LAPORAN HASIL PENELITIAN tindakan PSIKOLINGUISTIK

LAPORAN HASIL PENELITIAN PSIKOLINGUISTIK

Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan Usia 3-5 Tahun
PAUD Rindu Satria

Disusun Oleh
Kelompok 3 PBSI 6C:
1.
2.
3.
4.

Sigit Purnomo
Solikah
Anggraini Prastikasari
Rini Setianingrum

(1110013000102)
(1110013000106)
(1110013000112)
(1110013000114)


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada dasarnya sejak lahir manusia telah terikat secara kodrati untuk mempelajari
bahasa pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Menurut Subyakto dan Nababan
(1992:124) bahasa adalah segala bentuk komunikasi ketika pikiran dan perasaan
seseorang disimbolisasikan supaya dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa tanpa bahasa komunikasi tidak dapat dilakukan dengan baik dan
interaksi sosial pun tidak akan pernah terjadi. Tanpa bahasa siapa pun tidak akan mampu
mengekspresikan diri dalam menyampaikan sesuatu pesan kepada orang lain. Chomsky
sebagaimana dikutip Subyakto dan Nababan (1992:76) menyatakan bahwa setiap anak
sejak lahir telah dilengkapi dengan seperangkat peralatan yang memungkinkannya
memperoleh suatu bahasa. Seperangkat peralatan itu disebut dengan peralatan

pemerolehan bahasa atau Language Acquisition Device (LAD). Dengan adanya LAD ini
seorang anak dipastikan memiliki kemampuan alamiah untuk berbahasa.
Berbahasa tidak terlepas dari kosakata. Kosakata atau perbendaharaan kata adalah
semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa. Kosakata merupakan bagian penting dari
bahasa. Penguasaan kosakata dapat memengaruhi keterampilan berbahasa seseorang.
Begitu juga dengan kemampuan seseorang menggunakan dan mempelajari bahasa banyak
dipengaruhi oleh kosakata yang dimilikinya.
Bahasa dapat berfungsi kepada seseorang apabila keterampilan berbahasa
seseorang meningkat. Keterampilan berbahasa seseorang meningkat apabila kuantitas dan
kualitas kosakatanya meningkat.
Para ahli berpendapat bahwa Kuantitas ragam kosakata bahasa yang dikuasai anak
perempuan lebih besar daripada anak laki-laki. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
antara otak laki-laki dengan otak perempuan dalam hal bentuknya, yakni, hemisfir kiri
pada otak perempuan lebih tebal daripada hemisfir kanan. Dalam perkembangannya anak
laki-laki lebih lambat dalam belajar berbicara jika dibandingakan dengan anak
perempuan). Selain itu, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan kosakata yang diucapkan
lebih sedikit daripada anak perempuan. Selama proses penelitian anak perempuan lebih
dominan dalam hal berbicara dan berbahasa. Saat bermain pun anak perempuan lebih
banyak mengungkapkan perasaannya dibandingkan dengan anak laki-laki
Hal inilah yang membuat kami tertarik untuk meneliti “Perbedaan Perkembangan

Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan Usia 3-5 Tahun di PAUD Rindu Satria”.
B. Permasalahan
Secara umum, penelitian ini akan melihat secara deskriptif perbedaan
perkembangan morfologis anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun.
2

Secara khusus, permasalahan penelitian ini hanya mengambil sampel pada
penguasaan kosakata anak ketika mereka bercerita tentang liburan dan penelitian ini akan
menjawab beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan
usia 3-5 tahun di PAUD Rindu Satria?
2. Faktor-faktor apasajakah yang menyebabkan perbedaan perkembangan morfologi
anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun di PAUD Rindu Satria?
3. Bagaimanakah implikasi dari perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki dan
perempuan usia 3-5 dalam bersosialisasi dengan lingkungan?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi serta melihat perkembangan morfologi anak laki-laki dan
perempuan usia 3-5 tahun di PAUD Rindu Satria .
2. Mengetahui secara komperehensif berbagai faktor yang menyebabkan perbedaan
perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun di PAUD Rindu

