BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas - Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di Kelurahan Setianegara Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

  Efektivitas mempunyai arti yang berbeda–beda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Beberapa sarjana sosial, efektifitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan pekerja (orang yang melakukan suatu tindakan). Rumusan mengenai efektivitas kegiatan atau program bergantung pada masalah, seberapa berhasilnya pencapaian sasaran yang dinyatakannya.

  Menurut Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan (Mahmudi, 2005: 92).

  Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Secara singkat pengertian efektivitas adalah melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran (Kurniawan, 2005: 109).

  Organisasi biasanya berada dalam lingkungan yang bergejolak dengan sumber daya yang terbatas, lingkungan yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, perubahan tersebut akan mempengaruhi efektivitas organisasi. Dalam lingkungan demikian organisasi harus tanggap dan pandai mengantisipasi perubahan agar organisasi tersebut tetap dapat mempertahankan keberadaannya dan dapat berfugsi maka organisasi itu harus efektif (Thoha, 2007: 98).

  Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan efektivitas. Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda tentang pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar belakang dan keahlian yang berbeda pula.

  Tujuan mempelajari perilaku organisasi adalah membuat agar organisasi menjadi lebih efektif melalui perbaikan yang berkesinambungan. Berikut ini 4 cara menilai efektivitas organisasi menurut Kreitner dan Kinicki dapat dilakukan dengan empat kriteria, yaitu pencapaian tujuan, akuisisi sumberdaya, proses internal dan kepuasan konstituensi.

  1. Pencapaian Program, suatu organisasi dianggap efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil atau output dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi.

  2. Akuisisi Sumberdaya, suatu organisasi dianggap efektif apabila organisasi tersebut dapat diperoleh input atau faktor-faktor produksi yang dibutuhkan, seperti bahan baku, modal, keahlian teknis, dan manajerial.

  3. Proses Internal, suatu organisasi dianggap efektif apabila memiliki sistem yang sehat. Suatu organisasi memiliki sistem yang sehat jika informasi mengalir dengan lancar, serta adanya komitmen, kepercayaan, loyalitas dan kepuasan karyawan.

  4. Startegi/Strategic Constituency, suatu organisasi dianggap efektif apabila adanya kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan. Konstitunsi strategi adalah sekelompok individu yang memiliki andil dalam organisasi, seperti penyedia sumberdaya, pengguna produk, produsen output organisasi, kelompok-kelompok yang kerjasamanya penting untuk kelangsungan hidup organisasi, dan mereka yang hidupnya dipengaruhi oleh organisasi (Sunyoto & Burhanudin, 2011: 7-8).

  Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan, sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.

  Dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu :

1. Pemahaman program 2.

  Tepat Sasaran 3. Tepat waktu 4. Tercapainya tujuan 5. Perubahan nyata (Sutrisno, 20011 : 125-126).

  Beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwasanya efektifitas merupakan alat ukur untuk menentukan keberhasilan suatu program sesuai dengan tujuan pelaksanannya.

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektivitas Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif.

  Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu : 1.

  Pendekatan Sasaran Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan ini dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil yang maksimal berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang direncanakan.

2. Pendekatan Sumber

  Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Lembaga harus mampu memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat efektif.Pendekatan ini didasatkan pada teori mengenai keterbukaan system suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungan dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan autput yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. Sumber- sumber yang ada pada lingkungan seringkali bersifat langka dan bernilai tinggi. Mendapatkan berbagai jenis sumber untuk memelihara sistem dari suatu lembaga merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur efektivitas.

3. Pendekatan Proses

  Pendekatan proses dianggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan yang ada berjalan dengan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan lembaga (Cunningham,1978:635).

2.2 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial

2.2.1 Kebijakan Publik

  Kebijakan adalah sebuah instrumen pemerintah bukan saja dalam artian goverment yang hanya menyangkut aparatur negara, malainkan pula govermance yang menyentuh pengelolahan sumber daya publik (Suharto,2007:3).

  Banyak defenisi mengenai kebijakan publik, sebagaian ahli memberikan pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak bagi kehidupan warganya. Kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai Whatever goverment

  

choose to do not to do yang artinya kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih pemerintah

untuk dilakukan atau tidak dilakukan (Bridgman dan Davis dalam Suharto, 2007:3).

  Sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah awalnya tidak serta merta berlangsung diagendakan menjadi sebuah kebijakan publik. Ada tahap-tahap sebuah masalah pada akhirnya diagendakan oleh pemerintah untuk diambil kebijakannya. Pemerintah melihat apakah masalah itu menyebar luas dimasyarakat, bahkan sampai membuat masyarakat bingung sehingga pemerintah perlu mengambil tindakan berupa kebijakan mengenai masalah tersebut agar tidak terjadi kekacauan dimasyarakat.

  Kebijakan dibuat berdasarkan teori, modal atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi mengenai perilaku kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong orang utnuk melakukan sesuatu. Kebijakn harus mampu memperkirakan keberhasilan yang dicapai dan dinaikkan maka akan banyak pula perusahaan yang menaikkan harga produksinya yang berakibat pada naiknya barang-barang yang mengakibatkan masyarakat kelas menengah kebawah semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya.

  Kebijakan biasanya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan diujui di lingkungan dimana kebijakan itu diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan menemukan dan memperbaiki keselahan dalam membuat asumsi yang mungkin terjadi dengan model-model kebijakan. Sebuah proses kebijakan yang baik biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas, sehingga para pelaksana kebijakan memahami teori dan model kebijakan yang mendukung keputusan dan rekomendasi didalamnya. Banyaknya kepentingan dalam perumusan sebuah kebijakan, perbaikan dalam kebijakan berikutna tidak selalu mudah dilakukan. Temuan dilapangan mengenai konsekuensi kebijakan perlu dicatat dan didokumentasikan secara baik dalam sebuah naskah kebijakan, sehingga dapat dipelajari (Bridgman dan Davis dalam Suharto, 2007:8-9).

2.2.2 Kebijakan Sosial

  Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan Pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Menurut Watts, Dalton dan Smith secara singkat kebijakan sosial menunjukan pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya (Suharto,2009:10). Dalam garis besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori yakni: 1.

  Peraturan perundang-undangan yakni Pemerintah memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan publik yang mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perusahaan swasta agar mengadopsi ketetapan-ketetapan yang berdampak langsung pada kesejahteraan.

  2. Program pelayanan sosial yakni sebagaian besar kebijakan diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial.

  3. Sistem perpajakan yakni dikenal sebagai kebijakan fiskal, selain sebagai sumber utama pendanaan kebijakan sosial, pajak juga sekaligus merupakan instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Dinegara-negara maju bantuan publik dan asuransi sosial adalah dua bentuk jaminan sosial yang dananya sebagaian berasal dari pajak. (Suharto,2007:11).

  Kebijakan sosial dan kebijakan publik yang penting dinegara-negara maju atau modern dan demokratis, semakin maju dan demokratis suatu negara maka semakin tinggi perhatian negara tersebut terhadap pentingnya kebijakan sosial. Sebaliknya di negara-negara miskin dan otoriter kebijakan sosial kurang mendapat perhatian. Kebijakan sosial pada hakekatnya merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial. Dengan demikian makna dari kebijakan sosial adalah kebijakan publik, sedangkan pada makna sosial adalah menunjuk pada bidang-bidang atau sektor yang menjadi garapannya yaitu bidang kesejahteraan sosial.

  Ada dua pendekatan dalam mendefenisikan kebijakan sosial sebagai sebuah kebijakan publik yaitu pendekatan pertama mendefenisikan kebijakan sosial sebagai seperangkat kebijakan negara yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sosial melalui pemberian pelayanan sosial dan jaminan sosial. Pendekatan kedua mendefenisikan kebijakan sosial sebagai disiplin studi yang mempelajari kebijakan-kebijakan kesejahteraan, perumusan dan konsekuensinya. Meskipun kedua pendekatan ini memiliki orientasi yang berbeda baik sebagai ketetapan pemerintah maupun sebagai bidang studi keduanya memiliki atau menekankan bahwa kebijakn sosial adalah salah satu kebijakan publik yang menyangkut pembangunan kesejahteraan sosial (Spicker,Bergman dan Davis dalam Suharto,2007:11-12).

2.3 Kemiskinan

  Ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia. PBB sendiri memiliki agenda khusus sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan. Dalam Millenium Development Goals, institusi sejagat tersebut memilik target tertentu sehubungan dengan upaya penyelesaian masalah kemiskinan dimuka bumi ini.

