PROPOSAL DOMINANSI DAN KELIMPAHAN KELAS

DOMINANSI DAN KELIMPAHAN KELAS AVES
DI KAWASAN HUTAN SITU GUNUNG TAMAN NASIONAL
GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT.
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang terletak di garis
khatulistiwa dan diantara benua Asia dan Australia serta berada di antara
samudra Hindia dan Pasifik. Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia yang memiliki puluhan ribu pulau, yang terdiri dari
17.508 pulau. Dengan letak geografis seperti itu bahwa Indonesia
memiliki banyak kekayaan alam flora dan fauna yang beranekaragam.
Salah satu contoh keanekaragaman fauna terbesar di Indonesia adalah
burung.
Indonesia memiliki 17% spesies burung dunia, sehingga menjadi
akrab dengan mereka yang melakukan studi penelitian di Indonesia yang
sangat menyenangkan. Gambaran tentang pola bio-geografis dalam
distribusi burung di Indonesia sangat penting untuk memahami
keanekaragaman hayati burungnya, dan juga merencanakan perjalanan
pengamatan burung . Dunia memiliki lima kelompok utama keluarga
burung dan Indonesia mengangkangi dua di antaranya, alam fauna
Oriental dan Australasia. Garis Wallace yang terkenal, yang membentang
antara Kalimantan dan Sulawesi, lalu turun antara Bali dan Lombok,

menandai batas antara keduanya, atau lebih tepatnya titik "keseimbangan
fauna" (Jepson, 1997, hlm.15).
Daya tarik peneliti burung yang besar di Indonesia adalah
banyaknya spesies fauna di bumi atau 4% dari semua jenis burung. Setiap
peneliti serius harus datang ke Indonesia untuk beberapa waktu. Dengan
tujuan menargetkan sumber daya konservasi yang langka, BirdLife
International telah mengidentifikasi wilayah dunia dengan konsentrasi
spesies unik. Mereka menyebut sebagai Daerah Burung Endemik (EBA)
dan Indonesia memiliki lebih banyak EBA daripada negara lain. Mereka
berada di Wallacea, di mana kolonisasi banyak pulau samudra dari timur
dan barat telah mendorong evolusi spesies baru dengan cepat melalui
isolasi, dan di Irian Jaya, di mana jenis vegetasi dan lembah terpencil yang

1

berbeda juga menyebabkan spesiasi yang cepat (Jepson, 1997, hlm.16).
Bagi mereka yang tertarik untuk menemukan spesies baru, Daerah Burung
Endemik tidak boleh dilewatkan, namun untuk mengejar semua spesies
endemik di Indonesia akan memerlukan beberapa kunjungan untuk
berkeliling pulau Wallacea (Jepson, 1997, hlm.16).

Burung adalah spesies menarik untuk dikaji dengan berbagai
karakteristik. Pembelajaran terhadap burung dapat dilakukan dengan
berbagai metode. Penelitian tentang burung saat ini diperlukan karena
telah terjadi penurunan dalam beberapa spesies burung karena berburu
atau tujuan bisnis. Dengan demikian, penurunan populasi burung secara
tidak langsung mempengaruhi upaya ekologi dan konservasi diperlukan
dengan berbagai pendekatan (Kurniawan, Tapilow and Hidayat, 2017).
Burung merupakan anggota kelompok hewan bertulang belakang
(vertebrata) yang memiliki bulu. Burung memiliki bulu kontur dan bulu
halus. Bulu kontur adalah bulu yang kaku dan memberikan bentuk
aerodinamis pada sayap dan tubuh. Banyak ciri burung merupakan
adaptasi yang memfasilitasi kemampuan terbang, termasuk modifikasi
peringan tubuh yang menjadikan terbang lebih efisien. Misalnya, burung
tidak memiliki kandung kemih, dan betina dari kebanyakan spesies burung
hanya memiliki satu ovarium (Campbell et al., 2008, hlm.292).
Keanekaragaman burung sangat terancam di Indonesia. Setiap
tahun, perdagangan satwa liar internasional diperkirakan bernilai miliaran
dolar dan mencakup ratusan juta spesimen tanaman dan hewan.
Perdagangan beragam, mulai dari hewan hidup hingga tanaman hingga
beragam produk satwa liar yang berasal dari mereka, termasuk produk

makanan, barang kulit eksotis, alat musik kayu, kayu, barang antik dan
obat-obatan wisata. Tingkat eksploitasi beberapa spesies hewan dan
tumbuhan tinggi dan perdagangan di dalamnya, bersama dengan faktorfaktor lain, seperti hilangnya habitat, mampu menghabiskan banyak
populasi mereka dan bahkan membawa beberapa spesies yang hampir
punah. Banyak spesies satwa liar dalam perdagangan tidak terancam
punah, namun adanya kesepakatan untuk memastikan keberlanjutan

