IMPIAN DUNIA TOKOH DALAM KARYA SASTRA BU

KERTAS
KERJA
SAKM IX
2007
TEMA : SASTRA
FSSK, UKM

SASTERA

BUDAYA

BAHASA

1.

2.

PENULIS
Abd Wahid Jais &
Faezah Kassim


INSTITUT
UM,
wahidjais@um.edu.my

JUDUL KERTAS
Pensejarahan dalam
kesusateraan Melayu:
Manifestasi keintelektualan
tamadun Melayu
UTM,
Cereka Sains dan Teknologi:
zaki@utm.my
Asas Tamadun Rekacipta
UPSI,
Menelusuri Jalan Suluh Budiman:
aniomar@upsi.edu.mu
Nostalgia dan Realiti Perspektif
Masa Kini
Universitas Bangka Belitung,
Gurindam, dari Raja Ali Haji,

asyrafbangka@yahoo.com
Roestam Robain, Hingga Eko
Maulana Ali
UGM,
Menbaca wacana politik
ningrumdewajati@yahoo.com
Indonesia pascakemerdekaan
Dalam cerpen-cerpen seno
Gumira Ajidarma
UM,
Teori Sastera Perpaduan:
fpchew@um.edu.my
Satu Pendekatan
Delvi_wahyuni2002@yahoo.com
Sasterwangi Sastera Melayu
yang Fenomenologis

3.

Ahmad Zaki Abu

Bakar
Ani Omar

4.

Asyraf Suryadin

5.

Cahyaningrum

6.

Chew Fong Peng

7.

Delvi Wahyuni

8.


Ediwar

PPBKKM,
manwar@ukm.my

9.

Ekarini

10.

Kamariah Kamarudin

Universitas
Muhammadiyah Malang,
ekarini2004@yahoo.com.my
UPM,
kkamaria@fbmk.upm.edu.my


11.

Leany Nani Harsa

Universiti Pakuan,
leanyharsa@cbn.net.id

Sastera Lisan Melayu
Minangkabau Dalam
Persembahan Indang
Impian dunia tokoh dalam karya
sastra buruh migrant dan sastra
metropolis
Nilai Tarbiah dan Islah Wanita
Melayu Islam Pascamerdeka:
Satu Analisis Terhadap Novel
Tunggu Teduh Dulu dan
Surat-surat Perempuan Johor
Representasi Perempuan Dalam
Sastra Melayu Telaah Terhadap

Karya Sastra yang ditulis oleh
Ismail Kassan: Dejavu Seorang
Perempuan (2001) dan Siti Aisah
Murad: Lukanya Sekeping Hati
(2001)

IMPIAN DUNIA TOKOH DALAM KARYA SASTRA BURUH MIGRAN
DAN SASTRA METROPOLIS *)
Ekarini Saraswati
Universitas Muhammadiyah Malang
Indonesia
Sastra buruh mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1990-an di beberapa
daerah di Jawa seiring dengan kesadaran mereka untuk memperjuangkan hak-haknya.
Kantong-kantong seni dan sastra berkembang mulai Jakarta hingga kota ujung Jawa
Timur di antaranya Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Solo Kudus dan Surabaya.
Mereka mencoba menjadikan sastra sebagai upaya penyadaran diri sekaligus alat
perjuangan.
Sastra buruh didefinisikan sebagai karya sastra tentang kehidupan buruh dan dibuat
oleh para buruh (Gunadi 2005, Daery 2005, Budianta, 2006, Prabowo, 2007). Karya
sastra buruh yang dihasilkan berbentuk puisi, novel dan cerpen. Pada sebagian besar

sastra buruh industri bentuk karya sastra yang dihasilkan berbentuk puisi sedangkan
karya sastra yang berbentuk prosa dihasilkan oleh para buruh migran.
Sastra buruh migran lebih banyak dihasilkan oleh para TKW yang bekerja di
Hongkong. Mereka menumpahkan renungan, perasaan dalam bentuk novel dan cerpen.
Novelis Rini tampaknya menjadi ikon sastra buruh migran dengan karyanya yang
berjudul catatan harian buruh. Para cerpenis lainnya di antaranya Lik Kismawati asal
Surabaya, Wina Karnie dan Etik Juwita (Blitar),Tania Roos dan Mega Vristian
(Malang), Hartanti (Ponorogo), Dian Litasari (Banyuwangi), Tarini Sorrita (Cirebon),
Suci Hanggraini (Madiun), dan Atik Sugihati (Kediri). Karya mereka sudah bertebaran
di banyak media. Dalam makalah ini dibicarakan cerpen karya Etik Juwita dan Denok
Karya sastra metropolis dilahirkan seiring dengan reformasi politik yang
mendengungkan demokratisasi. Sebagai pencetusnya Ayu Utami yang muncul hampir
mendekati lengsernya Presiden Suharto. Kebanyakan sastra metropolis dibuat oleh kaum
perempuan kelas menengah di kota Jakarta. Dalam makalah ini diuraikan cerpen karya
Intan Paramaditha dan Djenar Maesa Ayu.
*)

