HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DAN OLAH RAGA DENGAN BERAT BADAN LEBIH PADA MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT STIKES ACHMAD YANI CIMAHI Agus Riyanto
HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DAN OLAH RAGA DENGAN BERAT BADAN LEBIH
PADA MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT STIKES ACHMAD YANI CIMAHI
1 Agus Riyanto , Mona Megasari²¹Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi
²Sikes Budi Luhur Cimahi
Prodi Kesehatan Masyarakat (S1)
ABSTRAK
Prevalensi berat badan lebih atau obesitas meningkat cepat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang, obesitas sudah menjadi masalah serius dalam kesehatan, dan diperkirakan menjadi penyebab kelima utama kematian di tingkat global. Faktor utama terjadinya berat badan lebih adalah gaya hidup, terutama kebiasaan makan dan pola aktivitas (olah raga). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan dan olah raga dengan berat badan lebih pada mahasiswa kesehatan masyarakat di Stikes A Yani Cimahi. Jenis penelitian ini cross sectional, instrumen yang digunakan adalah timbangan berat badan, microtoise, dan kuesioner. Sampel penelitian ini sebanyak 405 mahasiswa Stikes A.Yani Cimahi. Analisis data dilakukan dengan univariat dan análisis bivariat (uji anova). Hasil penelitian didapatkan bahwa variabel independen yang berhubungan signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah frekuensi makan (p=0,019), kebiasaan makan gorengan (p=0,014), dan kebiasaan merokok (p=0,004). Sedangkan variabel independen yang tidak berhubungan signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah keteraturan makan, kebiasaan makan pagi, kebiasaan makan snack, kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran, kebiasaan makan buah, kebiasaan makan dengan keluarga, persepsi gizi seimbang, dan riwayat minum alkohol) Kesimulan dan saran supaya mahasiswa dan masyarakat dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terjadinya berat badan lebih dengan cara pembatasan asupan energi (diit rendah energi) dan peningkatan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik atau olah raga, menghindari makan gorengan, mencegah kehilangan massa otot selama penurunan berat badan, mempertahankan penurunan berat badan, melakukan program tidak merokok perlu dilakukan dalam rangka menurunkan risiko penyakit akibat berat badan lebih.
Kata kunci: Berat badan lebih, indek masa tubuh, kebiasaan makan, dan olah raga penurunan berat badan.
ABSTRACT
The prevalence of overweight or obesity is being increase exponentially in worldwide, both in modern
countries and in developing countries, obesity has become a serious problem in health, and it has been
predicted to be the fifth main cause of death in a global level of the disease. The main factor of the
overweight is lifestyle, especially both of eating and sports habit. This research aims to identify the
correlation of eating and sports habits with overweight on the Students of Community Health at Jendral
Ahmad Yani Cimahi Institute of Health Sciences. A kind of this research is cross sectional method,
the instrument used is the scale, microtoise, and questionnaires. The samples in this research were as
many as 405 students on Jendral Ahmad Yani Cimahi Institute of Health Sciences. Data Analysis was
done by using univariat and bivariat analysis (anova test). Based on the research results were obtained
that independent variable correlated with a significant toward period of student body index were meal
frequency (p = 0,019), eating habit of fried meals (p = 0,014), and smoking habit (p = 0,004). While
the independent variable unaffiliated significant by the index body of students were regularity eat of
meals, customs of having breakfast, snack eating habits, eating habit of green, red or yellow vegetables,
fruit eating habit, the habit of eating with the family, perception of nutrition balanced, the history of
drinking alcohol, and habits of sports. Conclusion and recommendation that students and community
will be able to do the prevention and treatment of overweight by means of restrictions energy intake
(low energy diet) and the increase in expenditure of energy through physical activity or sports, avoiding
to eat of fried meals, prevent loss of muscle mass during weight loss process, maintain weight loss,
conducting the program not to smoke in order to make lower risk of the disease due to the overweight.
Keywords : Overweight, period body index, eating habit, and sport habit.A. PENDAHULUAN
Prevalensi obesitas meningkat cepat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang, obesitas sudah menjadi masalah serius dalam kesehatan, diperkirakan menjadi penyebab kelima utama kematian di tingkat global. Menurut WHO (2000) kegemukan atau obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adipose. Obesitas terjadi jika ada ketidakseimbangan antara tinggi badan, berat badan, dan umur seseorang Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) kegemukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu; kegemukan tingkat ringan (over weight) dan kegemukan tingkat berat (obesitas) (Depkes RI, 2003).
