View of HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINDAKAN BULLYING PADA ANAK KELAS 4 DAN 5 DI SDN RANCALOA BANDUNG TAHUN 2017

  

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINDAKAN BULLYING PADA

ANAK KELAS 4 DAN 5 DI SDN RANCALOA BANDUNG TAHUN 2017

1 2 3 Arafah Urfatania Ifa , Nunung Nurjanah , Chatarina Suryaningsih

Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi

   ABSTRAK

Bullying merupakan fenomena yang dianggap biasa terjadi disekolah. Pola asuh orang tua kemungkinan

  dapat mempengaruhi kerentanan anak melakukan tindakan bullying. KPAI mencatat dari tahun 2011 hingga 2014 terdapat 369 pengaduan terkait masalah bullying. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada anak kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan

  

cross sectional yaitu mempelajari hubungan antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada

  anak sekolah dasar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 4 dan kelas 5 di SDN Rancaloa Kota Bandung, dengan sampel sebanyak 83 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner pola asuh dan kuesioner tindakan bullying. Analisa data melalui dua tahapan, yaitu univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat adanya hubungan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total responden, pola asuh pada anak yaitu pola asuh demokratis sebanyak 26 anak (31,3%), dan anak yang melakukan tindakan bullying sebanyak 44 anak (53%), serta didapatkan 14 anak (53,8%) dengan pola asuh demokratis melakukan tindakan bullying. Berdasarkan pada nilai pengujian statistik dengan nilai p Value = 0,406, ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada anak kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Bandung. Peneliti menyarankan adanya kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua untuk memberikan pengawasan disekolah seperti dibuatnya program anti-bullying.

  Kata kunci : Anak usia sekolah, bullying, pola asuh orang tua

  

ABSTRACT

Bullying is a common phenomenon that happen in schools. Parenting styles is probably would affect a

child’s vulnerability to do bullying. KPAI records that from 2011 to 2014 there are 369 complaints

according to bullying issues. This study aims to determine the correlation between parenting styles with

the act of bullying in children grade 4 and 5 at Rancaloa Elementary School Bandung. This research

using analytical survey method with cross sectional approach which is studying about relation between

parenting styles with bullying action on elementary school children. The population on this research

were all students start from grade 4 and grade 5 at Rancaloa Elementary School Bandung, with 83

respondents. Sampling was done by using stratified random sampling technique with parenting styles

questionnaires and bullying action questionnaires as a method to collect data. The analysis divided into

two stages, they are univariate to see the frequency distribution and bivariate to see the correlation

using chi square test. The result of the research showed that from the total of all respondents, the

parenting style with democratic style consist of 26 children (31,3%), and the children who do the

bullying act are 44 children (53%), and 14 children (53,8%) with a democratic style and do bullying.

Based on the statistical test with the Value of p = 0,406. This means that there is no significant

correlation between parenting styles with bullying in children grade 4 and 5 at Rancaloa Elementary

School Bandung. Researcher suggest if there is existence of cooperation between the school and parents

to provide supervision in school such as anti-bullying program.

  Keyword : Bullying , parenting styles, school-aged children

  PENDAHULUAN

  Tahap perkembangan manusia dimulai dari tahap konsepsi dan terus berlanjut hingga akhir kehidupan. Salah satu tahapan perkembangan yang dilalui manusia adalah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak dimulai sejak usia satu tahun hingga usia dua puluh satu tahun yang dibagi menjadi tiga periode yaitu masa kanak-kanak awal (1-6tahun), pertengahan (6-12tahun), dan akhir (12- 21tahun) (Wong, 2009).

  Anak usia sekolah adalah anak dengan usia 6-12 tahun. Periode usia sekolah akan menjadi pengalaman inti anak karena anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, dalam hubungan dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain (Wong, 2009). Anak pada usia sekolah dasar umumnya memiliki karakteristik perilaku yang khas dan hanya ditemukan pada periode usia tersebut meliputi perilaku tidak jujur atau berbohong, perilaku curang, ketakutan, dan stress (Wong, 2009).

  Pada masa anak usia sekolah, terjadi pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam. Beberapa aspek dari pertumbuhan fisik yang terjadi diantaranya berat badan, tinggi badan, kerentanan terhadap penyakit, dan status kesehatan. Pada perkembangan dilihat dari beberapa aspek antara lain perkembangan kognitif yaitu kemampuan anak dalam penalaran berubah dari secara naluriah menjadi lebih logis dan rasional, perkembangan moral yang berkaitan dengan perkembangan kognitif anak, perkembangan emosional dan psikologis yang dipengaruhi oleh orang tua, teman sebaya, dan lingkunagn sekolah, perkembangan psikososial, serta perkembangan sosial (Latifah, 2012). Anak usia sekolah yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembanagan berpeluang memiliki konsep diri maladaptif, anak selalu harus merasa berkuasa, emosinya cepat meledak, kurang menunjukkan empati pada orang lain, dan melakukan tindakan agresif yang berdampak timbulnya perilaku kenakalan anak. masalah kenakalan anak itu biasanya terpusat pada 4 hal dasar yaitu, malas belajar, senang melanggar peraturan, putus sekolah, dan bullying (Latifah, 2012).