Satria.
3. Melihat sejauh manakah pengaruh perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki
dan perempuan usia 3-5 dalam bersosialisasi dengan lingkungan.
D. Manfaat
1. Memberikan berbagai rekomendasi bagi pihak-pihak terkait untuk merespons
kecenderungan perkembangan keberagamaan morfologi anak laki-laki dan perempuan
usia 3-5.
2. Memberikan informasi bagi pembenahan strategi dalam penanganan perkembangan
anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun.
3. Membantu terwujudnya sosialisasi yang kondusif antara kehidupan akademis dan
keberagamaan yang kondusif anak laki-laki dan perempuan usia

3-5 dengan

lingkungannya.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Morfologi, Psikolinguistik, dan Pemerolehan Bahasa
Beberapa konsep pokok dalam penelitian ini antara lain meliputi: morfologi,

psikolinguistik, dan perbedaan pemerolehan bahasa antara laki-laki dan perempuan.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa
sebagai satuan gramatikal. Kata Morfologi berasal dari kata morphologie yang berasal
3

dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Dalam kaitannya dengan
kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan
bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan
perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan
kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada
tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.1 Namun yang akan menjadi penekanan
morfologi dalam penelitian ini hanya pada kelas kata.
Banyak ahli memberikan definisi psikolinguistik yang berbeda-beda meskipun
intinya sama. Aitchison (1998: 1) mendefinisikannya sebagai suatu “studi tentang bahasa
dan minda”. Harley (2001: 1) menyebutkan sebagai “studi tentang proses-proses mental
dalam pemakaian bahasa”. Sementara itu, Clark dan Clark (1997: 4) menyatakan bahawa
psikologi bahasa berkaitan dengan tiga hal utama: komprehensi, produksi, dan
pemerolehan

bahasa.


Dari

definisi-definisi

ini

dapatlah

disimpulkan

bahwa

psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh
manusia dalam berbahasa.
Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama: (a) komprehensi,
yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga mereka dapat menangkap
apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang dimaksud, (b) produksi, yakni prosesproses mental pada diri kita yang membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan,
(c) landasan biologis serta neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (d)
pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa mereka.2

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pemerolehan diartikan sebagai proses, cara
atau perbuatan memperoleh. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung
didalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yakni proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar
bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan
padanan dari istilah inggris learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam
tatanan yang formal, yakni belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dengan
demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah
1 Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
2 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 7.
4

pemerolehan, sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas
adalah pembelajaran. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi
pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh
bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Menurut Sigel dan

Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses yang digunakan oleh anak-anak
untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat
memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari bahasa yang
bersangkutan. Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung di lingkungan masyarakat
bahasa target dengan sifat alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan
komunikasi.
B. Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan
Beberapa ahli berpendapat bahwa perbedaan pemerolehan bahasa antara anak
laki-laki dan perempuan disebabkan karena perbedaan komposisi otak. Menurut Chaer
otak perempuan lebih kaya akan neuron dibandingkan dengan otak laki-laki, jadi semakin
banyak jumlah neuron di suatu daerah, semakin kuat fungsi otak di sana. Oleh karena itu,
kesan cerewet yang ada pada perempuan adalah bagian dari kemampuan verbal yang
tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah neuron pada otak kiri perempuan. 3
Menurut Steinberg, dkk. kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai
anak perempuan lebih besar daripada anak laki-laki. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
antara otak laki-laki dengan otak perempuan dalam hal bentuknya, yakni, hemisfir kiri
pada otak perempuan lebih tebal daripada hemisfir kanan.
Hal senada juga diungkapkan Santrock yang menjelaskan bahwa anak perempuan
lebih unggul dalam beberapa area verbal seperti kemampuan menemukan sinonim katakata dan memori verbal sedangkan anak laki-laki melebihi anak perempuan dalam
kemampuan kuantitatif dan visual spasial.4 Pandangan tersebut cukup memperjelas hasil

penelitian, bahwa anak perempuan dalam berbahasa sedikit lebih baik dari anak laki-laki.
Dibandingkan dengan anak perempuan, dalam perkembangannya anak laki-laki lebih
lambat dalam belajar berbicara (Hurlock, 1997:209). Selain itu, kalimat anak laki-laki
lebih pendek dan kosakata yang diucapkan lebih sedikit daripada anak perempuan.
Selama proses penelitian anak perempuan lebih dominan dalam hal berbicara dan
3 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 134.
4 Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak,( Jakarta: Erlangga, 1978), h. 335.
5