Makalah disajikan dalam Konferensi Antarbangsa di Pahang pada tgl 26-29 Oktober 2007

Sastra Buruh Migran

Buruh migran adalah para TKW yang bekerja di Hongkong yang memiliki impian
adanya perbaikan kehidupan. Dalam menggapai impian itu sendiri mereka mengalami
berbagai kejadian yang tidak diinginkan. Dalam cerpen Barter karya Denok diceritakan
ketidakmengertian tokoh tentang perilaku teman-temannya yang mau menikah dengan
pria Hongkong agar dapat visa independent yang ternyata akhirnya mengalami
perlakuan buruk dari suaminya itu.
’’Lha, kamu kalau bisa nikah sama orang sini kan dapat independent visa yang artinya kamu
bisa mencari pekerjaan selain sebagai PRT, gajinya lebih gede lagi, dan modal 40 juta itu akan bisa
kembali dalam 1 tahun,’’ masih dengan berapi-api dia berkata. Namun aku hanya tersenyum.

(Barter: 1)
Mekanisme pertahanan yang digunakan untuk memerangi godaan dengan cara
menyublimkan bahwa pernikahan bukan hanya sekedar untuk mencari visa independent
tetapi untuk seumur hidup dan harus menikah dengan seseorang yang dia cintai.
’’Lha, bukankah lebih baik kita saling mencintai jika harus menikah? Buat apa beli laki-laki
yang punya visa independent Hong Kong kalau aku tak mencintainya? Lagian, kalau kita membeli
apakah kamu tahu apa yang akan terjadi? Empat puluh ribu dolar gak sedikit loh, dan bagiku
sebuah pernikahan itu bukan main-main, itu sebuah ibadah dan tindakan kemuliaan yang tidak
seharusnya dipermainkan,’’ kataku mulai berargumen denganya. (Barter: 1)
’’Masalahnya bukan tertarik dan tidaknya. Kalau aku, jujur mengagungkan sebuah pernikahan.

Bagiku uang bisa dicari setiap saat, sementara kalau memilih suami harus yang benar-benar,
soalnya untuk seumur hidup,’’ aku kembali tersenyum menatapnya. (Barter: 1)

Selain prinsip pernikahan yang dia pegang juga karena berdasarkan berbagai
pengalaman ketidakbahagiaan alibat pernikahan semacam itu yang dialami temamtemannya..
’’Aku stress dengan tingkah laku suamiku selama ini. Setiap hari kerjaanya mabuk saja, tak
pernah bekerja dan hari-harinya aku yang justru menghidupinya. Pernah dulu dia mabuk dan
menghajar aku serta anaknya sendiri. Lebih parahnya lagi pernah membakar rumah yang kami
tempati,’’ pernyataan yang mengejutkan dari salah satu BMI yang menikah dengan orang asli Hong
Kong. Kehidupan selama 14 tahun yang dijalaninya yang ternyata memberikan tekanan batin yang
mungkin tak seorang pun mengetahuinya. Cerita dia dari hari ke hari semakin membuatku yakin

bahwa kebanyakan perempuan Indonesia itu sebenarnya tak menginginkan pernikahan dengan lakilaki Hong Kong. Hanya karena sebuah visa? Mungkin orang akan mengatakan itu sebuah perbuatan
sangat bodoh. Tetapi, akhirnya kita harus menyadari bahwa setiap orang berhak untuk menentukan
sendiri jalan hidupnya, kan? (Barter: 1)

Etik Juwita dalam cerpen Perempuan yang Kutunggu di Bawah Jalan Layang
menceritakan godaan yang datang dari pria yang bermulut manis dan berwajah ganteng
yang hanya ingin menjadikan TKW sebagai budak
Tentang pria PKS yang dulu pernah disayanginya. Laki-laki yang digilainya namun serta merta

mencampakkannya, yang mendustainya dengan janji berumah tangga namun tak kunjung
menikahinya. Laki-laki dengan ketampanan rupa yang tak hanya pandai bersandiwara tapi juga
membuatnya menjadi budak, bernyawa tapi tak berhak berkeinginan. (BKBJL: 2)