  Bullying dikarakteristikkan sebagai

  perilaku agresif baik fisik, verbal, dan relasional yang bersifat merusak dan dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang. Bullying dilakukan dengan tujuan untuk merugikan korbannya serta dapat disertai dengan adanya perbedaan atau ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban (Latifah, 2012). Aksi

  bully dapat terjadi dimana saja namun dalam

  kelompok usia anak-anak, biasanya terjadi di lingkungan rumah atau di sekolah. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku bullying adalah banyak anak-anak sekolah yang terseret menjadi bagian dari kelompok pelaku bullying untuk menghindar dari dijadikan korban (Meggit, 2013).

  Prevalensi bullying di sekolah yang terjadi di beberapa negara Asia, Amerika, dan Eropa diperkirakan sekitar 8-50% (Soedjatmiko, 2011). Selain itu, Telljohann (2003), menyatakan bahwa 11,3-49,8% bullying terjadi khususnya di sekolah dasar (SD). Di Indonesia, KPAI mencatat dari tahun 2011 hingga Agustus 2014, terdapat 369 pengaduan terkait masalah bullying (Diyantini, Yanti, & Lismawati, 2016). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakuakan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa selama periode tahun 2002-2005 telah terjadi 30 kasus bunuh diri yang menimpa korban bullying pada rentang usia 6-15 tahun (Latifah, 2012). Penelitian SEJIWA lainnya juga menyebutkan kejadian bullying di tiga kota besar di Indonesia yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, tercatat telah terjadi tindak bullying sebesar 66,1% pada tingkat SMA dan 41,2% pada tingkat SMP. Perilaku bullying merupakan masalah serius yang terjadi pada anak, hasil survey yang dilakukan oleh

  diketahui bahwa bullying termasuk kedalam 10 masalah kesehatan yang mengkhawatirkan pada anak (Davis, 2010). Masalah tersebut dikategorikan mengkhawatirkan karena mengingat tingginya angka kejadian bullying pada anak. menurut Baumeister & Kessler (1991 dalam Sari, 2010) tindakan bullying menempati peringkat pertama dalam daftar hal- hal yang menimbulkan ketakutan di sekolah. Hasil riset yang dilakukan oleh National

  Association of School Psychologist

  menunjukkan bahwa lebih dari 160.000 remaja di Amerika Serikat bolos sekolah setiap hari karena takut di bully.

  Bullying berdampak negatif bagi pelaku

  maupun korban, dampak yang dialami korban

  bullying antara lain merasa rendah diri sampai

  pada depresi, serta menimbulkan cemas dan insomnia. Sedangkan dampak pada anak yang melakukan bullying adalah pelaku bullying lebih beresiko mengalami depresi, terlibat dalam perilaku kriminal, kenakalan, dan penggunaan alkohol saat anak tersebut tumbuh dewasa (Latifah, 2012).

  Pelaku bullying biasanya memiliki latar belakang seperti penolakan oleh kelompok teman sebaya, isolasi sosial, kurangnya kehangatan didalam keluarga, dan penerapan disiplin yang tidak konsisten (Kurniawan, 2012). Perilaku bullying diakibatkan oleh ketidakberfungsian kondisi keluarga yang dialami oleh anak. Anak, khususnya yang sedang dalam masa pertumbuhan selalu mencontoh apa yang disaksikan, jika orang tua dan guru memperlakukan anak dengan keras, maka anak akan tercetak berkepribadian keras dan memungkinkan anak tersebut mempraktikannya dalam situasi bullying (Nusantara, 2008).

  Menurut Wahyuni (2011) faktor keluarga merupakan salah satu pemicu terjadinya tindakan bullying. Faktor interaksi dalam keluarga yang berperan penting dalam perkembangan psikososial anak adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak (Azizah, Hawanti, & Winarsih, 2016). Psikolog Wriswanto dari Jagadnita Counseling mengatakan bahwa salah satu penyebab seseorang menjadi pelaku bullying adalah orang tua yang terlalu memanjakan anaknya atau menerapkan pola asuh permisif.

C. S Mott Children’s Hospital

  Pola asuh permisif ini memberikan keleluasaan kepada anak sementara orang tua tidak terlibat didalamnya, dampaknya anak cenderung kurang memiliki kontrol diri sehingga anak sering melanggar norma serta kurang memiliki etika yang dapat membentuk perilaku dan karakter diri yang kurang stabil (Rahmawan, 2013). Atmosfer otoritarianisme adalah atmosfer yang akan terbentuk dalam keluarga tempat seorang anak pertama kali belajar hidup jika orang tua cenderung otoriter, dan akan menjadi kebiasaan sehari-hari bagi anak dan menciptakan sosok individu otoriter yang cenderung melakukan kekerasan, selain itu anak menjadi susah bergaul dengan anak lain akibat banyaknya perintah atau tuntutan dari orang tua (Kusumadewi, 2012).

