SIKAP BASHAR AL ASSAD TERHADAP SANKSI

SIKAP BASHAR AL-ASSAD TERHADAP SANKSI
EKONOMI AMERIKA SERIKAT UNTUK SURIAH
(2003-2006)
ERLINDA MATONDANG

Universitas Slamet Riyadi Surakarta

2012

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .............................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................. 2
SIKAP BASHAR AL-ASSAD TERHADAP SANKSI EKONOMI AMERIKA SERIKAT UNTUK
SURIAH (2003-2006) ................................................................................................................................... 2
A. Permasalahan antara Suriah dan AS ............................................................................................. 2
B. Sanksi Ekonomi AS untuk Suriah (2003-2006) ........................................................................ 3
C. Diplomasi Bashar al-Assad terhadap AS terkait dengan Sanksi Ekonomi 2003-2006
......................................................................................................................................................................... 4
D. Dampak Diplomasi Bashar terhadap AS ...................................................................................... 6

PENUTUP........................................................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................... 7

ii

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan yang melanda hubungan Suriah dan Amerika Serikat (AS)
merupakan salah satu hal yang tidak pernah diprediksikan sebelumnya. Terlebih
dengan kemenangan Bashar al-Ashad dalam pemilihan umum presiden Suriah pada
tahun 2000.1 Latar belakang pendidikan Bashar dan ide demokratisasi yang dibawanya
menjadi alasan pemerintah AS untuk mendukung kepemimpinannya.2 Namun, pada
tahun 2003, pasca-invasi AS ke Irak, hubungan kedua negara ini mulai memburuk.
Puncaknya pada pemberian sanksi ekonomi AS kepada Suriah pada tahun 2003.
Pemerintahan George W. Bush menjatuhkan sejumlah sanksi ekonomi kepada Suriah.
Dimulai dengan pemotongan pipa minyak Suriah oleh AS pada April 2003. 3 Pipa ini
mengalirkan 200.000 barel per hari dan menjadi sumber utama penghasilan
masyarakat Suriah.4 Selain itu, pada Desember 2003, AS menjatuhkan sejumlah sanksi
ekonomi lainnya kepada Suriah.5 Sanksi-sanksi yang diberikan tersebut diperketat pada
tahun 2006. Pengetatan sanksi ini diberlakukan pemerintah AS dengan alasan tidak

adanya perubahan kondisi Suriah.6
Pengetatan sanksi yang diberikan AS kepada Suriah menarik perhatian penulis.
Sehingga dalam makalah ini akan dibahas sikap Bashar dalam menghadapi sanksi yang
diberikan oleh AS dalam periode 2003-2006. Hal ini sesuai dengan pemikiran penulis
bahwa sikap Bashar, sebagai pemimpin Suriah juga berperan penting sebagai penyebab
pengetatan sanksi ekonomi dari AS. Oleh karena itu, makalah ini diberi judul “Sikap
Bashar Al-Assad terhadap Sanksi Ekonomi Amerika Serikat untuk Suriah (2003-2006)”

Eyal Zisser, “Bashar al-Assad: In or Out of the New World Order?”, (Washington: The Washington
Quarterly, 2005), hlm. 117.
2Ibid., hlm. 117. Lihat juga “Syrian Government Continues Crackdown on Protesters” dalam PBS
NEWSHOUR EXTRA 2011.
3 “Amerika Potong Pipa Minyak Suriah”, TEMPO Interaktif, diakses dari www.tempo.co.id pada 10 Maret
2012.
4 Ibid.
5 “Suriah Tidak Takut Dijadikan Sasaran AS”, Bali Post, diakses dari www.balipost.co.id pada 10 Maret
2012. Lihat juga “AS Berusaha Cabut Sanksi Ekspor ke Suriah”, ANTARANEWS.com, diakses dari
www.antaranews.com, pada 10 Maret 2012.
6 Jeremy M. Sharp & Christopher M. Blanchard, “Unrest in Syria and U.S. Sanctions Against the Asad
Regime”, (Congressional Research Service, 2011), hlm. 8.