berbahasa. Saat bermain pun anak perempuan lebih banyak mengungkapkan perasaannya
dibandingkan dengan anak laki-laki. Keadaan yang seperti inilah yang menyebabkan
kelas bahasa umumnya didominasi oleh perempuan.
Dari penjelasan teori-teori tersebut dapat dirumuskan sebuah dugaan bahwa dalam
perkembangannya anak perempuan lebih mudah menguasai bahasa dibandingkan dengan
anak laki-laki. Termasuk dalam penguasaan kosakata, kuantitas ragam kosakata bahasa
Indonesia anak perempuan usia prasekolah lebih banyak dari pada anak laki-laki.
C. Penguasaan Kosakata Masa kanak-kanak
Menurut pandangan behaviorisme, kemampuan berbicara dan memahami sebuah
bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungan luar. 5 Jadi, dapat ditarik
sebuah hubungan bahwa perkembangan kosakata anak juga tergantung pada masukanmasukan yang diterima anak dari luar. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan

dalam kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia pada setiap anak.
Menurut Elizabeth dalam bukunya perkembangan anak, ia mengemukakan bahwa
penguasaan kosakata anak terbagi menjadi kosakata umun dan khusus.
Kosakata Umum
1.

Kata Benda (Nomina). Kata pertama yang digunakan oleh anak adalah kata benda,

2.

umumnya yang bersuku kata satu yang diambil dari bunyi yang disenangi
Kata Kerja (Verba). Setelah anak mempelajari kata benda yang cukup untuk
menyebutkan nama orang dan benda dalam lingkungan yang bersangkutan, mereka
memppelajari kata-kata baru, khususnya yang melukiskan tindakan seperti: “beri” dan

3.

“pegang”.
Kata Sifat (Adjektiva). Kata sifat dikuasai anak semenjak usia satu setengah tahun.
Pada awalnya kata sifat yang digunakan merupakan kata yang paling umum seperti

“baik”, “buruk”, “panas”, “bagus”. Pada prinsipnya, kata-kata yang digunakan

4.

mengacu pada orang, makanan, dan minuman.
Kata Keterangan (Adverbia). Kata keterangan muncul pada usia yang sama dengan
kata sifat. Kata keterangan yang paling umum muncul pada anak adalah “di sini” dan

5.

“di mana”.
Kata Ganti (Pronomina). Kata ini muncul paling akhir karena paling sulit digunakan.
Misalnya, anak bingung kapan menggunakan “ku” dan “nya”, “kami” dan “mereka”.

5 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik, h. 223.

6

Kosakata Khusus
1.

Kosakata Warna. Sebagian besar anak mengetahui nama warna pada usia empat
tahun. Seberapa cepat mereka menguasai nama warna tergantung ketertarikan mereka

2.

pada warna.
Kosakata Jumlah. Dalam skala Intelegensi Stanford-Binet (Stanford-Binet Intelegensi
Scale), anka usia 5 tahun dapat menghitung tiga objek, sementara usia 6 tahun

3.

diharapkan lebih memahami dan menguasai lebih dari tiga objek.
Kosakata Waktu. Kosakata ini umumnya dikuasai anak usia 6 atau 7 tahun. Mereka

4.

sudah bisa memahami arti “pagi” dan “malam.”
Kosakata Uang. Anak yang berumur 4 atau 5 tahun mulai menamai mata uang sesuai

5.

dengan ukuran dan warnanya.
Kosakata Bahasa Rahasia. Bahasa ini paling banyak digunakan oleh anak perempuan
setelah berusia 6 tahun untuk berkomunikasi dengan teman mereka.6

D. Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Penguasaan Kosakata Anak
Kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai masing-masing anak
bervariasi. Kuantitas ragam kosakata yang bervariasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yakni:
a)

Kesehatan
Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak sehat,

karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi
dengan anggota kelompok tersebut.
b)

Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi belajar berbicara lebih cepat dan

memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang tingkat
kecerdasannya rendah.
c)

Keadaan Sosial Ekonomi
Anak dari kelompok yang keadaan ekonominya tinggi lebih mudah belajar

berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih banyak berbicara ketimbang anak
dari kelompok yang keadaan ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah anak
yang berasal dari ekonomi atas lebih banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak
didorong melakukannya.
d)

Jenis Kelamin
Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki tertinggal dalam belajar

berbicara. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan kurang betul
6 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga,1978), h. 188.

