gambar 23. Pola tahapan Upacara Kematian

  (Entas-entas) tahap 5-6 skala ruang meso dan dari tempat profan ke sakral. Pembuatan Petra Tahap 1 makro (Pitara) 2 Tahap 1-3 2 Pak Sepuh Rumah Rumah tetangga Batu Pertama melaksanakan upacara Peletakan 3 2 Rumah warga yang 3 rangan Peka Tahap 2 Rumah warga Pagenen

  2 U U Jalan

  3 3 (a) (b) Keterangan:

Gambar 21. Pola tahapan Upacara Kematian Gambar 24. Pola tahapan Upacara Mendirikan

  (Entas-entas) tahap 1-2 skala ruang mikro Rumah tahap 1-3 skala ruang mikro

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  Upacara Hari Raya Karo adalah upacara adat terbesar kedua setelah Upacara Hari Raya

  6 6 6 6 Tahap 1 Skala Ruang Mikro Pagenen (a) U Tahap 2 Skala Ruang Meso (b) Pura Skala 3 Tahap 3 Ruang Makro Rumah warga Rumah warga A A B A A 2 2 1 3 1 1 3 3 U 2 Tahap 1-3 Skala Ruang Makro Balai Desa Wonokitri A A A B A A A Rumah warga Rumah warga U Prepegan berlangsung di pagenen yang termasuk skala ruang mikro

  Rumah (Mayu Tuwuh) U Pagenen Patamon 4 5 5

  Tahap 4-5 Selamatan

  Gambar 28. Pola tahapan Upacara Hari Raya Karo tahap 4 skala ruang mikro Selamatan Rumah (Mayu Tuwuh ) berlangsung di patamon yang termasuk skala ruang mikro

  Gambar 27. Pola tahapan Upacara Hari Raya Karo tahap 1-3 skala ruang makro

  pada bulan puso atau karo berdasarkan kalender Tengger. Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi Upacara Hari Raya Karo antara lain tahap pertama, bentuk pergerakan berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap kedua, bertempat di Balai Desa Wonokitri yang merupakan ruang profan. Tahap ketiga, pola pergerakan mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap keempat, berlangsung di pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap kelima, keenam dan ketujuh, pergerakan berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan-profan, profan- sakral, profan-profan. Tahap kedelapan, pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke sakral.

  Kasada . Pelaksanaannya setiap setahun sekali

  Upacara Hari Raya Karo (Satya Yoga/Satya Setuhu)

  33 Gambar 25. Pola tahapan Upacara Mendirikan

  tahap 1-3 skala ruang mikro, meso dan makro

  Gambar 26. Pola tahapan Upacara Galungan

  kedua, pergerakan berpola mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap ketiga, pola pergerakan dari satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke sakral.

  pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap

  Upacara Galungan adalah salah satu bentuk upacara religi yang dilaksanakan oleh masyarakat Tengger Desa Wonokitri. Prosesi Upacara Galungan menimbulkan pola pergerakan, yaitu tahap pertama, bertempat di

  Pola Ruang Pada Kegiatan Religi dan Budaya Upacara Galungan

  Rumah tahap 4-6 skala ruang mikro dan meso

  Tahap 4 Skala Ruang Mikro U Pagenen 4

  

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

  U 5 Pola Ruang Yang Terbentuk Berdasarkan Rumah warga Hubungan Kekerabatan 5 Masyarakat Tengger Desa Wonokitri 5 Tahap 5 Skala menganut sistem sistem utralokal, yaitu Balai Desa Wonokitri Ruang kebebasan memilih tempat tinggal untuk menetap Makro sesudah menikah. Terkait dengan penentuan letak pembangunan rumah anak yang sudah Rumah warga berkeluarga, terdapat aturan adat khusus berdasarkan kepercayaan dan tradisi masyarakat

  Tengger yang berlaku di Desa Wonokitri, yaitu rumah anak yang sudah berkeluarga tidak boleh A dibangun di samping kiri dan di depan rumah A A A orang tuanya. Aturan adat pola letak B pembangunan rumah anak yang sudah A berkeluarga yang diterapkan di Desa Wonokitri, A yaitu serumah dengan orang tua, dibangun di samping kanan rumah orang tua, di belakang rumah orang tua dan rumah anak pertama