2

perdagangan penting untuk menjaga sumber daya ini di masa depan.
(CITES, 2015)
Menurut Helvort (1981, dalam Fachrul, 2007) Makin tinggi nilai
dominansi suatu jenis burung menunjukan burung itu makin dominan.
Campbell et al, (2008, hlm.385) Kelimpahan relatif (relative abundance)
spesies yang berbeda-beda, yaitu proporsi yang direpresentasikan oleh
masing-masing spesies dari seluruh individu dalam komunitas. Dalam
waktu singkat kelimpahan burung bisa terancam dan berkurang kemudian
dominansi dari suatu spesies burung, termasuk burung yang dilindungi
tidak bisa dikatakan dominan lagi karena jumlahnya terus menurun.
Berdasarkan hasil observasi ke kawasan Situ Gunung, daerah Situ

Gunung dikelilingi hutan yang lebat dengan kontur landai. Suara burung
sering didengar saat mulai memasuki kawasan. Burung yang mudah
dijumpai di kawasan hutan Situ Gunung yaitu kapinis dan burung yang
sering dijumpai tersebut berada sekitar danau. Curah hujan yang tinggi dan
sering adanya kabut yang muncul menjadi sedikit kendala saat akan
melakukan pengamatan terhadap burung.
Pada penelitian kali ini saya akan mengkaji sebuah objek penelitian
yaitu burung yang berada di kawasan hutan Situ Gunung, Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango. Situ Gunung memiliki letak dengan koordinat :
6° 49' 58" S, 106° 55' 18" E (Disparbud, 2011).Situ Gunung adalah danau
yang dikelilingi oleh hutan alam pegunungan dan hutan tanaman Damar,
ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 461/Kpts/Um/11/1975 tanggal 27
Nopember 1975 seluas 100 Ha. Menurut administrasi pemerintahan, TWA
Situ

Gunung

termasuk


wilayah

Desa

Kadudampit,

Kecamatan

Kadudampit, Kabupaten Sukabumi (Dishut, 2007).
TWA Situ Gunung terletak di kaki Gunung Pangrango pada
ketinggian antara 950-1.036 meter dari permukaan laut. Keadaan
topografinya sebagian kecil datar dan sebagian besar bergelombang
sampai berbukit. Iklim di lokasi Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson
TWA Situ Gunung mempunyai tipe iklim B dengan curah hujan berkisar
antara 1.611-4.311 mm per tahun dengan 106-187 hari hujan per tahun.
Suhu udara berkisar 16°C - 28°C dan kelembaban rata-rata 84%. Di
3

kawasan TWA Situ Gunung terdapat 62 jenis satwa liar yang termasuk dari
41 jenis burung (11 jenis dilindungi). Jenis burung yang dilindungi di

TWA Situ Gunung adalah : Elang Bondol (Haliastur indus), Alap-alap
(Accipiter virgatus), burung Sesep made (Aethopyga eximia), burung
Kipas (Riphidura javanica), Cekakak merah (Anthreptes singalensis),
burung made Merah (Aethopyga siparaja), burung Cabe (Dicaeum
trochileum). Sedang burung-burung yang mudah dijumpai adalah
Kutilang, Betet ekor panjang, Prenjak Tuwu, Emprit, Cipoh, Kepondang,
Tulung tumpuk dan Ayam hutan (Dishut, 2007).
Potensi hewan di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat masih banyak yang belum tergali.
Salah satu hewan yang belum tersedia datanya pada kawasan ini adalah
dominansi dan kelimpahan kelas aves sekaligus menambahkan informasi
penelitian sebelumya. Mengingat peran burung penting dalam ekosistem
dan merupakan hewan yang dilindungi dari beberapa spesies yang
terancam punah, maka perlu dilakukan sebuah penelitian mengenai
dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung,
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Dengan tujuan
mengetahui dominansi dan kelimpahan kelas aves, sebagai upaya
konservasi terhadap burung yang terancam punah serta dapat dijadikan
sebuah


bahan

ajar

dan

referensi

dalam

pendidikan,

khususnya

pembelajaran animalia mengenai aves.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan dilakukan
penelitian di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango dengan judul “Dominansi dan Kelimpahan Kelas Aves di
Kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
Jawa Barat”