Kegemukan tidak hanya didihubungkan dengan penyakit fisik, namun juga dengan masalah kejiwaan, ditinjau dari segi psikososial kegemukan merupakan beban bagi yang bersangkutan karena dapat menghambat kegiatan jasmani, sosial, dan psikologis. Prevalensi obesitas meningkat secara substansial dalam tiga dekade terakhir, diperkirakan akan lebih meningkat pada tahun- tahun mendatang. Peningkatan prevalensi obesitas, terutama obesitas sentral berdampak pada munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti sindrom metabolik, aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2, batu empedu, gangguan fungsi pulmonal, hipertensi dan dyslipidemia. (Soegih,2009).
Kondisi tersebut menyebabkan obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan gizi masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kegemukan banyak ditemukan baik di negara maju maupun di negara berkembang, dan menyerang baik anak-anak maupun orang dewasa. Adanya peningkatan jumlah penduduk yang menderita kegemukan di seluruh dunia, maka masalah kegemukan kini merupakan masalah global, WHO 1998 menyebutnya sebagai wabah global (the global epidemic ) (Mark, 2013).
WHO memperkirakan di dunia ada sekitar 1.6 milyar orang dewasa berumur 15 tahun kelebihan berat dan setidak-tidaknya sebanyak 400 juta orang dewasa obesitas pada tahun 2005, dan diperkirakan lebih dari 700 juta orang dewasa akan obesitas pada tahun 2015 (WHO 2000). Data di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa 8.8% orang dewasa berumur 15 tahun overweight dan 10.3% obesitas dan prevalensi obesitas sentral sebesar 18.8%. Berdasarkan Riskesdas 2013 di Indonesia persentase berat badan lebih menurut
IMT 13,5% dan obesitas 15,4%, di Jawa Barat obesitas pada laki-laki sekitar 20% dan perempuan sekitar 30%.
Menurut Soeharto, dalam Aditya (2008) penyebab kegemukan antara lain adalah kelebihan makanan, kekurangan aktivitas fisik, dan kemudahan hidup, faktor psikologis dan genetik. Faktor penyebab kegemukan pada hakikatnya derajat lemak tubuh (IMT) merupakan cerminan dari interaksi perkembangan, lingkungan dan genetik. Peranan genetik dalam kejadian kegemukan terbukti dari adanya resiko kegemukan sekitar dua sampai tiga kali lebih tinggi pada individu dengan riwayat keluarga kegemukan dan meningkat sesuai dengan beratnya kegemukan. Menurut penilitian epidemiologi di Eropa, faktor lingkungan yang mempengaruhi kegemukan pada penduduk adalah faktor demografi, faktor sosiokultural, faktor biologi, faktor perilaku.
Melihat risiko dari obesitas, maka upaya pencegahan dan pengobatan obesitas menjadi tantangan yang dihadapi kesehatan masyarakat. Pencegahan dan pengobatan obesitas sebagian besar dapat dicegah melalui perubahan gaya hidup, terutama pola makan dan pola aktivitas. Upaya pencegahan dan pengobatan dini dapat dilakukan dengan pembatasan asupan energi (diit rendah energi) dan peningkatan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik (Astrup, 2005; Wadden et all, 2006).
Masalah berat badan atau kegemukan tiga kali lebih banyak dijumpai pada wanita, keadaan ini disebabkan metabolisme pada wanita lebih rendah dari pada laki-laki, hal ini merupakan masalah yang komplek dan cukup menarik bagi kaum wanita khususnya bagi remaja putri, karena pada saat remaja, B.
Jenis penelitian ini cross sectional, penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai September 2015, instrumen yang digunakan adalah timbangan berat badan, microtoise, dan kuesioner. Sampel penelitian ini sebanyak 405 mahasiswa Stikes A.Yani Cimahi. Analisis data dilakukan dengan univariat dan análisis bivariat (uji anova). kaum wanita lebih peduli terhadap berat badan, dengan berat badan yang ideal akan lebih percaya diri, sehingga tingkat kecemasan mengenai berat badan terlebih kegemukan pada remaja putri cenderung lebih terjadi (Aditya 2008).
Dari studi pendahuluan yang penulis lakukan pada mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan cara wawancara terhadap 10 orang mahasiswa yang mengalami kegemukan dan obesitas pada bulan Januari, didapatkan bahwa 7 orang mengatakan sering makan dan jarang melakukan olah raga, mereka merasa tidak percaya diri, minder, dan cemas terutama berhadapan dengan teman sebaya yang berat badannya jauh lebih ideal dibanding dirinya, 2 orang mengatakan biasa saja dan 1 orang mengatakan lebih percaya diri. Berdasarkan fenomena diatas tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan kebiasaan makan dan olah raga dengan berat badan lebih pada mahasiswa kesehatan masyarakat di Stikes A Yani Cimahi.