  Peran orang tua dalam keluarga adalah kunci terhadap pendidikan karakter anak, komunikasi dan pola didik orang tua sangat berpengaruh terhadap kejiwaan dan masa depan anak, oleh karenanya dasar pendidikan karakter ini sebaiknya diterapkan sejak usia anak-anak karena terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya (Setyawan, 2014) peran orang tua dan pendidik di sekolah sama pentingnya dalam menghadapi

  issue bullying , orang tua dan guru harus

  bekerjasama untuk membantu baik bagi para korban maupun pelaku bullying agar tercipta sebuah lingkunganyang positif antar sesama siswa di sekolah (Halim, 2013). Fenomena bullying di sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN kemungkinan akan semakin banyak ditemui.

  1. HASIL PENELITIAN

  Hal ini dikarenakan kebanyakan orang tua

  Analisis Univariat

  maupun pihak sekolah tidak menyadari bahwa

  Tabel I : Distribusi Pola Asuh Orang Tua telah terjadi bullying di sekolahnya. pada Anak Kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Kota Bandung Tahun 2017.

  Permasalahan bullying ini tidak hanya terjadi di sekolah menengah atas maupun pertama, tetapi

  No. Pola Asuh Frekuen-si Persentase telah banyak terjadi di sekolah dasar.

  Orang Tua

  1. Otoriter 14 16,9%

  Hasil wawancara langsung pada pengambilan data awal tanggal 15 Maret 2017

  2. Demokratis 26 31,3%

  dari 10 siswa kelas 4 dan 5 diketahui bahwa ke 10 siswa ini pernah mengalami tindakan

  3. Permisif 24 28,9% bullying dan 2 siswa diantaranya membalas Memanjakan

  tindakan tersebut. Menurut penuturan salah satu

  4. Permisif 19 22,9% Mengabaikan

  guru, pernah terjadi pemalakan pada seorang

  83 100% Jumlah

  siswa oleh siswa lain teman sekelasnya yang lebih berkuasa, yang berlangsung setiap hari selama satu minggu, serta siswa yang dibawa ke

  Berdasarkan tabel I diatas kamar mandi oleh teman-temannya lalu ia menunjukkan bahwa dari total 83 responden, dihimpit dengan pintu kamar mandi sampai pola asuh pada anak adalah pola asuh badannya memar. demokratis (authoritative) yaitu sebanyak 26

  Berdasarkan uraian diatas, rumusan responden (31,3%). masalah dalam pe nelitian ini “apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan

  Tabel II : Distribusi Tindakan Bullying pada

  tindakan bullying pada anak kelas 4 dan 5 di

  Anak Kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Kota

  SDN Rancaloa Bandung? ”.

  Bandung Tahun 2017. METODE PENELITIAN No. Kategori Frekuen-si Persentase

  Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Rancangan penelitian

  1. Melakukan 44 53%

  yang digunakan dalam penelitian ini adalah

  Bullying

  Survey Analitik dengan desain penelitian cross

  2. Tidak 39 47% sectional . Populasi dalam penelitian ini yaitu Melakukan

  seluruh siswa kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Bullying

  Jumlah 83 100% Bandung, dengan sampel sebanyak 83 siswa.

  Teknik pengambilan sampel dari penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling.

  Berdasarkan tabel

  II diatas Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui menunjukkan bahwa dari total 83 responden, hubungan pola asuh orang tua dengan tindakan didapatkan 44 responden (53%) melakukan

  bullying , dalam hal ini melakukan pengukuran tindakan bullying.

  variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama menggunakan kuesioner pola asuh orang tua dan kuesioner tindakan bullying.

  Analisis Bivariat Tabel III : Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tindakan Bullying pada Anak Kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Kota Bandung Tahun 2017.

2. Demokratis

  8 42,1 11 57,9 19 100 Jumlah

  Pola asuh kedua yaitu pola asuh permisif memanjakan sebanyak 24 responden (28,9%) yang artinya orang tua membiarkan anak melakukan apa saja yang mereka inginkan

  Kualitas dan intensitas pola asuh orang tua bervariasi dalam mempengaruhi sikap dan mengarahkan perilaku anak. Pola asuh dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat, suku bangsa, dan sebagainya (Djamarah, 2014). Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara yang dilakukan peneliti pada guru yang bersangkutan ketika melakukan penelitian pada siswa kelas 4 dan 5 SDN Rancaloa Bandung ini, dinyatakan bahwa sebagian besar siswa memiliki orang tua dengan jenjang pendidikan dari sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi S1 dan S2, juga dalam rentang ekonomi menengah ke atas. Menurut hasil penelitian Rahmadara (2012), 73,5% orang tua berpendidikan perguruan tinggi, 53,8% orang tua bekerja sebagai pegawai swasta dan 90,2% orang tua dalam rentang usia dewasa tengah.