Page

1

1

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan
ke dalam sebuah pertanyaan pokok, yaitu bagaimana sikap Bashar al-Assad terhadap
sanksi ekonomi yang diberikan AS kepada Suriah?

SIKAP BASHAR AL-ASSAD TERHADAP SANKSI EKONOMI AMERIKA SERIKAT
UNTUK SURIAH (2003-2006)
A. Permasalahan antara Suriah dan AS
Permasalahan yang terjadi antara Suriah dan AS merupakan satu hal yang
kompleks. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hubungan kedua negara ini
pada awalnya cukup baik. Terlebih saat Bashar terpilih menjadi presiden dan dilantik
pada 10 Juni 2000.7
Bashar yang merupakan seorang yang pernah mengenyam pendidikan di London

dan lancar berbahasa Inggris serta memunyai gaya hidup barat menarik perhatian
negara-negara di dunia untuk mendukung posisinya sebagai pemimpin di Suriah.8
Dukungan negara-negara barat terutama AS semakin menguat dengan berbagai
reformasi yang dibawa oleh Bashar. Internet mulai masuk dan menjamur di dalam
masyarakat

Suriah.9

Selain

itu,

demokratisasi

mulai

digalakkan

dengan


diperbolehkannya masyarakat berpendapat.10
Keretakan hubungan Suriah dan AS terjadi pasca penyerangan AS ke Irak yang
ditentang oleh Suriah.11 Sikap Suriah yang menentang tindakan invasi AS ini berujung
pada berbagai tudingan yang dilancarkan oleh AS kepada Suriah.12 Ada tahun 2003, AS
menuding Suriah telah memberi bantuan kepada pejabat Irak yang melarikan diri.13
Pemerintah AS juga menuduh Suriah bekerjasama dengan Iran untuk mengembangkan
senjata nuklir.14 Selain itu, kedekatan hubungan Suriah dengan Hizbullah dan Hamas
membentuk tudingan baru bahwa Suriah bekerjasama dengan jaringan teroris.15 Hal ini
7

Eyal Zisser, op.cit., hlm.115.
Ibid., hlm. 117. Lihat juga “Syrian Government Continues Crackdown on Protesters”, op.cit.
9 Eyal Zisser, Ibid., hlm.117.
10 Ibid., hlm.117.
11 “Amerika Potong Pipa Minyak Suriah”, op. cit.
12 Denny Armandhanu & Indrani Putri, “Amerika dan Israel Ingin Hancurkan Suriah”, Vivanews.com,
diakses dari analisis.vivanews.com, pada 10 Maret 2012.
13 Ibid. Lihat juga “Amerika Potong Pipa Minyak Suriah”, op. cit.
14 Denny Armandhanu & Indrani Putri, op. cit.
15 Ibid.


Page

2

8

ditambah pula dengan dukungan AS terhadap Israel mengenai kepemilikan Dataran
Tinggi Gulan yang dikuasai Israel sejak perang Arab Israel pada 1948. 16 Berbagai
permasalahan ini yang menjadi sebab-sebab dijatuhkannya sanksi ekonomi oleh AS
pada tahun akhir tahun 2003.
Tiga tahun kemudian hubungan AS dan Suriah kembali memanas. AS
memperketat sanksinya kepada Suriah. Sanksi ekonomi berupa larangan ekspor,
kecuali obat-obatan dan makanan. Selain itu, AS juga melakukan pembekuan aset-aset
milik pemerintah Suriah yang berada di AS.17 Sejumlah sanksi ini diambil oleh
pemerintah AS di bawah kepemimpinan Bush.
B. Sanksi Ekonomi AS untuk Suriah (2003-2006)
Pemotongan pipa minyak Suriah oleh AS merupakan sanksi awal yang diberikan
AS kepada Suriah. pemotongan pipa minyak ini merupakan pukulan yang berat untuk
Suriah. Pipa yang menghubungkan jalur minyak Suriah dan Irak ini merupakan sumber