Perlakuan buruk pria yang dicintainya menuai kekecewaan karena dia harus
menghadapi kenyataan bahwa pria itu sering menyiksanya.
Ceritanya mengalir deras, tanpa air mata. Kekecewaan yang dalam aku tangkap dari setiap
kata-katanya. Kekecewaan pada seorang Ranju, juga cerita rumah tinggalnya yang ber-ruang satu,
di mana ia menyimpan barang rongsokan, makan, tidur, disiksa, menangis, meronta, meratap,
menyembah, dibinatangkan, tapi sekaligus dibungkam. Juga cerita tentang air keran yang tak
mengalir selama seminggu karena belum bayar tagihan. (BKBJL: 2)

Mekanisme pertahanan yang dia lakukan adalah dengan lari dari pria yang selama
ini menyiksanya.
Dan hari itu rupanya ia berada pada titik puncak kejenuhannya. Maka dengan sisa tekat yang
masih ia punya ia mencoba lari, “Ke mana saja” katanya. Tapi malang, Ranju keburu
mengetahuinya. Seperti orang kesetanan Ranju yang sekali dulu pernah bilang mencintainya,
mengahajarnya habis-habisan, membuang semua yang masih ia miliki, lalu meninggalkannya.
(BKBJL: 2)


Namun ternyata mekanisme pertahanan yang dilakukannya tidak berhasil karena
dia harus menanggung penderitaan yang lebih parah lagi akhirnya dorongan mati
menjadi pilihannya.
Kutarik secarik koran yang aku dapatkan dari seorang PL --yang ngotot; Mbak Gun,
perempuan cantik yang rambutnya selalu awut-awutan, begitu ia menyebutnya, sudah meninggal,
bunuh diri. An identified woman fell to her death, near fly-over yesterday, suspected as
Indonesian****, ah semoga ia bukan engkau Mbak Gun, batinku mendamaikan diri. (BKBJL: 2)

Godaan lain datang dari pria yang pura-pura mencintainya tetapi hanya untuk
memerasnya, namun pria ini tidak sampai menyiksa tetapi dengan rayuan-rayuan dia
bisa memoroti uang para TKW. Cerpen BCA karya Denok menggambarkan bagaimana
dengan mulut manisnya seorang pria dapat menaklukkan TKW untuk membelikan
barang-barang yang diingininya.
’’Dik, gimana bulan depan jadi beli handycam untuk Mas kan?
’’Iya Mas, tenang aja, kemarin aku baru lihat-lihat kok, harganya 2 bulan gajiku loh, tetapi gak
apa-apa, kan nanti untuk kita juga? Rasa kasmaran itu benar-benar telah membutakan hatinya. Hati
yang berbunga, mata yang gelap, yang ada hanya bayangan Sang Arjuna dengan segala impian
masa depannya. (BCA: 1)

Agar rayuannya tidak hanya bersifat gombal mereka memberikan janji akan
menikahinya.
’’Dik, kalau nanti kita ketemu, langsung nikah aja ya? Sepertinya aku gak sanggup hidup tanpa
dirimu loh,’’ kata demi kata yang terukir indah telah melenakan Winda. Tidak siang, malam ,sore,
kembali ke subuh, telepon tidak pernah absen. (BCA: 1)

Akhirnya dia harus gigit jari ketika diketahui bahwa pria yang selama ini dia
impikan hanya seorang don juan yang menjalin cinta juga dengan wanita lain.
’’Mas Deny, kita kan janjian chatt jam 4 sore. Kenapa baru jam 1 siang Mas udah online?
Ternyata kamu memang punya janji sama cewek lain ya? Tiba-tiba tanpa menunggu jawaban dari
seberang dia matikan HP, dan meninggalkan warnet dengan rasa dongkol. Ketika keluar dari lift,
dia menuju sebuah tempat yang selama ini telah lama tak pernah dia datangi, tiba-tiba air mata
beningya menetes. Penyesalan demi penyesalan baru dia rasakan. Gaji selama 6 bulan yang
seharusnya dia kirim pulang ternyata harus melayang ke tangan sang pujaan hati, atau mungkin saat
ini sudah menjadi sang pengkhianat hati. (BCA: 2)