  Dalam pola asuh ini diasosiasikan dengan orang tua yang mendorong anak untuk mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian tindakan anak, orang tua masih melakukan kontrol pada anak tetapi tidak terlalu ketat. Umumnya orang tua bersikap tegas tetapi mau memberikan penjelasan mengenai aturan yang diterapkan dan mau bermusyawarah atau berdiskusi (Soetjiningsih, 2012). Dalam pola asuh ini orang tua bersikap hangat, dan sayang terhadap anak, menunjukkan rasa senang dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak.

  Berdasarkan hasil penelitian pada tabel I mengenai gambaran pola asuh orang tua yang diberikan kepada anaknya menunjukkan bahwa dari total 83 responden, anak yang memiliki pola asuh demokratis yaitu sebanyak 26 responden (31,3%). Hal ini terlihat dari hasil kuesioner, banyak responden yang memberikan jawaban mengarah pada ciri-ciri pola asuh demokratis yang menunjukkan jumlah nilai dimensi kontrol tinggi dan dimensi kehangatan tinggi. Dimensi kontrol yang tinggi dilihat dari aspek pembatasan, tuntutan, dan campur tangan, sedangkan pada dimensi kehangatan yang tinggi dilihat dari aspek perhatian orang tua terhadap kesejahteraan dan kesehatan anak, peka terhadap kebutuhan emosional anak dan membantu anak mencapai prestasi.

  Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa dari total 83 responden, didapatkan 14 responden (53,8%) dengan pola asuh demokratis melakukan tindakan bullying. hasil uji statistik menunjukkan p Value 0,406 > (0,05) sehingga Ho gagal ditolak yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada anak kelas 4dan 5 di SDN Rancaloa Bandung.

  44 53 39 47,0 83 100

  Permisif Mengabai- kan

  No.

  12 50 12 50 24 100 0,406 4.

  Permisif Memanja- kan

  14 53,8 12 46,2 26 100 3.

  Otoriter n % 10 71,4 n % 4 28,6 n % 14 100

  Value 1.

  Total p -

  Pola Asuh Orang Tua Bullying Tidak Bullying

2. PEMBAHASAN

  sehingga anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu mengharapkan kemauannya dituruti dan berefek anak kurang memiliki rasa hormat pada orang lain serta mengalami kesulitan mengendalikan perilakunya. Pola asuh ketiga yaitu pola asuh permisif mengabaikan sebanyak 19 responden (22,9%) yang artinya orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, anak yang orang tuanya permisif mengabaikan mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri anak. Pola asuh terakhir yaitu pola asuh otoriter sebanyak 14 responden (16,9%) yang artinya orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah, orang tua menetapkan aturan dan regulasi atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan serta menghukum secara paksa setiap perilaku yang berlawanan dengan standar orang tua (Soetjiningsih, 2012).

  Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil studi pendahuluan dengan metode wawancara yang mengarah pada ciri-ciri pola asuh demokratis, memberikan data bahwa sebagian orang tua siswa SDN Rancaloa Bandung dapat menerima saran dan dapat diajak berdiskusi ketika anak-anak memiliki masalah, orang tua pun tidak memaksakan kehendak terhadap putra-putrinya tetapi tetap mengawasi dan mengontrol perilaku anak seperti ketika menggunakan internet, jajan di sekolah, ataupun mengerjakan tugas sekolah. Penelitian yang sama dilakukan Rahmadara (2012) tentang pola asuh yang menunjukkan bahwa dari 132 responden, sebanyak 29,5% orang tua menerapkan pola asuh demokratis kepada anaknya.

  Berdasarkan tabel

  II mengenai tindakan bullying dari 83 responden, didapatkan sebagian besar responden yaitu 44 responden (53,0%) melakukan tindakan

  bullying . Bullying terjadi pada saat anak atau

  sekelompok anak mengucilkan dan menyakiti orang lain dengan sengaja, misalnya dengan memukul, menendang, merusak barang orang lain, mengganggu, dan mengancam orang lain

  (Latifah, 2012). Dapat dikatakan telah terjadi tindakan bullying ketika seseorang sebagai korban merasa terintimidasi setelah pembullian dilakukan berulang-ulang (SEJIWA, 2008). Menurut Nansel dan Olweus, dampak pada anak yang melakukan bullying yaitu anak memiliki risiko dalam perkembangan psikososial dan psikiatrik yang bermasalah yang dapat berlanjut hingga dewasa (Kurniawan, 2012).