penghasilan utama penduduk Suriah dan menghasilkan 200.000 barel per hari. Hal ini
menyebabkan pemerintah Suriah terpaksa menukar minyak dengan sejumlah
makanan.18
Sanksi AS yang berlaku secara resmi di Suriah ditetapkan pada 12 Desember
2003. Ada tiga kriteria sanksi yang diberikan AS kepada Suriah, yaitu:
(1) larangan ekspor AS ke Suriah (berdasarkan the 2003 Syria Accountability and
Lebanese Sovereignty Act/SALSA);
(2) larangan terhadap pejabat Suriah dan golongan-golongan masyarakat Suriah untuk
mengakses sistem keuangan finansial AS serta larangan pengembangan senjata
pemusnah massal dan bekerjasama dengan al-Qaeda, Taliban atau Osama bin
Laden; dan
(3) pemberhentian Commercial Bank of Syria pada 2006 (berdasarkan USA Patriot Act).
Selain itu, Kongres AS memberikan kesempatan Presiden Bush untuk memillih
dua atau lebih dari enam pilihan sanksi yang disediakan oleh Kongres, yaitu:
(1) larangan semua ekspor ke Suriah, kecuali makanan dan obat-obatan;

Page

Muzammil Basyuni, "Perkembangan Aktual Politik Timur Tengah: Perspektif Suriah”, diakses dari
vidi.ohlog.com pada 10 Maret 2012.

17 “AS Berusaha Cabut Sanksi Ekspor ke Suriah”, op. cit.
18 “Amerika Potong Pipa Minyak Suriah”, op. cit.

16

3

(2) larangan pembisnis AS untuk berinvestasi di Suriah;

(3) larangan pendaratan pesawat Suriah di lapangan udara Suriah;
(4) mengurangi kontak diplomasi dengan Suriah;
(5) pembatasan perjalanan diplomat Suriah di AS; dan
(6) menutup transaksi properti milik masyarakat Suriah.19
Bush memilih untuk memberikan larangan ekspor ke Suriah, kecuali makanan
dan obat-obatan serta larangan pendaratan pesawat Suriah di lapangan udara Suriah.
Pada pengetatan sanksi ekonomi tahun 2006, sanksi ditambah dengan menutup
transaksi properti milik orang-orang Suriah tertentu, terutama kalangan keluarga
Assad.20
C. Diplomasi Bashar al-Assad terhadap AS terkait dengan Sanksi Ekonomi 20032006
Sebagai keturunan dari Hafez, Bashar banyak meniru cara ayahnya memimpin

negara Syam. Bashar tetap menjaga hubungan baik yang telah dijalin ayahnya dengan
Hizbullah dan Hamas serta Iran. Namun, dia gagal menjaga hubungan baik dengan AS.
Bashar hanya mampu mempertahankan hubungan baiknya dengan AS selama tiga
tahun pemerintahannya.
Bashar merencanakan beberapa reformasi dalam agendanya. Demokratisasi dan
perubahan kondisi dan sistem perekonomian merupakan bagian di dalam agenda
reformasi tersebut. namun, dia gagal menjalankan agenda tersebut karena
permasalahan materi yang tidak memadai.21 Dalam politik luar negerinya, Bashar
cenderung dinilai tidak dapat memperhitungkan dengan baik dampak dari setiap
tindakan yang diambilnya.22
Hubungan Suriah dengan negara lainnya, baik di kawasan Timur Tengah
maupun di luar kawasan semakin merenggang. Hal ini merupakan akibat dari
kedekatan hubungan Suriah dengan Hizbullah dan beberapa organisasi lain yang diberi
label teroris oleh AS beserta sekutunya. Bashar lebih mengutamakan kedekatan
hubungan tersebut dibandingkan dengan menjaga relasi secara keseluruhan.

Jeremy M. Sharp & Christopher M. Blanchard, op. cit., hlm. 14-15. Lihat juga Jeremy M. Sharp, “Syria:
Issues for the 112th Congress and Background on U.S. Sanctions”, (Congressional Research Service,
2011), hlm. 20.
20 Ibid.

21 Dennis Ross, “U.S. Policy toward a Weak Assad”, (Washington: The Washington Quarterly, 2005), hlm.
90.
22 Ibid., hlm. 90.