METODE PENELITIAN
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang bersidia menjadi responden, mahasiswa ada saat dilakukan penelitian, responden dalam keadaan sehat. Sedangkan kriteria eksklusi adalah mahssiswa yang absen pada saat penelitian dilaksanakan, dan mahasiswa yang tidak mengembalikan kuesioner. Peneliti mengumpulkan data dengan teknik pengukuran dan pengajuan pertanyaan melalui kuesioner. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data berat badan lebih dengan melalui pengukuran antropometri dengan mengukur berat badan dengan timbangan injak (digital) dan tinggi badan dengan microtoise yang akan dibantu oleh numerator lima orang, kemudian nantinya dikonversikan kedalam IMT (indeks massa tubuh), pengajuan pertanyaan melalui kuesioner dilakukan untuk variabel kebiasaan makan, olah raga, dan data karakteristik responden.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Mahasiswa IKM Stikes A.Yani Cimahi
TNI/POLRI 3.
95
2,0 2,2
20,2 Mahasiswa: 1.
PNS 2.
Wiraswasta 4. Swasta 5. Pedagang 6. Belum kerja
36
3
9
8,9 0,7 2,2
4 258
82 32,6
23,5 1,0
63,7 Tempat tinggal: 1.
Rumah 2. Kost 3. Asrama
236 150
19 58,3 37,0
4,7
8,4 23,7 10,9
9
Variabel Jumlah Persentase Umur: 1.
SMU 2. SMK 3. D3 4. MAN 140
Remaja 2. Muda 3. Dewasa
93 297
15 23,0 73,3
3,7 Jenis kelamin: 1.
Laki-laki 2. Perempuan
99 306
24,4 75,6
Latar belakang pendidikan: 1.
50 209
8
6 34,6 12,3 51,6
1,5 Pekerjaan orang tua: 1.
PNS 2.
Wiraswasta 4. Swasta 5. Pedagang 6. Petani 7. Mahasiswa sudah kerja
132
34
96
44
TNI/POLRI 3.
Status perkawinan: 1.
36 223 142
161
60
25 159
39,8 14,8
6,2 39,3
Frekuensi makan: 1.
Satu kali sehari 2. Dua kali sehari 3. Tiga kali sehari 4. Empat kali sehari
4 8,9
Kebiasaan makan pagi: 1.
55,1 35,1
1,0 Kebiasaan makan snack: 1.
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
188
81
35 101
46,1 20,0
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
76 19,3 62,0 18,8
Sudah 2. Belum
0,2 Berdasarkan tabel 4.1 hasil penelitian yang dilakukan terhadap 405 responden didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa berumur masih muda (20-30 tahun) yaitu 297 orang (73,3%), berjenis kelamin perempuan yaitu 306 orang (75,6%), berlatar belakang pendidikan D3 yaitu 209 (51,6%), pekerjaan orang tuanya PNS yaitu 132 orang (32,6%), mahasiswa banyak yang belum bekerja yaitu 258 orang (63,7%), bertempat tinggal di rumah yaitu 236 orang (58,3%), status perkawinan belum menikah yaitu 365 orang (90,1%), dan jumlah anggota keluarga 3-4 orang yaitu 228 orang (56,3%)
40 365
9,9 90,1
Jumlah anggota keluarga: 1.
1-2 orang 2. 3-4 3. 5-10 4. >10
29 228 147
1 7,2
56,3 36,3
Tabel 2 Gambaran Berat badan, Kebiasaan makan, dan Olah raga Mahasiswa IKM Stikes A.Yani Cimahi
78 251
Variabel Jumlah Persentase Berat badan mahasiswa: 1.
Kurus 2. Normal 3. Gemuk 4. Obesitas
59 264
58
24 14,6 65,2 14,3
5,9 Keteraturan makan: 1.
Selalu teratur 2. Kadang-kadang 3. Tidak teratur
8,6 24,9 Kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran:
1. Setiap hari 2.
83,0 Kebiasaan minum alcohol: 1.
39 359
5 0,5 9,6
88,6 1,2
Kebiasaan merokok: 1.
Saat ini merokok 2. Mantan perokok 3. Tidak pernah merokok
42
27 336
10,4 6,7
Sering 2. Jarang 3. Tidak pernah
4. Lain-lain
1
33 371
0,2 8,1
91,6 Kebiasaan olah raga: 1.