  Gambaran tindakan bullying yang terjadi dalam penelitian ini, berdasarkan pada hasil pengisian kuesioner menunjukkan bahwa

  bullying relasional menempati urutan pertama

  tindakan bullying yang banyak dilakukan siswa yaitu sebesar 48,94%. Bullying relasional adalah perlakuan kasar yang tidak dapat dilihat secara kasat mata atau dapat disebut juga

  bullying secara tidak langsung seperti

  menghasut, mendiamkan, atau mengucilkan anak lain (Mashar, 2012). Tindakan bullying kedua yang sering dilakukan berdasarkan hasil pengisian kuesioner adalah bullying verbal sebesar 25,78%. Bullying verbal adalah perlakuan kasar secara verbal seperti mengancam, mencemooh, memfitnah, memalak, memanggil dengan menggunakan nama orang tua, mengeluarkan kata-kata yang bersifat rasis, dan mengolok-mengolok kekurangan yang dimiliki anak lain (Latifah, 2012). Tindakan bullying terakhir yang sering dilakukan berdasarkan hasil pengisian kuesioner adalah bullying fisik sebesar 25,7%.

  Bullying fisik yaitu adanya kontak fisik secara

  langsung seperti memukul, mendorong, mengigit, menjambak, menendang, mencubit, mencakar, dan merusak barang milik orang lain (Mudjijanti, 2012

  Bullying di sekolah dapat ditemukan

  = 0,05, hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Yuniartiningtyas (2013), yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada siswa SMP dengan p Value (-

  bullying. Hal ini bertentangan dengan teori

  demokratis juga dapat menyebabkan anak melakukan tindakan bullying, 14 dari 26 responden melakukan tindakan bullying dan 12 responden lainnya tidak melakukan tindakan

  bullying (Nusantara, 2008). Pola asuh

  positif bahwa jika orang tua memperlakukan anak dengan keras, maka anak akan tercetak berkepribadian keras dan memungkinkan anak tersebut mempraktikannya dalam situasi

  bullying . Hal ini menunjukkan korelasi yang

  14 responden melakukan tindakan bullying dan 4 responden lainnya tidak melakukan tindakan

  0,601) < α (0,05). Pola asuh otoriter cenderung menyebabkan anak melakukan bullying, 10 dari

  =0,406 berarti p Value > α dengan nilai α

  pada setiap tingkatan usia atau kelas di sekolah, kejadian bullying dapat ditemukan pada anak sekolah yang berada pada rentang kelas satu hingga kelas enam. Hasil penelitian yang dilakukan Fika (2012) proporsi kejadian

  bullying di SDN Rancaloa Bandung. Dengan p Value

  Berdasarkan tabel III dari 83 responden didapatkan bahwa sebagian besar siswa melakukan tindakan bullying sebanyak 44 siswa dan memiliki pola asuh orang tua demokratis sebanyak 26 siswa. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tindakan

  bullying.

  Beberapa peneliti menaruh perhatian terhadap peran sekolah dalam mendorong terjadinya tindakan bullying. Menurut Naito (2003) kebosanan yang merupakan akibat dari ketidaksesuaian isi mata pelajaran, metodologi pembelajaran yang tidak memadai, rendahnya motivasi guru, minimnya pengawasan dari guru, persaingan akademik, kemungkinan merupakan penyebab utama terjadinya bullying di sekolah (Kurniawan, 2012). Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara penyelenggara pendidikan di sekolah, komunitas, orang tua siswa serta dapat pula melalui penyusunan program-program anti-bullying di sekolah yang pendekatannya secara tidak langsung pada anak tanpa menyalahkan siapapun secara diskusi kelompok yang khusus membahas mengenai

  Hasil penelitian Fika (2012) didapatkan bahwa sebanyak 57% melakukan tindakan bullying dalam bentuk verbal. Bentuk tindakan bullying verbal seperti, mengancam, mencemooh, memfitnah, memalak, memanggil dengan menggunakan nama orang tua, mengeluarkan kata-kata yang bersifat rasis, dan mengolok-ngolok kekurangan yang dimiliki anak lain. Hal tersebut dikarenakan anak pada tahap perkembangan usia sekolah mulai berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungan yang baru, mengembangkan rasa percaya diri, dan berusaha mencapai kompetensi yang penting sehingga dapat menimbulkan rasa pencapaian dan perasaan berharga.

  angka kejadian pada anak kelas empat lebih tinggi dibandingkan kelas lima yaitu sebesar 72,2%. Fika dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak melakukan bullying sebesar 65% dibanding perempuan 35% serta anak yang memiliki gang lebih berpeluang melakukan tindakan bullying jika dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki gang dengan persentase sebesar 65%. Hal ini didukung dengan adanya hasil tanya jawab dan observasi yang dilakukan peneliti dengan siswa kelas 4 dan 5 SDN Rancaloa Bandung pada saat penelitian, banyak siswa laki-laki yang mengaku pernah dan atau sering melakukan tindakan bullying dibandingkan siswa perempuan, mereka tidak segan mengungkapkan bagaimana mereka melakukan tindakan bullying.

  bullying di sekolah dasar menunjukkan bahwa

  yang menyatakan bahwa anak yang dididik dengan pola asuh demokratis dapat mempertahankan hubungan ramah dengan teman sebaya dan bisa mengendalikan diri serta bertanggung jawab secara sosial. Faktor lingkungan dan teman sebaya sedikit banyak mempengaruhi yaitu banyak anak-anak sekolah yang terseret menjadi bagian dari kelompok pelaku bullying untuk menghindar dari dijadikan korban (Meggitt, 2013).