7

tata bahasanya, kosakata yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat
ketimbang anak perempuan
e)

Keinginan Berkomunikasi
Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, semakin kuat

motivasi anak untuk belajar berbicara, dan semakin bersedia menyisihkan waktu dan usaha
maka seorang anak akan semakin cepat dalam berbicara dan penguasaan kosakatanya.
f)

Dorongan
Semakin banyak anak disorong untuk berbicara akan semakin awal mereka belajar

berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.
g)

Ukuran Keluarga
Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya belajar lebih awal dan lebih

baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang
lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.
h)

Urutan Kelahiran
Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang lahir

kemudian. Hal ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya lebih banyak untuk
mendorong anak berbicara.
i)

Kelahiran Kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat perkembangan bicaranya terutama

karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami
logat khusus yang mereka miliki
j) Hubungan Teman Sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar
keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat
motivasi mereka untuk belajar berbicara.
k) Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik kemampuan bicaranya cenderung
baik dibandingkan dengan anak tidak atau susah menyesuaikan diri dengan lingkungan.7

7 Ibid., h. 186.

8

BAB III
KAJIAN PUSTAKA
Dardjowidjojo pernah meneliti pemerolehan bahasa cucunya selama lima tahun. Dari
penelitian tersebut diketahui bahwa nomina menduduki posisi paling atas dengan persentase ratarata 49% dan verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata-rata 29%, selanjutnya pada
urutan ketiga baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase 13%, dan kata fungsi menempati
urutan keempat dengan persentase 10%. 8

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dyah Rahmawati, dkk. dari Universitas Negeri
Malang menunjukkan bahwa kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai
masing-masing anak bervariasi. Pada lima anak perempuan yang diteliti, kosakata yang
dikuasai berada dalam kisaran 68 – 146 kosakata. Sementara itu, pada lima anak laki-laki
yang diteliti, kosakata yang dikuasai berada dalam kisaran 32 – 138 kosakata. Dalam
penelitian ini kelas kata nomina menempati jumlah terbanyak yang dikuasai anak. Hasil yang
sama juga ditunjukkan Dardjowidjojo yang selama lima tahun meneliti pemerolehan bahasa
cucunya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa nomina menduduki posisi paling atas
dengan persentase rata-rata 49% dan verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata8 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, h. 259.

9

rata 29%, selanjutnya pada urutan ketiga baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase
13%, dan kata fungsi menempati urutan keempat dengan persentase 10%.9

BAB IV
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini
karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang dituturkan anak usia prasekolah dalam
rentang usia 3 – 5 tahun. Pendekatan kualitatif dipilih karena penelitian ini menggunakan
interaksi sosial sebagai cara memperoleh data dari sumber data secara alami. Sumber data
penelitian ini adalah anak-anak PAUD Rindu Satria yang berusia 3-5 tahun . Setiap kelompok
jenis kelamin diambil dua anak sehingga terdapat empat objek penelitian. Penelitian ini,
menggunakan teknik pancingan dalam memperoleh kosakata anak dengan cara mengajukan
pertanyaan seputar kegiatan liburan mereka.
Data penelitian ini bersifat deskriptif, artinya kosakata yang menjadi data utama
penelitian ini adalah sumber deskripsi yang memaparkan mengenai seluk-beluk penguasaan
kosakata bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah. Oleh karena itu, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode
penelitian deskriptif kualitatif dipandang sesuai untuk mendeskripsikan secara sistematis,
faktual, dan akurat mengenai penguasaan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia
prasekolah.

9 Dyah Rahmawati, dkk., Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia
Prasekolah,http://rahmawati.dyah@yahoo.co.id/ Diakses 22/05/2013 Pukul 22:10 WIB.
10

BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Perbedaan Penguasaan Kosakata Anak Laki-laki dan Perempuan PAUD Rindu
Satria
Sejauh ini hasil penelitian para ahli mengenai kuantitas ragam kosakata pada
anak usia prasekolah bervariasi. Hal ini karena perkembangan kosakata anak banyak
dipengaruhi oleh faktor eksternal sehingga masukan-masukan yang diterima anak
berbeda antara satu dengan yang lain. Adapun kuantitas ragam kosakata bahasa
Indonesia pada empat anak PAUD Rindu Satria sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut ini.
Kuantitas Ragam Kosakata Bahasa Indonesia
pada Anak Usia 3-5 Tahun PAUD Rindu Satria dengan Teknik Bercerita
Subjek