B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka masalah yang akan di
identifikasi adalah sebagai berikut:

4

1. Menambah informasi mengenai penelitian aves yang mencakup
dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung,
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
2. Perlu adanya data tertulis mengenai dominansi dan kelimpahan kelas
aves yang belum diketahui dan teridentifikasi di kawasan Hutan Situ
Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
C. RUMUSAN MASALAH dan BATASAN MASALAH
a. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka rumusan
masalah yang akan di ungkap dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Spesies aves apa yang mendominansi di kawasan Hutan Situ
Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat?

2. Bagaimana kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ
Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat?
b. Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian lebih terarah dan tidak meluas,
peneliti membuat beberapa batasan masalah sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian dilakukan di kawasan Hutan Situ Gunung,
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
2. Objek yang diteliti adalah semua kelas aves yang ada di kawasan
Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
Jawa Barat.
3. Parameter utama yang diteliti adalah dominansi dan kelimpahan
kelas aves yang ada di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

D. TUJUAN PENELITIAN

5

Adapun tujuan dari penelitian spesies aves yang dilakukan di kawasan
Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa

Barat, peneliti telah membuat beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung,
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
2. Untuk mengetahui dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan
Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa
Barat.
E. MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, di
antaranya:
1. Data yang diperoleh dapat dijadikan informasi tentang dominansi dan
kelimpahan kelas aves yang ada di kawasan Hutan Situ Gunung,
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
2. Bagi mahasiswa Pendidikan biologi dan biologi murni sebagai
informasi dan pengetahuan tentang Zoologi Vertebrata khususnya
kelas aves. Dan bahan referensi untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
3. Bagi Pembaca khususnya guru dan mahasiswa dapat dijadikan sebagai
bahan ajar.
4. Bagi Pembaca khususnya masyarakat, dapat memberikan pengetahuan
dan informasi tentang aves serta mengajak masyarakat dalam usaha

konservasi lingkungan.
5. Bagi masyarakat khususnya pelajar, bisa dijadikan bahan ajar
informasi materi animalia kelas aves.

F. DEFINISI OPRASIONAL
Definsi operasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Dominansi kelas aves dalam penelitian ini adalah seluruh kelas aves
yang hidup dan mendominansi di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango dengan batas-batas kawasan yang
telah di tentukan, dihitung dengan menggunakan metode line transect.

6

2. Kelimpahan kelas aves dalam penelitian ini adalah nilai kelimpahan
tertinggi hingga terendah seluruh kelas aves yang hidup di kawasan
Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan
batas-batas kawasan yang telah di tentukan, dihitung dengan
menggunakan metode line transect.

G. KAJIAN TEORI
1. Deskripsi Burung
Burung merupakan anggota kelompok hewan bertulang
belakang (vertebrata) yang memiliki bulu. Burung memiliki bulu
kontur dan bulu halus. Bulu kontur adalah bulu yang kaku dan
memberikan bentuk aerodinamis pada sayap dan tubuh. Banyak ciri
burung merupakan adaptasi yang memfasilitasi kemampuan terbang,
termasuk modifikasi peringan tubuh yang menjadikan terbang lebih
efisien. Misalnya, burung tidak memiliki kandung kemih, dan betina
dari kebanyakan spesies burung hanya memiliki satu ovarium
(Campbell et al., 2008, hlm.292)
Burung biasanya menunjukan perilaku yang sangat komples,
terutama selama musim kawin, mereka terlibat dalam ritual
percumbuan yang rumit. Karena telur-telur memiliki cangkang saat
dikeluarkan, fertilisasi harus berlangsung secara internal. Kopulasi