Mekanisme pertahanan yang dia lakukan dengan merepresinya
Antrean di Bank BCA itu tetap panjang, namun Winda hanya bisa memandang dolar demi
dolar yang berada di tangan Mbak-Mbak BMI itu, sementara dolar Winda sudah melayang untuk
Sang Arjuna. (BCA: 2)

Pada karya Denok yang lain Kata Hati Nia patah hati karena menjalin cinta jarak
jauh dengan TKI di negara lain.
Obrolan mereka sepertinya tak pernah berhenti sampai di situ, dan entah kenapa tiba-tiba aku
hanya ingin tersenyum menyadari bahwa bukan hanya Ira saja yang bisa berkhianat, pacarku

sendiri yang bekerja di Korea pun bisa berkhianat. Dengan bermodal kepercayaan aku berpikir itu
sudah lebih dari cukup, ternyata memang itulah kenyataanya, cinta jarak jauh itu telah menyiksaku,
walau sekarang aku pun telah menjalin kembali sebuah hubungan jarak jauh. Kali ini bermodal
sebuah kata hati bahwa aku harus menyinta. (KHN: 2)

Godaan yang mereka hadapi tidak hanya ketika mereka berada di tempat kerja
tetapi juga sebelum mereka berangkat. Seperti pemerkosaan oleh pengurus. Dalam
Gerimis Senja karya Denok salah seorang TKW harus mendaparkan perlakuan yang
tidak senonoh dan ketika dia menolak untuk melayani mereka dimarahi
“Dasar sundel! Jangan sok suci kamu! Sebelum ke asramaku, kamu adalah gembel. Akulah
yang memalsu dokumen-dokumenmu sehingga kamu bisa bekerja ke luar negeri. Aku berhak apa
saja atas diri kamu,” bentaknya sambil menarik kerah bajuku. (GS: 3)

Mekanisme pertahanan yang dia lakukan hanya mengelus dada dan pasrah karena
tidak ada kekuatan yang dia punyai.
Tadi pak Gatot mengantar kamu ke sini.. Dia berpesan, lain kali makan dulu jika mau keluar
mengurus dokumen, biar tidak pingsan lagi,” mbak Ani memijit-mijit lenganku. (GS: 4)
“Ya Allah. Apakah aku tidak salah dengar barusan? Benar-benar bajingan!” aku menutup
rapat mataku. Benar-benar penipuan biadab. Aku tidak punya cukup bukti untuk menyeret dia ke
pengadilan. “Tuhan yang akan membalasmu, Gatot,” dadaku sesak. (GS: 4)

Begitu banyaknya penderitaan yang dialami para TKW menjadikan perasaan kebal
sebagaimana diungkapkan Hatiku Kapalan karya Etik Juwita. Begitu dalamnya
penderitaan yang dialami menjadikan negara tempat dia bekerja tidak memberikan
kenangan.
Aku termangu. Sebentar lagi negeri ini kutinggalkan. Dua tahun lebih sebulan aku
mendiaminya. Membekaskan kejadian-kejadian pahit sebagai seorang buruh migran. Aneh,
perasaan akan merindukan keindahan negeri ini tak sedikit pun membekas di dalam dadaku.
(HK: 1)

Penderitaan yang dialami menjadikan perasaan kebal
Aku datang ini pun bukan berarti karena Star Ferry merupakan tempat yang sangat aku
kagumi di Hongkong. Tak ada yang istimewa. Mungkin karena selama dua tahun lebih itu aku
harus berusaha untuk mengendalikan hati dan rasaku. Meletakkan diriku pada tingkatan manusia
yang tak boleh demikian saja menyemburkan emosi dengan tanpa saringan. Menelan keinginan
majikanku bahwa perasaan, lelah, sakit, emosi, bukan milik pembantu sepertiku. Maka

kemudian aku, hatiku jadi kapalan. Kebal. Kebal oleh segala pukulan. Bebal untuk sekedar
merasai keindahan. Aku lalu menjadi perkasa. Tentu saja ini hasil dari orang-orang yang
mengajariku di Negeri Naga ini. (HK: 1)

Penderitaan yag dialami di negara orang lain tak dapat mereka hindari
Di negara ini, di tempat di mana orang yang menggajiku tinggal, aku sudah dibiasakan
untuk tidak memimpi-mimpikan mendapat senyuman. Tidak untuk menimbang sama ada aku
punya keinginan atau tidak. Tidak penting apakah aku punya rasa marah ketika merasa terinjak.
Tidak perlu berteriak ketika diperlakukan seperti sapi bajak. Dilecut dengan makian hanya
karena salah meletakkan sumpit. Bungkam meski kadang sakit yang aku rasa seperti kena tikam.
Awalnya aku tak biasa berbantah, lalu aku jadi malas berbantah kemudian aku sudah mati rasa.
Syukurlah. Meski ketika aku libur begini,aku seperti kembali jadi manusia dan sakit itu terasa,
pahit memang. Getir sungguh. Tapi apa boleh buat. (HK:1)