  Secara umum istilah miskin atau kemiskinan dapat dengan mudah diartikan sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim. Dalam hal ini konsep kurang maupun minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau sekelompok orang disatu pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok orang dilain pihak. Pengertian minim disini besifat relatif,dapat berbeda dengan rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang berbeda (Siagian,2012:1-5).

  Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok oarang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher,dalam Siagian,2012:5).

  Salah satu konsekwensi logis dari upaya mengidentifikasikan kemiskinan adalah bahwa kita akan menemukan dan membahas tentang jenis-jenis kemiskinan. Tidak mudah membahas dan mengemukakan jenis-jenis kemiskinan. Ada beberapa jenis-jenis kemiskinan yang akan diuraikan yaitu;

  1. Kemiskinan absolut yaitu suatu kondisi, dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga orang tersebut memiliki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak atau tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.

  2. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang didasari pada komparasi kondisi kehidupan antara seseorang dengan orang lain. Analisis komparatif tentang kondisi hidup manusia dilakukan karena kondisi taraf hidup disuatu lingkungan berbeda dengan lingkungan yang lainnya.

  3. Kemiskinan massa yaitu kemiskinan yang dialami secara massal penduduk dalam suatu lingkungan wilayah.

  4. Kemiskinan non massa yaitu kemiskinan yang dihadapi oleh segelintir orang dalam suatu wilayah.

  5. Kemiskinan alamiah yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai konsekwensi dari kondisi alam yang tidak memenuhi dimana seseorang atau sekelompok orang tersebut bermukim.

  6. Kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang disebabkan karena budaya dimana masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa mereka miskin.

  7. Kemiskinan terinvolusi yaitu seseorang yang mengetahui bahwa dia miskin, namun sekelompok orang tersebut menganggap kemiskinan itu merupakan hal yang wajar dan bukanlah masalah yang esensial.

  8. Kemiskinan struktural yaitu mendeskripsikan bahwa struktur sosial masyarakat itu berbeda, sehingga menghambat masyarakat untuk mengembangkan kemampuan hidupnya.

  9. Kemiskinan situasional yaitu kondisi kehidupan yang tidak layak yang disebabkan oleh situasi yang ada, maksud dari kondisi situasi yang ada adalah bahwa kondisi situasi itu tidak kondusif bagi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

10. Kemiskianan buatan yaitu terjadi karena kelembagaan yang ada mengakibatkan anggota dalam kelompok tidak menguasai sarana ekonomi yang ada secara merata.

  Dapat disimpulkan bahwa kemiskinan itu bukan hanya harus dipandang dari kurangnya pemenuhan kebutuhan pokok semata sebagai akibat kerentanan dan ketidakberdayaan seperti yang selama ini banyak dibicarakan dalam kebijakan-kebijakan pengentasan kemiskinan. Kemiskinan juga harus dipandang dari pengertian kemiskinan relatif sehingga kebijakan yang akan diambil dapat memberikan solusi yang merata pada akar permasalahan kemiskinan yang sebenarnya.

2.4 Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kapada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarak titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005: 5-6).

  Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Suharto, 2009: 57-58).

  Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlu diketahui potensi atau kekuatan yang dapat membantu proses perubahan agar dapat lebih cepat dan terarah, sebab tanpa adanya potensi atau kekuatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri maka seseorang, kelompok, organisasi atau masyarakat akan sulit bergerak untuk melakukan perubahan. Kekuatan pendorong ini didalam masyarakat harus ada atau bahkan diciptakan lebih dulu pada awal proses perubahan dan harus dapat dipertahankan selama proses perubahan tersebut berlangsung (Setiana, 2005: 6).

  Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dan pemerataan, tetapi konsep ini berpandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Ada 5 prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

  1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

  3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.

  4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan sumber daya, khusus dalam hal pembiayaan yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.

  5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro (Rubin, dalam Adi, 2003: 55). Pembangunan perdesaan harus melakukan empat upaya besar yang saling berkaitan yaitu:

  1. Memberdayakan ekonomi masyarakat desa yang memerlukan masukan modal, bimbingan teknologi, dan pemasaran untuk memandirikan masyarakat desa.