  Pada bagan pola asuh permisif memanjakan terlihat bahwa 12 dari 24 responden melakukan tindakan bullying dan 12 responden lainnya tidak melakukan tindakan

  bullying. Hal ini menunjukkan angka yang

  seimbang, walaupun salah satu penyebab seseorang menjadi pelaku bullying adalah karena orang tua yang terlalu memanjakan anaknya, faktor ini belum tentu juga menyebabkan anak melakukan tindakan

  bullying . Pola asuh permisif mengabaikan

  belum tentu menyebabkan anak melakukan tindakan bullying, 11 dari 19 responden tidak melakukan tindakan bullying dan 8 responden lainnya melakukan tindakan bullying. Hal inipun bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa anak yang dididik dengan pola asuh permisif mengabaikan mengakibatkan anak tidak terkendali dan bebas dalam bertindak (Djamarah, 2012).

  Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua bukanlah faktor terkuat yang dapat mengakibatkan anak melakukan tindakan

  bullying . Terdapat beberapa faktor yang

  mempengaruhi anak usia sekolah melakukan tindakan bullying antara lain faktor dalam diri anak, faktor keluarga meliputi pola asuh orang tua, faktor teman sebaya, dan faktor lingkungan (Latifah, 2012). Dalam penelitian ini faktor pola asuh orang tua bertentangan dengan apa yang telah disebutkan oleh Latifah, kemungkinan tindakan bullying yang dilakukan anak usia sekolah di SDN Rancaloa Bandung dipengaruhi oleh faktor lain seperti karakteristik anak usia sekolah yang meliputi usia, tingkatan kelas, jenis kelamin, dan kecenderungan anak dalam berkelompok (gang).

  Dalam pola asuh terdapat dampak positif dan negatif. Tipe pola asuh otoriter berdampak anak sopan, setia, jujur, dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol, namun juga memiliki kemampuan komunikasi yang lemah, dan kemungkinan berperilaku agresif. Pola asuh permisif memanjakan berdampak anak kurang memiliki rasa hormat dan mengalami kesulitan mengendalikan perilakunya. Pola asuh permisif mengabaikan berdampak anak memiliki kendali diri yang buruk, serta tidak mandiri dan terakhir pola asuh demokratis yang berdampak anak memiliki percaya diri yang tinggi, tampak ceria, dan bertanggung jawab secara sosial.

  Tindakan bullying sering terjadi pada anak usia sekolah terutama pada kelas 4 dan 5 dikarenakan siswa kelas 4 dan 5 ada dalam rentang usia 10-11 tahun yang pada perkembangan sosialnya sangat dipengaruhi oleh tiga hal yaitu, keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Interaksi dengan teman sebaya dapat berdampak negatif, dan memaksa anak mengambil resiko untuk melakukan tindakan bullying , begitu pula dengan lingkungan sekolah yang dapat menjadi tempat berkembangnya perilaku menyimpang seperti

  bullying (Mar’at, 2012).

  Perilaku bullying dapat berdampak bagi pelaku maupun korban bullying, dampak ini terjadi dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dampak jangka pendek yang mungkin timbul akibat perilaku bullying di sekolah dasar dapat berupa perasaan tidak aman dan terancam, tidak bersemangat saat belajar, tingginya tingkat ketidak hadiran disekolah, dan terjadinya penurunan prestasi akademik di sekolah. Dampak jangka panjang bagi anak korban bullying di sekolah akan mengalami trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa menyebabkan gangguan mental di masa yang akan datang (Ehan, 2010).

  Bullying di sekolah menjadi suatu

  permasalahan tersendiri pada anak usia sekolah dasar. Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian bullying mulai dari faktor dari individu anak, kondisi lingkungan sekolah, dan teman sebaya. Upaya untuk mencegah atau mengurangi tindakan bullying yaitu orang tua menjadi role model yang positif, guru dan pihak sekolah yang dapat menciptakan budaya sekolah yang ramah, saling menghargai, dan saling tolong menolong dapat menurunkan angka kejadian bullying di sekolah (Latifah, 2012).

  Menurut Wriswanto (dalam Ehan, 2010) bahwa pola asuh orang tua memegang peranan penting pada anak yang melakukan tindakan bullying, pendapat tersebut kurang sesuai dengan hasil penelitian ini. Pola asuh bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi seorang anak melakukan tindakan bullying, banyak faktor yang dapat memicu seorang anak melakukan tindakan bullying antara lain faktor biologis meliputi genetik, faktor sekolah meliputi teman sebaya, lingkungan sekolah, guru, dan faktor budaya meliputi penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, seperti pada permainan video game, televisi dan film. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara bahwa banyak siswa di lingkungan sekolahnya yang berkelompok-kelompok dan mempunyai ketua geng sehingga anak cenderung melakukan tindakan bullying untuk mempertahankan kekuasaan di lingkungan sekolah.