L/

Penelitian
NA
SY

P
P
P

Usia
4 Tahun
3 Tahun

Kb

Ks

9
9

4
11

Kelas Kata
Kk Kket
2
2

Jumla
Kg

Kkh

1

2

1

h
16
14

EZ
BA

L
L

4 Tahun
4 Tahun

7
8

3
2

1
1

1
1

2

12
14

Keterangan
Kb

:Kata benda

Ks

:Kata sifat

Kk

:Kata kerja

Kket

:Kata keterangan

Kg

:Kata ganti

Kkh

:Kosakata khusus
Pada dasarnya anak usia 3-5 tahun memiliki kosa kata yang cukup bervariasi.

Mereka menguasai kata kerja, kata benda, kata sifat, kata keterangan, kata ganti dan
kata khusus. Pertanyaan yang kami ajukan berupa pertanyaan tentang kegiatan
berlibur yang pernah meraka lakukan. Dengan teknik pancingan yang kami lakukan
mereka bisa menceritakan ke mana mereka pergi, dengan siapa, apa saja yang mereka
lihat, dan bagaimana perasaan mereka. Untuk melihat contoh percakapan antara kami
dengan siswa yang kami jadikan sampel penelitian dapat dilihat di lembar lampiran.
Seperti yang dikemukakan oleh para ahli anak perempuan lebih banyak
menguasai kosakata ketimbang anak laki-laki. Seperti yang dapat dilihat pada tabel di
atas, anak perempuan menguasai lebih banyak kosakata daripada anak laki-laki.
Berikut perinciannya, NA menguasai 16 kosakata, SY menguasai 14 kosakata,
sementara EZ 12 kosakata, dan BA 14 Kosakata.
Kata benda atau nomina dari segi semantis adalah kata yang mengacu pada
manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari penelitian ini, diketahui
bahwa anak usia prasekolah mayoritas mengetahui nama berbagai benda yang ada di
sekitarnya. Benda-benda yang diketahui oleh anak pada umumnya bersifat konkret atau
nyata. Di samping itu, benda-benda tersebut sering ditemukan dalam kehidupan seharihari anak sehingga anak lebih mudah untuk mengingat nama benda-benda tersebut. Oleh
karena itu, kategori nomina banyak dikuasai anak-anak. Kata yang umumnya dikuasai

mereka misalnya; papa, mama, sepeda, mainan, motor-motoran, ikan, gurita, lumbalumba, salju, udang, barongsai, kereta, kampung, dll. Kata sifat yang mereka kuasai
seputar kata senang, sedih, takut, seram dan belum bervariasi. Untuk kata kerja

12

banyak yang mereka ketahui misalnya; pergi, berlibur, main, naik, pergi, dll. Kata
keterangan yang dikuasai mereka kuasai misalnya; pernah, dan tidak.
Kata Ganti (Pronomina) Dari penelitian ini terdapat kata ganti atau pronomina
yang digunakan anak dalam berkomunikasi, di antaranya; aku, dia, kita pronomina
persona. Pronomina posesiva adalah segala kata yang menggantikan kata ganti orang
dalam kedudukannya sebagai pemilik seperti bentuk -ku, -mu, -nya. Kata khusus yang
dikuasai, pada umumnya kata yang menunjukkan warna seperti; hitam, putih.

B. Faktor Penyebab Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan
Perempuan PAUD Rindu Satria
Faktor-faktor yang menjadi penyebab perbedaan perkembangan morfologis anak
laki-laki da perempuan PAUD Rindu Satria:
Pada sisi jenis kelamin, ditemukan perbedaan yang mencolok antara anak laki-laki
dan perempuan. Kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai anak
perempuan sebagian besar menunjukkan angka yang lebih banyak daripada kuantitas
ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai anak laki-laki. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam kemampuan verbal anak perempuan lebih unggul daripada anak laki-laki.
Bahkan Santrock menjelaskan bahwa anak perempuan lebih unggul dalam beberapa area
verbal seperti kemampuan menemukan sinonim kata-kata dan memori verbal sedangkan
anak laki-laki melebihi anak perempuan dalam kemampuan kuantitatif dan visual spasial
(Santrock, 2007:335). Pandangan tersebut cukup memperjelas hasil penelitian ini, bahwa
anak perempuan dalam berbahasa sedikit lebih baik dari anak laki-laki. Dibandingkan
dengan anak perempuan, dalam perkembangannya anak laki-laki lebih lambat dalam
belajar berbicara (Hurlock, 1997:209). Selain itu, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan
kosakata yang diucapkan lebih sedikit daripada anak perempuan. Selama proses
penelitian anak perempuan lebih dominan dalam hal berbicara dan berbahasa. Saat
bermain pun anak perempuan lebih banyak mengungkapkan perasaannya dibandingkan
dengan anak laki-laki.