7

biasanya melibatkan kontak antarventilasi pasangan, bukaan kloaka
dari pasangan yang kawin. Setelah dikeluarkan, embrio burung harus
dijaga agar tetap hangat dengan dierami oleh induk betina, induk
jantan, atau keduanya, bergantung pada spesiesnya (Campbell et al.,
2008, hlm 293).
Adanya penelitian terhadap

burung dalam suatu kawasan,

penelitian itu bisa dianggap sebagai upaya mengidentifikasi jenis
burung dan juga konservasi burung. Dengan sebuah pengamatan yang
dilakukan peneliti, maka akan memperoleh data dan informasi
bagaimana kondisi burung dalam habitat tertentu. Pengamatan burung
dilakukan dengan menghitung langsung dari tiap spesies. Menurut
Bibby et al. (2000 dalam Sutherland et al., 2004, hlm.1) sensus burung
yang sempurna akan menemukan dan mengidentifikasi setiap burung
secara instan pada waktunya. Tapi induvidu pada banyak spesies
burung tersebar dan sulit ditemukan. Penghitungan yang ketat
mungkin terjadi di area yang sangat kecil dan lebih mudah untuk
beberapa spesies daripada spesies lainnya.
a. Klasifikasi Burung
Terdapat 8000 spesies burung yang masih hidup yang
dikelompokan kedalam 28 ordo. Kemampuan terbang adalah ciri
khas burung, tetapi ada beberapa spesies yang tidak terbang, yang
meliputi burung unta, kiwi dan emu. Burung yang tidak terbang
secara kolektif disebut ratita (dari bahasa latin yang berarti
berbokong rata) karena tulang dadanya tidak memiliki taju dan otot
dada besar yang bertaut ke taju seperti pada burung yang dapat
terbang (Campbell et al., 2003, hlm.269).
Temuan penting dari filogenetika burung yang ditunjukkan
pada (Gambar 1) mencakup hubungan kelompok saudari antara
Phoenicopteriformes (flamingo) dan Podicipediformes (grebes),
antara Apodiformes (swift, kolibri dan nightwars owlet) dan
Caprimulgiformes (nightjars), antara Sphenisciformes (penguin)
dan Procellariiformes (albatros, petrels, shearwaters), antara
Passeriformes dan Psittaciformes (Parrots), dan antara Galliformes
(landfowl) dan Anseriformes (unggas air). Dalam taksonomi
8

tradisional,

Falconiformes

termasuk

Falconidae

(falcons),

Accipitres (elang, elang, burung nasar Dunia). (Hasegawa, Kuroda
and Gould, 2017, hlm.142).

Gambar 1. Hubungan filogeni antar spesies aves
Sumber: (Hasegawa, Kuroda and Gould, 2017, hlm 142)
b. Morfologi Burung
Bulu adalah salah satu adaptasi vertebrata yang paling luar
biasa karena sangat ringan dan kuat. bulu kemungkinan berfungsi
sebagai penyekat selama evolusi hewan endoterm, setelah itu baru
dimanfaatkan sebagai peralatan terbang. Selain menyokong dan
membentuk sayap, bulu juga dapat dimanipulasi untuk mengontrol
pergerakan udara di sekitar sayap (Campbell et al., 2003, hlm.267)

9

Gambar 2. Morfologi bulu burung
Sumber: (Campbell et al., 2008, hlm.292)
Menurut (Iskandar, 1989) Tanda-tanda umum burung
adalah uraian secara umum bagaimana tanda-tanda atau ciri-ciri
yang dimiliki oleh masing-masing jenis burung itu. Sedangkan
tanda-tanda khususburung adalah uraian suatu ciri yang sangat
khas dimiliki oleh burung itu yang bisa digunakan untuk
membedakan dengan jenis burung lainnya dari suku yang sama.
Morfologi burung (Gambar 3 dan 4) secara umum adalah sebagai
berikut:

Gambar 3. Morfologi tubuh burung
Sumber: (Iskandar, 1989)
Keterangan:

10

Gambar 4. Keterangan morfologi tubuh burung
Sumber: (Iskandar, 1989)
Adaptasi morfologi adalah suatu penyesuaian yang
dilakukan olehmakhluk hidup baik hewan, tumbuhan maupun
manusia melalui perubaan bentukorgan tubuh yang berlangsung
dalam jangka waktu yang relatif lama demikelangsungan
hidupnya (Gambar 5). Adaptasi ini terjadi karena adanya
perbedaan jenismakanan dan habitat (Selly, 2016, hlm.22).