Untuk mengurangi penderitaan yang dialami di antranya mereka menertawakan
perilaku majikannya. HSHLS Etik Juwita menyiratkan mekanisme pertahanan tersebut.
Di meja rias itu, seperti baru saja ada demo bersolek. Berantakan. Dan, alamak! Kau pasti tak
percaya. Di sana, di bawah meja rias, di sebelah tas tangan warna hijau. Sepatu hijau nyonyaku
tergolek pincang sebelah! Pantaslah HSHLS itu begitu menggangguku. Bukankah setiap hari aku
membersihkanya?
Masalahnya, nyonyaku tidak seksi apalagi semampai. Badannya padat berisi, bulat
persis bodi kuali.
Teeeet! Oh bunyi bel pintu, pasti nyonyaku pulang. Dan aku tiba-tiba ingin tertawa!***
(HSHLS: 3)

Sastra Metropolis
Berbeda dengan sastra buruh migran mekanisme pertahanan yang dilakukan
para tokoh sastra metropolis bersifat memberontak dan melawan keadaan sekalipoun
itu melanggar norma. Mereka Bilang Saya Monyet karya Djenar Maesa Ayu
menggambarkan bagaimana kehidupan metropolitan telah mengubah perilaku
seseorang menjadi seperti hewan. Sebagaimana dituduhkan orang lain pada diri tokoh.
Waktu saya menyatakan bahwa saya juga mempunyai hati, mereka tertawa dan
memandang saya dengan penuh iba atas kebodohan saya. Katanya hati yang mereka maksudkan
adalah perasaan, selain itu mereka juga mempunyai otak. Tapi ketika saya protes dan
menyatakan bahwa saya pun punya otak, lagi-lagi mereka tertawa terbahak-bahak. Katanya otak
yang mereka maksudkan adalah akal. (MBSM: 2)

Dia disebut monyet karena menyanyi sambil berjingkrak-jingkrak

... Saya mulai berjingkrak-jingkrak mengikuti irama musik dan suara saya yang terdengar tidak
merdu. Saya berputar ke kiri, berputar ke kanan, bergerak maju, bergerak ke belakang, bertepuk
tangan, berteriak kencamg, duduk di atas pangkuan pemain keyboard dan semua yang ada di kafe itu
ikut bersorak-sorai dan bertepuk tangan. (MBSM: 6)

Menurut orang-orang yang hadir dia layaknya seperti binatang.
”Bagaimana kamu mau disebut manusia? Wujudmu boleh manusia, tapi kelakuanmu
benar-benar monyet!”
”Tapi bukankah kalian ikut bergoyang? Bukankah kalian ikut bertepuk tangan? Bahkan
saya juga melihat sebagian dari kalian tertawa-tawa.” (MBSM: 7)

Untuk mengibaskan kekesalannya kemudian dia menenggak minuman tanpa dia
sadari
Saya malas bertanya lagi. Percuma bicara kepada seseorang – atau tepatnya makhlukyang senang dan mampu berbohong pada diri sendiri. Saya menuang bir ke dalam gelas saya dan
meminumnya dalam satu kali tegukan. Saya menuang bir untuk kedua kalinya dan segera
menuntaskannya kembali dalam satu kali tegukan.. (MBSM :7)

Untuk membalas dendam kemudian dia melakukan penyerangan secara halus.
Dia mengajak salah seorang pria yang menurut dia binatang juga ke suatu tempat.
Laki-laki berkepala buaya dan berekor kalajengking duduk tepat di seberang saya.
Perempuan yang tadi bersamanya di kamar mandi duduk agak jauh dan sedang mengelenggelengkan kepala tanpa sengaja. Laki-laki berkepala buaya dan berekor kalajengking
menyeringai sambil mengerdipkan mata ke arah saya. Sungguh, kali ini saya merasa benar-benar
ingin menghajarnya. (MBSM :4)