13

Lingkungan keluarga juga berperan dalam perkembangan bahasa anak. Santrock
(2007:373) menyatakan bahwa kuantitas percakapan orangtua kepada anak berhubungan
langsung dengan pertumbuhan kosakata anak dan kuantitas bicara juga dihubungkan
dengan status sosial ekonomi keluarga. Pada penelitian ini, peneliti memanfaatkan datadata yang ada di buku induk sekolah untuk dapat dijadikan gambaran mengenai kondisi
keluarga dari anak-anak yang diteliti. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa
anak-anak yang kedua orangtuanya bekerja memiliki kosakata yang tidak sebanyak anakanak lain yang ibunya tidak bekerja. Oleh karena itu, muncul sebuah dugaan bahwa
orangtua khususnya ibu yang berbicara lebih sering kepada anak-anaknya akan
berpengaruh dalam jumlah kosakata yang dikuasai anak.
Hubungan Teman Sebaya juga berkaitan erat dengan penguasaan kosakata seorang
anak. Dari hasil penelitian anak anak perempuan lebih akrab dengan teman perempuan
yang lainnya. Hal ini berbeda dengan anak laki-laki yang cenderung asik bermain sendiri
dan tidak mempedulikan teman di sekitarnya. Padahal kita tahu bahwa semakin banyak
hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar keinginan mereka untuk
diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi mereka untuk
belajar berbicara.
Kepribadian, seorang anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik kemampuan
bicaranya cenderung baik dibandingkan dengan anak tidak atau susah menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Kepribadian inilah yang dimiliki oleh anak perempuan, sehingga
mereka lebih bisa menyesuaikan diri ketimbang anak laki-laki yang cenderung sibuk
dengan dirinya sendiri.
C. Pengaruh Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan
PAUD Rindu Satria dalam Bersosialisasi
Perbedaan penguasaan kosakata anak laki-laki dan perempuan cukup berpengaruh
dalam kegiatan berinteraksi di dalam kelas meskipun tidak terlalu signifikan. Siswa
perempuan yang lebih banyak menguasaik kosakata cenderung bersikap aktif dalam
berinteraksi dengan duru maupun temanya. Sementara, siswa laki-laki hanya
mengeluarkan kosakata yang lebih sedikit ketika berinteraksi. Namun, menurut staf
pengajar perbedaan penguaasaan kosakata antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu
berdampak pada keberlangsungan kegiatan belajar-mengajar. Karena, umumnya anak

14

perempuan maupun anak laki-laki bisa diatur dan mematuhi apa yang diajarkan oleh guru
mereka.

BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian, dengan sampel pengalaman berlibur, penguasaan kosakata
bahasa Indonesia anak PAUD Rindu Satria, pada umumnya anak sudah menguasai
hampir seluruh kelas kata. Dari kelas kata yang ada, sebagian besar kosakata anak sudah
mencakup kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata ganti, dan kata khusus.
Namun, dari semua kelas kata, kata benda

menempati posisi pertama dalam hal

penguasaan.
Kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah berbeda
antara satu dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
adalah faktor jenis kelamin, kondisi lingkungan keluarga, hubungan teman sebaya, dan
kepribadian masing-masing anak. Di samping itu, perbedaan masukan (input) yang
diterima masing-masing anak juga turut berpengaruh dalam kuantitas ragam kosakata
yang dikuasai anak.
Perbedaan penguasaan kosakata anak laki-laki dan perempuan cukup berpengaruh
dalam kegiatan berinteraksi di dalam kelas meskipun tidak terlalu signifikan. Siswa
perempuan yang lebih banyak menguasaik kosakata cenderung bersikap aktif dalam
berinteraksi dengan duru maupun temanya. Sementara, siswa laki-laki hanya
mengeluarkan kosakata yang lebih sedikit ketika berinteraksi. Namun, siswa laki-laki dan
15