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
7
44 126 228
1,7 10,9 31,1 56,3
2
Terutama daging 2. Terutama sayuran 3. Daging, sayuran, dan beberapa jenis makanan
3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
110 158
61
76 27,2 39,0 15,1 18,8
Kebiasaan makan buah-buahan: 1.
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
63 159 110
73 15,6 39,3 27,2 18,0
Kebiasaan makan gorengan: 1.
63 105
Persepsi terhadap gizi seimbang: 1.
98 139
15,6 25,9 24,2 34,3
Kebiasaan makan bersama keluarga: 1.
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
119
59
64 163
29,4 14,6 15,8 40,2
Berdasarkan tabel 4.2 hasil penelitian yang dilakukan terhadap 405 responden didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai berat badan normal yaitu 264 orang (65,2%), kadang-kadang makan teratur yaitu 251 orang (62%), setiap hari makan pagi yaitu 161 orang (39,8%), frekuensi makan dua kali sehari yaitu 223 orang (55,1%), setiap hari makan snack yaitu 188 orang (46,1%), kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran 3-4 kali seminggu yaitu 158 orang (39%), kebiasaan makan buah-buahan 3-4 kali seminggu yaitu 159 orang (39,3%), jarang makan gorangan yaitu 139 orang (34,4%), jarang kebiasaan makan bersama keluarga 163 orang (40,2%), persepsi gizi seimbang adalah daging, sayuran dan beberapa jenis makanan yaitu 359 orang (88,6%), sebagian besar tidak merokok yaitu 336 orang (83%), sebagian besar tidak pernah minum alcohol yaitu 371 orang
(91,6%), dan sebagian besar jarang berolah raga yaitu 228 orang (56,3%)
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
3,9 3,5 3,2 5,1
0,422 Kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran:
3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
110 158
61
76 22,9 22,1 22,3 22,0
4,4 3,8 4,2 4,1
0,386 Kebiasaan makan buah-buahan: 1.
63 159 110
35 101
73 22,6 22,5 21,9 22,3
4,5 4,2 3,6 4,2
0,610 Kebiasaan makan gorengan: 1.
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
63 105
98 139
23,9 22,1 22,0 22,0
4,0 3,9 3,7 4,4
0,014
22,2 22,0 22,2 22,9
81
Tabel 3 Hubungan Kebiasaan makan dan Olah Raga dengan Berat Badan Lebih Mahasiswa
60
IKM Stikes A.Yani Cimahi
Variabel Jumlah Mean S.D p value Keteraturan makan: 1.
Selalu teratur 2. Kadang-kadang 3. Tidak teratur
78 251
76 23,3 22,1 22,3
4,6 3,9 4,0
0,068 Kebiasaan makan pagi: 1.
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
161
25 159
188
22,2 22,1 21,9 22,6
4,3 3,0 3,2 4,4
0,812 Frekuensi makan: 1.
Satu kali sehari 2. Dua kali sehari 3. Tiga kali sehari 4. Empat kali sehari
36 223 142
4 23,6 22,6 21,8 18,8
4,8 4,1 3,7 3,0
0,019 Kebiasaan makan snack: 1.
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
1. Setiap hari 2.
Kebiasaan makan bersama keluarga: 1.
5,1 3,4 3,9
Berat badan lebih berhubungan dengan kelebihan lemak tubuh, berat badan lebih biasanya didefinisikan sebagai kelebihan berat lebih dari 120% berat badan ideal. Kesulitan dalam memperoleh pengukuran lemak tubuh yang akurat dalam populasi menyebabkan ukuran tinggi dan berat badan telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan. Berat badan lebih saat ini didefinisikan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT).
0,383 Berdasarkan tabel 4.3 hasil penelitian yang dilakukan terhadap 405 responden didapatkan bahwa variabel independen yang berhubungan signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah frekuensi makan (p=0,019), kebiasaan makan gorengan (p=0,014), dan kebiasaan merokok (p=0,004). Sedangkan variabel independen yang tidak berhubungan signifikan dengan masa indek tubuh mahasiswa adalah keteraturan makan, kebiasaan makan pagi, kebiasaan makan snack, kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran, kebiasaan makan buah, kebiasaan makan dengan keluarga, persepsi gizi seimbang, dan riwayat minum alkohol)
3,0 4,7 3,5 4,3
21,5 23,3 22,1 22,3
44 126 228
7
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
0,528 Kebiasaan olah raga: 1.
