View of EFEKTIVITAS LATIHAN BEBAN TERHADAP KADAR SERUM KREATINFOSFOKINASE SEBAGAI INDIKATOR ADANYA KERUSAKAN JARINGAN OTOT PADA MAHAISWA KEOLAHRAGAAN FPOK UPI
EFEKTIVITAS LATIHAN BEBAN TERHADAP KADAR SERUM
KREATINFOSFOKINASE SEBAGAI INDIKATOR ADANYA KERUSAKAN
JARINGAN OTOT PADA MAHAISWA KEOLAHRAGAAN FPOK UPI
Galih Jatnika
Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi
Jln. Terusan Jenderal Sudirman- – Cimahi, Jawa Barat – 40533
ABSTRAK
Saat ini latihan beban dengan menggunakan dumble (barbel) banyak dipakai pelatih untuk melatih
kekuatan otot, power dan daya tahan otot lengan. Program latihan biasanya belum terukur dan belum
menerapkan IPTEK Olahraga sehingga beresiko terjadinya cedera otot. Oleh sebab itu penulis
melakukan penelitian tentang Efektivitas Latihan Beban Terhadap Kadar Serum Kreatinfosfokinase
Sebagai Indikator Adanya Kerusakan Jaringan Otot Pada Mahaiswa Keolahragaan Fpok UPI. Tipe
penelitian ini adalah eksperimental dengan subjek penelitian sebanyak 30 mahasiswa FPOK, laki-laki
dengan rata-rata usia 21 tahun. Subjek penelitian dibagi tiga kelompok secara random (Kelompok A,
B, C), yaitu kelompok A melakukan latihan konsentrik, kelompok B melakukan latihan eksentrik dan
kelompok C melakukan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik. Dosis latihan kekuatan otot
adalah 3 set, 8-12 RM, latihan daya ledak otot 3 set, 12-15 RM dan latihan daya tahan otot 3 set, 15-
20 RM, 3x/minggu selama 6 minggu. Sebelum penelitian dan pada 24 jam setelah hari terakhir latihan setelah 6 minggu kegiatan latihan berakhir dilakukan pengukuran kadar kreatinfosfokinase (CPK) (u/l).
Selanjutnya dilakukan uji-t berpasangan dan analisis statistik anova uji F. Hasil penelitian pada
kelompok A (melakukan latihan konsentrik) menunjukkan penurunan kadar kraeatinfosfokinase
dibanding sebelum pemberian latihan (240,2 vs 299,1 u/l). Pada kelompok B (melakukan latihan
eksentrik) didapatkan peningkatan kadar kreatinfosfokinase dibanding sebelum pemberian latihan
(335,9 vs 281,7 u/l). Pada Kelompok C (melakukan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik)
didapatkan penurunan kadar kreatinfosfokinase dibanding sebelum pemberian latihan (217,4 vs 211,4
u/l. Untuk hasil analisis Uji F menunjukkan adanya kecendurungan peningkatan kadar
kreatinfosfokinase yang lebih besar pada kelompok B atau kelompok yang hanya melakukan latihan
eksentrik saja, walaupun secara statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antar
kelompok subjek penelitian (p=0,440). Simpulan penelitian menunjukkan bahwa latihan eksentrik lebih
besar untuk meningkatkan kadar kreatinfosfokinase hanya pada kelompok yang melakukan latihan
eksentrik namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok subjek penelitian. Diharapkan
para pelatih bisa mengidentifikasi dan menghindari jenis-jenis latihan yang banyak didalamnya
gerakan-gerakan eksentrik karena beresiko terhadap kerusakan jaringan otot, serta bisa menerapkan
program pemeriksaan kreatinfosfokinase secera teratur kepada para atletnya untuk mencegah secara
dini dari adanya kerusakan jaringan otot yang diakibatkan oleh program latihan beban.Kata kunci: Latihan beban, konsentrik, eksentrik, kreatinfosfokinase (CPK)
ABSTRACT
Currently of weights training (barbells) is widely used coaches to train muscle strength, power and
endurance of the arm muscles. The exercise program is usually not measured and not yet applied sports
science and technology so that the risk of injury to muscles. Therefore, the authors conducted research
on effectivity of weight training to creatine kinase (CK) level as muscle damage parameter at FPO
student. This type of research is experimental research. Subjects were 30 students FPOK, men with an
average age of 21 years. The research subjects were randomly divided into three groups (Group A, B,
C), which group A which doing concentric exercise, group B doing eccentric exercise and Grup C doing
concentric and eccentric exercise. Dosage of strength training is 3 sets, 8-12 RM, muscle explosive
power exercises 3 sets, 12-15 RM and muscle endurance exercise 3 sets, 15-20 RM, 3x/ week for 6
weeks. Before the study and at 24 hours after the last day of training after six weeks of training activities