Gambar 5. Adaptasi Morfologi Burung
Sumber: (Selly, 2016, hlm.22)
c. Tingkah Laku Burung
Perilaku sosial burung pada umumnya dijumpai terutama
dalam upaya untuk memanfaatkan sumber daya habitatnya, selain
itu juga untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan melepaskan diri
dari serangan pemangsa Alikodra (1989 dalam Fachrul, 2007,

11

hlm.63). Aktivitas pindah atau bergerak pada burung merupakan
pindahnya suatu jenis dari suatu tempat ke tempat lain. Pada
burung, perpindahan terjadi setiap waktu seperti pada saat makan
atau saat menjaga teritori (Fachrul, 2007, hlm.64).
Hewan-hewan yang bermigrasi umumnya melakukan satu
kali perjalanan pulang pergi antara dua wilayah setiap tahunnya,
meskipun banyak sekali variasi antar spesies (Campbell et al.,
2003, hlm.313). Aktivitas pindah yang dilakukan oleh burung saat
mencari makan merupakan hal yang bersifat mutualistik. Dalam
membantu terbentuknya regenerasi suatu habitat terutama pada
proses penyebaran biji dan penyerbukan bunga, burung memiliki
andil yang cukup besar. Jenis Rangkong dan Bultok berperan
dalam menyebarkan biji. Biasanya burung tersebut memakan buahbuahan yang berdaging ditelan bersama bijinya. Biji-biji tersebut
tidak hancur melalui sistem pencernaan burung, sehingga apabila
dikeluarkan biji tersebut utuh dan mampu tumbuh pada tempat
yang cocok. Jenis burung selain Rangkong dan Bultok yang
memiliki peranan penyebaran biji, adalah beberapa jenis anggota
Eurylaimidae, seperti Calyptomena viridis, Calyptomena hosei,
dan anggota suku Pygononotidae (Herwono, 1989 dalam Fachrul,
2007, hlm.65)
Whitten (1996 dalam Fachrul 2007, hlm.61) pakan yang
dibutuhkan burung dapat terlihat dari habitat di mana burung itu
berada. (a) Burung-burung yang terdapat di hutan dapat mencari
pakan pada bagian kanopi pohon sampai lantai hutan. Pada bagian
kanopi pohon, serangga, buah, biji, bunga, dan daun muda dapat
menjadi sumber pakan untuk burung. Jenis burung yang terdapat di
lantai hutan antara lain ayam hutan, aok, dan puyuh. (b) Burungburung yang habitatnya terdapat di padang rumput, pakannya
berupa biji rumput. Jenis burung yang yang ada di habitat padang
rumput antara lain jenis pemakan biji seperti, bondol, pipit, dan
gelatik. (c) Burung yang berada di sekitar periran sungai dan
danau, memperoleh pakan berupa serangga air, ikan, dan kepiting.

12

Jenis burung yang terdapat pada habitat ini seperti bebek, raja
udang, kuntul, dan walet.
Burung menghasilkan suara (vokal) berupa nyanyian dan
variasi nonvokal atau bunyi yang dikeluarkan. Pada umumnya
suara burung yang dihasilkan berasal dari syrink. Bagian ini
merupakan organ primer yang memproduksi suara. Syrink ini
berada di bagian bronkus dan trakea. Trakea pada burung
berbentuk panjang seperti pipa, bertulang rawan berbentuk cincin.
Pada bagian akhirdari trakea ini bercabang menjadi dua bagian,
yaitu bronkus kanan dan kiri. Dalam bronkus pada pangkal trakea
terdapat syrink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan
berupa selaput yang bergetar. Suara yang diproduksi akibat getaran
dari membran tympai saat bernafas dan tidak menghasilkan suara
selama burung menghirup udara (Fachrul, 2007, hlm.62).
2. Habitat Burung
Habitat suatu organisme atau sekelompok organisme (populasi)
termasuk organisme lain dan juga lingkungan abiotiknya. Habitat suatu
organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat ke mana
seseorang harus pergi untuk menemukannya. Habitat juga dapat
menunjukan tempat yang diduduki oleh seluruh komunitas (Odum,
1998, hlm.291)
Menurut (Soetjipta, 1994) habitat dalam pengertian ini meluputi
kemajemukan abiotik dan biotik. Jadi haibtat suatu jenis makhluk
hidup atau sekelompok makhluk (populasi) meliputi makhluk lain
sebagai lingkungan biotik maupun lingkungan yang abiotik. Kendeigh
(1980, dalam Soetjipta, 1994) menyebutkan bahwa semua makhluk
hewan memberi reaksi terhadap habitat dengan cara mereka masingmasing. Dan bilamana makhluk tersebut dalam cacah yang banyak
maka reaksi akan menghasilkan pengaruh yang nyata.
Menurut Whittaker (1970, dalam Fachrul, 2007, hlm.69) dapat
dipilih memperbedakan tiga aspek hubungan suatu spesies dengan
lingkungannya, yang pertama adalah area suatu spesies ialah kisaran
geografik, atau agihan spesies itu dalam ruang yang dapat diplotkan
pada suatu peta, yang kedua adalah habitat suatu spesies ialah jenis