4,2 4,1
26,9 22,5 22,3
33 371
1
Sering 2. Jarang 3. Tidak pernah
0,004 Kebiasaan minum alcohol: 1.
24,3 22,4 22,1
Setiap hari 2. 3-4 kali seminggu 3. 1-2 kali seminggu 4. Jarang
Terutama daging 2. Terutama sayuran 3. Daging, sayuran, dan beberapa jenis makanan 4. Lain-lain
119
59
64 163
22,5 22,7 23,0 21,8
4,3 3,9 4,1 4,0
0,132 Persepsi terhadap gizi seimbang: 1.
2
27 336
39 359
5 25,9 23,2 22,2 21,4
3,0 3,6 4,2 2,7
0,312 Kebiasaan merokok: 1.
Saat ini merokok 2. Mantan perokok 3. Tidak pernah merokok
42
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya berat badan lebih, pada masa anak- anak dari orang tua berat badan lebih cenderung berisiko 3-8 kali menjadi berat badan lebih dibandingkan dari orang tua dengan berat badan normal, walaupun mereka tidak dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Pengaruh keluarga (misal penggunaan makanan sebagai hadiah, tidak boleh makan makanan pencuci mulut sebelum semua makanan di piring habis) membantu pengembangan kebiasaan makan yang dapat menyebabkan berat badan lebih.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa frekuensi makan sehari-hari berhubungan signifikan dengan berat badan lebih (p=0,019). Dalam penelitian ini terlihat bahwa mahasiswa yang frekuensinya makan pokoknya (nasi) hanya satu kali perhari rata- rata IMTnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang frekuensi makannya lebih dari satu kali, hal ini dapat terjadi karena walaupun mahasiswa makan utamanya (pokok) satu kali sehari tetapi dengan jumlah yang banyak dan selain makan utama ditambah sering makan makanan ringan (ngemil), maka mahasiswa dapat mengalami kelebihan berat badan.
Makan berlebihan dapat terjadi sebagai respon terhadap kesepian, berduka, atau depresi, dan merupakan respon terhadap rangsangan dari luar seperti iklan makanan atau kenyataan bahwa ini adalah waktu makan. Energi yang dikeluarkan menurun dengan bertambahnya umur, dan ini sering menyebabkan peningkatan berat badan pada usia pertengahan; pada beberapa contoh, kelainan endokrin seperti hipotiroidi bertanggung jawab untuk terjadinya berat badan lebih. Apapun penyebab dasarnya, faktor etiologi primer dari berat badan lebih adalah konsumsi kalori yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengobati kejadian kelebihan berat badan salah satunya dengan cara olah raga atau aktifitas fisik. Berdasarkan hasil penelitian Riyanto (2014) didapatkan bahwa ada perbedaan yang bermakna rata-rata berat badan mahasiswa obesitas sebelum dan setelah terapi olah raga (p value= 0,025) dan ada perbedaan yang bermakna rata-rata berat badan mahasiswa over weight sebelum dan setelah terapi olah raga (p value=0,033).
Olah raga atau aktivitas fisik yang dimaksud adalah aktivitas yang melibatkan gerakan yang banyak dari otot-otot besar yaitu dengan melakukan olahraga, dengan demikian akan mampu mempromosikan kehilangan lemak sambil mempertahankan massa otot. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, peserta diit harus melakukan olahraga sedikitnya 3 kali dalam seminggu, menggunakan sedikitnya 300 kkal setiap kali berolahraga, atau 4 hari per minggu yang membakar 200 kkal (Moore, 1997).
Selain dengan olahraga, seseorang dapat meningkatkan energi yang dikeluarkan selama aktivitas sehari-hari. Sebagai contoh seseorang dapat memarkir kendaraan lebih jauh dari tempat berbelanja, berjalan kaki daripada berkendaraan bila memungkinkan, menggunakan segala sesuatu secara manual daripada menggunakan alat dengan tenaga listrik, dan menggunakan tangga daripada eskalator atau elevator (Moore, 1997).
Cara kedua yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan adalah diit rendah energy. Diit ini berdasarkan pada makanan yang biasa dipilih dari semua kelompok makanan, meskipun kalori rendah, tetapi cukup semua zat gizi.Diit ini adalah pilihan terbaik pada individu dengan berat badan kurang dari 30% dari kelebihan berat dan diijinkan kehilangan sekitar 0.5
- –1 kg per minggu. Satu kilogram lemak tubuh sama dengan sekitar 7000 kkal.