Di kamar kecil dia menghajar pria itu
Saya menunggu di dalam kamar mandi. Tidak lama pintu diketuk. Saya memuka pintu.
Si Kepala Buaya menyeruak masuk dan memberondong saya dengan ciuman. Saya cekik
lehernya dan saya sandarkan dia ke dinding. Saya hajar mukanya seperti apa yang saya harapkan
sebelumnya. Pintu kamar mandi diketuk. Saya membuka pintu dan Si Kepala Ular sudah berdiri
berkacak pinggang di depan pintu. Saya mempersilakan ia masuk dan meninggalkan mereka.
Saya mendengar suara tamparan di pipi Si Kepala Buaya tempat saya menghajarnya tadi.
(MBSM: 10)

Pada cerpen Pemintal Kegelapan karya Intan Paramaditha yang menceritakan
bagaimana beratnya kehidupan seorang janda dengan seorang anak.

Aku berhenti memikirkan Si Pemintal Kegelapan ketka Ibu bercerai dengan Ayah. Sejak
usiaku menginjak 13 tahun, aku tinggal berdua saja dengan Ibu. Ia masih bercerita, namun entah
mengapa, ceritanya mulai terasa hambar. Perkiraanku, ibuku mulai bosan mendongeng. Matanya
kosong. Ceritanya tidak berenergi. Tidak seperti ketika ayahku masih tinggal bersama kami, kini
Ibu terlihat kelelahan karena sering pulang larut malam... (PK: 14)

Bagaimana dia berupaya membahagiakan anaknya
Ibuku berupaya membuat kehidupan kami tetap seperti semula. Ia tetap mengantarku
sekolah, menyiapkan sarapan, meneleponku dari kantornya di saing hari, dan mencium pipiku
sebelum tidur. Ia selalu bersikap manis, tapi seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, ia
kehilangan greget..(PK:15)

Namun, upaya yang dilakukan ternyata tidak mudah dan dia harus mencari
pekerjaan lain yang menimbulkan gosip yang tidak sedap...
Ketika usiaku 16 tahun, Ibu mulai memiliki kekasih. Seorang laki-laki tinggi besar sering
datang ke rumahku. Aku memanggilnya om Ferry. Aku menyukainya karena ia selalu bercerita
tentang petuaolangannya di luar negeri. Namun, beberapa bulan kemudian ada laki-laki lain, Om
Riza. Setelah itu, laki-laki berbeda datang silih berganti hingga aku tidak bisa mengingat nama
mereka semua. Seorang tetangga sempat bertanya saat aku menyiram bunga di pekarangan,
”Yang mana yang akan jadi ayah barumu?” Terlalu banyak laki-laki yang singgah di rumah, dan
ini menyebabkan timbulnya gosip-gosip yang memerahkan telinga. (PK: 15)

Selanjutnya temanya mencurigai ibunya yang dapat membiayai hidupnya hanya
dengan mengandalkan gaji di kantor.
”Ibuku bilang ada yang disembunyikan ibumu,” kata Nina, setengah berbisik. ”Apa
ibumu benar-benar bisa menghidupimu hanya dengan bekerja di kantor?” (PK: 15)

Dari hasil analisis di atas tergambar ada perbedaan yang cukup mencolok antara
tokoh cerpen dalam sastra migran dengan tokoh cerpen sastra metropolis. Mekanisme
pertahanan tokoh migran berupa represi karena mereka tidak berdaya melawan nasib
sedangkan mekanisme pertahanan tokoh cerpen sastra metropolis dilakukan dengan
merasionalisasikan apa yang mereka lakukan sehingga sesuai dengan tuntutan
masyarakat karena mereka merdeka sekalipun mekanisme pertahanan mereka

melanggar norma. Dari segi struktur kepribadian tokoh sastra buruh memiliki ego
yang lebih banyak diwarnai superego sedangkan tokoh karya sastra metropolis
memiliki ego yang lebih banyak didominasi oleh id. Tipe kepribadian yang dimiliki
tokoh karya sastra buruh bersifat leaning type sedangkan tokoh karya sastra
metropolis lebih bersifat ruling type.
Daftar Pustaka
Budianta, Eka. Sastra Industri dan Industrialisasi Sastra.
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/08/30/0032.html diakses 9 Januari 2006
Daery, Viddy AD. Perjalanan Sastra Buruh Indonesia. Wacana, 17 April 2005
Gunadi, Iwan. Apa kabar Sastra Buruh. Kompas, 28 Mei 2005
Prabowo, Wowok Hesti. KSI dan Sastra Buruh.. Makalah yang disampaikan dalam
Konferensi HISKI 7 – 9 Agustus 2007