perempuan pada umunya penurut sehingga tidak terlalu berdampak pada kegiatan belajar
mengajar.
B. Saran
Berdasarkan simpulan tersebut, dapat disampaikan saran kepada beberapa pihak
seperti orangtua, guru prasekolah dan pengembang media pembelajaran. Bagi orangtua
diharapkan dapat membangun hubungan komunikasi yang intensif dengan anak untuk
membantu pertumbuhan kosakata anak sebagai bekal supaya anak dapat terampil berbahasa.
Bagi guru prasekolah diharapkan dapat pula membantu meningkatkan penguasaan anak
terhadap kosakata-kosakata dalam sebuah komunikasi, terutama kosakata yang masih minim
dikuasai anak prasekolah. Sementara itu, bagi pihak pengembang media pembelajaran supaya
dapat mengembangkan media pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan
melalui kartu-kartu kata atau video interaktif seputar pengenalan kosakata bahasa Indonesia
pada anak.

DAFTAR PUSTAKA
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 1978.
Muslich, Masnur. 2010. Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tatabahasa
Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmawati, Dyah dkk. Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia
Prasekolah. http://rahmawati.dyah@yahoo.co.id/ Diakses 22/05/2013 Pukul
22:10 WIB.

16

Lampiran 1
EZ (lk)
A: “ Ezy Pernah liburan nggak?”
B: “Pernah.” (Kket)
A: “Liburannya ke mana?”
B: “Ke pantai terus ke kampung.” (Kb, Kb)
A: “Kampungnya di mana?”
B: “Jauh, di Pondok Indah.” (Ks, Kb)
A: “Di kampungnya ada apa saja?”
B: “Ada mainan, sepeda- sepeda, banyak.” (Kk, Kb, Kb, Ks)
A: “Banyak? Kamu senang nggak?”
B : “ Senang?” (Ks)
A : “Sama siapa?”
B: “Sama Ayah, Ibu.” (Kb, Kb)

BA (lk)
17

A: “ Liburan kemana?”
B: “ Sea word” (Kb)
A: “Lihat apa saja di sana?”
B: “Lumba-lumba, udang, gurita, banyak” (Kb, Kb, Kb, Ks)
A: “Kamu takut nggak?”
B: “ Nggak” (Kket)
A: “Sama siapa saja?”
B: “ Mama, Papa, Keluarga, Semuanya” (Kb, Kb, Kb, Kkh)
A: “Senang nggak?”
B: “Senang, ada ikan warna-warni” (Ks, Kk, Kb, Kkh)
NA (pr)
A: “Liburanya ke mana?”
B: “ Ke mainan Cinere, Depok” (Kb, Kb, Kb)
A: “Di sana ngapain saja?”
B: “ Main” (Kk)
A: “ Mainan apa?”
B: “Motor-motoran” (Kb)
A: “Sama siapa saja?”
B: “Sama Papa sama Mama” (Kb, Kb)
A: “Senang nggak liburan sama Papa sama Mama?”
B: “ Senang” (Ks)
A: “Terus lihat apa lagi?”
B: “ Lihat Barongsai di Pondok Indah” (Kk, Kb, Kb)
A: “ Takut nggak?”
B: “ Serem”(Ks)
A: “ Serem ya?”
18

B: “ Iya, gede tapi warnanya bagus.” (Ks, Kb, Kg,Ks )
SY (pr)
A: “ Avira liburanya ke mana?”
B: “ Sea Word” (Kb)
A: “ Lihat apa?”
B: “ Lihat salju” (Kk, Kb)
A: “ Terus apa lagi?”
B: “ Ikan, beruang” (Kb, Kb)
A: “Beruangnya warna apa?”
B: “Beruangnya warna hitam sama putih” (Kg, Kb, Kkh, Kkh)
A: “Sama siapa Avira Ke sana?”
B: “Sama Mama, Papa, kakak” (Kb, Kb, Kb)
A: “Naik apa?”
B: “Naik Kereta” (Kk, Kb)

Lampiran 2
Sampel laki-laki
M Alfarezi (EZ) anak pertama dari satu bersaudara
M Ibrahim Novel (BA) anak ketiga dari tiga bersaudara

Sampel perempuan
Nafa Salma (NA) anak pertama dari satu bersaudara
Syafira Ayu Syabana (SY) anak kedua dari dua bersaudara

19

Lampiran 3

20

Dokumen yang terkait

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62