Berat badan lebih yang berat tidak hanya mengandung lemak lebih banyak tetapi juga massa otot yang lebih besar dibandingkan individu yang kurang gemuk. Akibatnya obesitas ringan akan kehilangan lebih banyak massa otot selama pembatasan kalori dibandingkan orang dengan obesitas berat (Moore, 1997).
Hasil penelitian ini terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan gorengan mahasiswa dengan kejadian berat badan lebih (p=0,014). Mahasiswa yang sering makan gorengan rata-rata IMTnya lebih tinggi dibandingkan dengan makasiswa yang jarang makan gorengan. Berdasarkan hasil penelitian ini membuktikan bahwa perluanya diet pada mahasiswa untuk mencegah terjadinya berat badan dan menurunkan berat badan mahasiswa yang mengalami kelebihan berat badan.
Gorengan juga merupakan makanan yang bisa menyebabkan kegemukan karena kandungan minyak yang terdapat pada gorengan mengandung banyak lemak yang bisa mempercepat meningkatnya berat badan. Gorengan merupakan salah satu makanan yang paling populer di masyarakat Indonesia dan paling digemari. Karena rasanya yang cukup enak dan hampir di setiap warung menyediakan camilan gorengan. Gorengan biasanya terbuat dari bahan-bahan yang menyehatkan, seperti pisang, tempe, tahu dan lainnya. Namun, gorengan tentunya juga membutuhkan minyak untuk menggoreng, minyak ini sebenarnya mengandung kalori tinggi, bahkan dalam satu sendok minyak saja bisa mengandung lemak murni sebanyak 13,6 gram dan 117 kalori.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok mahasiswa dengan kejadian berat badan lebih (p=0,004). Mahasiswa yang mempunyai kebiasaan merokok terlihat rata-rata IMTnya lebih tingi dibandingkan mahasiswa yang tidak mempunyai kebiasaan merokok. Upaya pengobatan obesitas perlu dilakukan dalam rangka menurunkan risiko penyakit akibat obesitas, pengobatan obesitas dilakukan setelah melalui tahapan penilaian fisik (physical
assessment ), evaluasi psikososial (phsycosocial evaluation ), penilaian kebiasaan makan dan
aktivitas (assessment of eating and activity
habits ), kesiapan penurunan berat badan
(weight loss readiness ) dan pemilihan pengobatan (selecting treatment).
Penelitian Benjamin Bikman (2014) dari Brigham Young University membuktikan bahwa asap rokok saja bisa bikin gemuk. Hal ini karena orang-orang yang berada di lingkungan perokok terutama anak-anak, selain berisiko peningkatan masalah kardiovaskular, mereka juga cenderung obesitas. Penelitian yang mengujicoba tikus ini cukup menarik, dimana tikus dimasukkan ke dalam wadah kemudian diberi asap rokok. Setelah itu, peneliti mencatat perkembangan metabolismenya. Tikus yang terpapar asap rokok mengalami kenaikan berat badan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa asap memicu perubahan dalam mitokondria sel, mengganggu fungsi normal sel dan menghambat kemampuan sel untuk merespon insulin. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa asap rokok mengubah sensitivitas sistemik tubuh terhadap insulin. Masalahnya, sekali seseorang menjadi resisten insulin, tubuh mereka akan membutuhkan lebih banyak insulin.
Pengobatan obesitas dilakukan melalui intervensi diit rendah energi (low energy diet), aktivitas fisik (physical activity) untuk mengontrol berat badan, terapi perilaku (behavior activity ), pengobatan secara farmakologi (pharmacologic treatment), dan pengobatan bedah (surgical treatment ). Indikator keberhasilan pengobatan obesitas dapat dikaji melalui pengukuran indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, lemak subkutan.
Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya berat badan lebih, tentunya penderita berat badan lebih dapat memperkirakan apa yang yang terjadi dengan dirinya. Dengan demikian, dapat diambil langkah antisipasi untuk pencegahannya. Bagaimanapun juga, berat badan lebih secara estetika dan penampilan memang sangat mengganggu, terutama bagi perempuan, terlebih bagi mereka yang berkecimpung di dunia kecantikan dan glamour, seperti artis, model, bintang iklan, dan lain-lain.