  Gambar 29. Pola tahapan Upacara Hari Raya

  dibangun di samping kanan rumah orang tua,

  Karo tahap 5 skala ruang makro

  sedangkan rumah anak kedua dan seterusnya 6 Tahap 6 Skala Ruang Makro 6 U dibangun di belakang rumah orang tua. keramat Makam

  B A A Gambar 30. Pola tahapan Upacara Hari Raya

  Karo tahap 6 skala ruang makro Gambar 32. Diagram family tree lokasi hunian

  pola 2 rumah memanjang ke kanan

  Gambar 33. Diagram family tree lokasi hunian Gambar 31. Pola tahapan Upacara Hari Raya

  pola 3 rumah memanjang ke belakang

  Karo tahap 7-8 skala ruang meso dan makro

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  Permukiman Tradisional, yaitu perlunya dilakukan kajian, identifikasi, dokumentasi secara mendetail terhadap aspek kelestarian budaya yang ada di Desa Wonokitri dan studi lebih lanjut terkait budaya lokal masyarakat Tengger Desa Wonokitri untuk mendapatkan hasil studi yang lebih spesifik, terutama terkait skala makro (desa) dan mikro (unit hunian masyarakat) dalam penataan kawasan permukiman di Desa Wonokitri, khususnya yang terkait dengan pola ruang, sehingga dapat digunakan untuk merumuskan konsep arahan pelestarian untuk mempertahankan pola tata ruang permukiman tradisional di Desa Wonokitri.

  Keterkaitan antara sistem aktivitas dengan ruang sebagai tempat pelaksanaannya membentuk pola pergerakan (lintasan) dan hierarki ruang tertentu di dalam permukiman masyarakat Tengger Desa Wonokitri yang sangat dipengaruhi oleh pola tahapan, pola pergerakan dan penggunaan ruang pada tiap-tiap kegiatan. Penggunaan ruang dalam pelaksanaan kegiatan sosial budaya menunjukkan terbentuknya ruang budaya (cultural space) dan ruang ritual (ritual

  space ) di dalam permukiman masyarakat

  Tengger Desa Wonokitri. Hubungan antar ruang mikro, meso dan makro dapat menunjukkan hierarki ruang sakral-profan dari tiap-tiap ruang. Ditinjau dari tingkat kepentingan ruang ritual (ritual space), pura, padhanyangan, makam

DAFTAR PUSTAKA

  mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan sosial budaya di Desa Wonokitri. Pola pergerakan yang terbentuk dari pelaksanaan kegiatan sosial budaya menggambarkan pergerakan secara hierarkis, yakni pergerakan dari tempat sakral ke profan ataupun sebaliknya. Terdapat kesamaan dalam pola tahapan kegiatan, pola pergerakan dan penggunaan ruang pada beberapa kegiatan, terutama kegiatan yang terkait dengan ritual. Pemuka Agama, Pemuka Adat dan tokoh-tokoh Desa Wonokitri merupakan tokoh kunci yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan sosial budaya yang terkait ritual dan ruang yang digunakan, yaitu sebagai pemimpin prosesi ritual dan pengendali pelaksanaan.

  Saran

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka usulan saran yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dari studi Pola Tata Ruang

  keramat merupakan ruang sakral yang utama dan

  35 SIMPULAN

  Jurnal of Southeast Asian Studies 23 (2):238.

  Norget, K. 2000. Religion and Culture: An Anthropological Focus . Ed. by R.

  Scupin. New Jersey: Prentice-Hall. Nuraini, C. 2004. Permukiman Suku Batak

  Mandailing . Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

  Sasongko, I. 2005. Ruang Ritual dalam Permukiman Sasak: Studi Kasus Desa Puyung Lombok Tengah.

  Jurnal Plannit . 3 (2):88-99.

  Wikantiyoso, R. 1997. Konsep Pengembangan: Transformasi Pola Tata Ruang Tradisional Studi Kasus: Permukiman Tradisional Jawa di Kotagede Yogyakarta-Indonesia.

  Science. 37:25-33.

  Hefner, N. J. S. 1992. Pembaron: An East Javanese Rite of Priestly Rebirth.

  

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013