  Hal tersebut bukan tidak mungkin adalah dampak dari tayangan telivisi yang marak menayangkan perilaku-perilaku negatif yang sudah dianggap wajar. Pola asuh orang tua yang salah akan mengakibatkan perkembangan anak menjadi terganggu salah satunya yaitu perkembangan psikososialnya. Anak usia sekolah masuk dalam perkembangan industry

  vs inferiority, perlakuan orang tua terhadap

  anak atau pola asuh tertentu akan mempengaruhi sikap anak dan perilakunya. Saat seorang anak dididik dengan kontrol yang rendah seperti dimanjakan atau dibiarkan hal tersebut dapat menimbulkan kecenderungan menjadikan anak kesulitan dalam membatasi perilaku agresif yang dapat berkembang menjadi tindakan tindakan bullying, hal ini harus diperhatikan agar tidak terjadi gangguan pada tahap perkembangan selanjutnya.

  Peran perawat dalam menangani atau untuk mengurangi tindakan bullying disekolah yaitu sebagai edukator dan konselor. Perawat ditatanan komunitas harus lebih aktif berperan di sekolah dengan melakukan intervensi melalui pemberian pendidikan kesehatan mengenai bullying sehingga anak dapat mengetahui dampak dari bullying terhadap orang lain dan diri sendiri. Perawat tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan secara fisik saja, akan tetapi dapat memberikan pelayanan secara holistik meliputi aspek biopsikososiospiritual pada anak.

  SIMPULAN

  Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tindakan bullying pada anak kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa Bandung.

  SARAN

  Bagi tempat penelitian (SDN Rancaloa Kota Bandung) pihak sekolah perlu bekerjasama dengan orang tua untuk mengawasi tingkah laku anak di sekolah dan membuat program intervensi bullying yang berjalan secara berkelanjutan seperti kegiatan berkelompok didalam maupun diluar kelas untuk meningkatkan rasa peduli terhadap sesama teman atas dasar pertimbangan bahwa orang tua dan lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam perkembangan masa depan anak. Bagi siswa SDN Rancaloa Kota Bandung diharapkan dapat menambah wawasan siswa- siswi kelas 4 dan 5 SDN Rancaloa Kota Bandung mengenai bullying, dan melaporkan pengalaman pada orang tua atau pihak sekolah jika terjadi tindakan bullying serta dapat meningkatkan kepedulian terhadap sesame teman.

  Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti

DAFTAR PUSTAKA

  pendekatan praktik . Jakarta: Rineka

  Ehan. (2010). Bullying dalam pendidikan.

  Kusumadewi. (2012). Memotong budaya kekerasan. Hubungan pola asuh orang tua dan tipe kepribadian dengan perilaku bullying di SMP. Diambil dari: library.um.ac.id. (15 Maret 2017).

  Fisip Universitas Indonesia . Indonesia .

  Jakarta: Salemba Medika. Kurniawan, H. (2012). Hubungan antara pertahanan diri dengan perilaku bullying pada siswa sekolah menengah atas X di Bandung. Depok: Jurnal

  Hidayat, A. A. (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.

   University Research Coloqium .

  Halim, F. (2013). Peran orang tua dalam mengatasi bullying. Arthinkle. Hertinjung, W. S., & Karyani, U. (2015). Profil pelaku dan korban bullying di sekolah dasar. Surakarta: The 2 nd

  bullying pada siswa kelas V. Malang: Jurnal Psikologi Universitas Negeri Malang .

  Diambil dari: File.Upi.edu. (16 Maret 2017). Fika, L. (2012). Hubungan karakteristik dan kepribadian anak dengan kejadian

  dasar.Denpasar: Jurnal Psikologi Udayana .Vol. 1, No.2,251-260. selanjutnya yang akan meneliti tentang tindakan bullying dan dapat menambahkan variabel karakteristik siswa (yang sesuai dengan kriteria jenis kelamin, lingkungan sekolah) dan variabel yang lainnya serta mencoba membantu pihak sekolah melakukan sebuah intervensi untuk menekan kejadian bullying di sekolah.

  Cipta Azizah, R., Hawanti, S., & Winarsih, C. (2016). Analisa kejadian bullying di sekolah dasar. Purwokerto: Jurnal PGSD FKIP

  Agustiawati, I. (2014). Pengaruh pola asuh terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi . Diambil dari: repository.upi.edu. (26 Maret 2017). Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu

  Hubungan antara tindakan bullying dengan prestasi belajar anak korban Latifah, F. (2012). Hubungan karakteristik anak Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodologi usia sekolah dengan kejadian bullying penelitian. Yogyakarta: Nuha Medika. di sekolah dasar. X di Bogor. Depok: Said, E. N. (2007). Peran lingkungan keluarga Jurnal FIK Universitas Indonesia . dalam membentuk kepribadian anak. Mar'at, S. (2012). Psikologi perkembangan. Diambil dari: digilib.uin-suka.ac.id.

  Jakarta: Rineka Cipta. Dwipayanti, I. A., & Indrawati, K. R. (2014).