Penyebab terjadinya berat badan lebih secara faktual adalah asupan energi yang melebihi kebutuhan atau pemakaian energi yang kurang. Misalnya, kelebihan asupan mencapai 50 kkl/hari atau kurang dari sepotong roti/hari, dalam satu tahun kenaikan berat badan dapat mencapai 5 kg. Kalau kelebihannya mencapai 500 kkl/hari atau sekitar satu piring nasi beserta lauknya, maka dalam satu tahun akan terjadi kenaikan berat badan sekitar 50 kg. Asupan energi yang berlebihan tersebut dapat merupakan kelebihan energi yang menetap atau disertai pemakaian energi yang berkurang atau kombinasi keduanya (Suandi, 2010)
Disamping itu terdapat berbagai faktor yang merupakan predisposisi untuk terjadinya berat badan lebih misalnya; faktor herediter, kecendrungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Kalau salah satu orang tua yang mempunyai berat badan lebih maka anaknya mempunyai resiko 30%-40% terjadi berat badan lebih pada usia dewasa, sedangkan kalau kedua orang tua mengalami berat badan lebih maka resikonya meningkat menjadi 70%-80%. (Suandi, 2010).
Disamping itu juga ternyata terdapat faktor yang ada di lapangan salah satunya tidak tersedianya kantin atau warung yang menyediakan makanan yang baik dan bergizi seimbang, malah lebih banyak makanan yang mengandung lemak-lemak (goreng-gorengan, seblak dll). Selain itu juga yang paling banyak menjadi salah satu faktor tingginya tingkat berat badan lebih adalah kurang nya perhatian orang tua tentang makanan yang dimakan oleh anaknya karena faktor kesibukan orang tua, salah santu contoh adalah tidak tersedianya sarapan pagi di rumah, dan itu lebih cenderung mereka membeli makanan yang ada di luar.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian mengenai hubungan kebiasaan makan dan olah raga dengan berat badan lebih pada mahasiswa program ilmu kesehatan masyarakat, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Tidak ada hubungan yang signifikan keteraturan makan dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,068) 2. Tidak ada hubungan yang signifikan kebiasaan makan pagi dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,812) 3. Ada hubungan yang signifikan frekuensi makan dengan obesitas pada mahasiswa di
Stikes A Yani Cimahi (p=0,019) 4. Tidak ada hubungan yang signifikan kebiasaan makan snack dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,422) 5. Tidak ada hubungan yang signifikan kebiasaan makan makanan hijau, berwarna merah atau kuning sayuran dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,386) 6. Tidak ada hubungan yang signifikan kebiasaan makan buah dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,610) 7. Ada hubungan yang signifikan kebiasaan makan gorengan dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,014) 8. Tidak ada hubungan yang signifikan kebiasaan makan bersama keluarga dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,132) 9. Tidak ada hubungan yang signifikan persepsi gizi seimbang dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,312) 10. Ada hubungan yang signifikan riwayat merokok dengan keluarga dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,004) 11. Tidak ada hubungan yang signifikan riwayat minum alkohol dengan keluarga dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,528) 12. Tidak ada hubungan yang signifikan kebiasaan olah raga dengan obesitas pada mahasiswa di Stikes A Yani Cimahi (p=0,383)
SARAN 1.
Mahasiswa dan masyarakat dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terjadinya berat badan lebih dengan cara perubahan gaya hidup, terutama pola makan dan pola aktivitas. Upaya pencegahan dan pengobatan ini dapat dilakukan dengan pembatasan asupan energi (diit rendah energi) dan peningkatan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik atau olah raga.
2. Mahasiswa dapat menurunkan berat badan mencapai berat badan antara 20% berat badan ideal, dengan mengembangkan kebiasaan makan yang lebih sehat, menghindari makan gorengan, mencegah 3.
Mahasiswa melakukan program tidak kehilangan massa otot selama penurunan merokok perlu dilakukan dalam rangka berat badan, mempertahankan penurunan menurunkan risiko penyakit akibat berat berat badan. badan lebih.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, A (2008). Angka Kejadian Mumpuni, (2010). Bahaya Akibat
Kegemukan di Jawa Barat . Jakarta : Kegemukan . Edisi Kedua. Jakarta : Rineka Cipta. Salemba Medika.