13

lingkungan spesies sebagai tempat keberadaan spesies itu, yang ketiga
suatu spesies mungkin ada di suatu kisaran habitat yang berbeda-beda,
atau mungkin lebih dari satu jenis habitat yang pilah, di dalam bagian
yang berbeda areanya. (Campbell et al., 2003, hlm.376) habitat yang
lebih beragam dapat mendukung suatu komunitas yang lebih beraneka
ragam dengan alasan sederhana, yaitu habitat menyediakan lebih
banyak relung ekologis.
Burung adalah salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruh
keberadaannya akibat alih guna lahan hutan. Hilangnya pohon hutan
dan tumbuhan semak, menyebabkan hilangnya tempat bersarang,
berlindung

dan

mencari

makan

berbagai

jenis

burung.

Sementara,burung memiliki peran penting dalam ekosistem antara
lainsebagai penyerbuk, pemencar biji, pengendali hama. Burung juga
seringkalidigemari oleh sebagian orang dari suara dan keindahan
bulunya (Ayat, 2011, hlm.2).
Hutan memberikan fasilitas bagi burung sebagai tempat
bersarang, istirahat, berbiak, dan mencari makan Berbagai jenis burung
dapat kita jumpai di berbagai tipe habitat (Gambar 6),diantaranya
hutan (primer/sekunder), agroforest, perkebunan (sawit/karet/kopi) dan
tempat terbuka (pekarangan, sawah, lahan terlantar). Selain hutan,
rumah kedua habitat bagi burung adalah kawasan agroforest. Habitat
lain bagi burung adalah tempat terbuka seperti pekarangan/lahan
terlantar yang masih ditumbuhi berbagai macam pohon buah-buahan
seperti Beringin (Ficus sp.), Salam (Syzygium polyanthum) dan jenis
pohon lainnya. Meskipun kanopinya lebih terbuka dibandingkan
dengan hutan, perkebunan monokultur dan agroforest dapat menjadi
habitat berbagai jenis burung. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan
adalah komposisi jenis yang ditemukan pada masing-masing tipe
penggunaan lahan karena komposisi ini berkaitan erat dengan
perannya dalam keseimbangan ekosistem (Ayat, 2011, hlm.2).

14

Gambar 6. Berbagai habitat burung
Sumber:(Ayat, 2011, hlm.10)
3. Kawasan hutan Situ Gunung
Hutan tropis di bumi merupakan rumah jutaan spesies, hewan
hutan tropis termsuk amfibia, burung dan reptil lain, mamalia, serta
arthropoda, teradaptasi terhadap lingkungan berlapis vertikal dan
seringkali tersamarkan di lingkungan (Campbell et al., 2008, hlm.347)
Hutan Situ Gunung adalah danau yang dikelilingi oleh hutan
alam pegunungan dan hutan tanaman Damar, ditetapkan sebagai
Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor : 461/Kpts/Um/11/1975 tanggal 27 Nopember 1975
seluas 100 Ha. Menurut administrasi pemerintahan, TWA Situ Gunung
termasuk wilayah Desa Kadudampit, Kecamatan Kadudampit,
Kabupaten Sukabumi. TWA Situ Gunung terletak di kaki Gunung
Pangrango pada ketinggian antara 950-1.036 meter dari permukaan
laut (Dishut, 2007).
Keadaan topografi di Situ Gunung sebagian kecil datar dan
sebagian besar bergelombang sampai berbukit. Iklim di lokasi Menurut
klasifikasi Schmidt dan Ferguson TWA Situ Gunung mempunyai tipe
iklim B dengan curah hujan berkisar antara 1.611-4.311 mm per tahun
dengan 106-187 hari hujan per tahun. Suhu udara berkisar 16°C - 28°C
15

dan kelembaban rata-rata 84%. Di kawasan TWA Situ Gunung terdapat
62 jenis satwa liar yang termasuk dari 41 jenis burung (11 jenis
dilindungi). Jenis burung yang dilindungi di TWA Situ Gunung
adalah : Elang Bondol (Haliastur indus), Alap-alap (Accipiter
virgatus), burung Sesep made (Aethopyga eximia), burung Kipas
(Riphidura javanica), Cekakak merah (Anthreptes singalensis), burung
made