  Djamarah, S. B. (2014). Pola asuh orang tua dan komunikasi dalam keluarga.

  Ners Journal . Vol. 3, No.3: 93.

  Bimo, S. (2013). Analisis chi-Square. retrieved from statistikolahdata.com: statistikolahdata.com Diyantini, N. k., Yanti, N. L., & Lismawati, S. M. (2016). Hubungan karakteristik dan kepribadian anak dengan kejadian bullying pada siswa kelas V di SD X kabupaten Badung. Denpasar: Coping

  kesehatan. Yogyakarta: Penerbit ombak.

  Bagyono, T. (2013). Metodologi penelitian

  Universitas Muhammadiyah.

  bullying pada tingkat sekolah

  Bandung: PT Remaja Rosdakarya. (16 Maret 2017). Mashar, R. (2012). Bullying di sekolah. Sari, P. (2010). Coping stress pada remaja

  Magelang: Edukasi Jurnal Penelitian korban Bullying . Jakarta: Jurnal dan Artikel Pendidikan . Vol. 3, No.6: Psikologi . Vol.8, No.2: 75. 119-172. SEJIWA. (2008). Bullying: Mengatasi

  Meggitt, C. (2013). Memahami perkembangan kekerasan di sekolah dan lingkungan

anak. Jakarta: Indeks. sekitar anak. Jakarta: Grasindo.

Mudjijanti, F. (2012). School bullying dan Setyawan, D. (2014). Kasus bullying dan peran guru dalam mengatasinya. pendidikan karakter.Diambil dari:

  Diambil dari: Portalgaruda.org. (23 KPAI: kpai.go.id. (17 Maret 2017). Februari 2017). Soetjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan

  Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian anak sejak pembuahan sampai dengan kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. kanak-kanak akhir . Jakarta: Prenada. Nusantara, A. (2008). Bullying: Mengatasi Syarifah, F. (2014). Bahaya mana, bully fisik

  kekerasan di sekolah dan lingkungan. atau bully kata pada anak?. Diambil

  Jakarta: PT.Grasindo. dari: health.liputan6.com. (16 Maret Petracia, N. (2016). Peran orang tua dalam 2017). mengatasi bullying. retrieved from Toron, M. N. (2013). Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku kekerasan CNN Indonesia: pada remaja. 38. Student.cnnindonesia.com

  Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan Rahmadara, B. (2012). Hubungan antara pola pediatrik. Jakarta: EGC. asuh orang tua dan peran-peran dalam

  Yuniartiningtyas, F. (2013). Hubungan pola perilaku bullying pada siswa sekolah asuh orang tua dan tipe kepribadian dasar. Depok: Jurnal Psikologi dengan perilaku bullying di sekolah Universitas Indonesia . pada siswa SMP. Malang: Jurnal

  Rahmawan, I. A. (2013). Hubungan pola asuh Psikologi Universitas Negeri Malang. permisif dengan intensi bullying pada siswa-siswi SMP.Yogyakarta:

  portalgaruda.org .

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PERMENKES NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSKESMAS DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS RAWABOGO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 Asep Dian Abdilah1 , Rosmariana Sihombing

0 22 17

KAJIAN PELAKSANAAN KEGIATAN COOKING CENTER DAN OJEK MAKANAN BALITA (OMABA) DALAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK BAGI BALITA DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMASRIUNG BANDUNG Dini Marlina

0 0 20

HUBUNGAN KONSUMSI SERAT DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA SISWA SMAN 3 CIMAHI TAHUN 2016 Susilowati), Ayu Laili Malik2 , Astrina Tarigan3 , Tya Nita Ariffah4

0 0 11

View of LAJU PERTUMBUHAN PROBIOTIK Lactobacillus bulgaricus ATCC 11842 PADA MEDIA MRSB

0 0 8

View of GAMBARAN ABNORMALITAS ORGAN HATI DAN GINJAL PASIEN TUBERKULOSIS YANG MENDAPATKAN PENGOBATAN

0 0 11

View of PENGARUH DELAY CORD CLAMPING TERHADAP KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI KOTA CIMAHI

1 1 14

View of HUBUNGAN PROMOSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PERILAKU K3 PADA KARYAWAN SUB DEPARTEMEN PRODUKSI

0 2 12

View of EVALUASI PENERAPAN KETERAMPILAN DASAR DOSEN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1 DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

0 0 13

PENGARUH PENDAMPINGAN TEKNIK MENYUSUI TERHADAP PERUBAHAN PANDANGAN BUDAYA DAN KEPERCAYAAN IBU DALAM PEMBERIAN ASI DI RUANG PERINATALOGI RSUD CIBABAT - CIMAHI TAHUN 2017 Chatarina Suryaningsih1 , Hemi Fitriani2 , Cici Cahyani Budiarti3 Stikes Jenderal Achm

3 2 11

View of GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG KB METODE AMENOREA LAKTASI: STUDI DISRIPTIF

0 0 9