ended creatine kinase measured levels (CK) (u / l). Furthermore,statistical analysis uses paired t-test
and ANOVA of F test . The results of the study in group A (concentric exercise) show decreased levels
of creatine kinase than before granting exercise (240.2 vs 299.1 u / l). In group B (eccentric exercise)
found elevated levels of creatine kinase than before granting exercise (335.9 vs 281.7 u / l). In Group
C (concentric and eccentric exercise) found decreased levels of creatine kinase than before granting
exercise (217.4 vs 211.4 u / l. For the F test analysis results indicate a tendency for elevated levels of
creatine kinase greater in group B or group that only doing eccentric exercise alone, although
statistically showed no significant difference between groups of research subjects (p=0.440).The result
study showed that eccentric exercise greater to increase levels of creatine kinase only to those who
doing eccentric exercise but no significant differences between groups of research subjects. Hopefully,
the coaches can identify and avoid the kinds of exercise that many inside movements eccentric because
of the risk to damage muscle tissue, as well as to implement the inspection of creatine kinase program
regularly by athletes to prevent an early stage of their damage muscle tissue caused by an weight
training program.Keyword : Weight training, concentric, eccentric, creatine kinase (CK)
A. PENDAHULUAN
Setiap individu dalam kegiatan sehari tidaklah lepas dari aktivitas fisik. Tanpa aktivitas jasmaniah tak mungkin kiranya manusia akan hidup terus. Agar senantiasa mampu dan fit untuk melakukan aktivitas jasmaniah tersebut maka orang harus melatih faktor-faktor fisiknya, misalnya keterampilannya, kekuatannya, daya tahanhya, dan sebagainya (Harsono 1988). Bagi seorang atlet latihan sangatlah diperlukan untuk meningkatkan kemampuan fisik untuk mencapai prestasi dalam suatu cabang olahraga (Geoge A.Brooks 1985).
Latihan fisik yang menyeluruh sangatlah penting, Beberapa komponen fisik yang perlu dikembangkan adalah daya tahan kardiovaskular, daya tahan kekuatan, kekuatan otot, kelentukan, kecepatan, stamina, kelincahan dan daya ledak (Sherwood 2007). Kondisi fisik atlet terutama komponen kekuatan otot, daya ledak dan daya tahan tahan otot memegang peranan yang sangat penting dalam suatu program latihannya. Program latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik, terukur dan sistematis dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan kemampuan komponen fisik sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
Berbagai bentuk latihan untuk meningkatkan kekuatan otot, daya ledak dan daya tahan otot tersebut, antara lain dengan latihan beban isotonik berupa latihan konsentrik dan latihan eksentrik (Mc Ardle 2001). Latihan isotonik lebih unggul dalam meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan otot dibanding dengan latihan isometrik. Oleh karena itu latihan yang cocok untuk melatih kekuatan otot, daya ledak otot dan daya tahan otot lengan adalah latihan beban (resistance exercise), dimana kita harus mengangkat, mendorong, atau menahan suatu beban. Beban itu bisa beban anggota tubuh sendiri, ataupun beban dari luar tubuh (external resistance). Salah satu bentuk latihan tahanan adalah latihan beban berupa latihan konsentrik dan eksentrik. Latihan konsentrik termasuk latihan isotonik yaitu bentuk latihan mendorong beban saat otot sedang memendek dan bentuk latihan ini ditujukan untuk melatih otot-otot fleksor lengan, sedangkan latihan eksentrik digunakan untuk melatih otot-otot ekstensor lengan. Akan tetapi menurut Bompa menyebutkan bahwa pada saat melakukan latihan beban (latihan konsentrik dan latihan eksentrik) selalu memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung ke otot-otot yang dilatih dan yang tidak dilatih. Artinya walaupun latihan konsentrik ditujukan untuk melatih otot fleksor, masih ditemukan efek tidak langsung terhadap otot ekstensor. Berkaitan dengan hal ini sampai saat ini seberapa besar pengaruh latihan konsentrik terhadap peningkatan kekuatan, daya ledak dan daya tahan otot fleksor dan ekstensor, demikian pula halnya seberapa besar pengaruh latihan eksentrik terhadap kekuatan, daya ledak dan daya tahan otot fleksor dan ekstensor belum diketahui dengan jelas.