Merah

(Aethopyga

siparaja),

burung

Cabe

(Dicaeum

trochileum). Sedang burung-burung yang mudah dijumpai adalah
Kutilang, Betet ekor panjang, Prenjak Tuwu, Emprit, Cipoh,
Kepondang, Tulung tumpuk dan Ayam hutan (Dishut, 2007).
Burung memainkan peran ekologis penting. Mereka mengatur
Populasi serangga hutan, adalah agen penyebaran benih penting, dan
indikator kesehatan hutan dan integritas ekosistem (Duguid et al.,
2016).
Deforestasi yang sedang berlangsung dan degradasi hutan hujan
tropis adalah salah satu ancaman yang paling penting untuk
keanekaragaman hayati di dunia. Hal ini tidak mungkin bahwa
pemulihan alami bisa membangun kembali fungsi ekologi dan
keanekaragaman semua daerah tropis gundul, ini adalah karena skala
luas dan pesatnya laju deforestasi di daerah tropis. restorasi aktif dari
hutan

hujan

sangat

penting

dalam

meningkatkan

pemulihan

keanekaragaman hayati di banyak daerah tropis menderita deforestasi.
Namun, nilai hutan hujan aktif dipulihkan untuk burung masih relatif
kurang dipahami karena sejarah singkat dari program restorasi aktif
(Latja et al., 2016).
Dengan peran burung yang sangat penting bagi ekosistem, maka
hutan sebagai tempat habitat burung harus tetap terjaga kelestariannya
dari

gangguan

eksploitasi

hutan

yang

dapat

mengakibatkan

berkurangnya populasi burung yang ada di alam. Menurut (Grinde et
al., 2017) pengelolaan hutan adaptif memiliki potensi untuk
mengurangi perubahan iklim untuk satwa liar dengan melestarikan dan

16

mengembangkan habitatnya, terutama dalam lahan publik di mana
penggunaan lahan sangat dibatasi.

4. Dominansi dan Kelimpahan Burung
Keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung yang ditemukan
dalam suatu kawasan dapat mengindikasikan bagaimana keadaan
dikawasan tersebut. Sebagai salah satu komponendalam ekosistem,
keberadaan burung dapatmenjadi indikator apakah lingkungan tersebut
mendukung kehidupan suatu organisme atau tidak karena mempunyai
hubungan

timbal

balik

dan

saling

tergantung

dengan

lingkungannya.Burung sebagai indikator perubahan lingkungan,dapat
digunakan sebagai indikator dalam mengambil keputusan tentang
rencana strategis dalam konservasi lingkungan yang lebih luas (Bibby
et al., 1998 dalam Paramita, Kuntjoro and Ambarwati, 2015, hlm.161).
Dominan ialah pengendalian nisbi yang diterpakan oleh makhluk
atas komposisi spesies dalam komunitas. Derajat dominan terpusat
dalam satu, beberapa atau banyak spesies dapat dinyatakan dengan
indeks dominan, ialah jumlah kepentingan tiap-tiap spesies dalam
hubungannya dengan komunitas secara keseluruhan (Soetjipta, 1994).
Spesies dominan (dominant species) adalah spesies-spesies dalam
suatu komunitas yang paling melimpah atau secara kolektif memiliki
biomassa terbesar. Sebagai akibatnya, spesies dominan memberikan
kontrol kuat terhadap keberadaan dan distribusi spesies (Campbell et
al., 2008, hlm.389). Menurut Helvort (1981, dalam Fachrul, 2007)
Makin tinggi nilai dominansi suatu jenis burung menunjukan burung
itu makin dominan. Komposisi populasi bisa dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu:
a. Jenis dominan yang mempunyai dominansi lebih besar dari 5%
b. Jenis dominan sedang atau sub-dominansi dengan nilai
kerapatan dominansi 2-5%
c. Jenis tidak dominan dengan nilai kerapatan/dominansi 20% Indeks kelimpahan relatif tinggi.
b. 15%-20% Indeks kelimpaha relatif sedang.
c.