Page

4

19

Bashar mengikuti jejak Hafez yang sadar akan istilah yang meyatakan bahwa
“musuh dari musuhmu adalah temanmu”. Hizbullah merupakan musuh Israel dan AS.

Sedangkan Israel merupakan musuh Suriah terkait dengan peristiwa pada tahun 1948
mengenai sengketa Dataran Tinggi Gulan. Oleh karena itu, menjalin hubungan dengan
Hizbullah merupakan satu hal yang sangat penting. Namun, Bashar bersikap berlebihan
terhadap Hizbullah menjadi satu permasalahan tersendiri.
Salah satu sikap berlebihan yang ditunjukkan Bashar dalam menjalin hubungan
dengan Hizbullah adalah dengan mengundang Hizbullah dalam acara sejenis tirakat
yang diadakan untuk memperingati satu tahun meninggalnya Hafez al-Assad. Hal ini

menjadi ironi karena sebelumnya antara Nasrallah dan Bashar belum pernah bertemu
secara personal. Sikap berlebihan ini yang menjadi alasan AS untuk menuding Suriah
sebagai negara yang melindungi aksi terorisme dan memberikan sanksi ekonomi pada
akhir tahun 2008.
Ketika AS menjatuhkan sanksi ekonomi pada tahun 2003, Bashar menunjukkan
sikap yang tegas dan seolah-olah tidak memedulikan sanksi tersebut. Bashar
menyatakan bahwa dia dan seluruh masyarakat Suriah tidak takut dengan sanksi yang
diberikan AS.23 Sikap Bashar ini pula yang diikuti oleh segenap orang yang menjabat di
pemerintahan Suriah.
Namun, dalam selang waktu yang sangat singkat, Bashar menjadi lebih soft
dalam menjalankan politik luar negerinya. Bashar bersedia memenuhi permintaan AS
untuk melakukan perundingan dengan Israel terkait dengan sengketa Dataran Tinggi
Gulan. Dalam perundingan tersebut tidak tercapai kesepakatan di antara kedua belah
pihak karena keduanya mengangkat prinsip yang berbeda. Bashar mengangkat prinsip
“land for peace”, sedangkan pihak Israel mengangkat prinsip “peace for peace” dan
tanpa syarat.24

Selain mulai memperbaiki hubungan dengan AS, Suriah juga masih terus
menjalin hubungan yang baik dengan Iran dan mendukung setiap pergerakan Hizbullah
yang bermusuhan dengan Israel.25 Hubungan yang baik dengan Hizbullah ini jelas
menguntungkan untuk Suriah. Apalagi dengan kemenangan Hizbullah dalam perang

“Suriah Tidak Takut Dijadikan Sasaran AS”, op. cit.
Muzammil Basyuni, op. cit.
25 Dennis Ross, op. cit. Lihat juga PBS NEWSHOUR EXTRA 2011, op. cit.

23

24

Page

5

yang terjadi pada tahun 2006.

Kemenangan yang diraih oleh Hizbullah dalam perang tersebut membuat
kedudukan Suriah semakin menguat dan memunyai penghargaan tersendiri. Oleh
karena itu, Bashar mulai “mengangkat dagunya” untuk menghadapi AS.26 Sementara itu,
pemerintah AS yang kala itu masih dipimpin oleh Bush menjadi berang karena melihat