Pada saat melakukan latihan konsentrik dan latihan eksentrik ditemukan dalam di dalam sel berupa perubahan kadar enzim kreatinfosfokinase (Chen Tc 2009). Menurut Richard Bloomer menyebutkan bahwa kadar enzim kreatinfosfokinase dapat menggambarkan ada tidaknya kerusakan dalam sel otot setelah melakukan latihan beban. Berkaitan dengan pola latihan konsentrik dan latihan eksentrik belum diketahui sampai sekarang seberapa besar pengaruhnya terhadap struktur otot yang tercermin dari perubahan kadar enzim kreatinfosfokinase. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian: Efektivitas Latihan Beban Terhadap Kadar Serum Kreatinfosfokinase Sebagai Indikator Adanya Kerusakan Jaringan Otot Pada Mahaiswa Keolahragaan Fpok UPI.
Pada penelitian ini dilakukan menggunakan rangcangan eksperimental komparatif tanpa matching. Pada penelitian ini menggunakan subjek manusia dan sudah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajdjaran
- – RSUP Dr. Hasan Sadikin. Subjek penelitian terdiri dari 30 orang atlet junior dari cabang olahraga bola voli pada mahasiswa keolahragaan FPOK UPI, berjenis kelamin laki-laki dengan rata- rata usia 21 tahun. Subjek penelitian dibagi tiga kelompok secara random (Kelompok
A, B, C) masing-masing kelompok sebanyak 10 orang, yaitu kelompok A melakukan latihan konsentrik, kelompok B melakukan latihan eksentrik dan kelompok C melakukan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik. Dosis latihan kekuatan otot adalah 3 set, 8-12 RM, latihan daya ledak otot 3 set, 12-15 RM dan latihan daya tahan otot 3 set, 15-20 RM, 3x/minggu selama 6 minggu. Sebelum penelitian (hari ke - 1) dan pada 24 jam setelah hari terakhir latihan setelah 6 minggu kegiatan latihan berakhir (hari ke
- – 43) dilakukan pengukuran kadar kreatinfosfokinase (CPK) (u/l). Pengukuran kadar serum kreatinfosfokinase dilakukan oleh Laboratorium Diagnostik Prodia Wastukencana Bandung. Teknik pengolahan data menggunakan uji-t berpasangan (independent) selanjutnya dilakukan uji Duncan (uji F)
(p ≤0,05) untuk mengetahui efek perlakuan yang terbesar pada kelompok subjek penelitian.
C. PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang efektivitas latihan beban terhadap kadar serum kreatinfosfokinasi didapatkan pada kelompok A (diberikan latihan konsentrik) beda pre dan post test sebesar 58,9 (tanda negatif) menunjukkan adanya penurunan kadar kreatinfosfokinase setelah diberikan latihan konsentrik pada subjek penelitian. Kelompok B (melakukan latihan eksentrik) beda pre dan post test sebesar 54,2 (tanda positif) menunjukkan adanya peningkatan kadar kreatinfosfokinase setelah melakukan latihan eksentrik pada subjek penelitian. Kelompok C (melakukan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik) beda pre dan post test 6,0 (tanda negatif) menunjukkan adanya penurunan kadar kreatinfosfokinase setelah melakukan latihan gabungan pada subjek penelitian. Dari hasil analisis uji F (p<0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan pengaruh pemberian latihan konsentrik dengan eksentrik terhadap kadar kreatinfosfokinase (p=0,440). Walaupun dari hasil analisis uji statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar kelompok, namun ditemukan ada kecenderungan peningkatan kadar serum kreatinfosfokinase lebih besar yaitu sebesar 19,2% pada kelompok B (kelompok yang melakukan latihan eksentrik). Adanya peningkatan kadar kreatinfosfokinase di dalam sirkulasi darah setelah mengikuti latihan eksentrik terjadi karena di dalam latihan beban terutama
B. METODOLOGI PENELITIAN
dengan lebih banyak gerakan-gerakan eksentrik dapat beresiko terjadinya cedera otot yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar kreatinfosfokinase di dalam sirkulasi darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Frank
C. Mooren yang menyebutkan bahwa Latihan yang dapat menyebakan kerusakan pada serat otot terutama latihan dengan intensitas berat, latihan ketahanan dan juga termasuk kontraksi eksentrik. Latihan eksentrik dapat menyebabkan stres mekanika terhadap serabut otot yang digunakan pada jenis latihan tersebut. Ambang rangsang terhadap perubahan struktur sitoskeleton tergantung dari tingkat stimulus yang diberikan. Stimulus submaksimal biasanya berpengaruh terhadap reorganisasi struktur, sedangkan stimulus supramaksimal seringkali menyebabkan ruptur jaringan sitoskeleton.
Adanya kerusakan dan cedera otot setelah melakukan latihan eksentrik terjadi oleh karena dalam jenis latihan ini pada otot yang berkontraksi mengalami pemanjangan otot sedangkan otot tersebut juga aktif berkontraksi menahan beban agar beban tidak jatuh. jenis latihan ini memberikan tegangan yang lebih tinggi terhadap otot dibanding jenis latihan konsentrik. Adanya cedera otot ini dibuktikan dengan pendapat Frank C. Mooren yang menyatakan bahwa adanya perubahan intraseluler akibat regangan berlebih dan ruptur sarkomer pada permulaan terjadinya cedera otot. Hancurnya sitoskeleton terutama jaringan filamen intermediet desmin pada sesaat setelah latihan eksentrik. Adanya ruptur
desmin ini bisa berdampak berkurangnya
jumlah lempeng Z sebagai unit sarkomer otot.
Hal ini sesuai denga pendapat para ahli yang menyatakan bahwa latihan gerakan eksentrik ini memiliki pengaruh terhadap perubahan tonus otot lebih besar di banding latihan isometrik maupun latihan konsentrik (Chen Tc 2009). hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan hasil sebaliknya yaitu adanya penurunan kadar kreatinfosfokinase setelah melakukan latihan konsentrik (299,1±189,9 vs 240,2±92,2) dan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik (217,4±154,8 vs 211,4±277,7). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa latihan konsentrik dan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik lebih kecil terhadap pengeluaran kreatinfosfokinase. Hal ini menunjukkan bahwa pada latihan konsentrik dan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik memiliki resiko lebih kecil terjadinya cedera otot oleh karena kadar kreatinfosfokinase ini dipakai sebagai parameter terhadap kerusakan atau cedera otot.
Namun hasil analisis statistik uji F menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok subjek penelitian terhadap peningkatan kadar kreatinfosfokinase (p=0,440). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena kadar serum total kreatinfosfokinase dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, tingkat aktivitas, konsumsi jenis makanan tertentu, masa otot penyusun tubuh dan iklim. Kemudian kadar kreatinfosfokinase bisa lebih besar pada atlet dibandingkan dengan non atlet. Hal ini disebabkan adanya faktor latihan yang dilakukan secara reguler pada seorang atlet. Kemudian aktivitas olahraga yang dilakukan di saat cuaca dingin dapat menyebabkan adanya peningkatan kadar serum kreatinfosfokinase, hal ini berdasarkan perbandingan dengan orang yang melakukan latihan standar dalam cuaca hangat (Paolo Branchhio 2007).
Selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran kadar kreatinfosfokinase sesudah melakukan olahraga adalah durasi dan beratnya intensitas latihan. Pada atlet yang melakukan olahraga dengan durasi lama dan intensitas berat seperti pada olahraga lari marathon jarak jauh, triatlon, angkat besi, kemudian termasuk latihan eksentrik seperti berlari menuruni bukit akan dapat menyebabkan peningkatan kadar serum kreatinfosfokinase. Pendapat Paola Brancaccio menyebutkan bahwa kadar kreatinfosfokinase bisa tidak mengalami peningkatan yang signifikan(persisten) pada seseorang yang melakukan latihan olahraga secara teratur atau seseorang yang terlatih setelah dibandingkan dengan orang tak terlatih. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya proses adaptasi tubuh pada seseorang yang melakukan latihan secara teratur. Hal ini bisa menjelaskan kemungkinan tidak adanya perbedaan pengaruh latihan konsentrik dengan eksentrik terhadap kadar kreatinfosfokinase pada mahasiswa keolahragaan FPOK dikarenakan para mahasiswa keolahragaan FPOK telah terlatih dan melakukan kegiatan olahraga yang teratur.
SIMPULAN DAN SARAN
\
D.
Tidak terdapat perbedaan pengaruh latihan konsentrik, latihan eksentrik dan latihan gabungan konsentrik dengan eksentrik dalam meningkatkan kadar kreatinfosfokinase pada mahasiswa keolahragaan FPOK UPI. Hendaknya Para pelatih dapat menerapkan program pemeriksaan kadar serum kreatinfosfokinase secara teratur kepda para atlet untuk menghindari terjadinya cedera dan kerusakan jaringan otot.
DAFTAR PUSTAKA
Bompa, Tudor. 1999. Theory and methodology of training. USA: Kendal Hunt Publishing.
Chen Tc. 2009. The effects of repeated maximal voluntary isokinetic eccentric exercise on recovery from muscle damage [diunduh 29 Nopember 2015]. http: pubmed.central.nih.gov. Frank C. Mooren. 2007. Molecular
Exercise Physiology. USA: Lippincoat. George
A. Brooks. 1985. exercise physiology; Human Bioenergetics And Its Aplication. London: Mcmilan Publishing Company. Kadar Kreatinfosfokinase (u/l) Kelompok Statistik Uji F Nilai p Latihan Konsentrik Latihan Eksentrik Latihan Gabungan Konsentrik & Eksentrik (n=10) (n=10) (n=10) Pre test 299,1 (189,9) 281,7 (178,4) 217,4 (154,8) Post test 240,2 (92,2) 335,9 (257,9) 211,4 (277,7) 0,852 0,438 t-paired -1,181 0,652 -0,136 P 0,268 0,531 0,895 Beda pre & post test -58,9 54,2 -6,0 0,845 0,440 Persentase peningkatan -19,7 19,2 -2,8 Kesimpulan a a a Harsono. 1988. Coaching dan Aspek- Aspek Psikologis Dalam Coaching.
Bandung: CV tambaka Kusuma Mc. Ardle, WD Katch. 2001. Exercise
Physiology, Energy And Nutrion And Human Ferformance, Baltimore: William and Wilkin Paola Brancaccio. 2007.
Kreatinfosfokinase monitoring in sport medicine. British medical publication.Oxford: departemnt sport medicine Oxford University
Richard J. Bloomer. 2007. Prior exercise and antioxidant supplementation: effect on oxidative stress and muscle injury. Journal of international society and sport nutritional. [diunduh 30 Juni 2015]. http: pubmed.central.nih.gov. Sherwood, Fisiologi Manusia, Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran EGC; 2007