Anderson, (2008). Kegemukan dan Muhammad, A. (2009). Memahami bahaya
. Jakarta: Familia . Jogjakarta: power kecemasan serangan jantung Medika. books.Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian National Institutes of Health/National Heart
Suatu Pendekatan Praktik .Jakarta : and Blood Institute (1998): Clinical Rineka Cipta. Guidelines on the identification,
Arsyad, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. evaluation, and treatment of
Jakarta : FKUI overweight and obesity in adults . TheDariyo, A (2004). Psikologi Perkembangan Evidence Report 1998, 4083:1-
Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia 228[http://www.nhlbi.nih.gov/guideliFirmansyah, A. (2013). Kelebihan berat nes/obesity/ob_gdlns.pdf], (accessed
badan dan Kegemukan . Jakarta: April 1, 2015).Familia Medika. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Hidayat, A. (2007). Riset Keperawatan dan Penelitian Kesehatan . Jakarta
Teknik Penulisan Ilmiah .Edisi Kedua. :Rineka Cipta.Jakarta : Salemba Medika. Nugraha. (2009). Obesitas Permasalahan
Moayeri, H., Bidad, et al.(2006). Overweight . Jakarta : Sagung
dan Terapi Praktis Seto. and obesity and their associated factors in adolescents in Tehran , Iran, Nursalam. (2003). Metodologi Penelitian 2004 Ilmu Keperawatan . Edisi 3. Jakarta :- –2005.European Journal of Pediatrics , 165, 489 Salemba Medika.
- –493.
Mohammadpour-Ahranjani, B., et al. (2004). Patrick, K., et al.(2004). Diet, physical
Prevalence of overweight and obesity activity, and sedentary behaviors as
- – in adolescent Tehrani students, 2000 risk factors for overweightin
: an epidemic health problem. .Archives of Pediatrics 2001 adolescence
Public Health Nutrition , 7(5),645 and Adolescent Medicine , 158,385 648.
- – –
390.
Mozaffari, H., &Nabaei, B. (2007). Obesity Rankin, D., et al (2010). Dietary assessment
and related risk factors .Indian methodology for adolescents.A Journal ofPediatrics , 74(3), 265 review of reproducibility and- –267.
Mullie, P., et al, (2006). Breakfast frequency validation studies .South African
and fruit and vegetable consumption Journal of Clinical Nutrition , (2),65 inBelgian adolescents.A cross- 23 –74. sectional study .Nutrition & Food Science, 36(5),315 –326.
21
- –487. Riyanto, A. (2010). Aplikasi Metodologi
Soegih, R. (2009). Obesitas permasalahan dan terapi praktis . Jakarta: Sagung Seto.
.The AmericanJournal of Clinical Nutrition , 84, 707
Wang, Y., & Zhang, Q. (2006).Are American children and adolescents of lowsocioeconomic status at increased risk of obesity? Changes in the associationbetween overweight and family income between 1971 and 2002
, 163 (4), 320 –327.
US Department of Agriculture, (2010)Dietary guideline Advisory Committee.2010 DGAC conclusion grading chart . US Department of Agriculture web site. Available at: http://nutritionevidencelibrary.gov/to pic.cfm?cat¼3210 . Updated 2010.Accessed Maret 20, 2015. Ventura, E.,et al. (2009). Reduction in risk factors for type 2 diabetes mellitus in response to a low-sugar, high-fiber dietary intervention in overweight Latino adolescents . Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine
Pew Research Center web site.Available at: ccessed April 15, 2015.
Teen and young adult internet use (2010).
Composition Monitor BF500 Instruction Manual [http://www.pro2move.nl/images/HB F500%20gebruiksaanwijzing.pdf], (accessed April 1, 2015 Shi, Z., et al. (2005). The sociodemographic correlates of nutritional status of school adolescents in Jiangsu Province, China . The Journal of Adolescent Health , 37, 313
Centersfor Disease Control and Prevention Web site. Available at: dc.gov/nchs/data/hestat/ obesity_child_07_08/obesity_child_0 7_08.htm .Updated 2010.Accessed April 15, 2015. Omron Healthcare Co Ltd (2010): Body
Ogden CL, Carroll M (2008). Prevalence of obesity among children and adolescents: United States trends 1963-1965 through 2007-2008 .
Penelitian Kesehatan . Yogyakarta : Nuha Medika.
Central European Journal of Medicine , 2(4),481
adolescents skip breakfast more than their non-obese and male peers .
- –716. World Health Organization (2000): Obesity:
- –322. STIKes A Yani (2014). Pedoman Penulisan dan Petunjuk Karya TulisIlmiah (KTI). Cimahi : Stikes A Yani Press Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Cetakan ke-15. Bandung : Alfabeta.
22 Rashidi, Aet al. (2007). Obese and female
preventing and managing the global epidemic . Report of a WHO consultation.World Health Organ Tech Rep Ser2000, 894:1- 253[http://whqlibdoc.who.int/trs/WH O_TRS_894.pdf], (accessedApril, 2015). WHO.(2014). WHO calls for stronger focus on adolescent health .<http://www.who.int./mediace ntre/news/releases/2014> Last accessed14.05.20.
23
24