inkredibilitas yang dilakukan oleh Bashar. Sehingga alasan utama dari pengambilan
keputusan ini adalah ketidakpuasan AS terhadap sikap Bashar.
D. Dampak Diplomasi Bashar terhadap AS
Pra-pemberlakuan sanksi ekonomi AS kepada Suriah dan sikap Bashar yang
masih mengagungkan Hizbullah beserta Hamas dan Iran, sebagian besar negara yang
berada di kawasan Timur Tengah menunjukkan sikap yang cenderung mendukung
tindakan AS. Bahkan beberapa negara, seperti Mesir, mendorong Suriah untuk
menghentikan pertikaiannya dengan Israel dan menuding Suriah terlibat dalam
sejumlah aksi terorisme.27
Sikap pemerintahan negara lain yang berada di kawasan Timur Tengah
menyambut baik perundingan yang dilaksanakan oleh Suriah dan Israel mengenai
sengketa Dataran Tinggi Gulan. Hampir seluruh negara di Timur Tengah mendukung
perbaikan hubungan diplomatik Suriah dan AS. Seiring dengan perbaikan kondisi
tersebut, hubungan Suriah dengan negara-negara di kawasan juga cenderung membaik.
Keberhasilan Hizbullah dalam perang melawan Israel pada tahun 2006,
membuat seluruh negara Arab merasa senang dan menghormati keberadaan Hizbullah
di wilayah Lebanon Selatan. Sikap negara-negara tersebut pun berubah drastis. Jika
sebelumnya mereka menentang hubungan baik Suriah dan Hizbullah, maka pasca
kemenangan tersebut tidak ada komentar negatif mengenai hubungan tersebut.
Kemenangan Hizbullah menjadi kebanggaan tersendiri untuk negara-negara Arab.

PENUTUP
Permasalahan yang terjadi antara Suriah dan AS merupakan salah satu hal yang
rumit dan sulit untuk diselesaikan, kecuali adanya ikhtikad baik dari setiap pihak. Bush,
dalam masa kepemimpinannya dilihat sebagai seorang pemimpin yang lebih

Emile El-Hokayem, “Hizballah and Syria: Outgrowing the Proxy Relationship”, (Washington: The
Washington Quarterly, 2007), hlm. 47
27 Denny Armandhanu & Indrani Putri, op. cit.
26

Page

6

mengedepankan hard diplomacy, begitu pula dengan Bashar. Sebagai pengganti

ayahnya, Bashar mencoba tampil sebagaimana ayahnya, Hafez al-Assad. Namun,
sepanjang

kepemimpinannya,

pernyataan-pernyataan

ekstrem

yang

kerapkali

diucapkannya membuat hubungan yang kurang baik dengan pemerintah AS, semakin
memburuk.
Dalam menghadapi sanksi yang diberikan AS pun, Bashar menunjukkan sikap
yang berbeda. Pada awalnya, Bashar mulai memperbaiki hubungan baik dengan AS dan
Israel. Namun, ketika Hizbullah memenangkan peperangan melawan Israel pada tahun
2006

Bashar

menanggapi

dengan

pernyataan

ekstrem

dan

membanggakan

hubungannya dengan Hizbullah dan Hamas. Sikap Bashar yang dinilai tidak kredibel
dan frontal membuat Kongres AS marah dan melakukan pengetatan sanksi ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. “Suriah Tidak Takut Dijadikan Sasaran AS”. www.balipost.co.id. Diakses
pada 10 Maret 2012.

Anonim. 2003. “Amerika Potong Pipa Minyak Suriah”. www.tempo.co.id. Diakses pada
10 Maret 2012.

Anonim. 2011. “AS Berusaha Cabut Sanksi Ekspor ke Suriah”. www.antaranews.com.
Diakses pada 10 Maret 2012.

Armandhanu, Denny & Indrani Putri. 2011. “Amerika dan Israel Ingin Hancurkan
Suriah”. analisis.vivanews.com. Diakses dari pada 10 Maret 2012.

Basyuni, Muzammil. 2009. "Perkembangan Aktual Politik Timur Tengah: Perspektif
Suriah”. vidi.ohlog.com. Diakses pada 10 Maret 2012.

El-Hokayem, Emile. 2007. Hizballah and Syria: Outgrowing the Proxy Relationship.
Washington: The Washington Quarterly.
M. Sharp, Jeremy & Christopher M. Blanchard. 2011. Unrest in Syria and U.S. Sanctions
Against the Asad Regime. Congressional Research Service.
Ross, Dennis. 2005. U.S. Policy toward a Weak Assad. Washington: The Washington
Quarterly.
Sharp, Jeremy M. 2011. Syria: Issues for the 112th Congress and Background on U.S.

Washington Quarterly.

Page

Zisser, Eyal. 2005. Bashar al-Assad:In or Out of the New World Order. Washington: The

7

Sanctions. Congressional Research Service.