  2. Meningkatkan kualitas sumber daya penduduk pedesaan dengan peningkatan pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga memperkuat produktivitas dan daya saing.

  3. Membangun prasarana pendukung perdesaan yang cukup karena lokasi perkampungan terpencil, seperti jalan, jaringan telekomunikasi dan penerangan, yang masih merupakan tanggung jawab pemerintah. Keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam gotong-royong harus diutamakan.

  4. Mengatur kelembagaan perdesaan, yaitu berbagai lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan desa. Pemerintahan desa harus mampu menampung aspirasi dan menggali aspirasi masyarakat (Kartasasmita, dalam Jayadinata, 2006: 3). Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan. Demikian pula masyarakat lain yang terabaikan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat meningkatkan untuk menganalisis kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi. Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan sampai tahap penilaian kegiatan yang dikembangkan oleh dan untuk mereka.

  Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik.

  Proses pemberdayaan bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumber daya manusia. Melalui proses pemberdayaan masyarakat diharapkan akan dikembangkan lebih jauh pola pikir yang kritis dan sistematis.

  Proses pemberdayaan sangat bermanfaat untuk dinas dan instansi lain dalam peningkatan pelayanan yang lebih tanggap bagi kebutuhan pelanggan yang telah diidentifikasi oleh masyarakat sendiri. Proses pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi dapat menyesuaikan serta memperbaiki pelayanannya.

  Tim pemberdayaan masyarakat didukung oleh lembaga pelaksana. Peran utama tim pemberdayaan masyarakat adalah mendampingi masyarakat dalam melaksanakan proses pemberdayaan masyarakat. Peran tim pemberdayaan pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara mandiri.

2.5 Pengembangan Masyarakat

  Pengembangan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama dengan mengidentifikasikan kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengembangan Masyarakat sering diimplementasikan dalam bentuk: 1.

  Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan.

2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.

  Pengembangan Masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial-budaya. Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu: 1.

  Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah perdesaan.

  2. Masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

  Istilah masyarakat dalam pengembangan masyarakat biasanya diterapkan terhadap pelayanan-pelayanan sosial kemasyarakatan yang membedakannya dengan pelayanan- pelayanan sosial kelembagaan. Pelayanan perawatan manusia lanjut usia yang diberikan di rumah mereka dan di pusat-pusat pelayanan sosial kemasyarakatan, sedangkan perawatan manula di sebuah rumah sakit khusus manusia lanjut usia adalah contoh pelayanan sosial kelembagaan.

  Istilah masyarakat juga sering dikontraskan dengan negara. Misalnya, sektor masyarakat sering diasosiasikan dengan bentuk-bentuk pemberian pelayanan sosial yang kecil, informal dan bersifat bottom-up, sedangkan lawannya, yakni sektor publik sering diartikan sebagai bentuk-bentuk pelayanan sosial yang relatif lebih besar. Pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan (Susantyo, 2008: 39-40).

2.5.1 Model-Model Pengembangan Masyarakat

  Pengembangan masyarakat terdiri atas tiga model yang berguna dalam memahami konsep pekerjaan sosial dengan masyarakat yaitu:

  1. Pengembangan masyarakat lokal, proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan masyarakat sebagai sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.

  2. Perencanaan social adalah sebagai proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan, dan kesehatan masyarakat yang buruk.

  3. Aksi sosial, tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian sumber dan pengambilan keputusan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan dan keadilan (Soetomo, 2006: 131).

2.5.2 Peranan Pekerja Sosial Dalam Pengembangan Masyarakat

  Paradigma generalis dapat memberi petunjuk mengenai fungsi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat serta menunjukkan peranan-peranan dan strategi sesuai dengan fungsi tersebut. Ada beberapa strategi dalam pengembangan masyarakat. Strategi tersebut disesuaikan dengan peranan pekerja sosial dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat meliputi: 1.

  Fasilitator Peranan fasilitator sering juga disebut sebagai pemungkin sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional.

  Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan perana pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang ditetapkan dan disepakati bersama.

  2. Broker Dalam konteks pekerja sosial dengan masyarakat, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, pekerjaan sosial dengan masyarakat terdapat klien atau konsumen namun, demikian pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial dilingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh keuntungan maksimal.

  3. Mediator Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Pekerja sosial dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani anatara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam peran pekerja sosial sebagai mediator meliputi kontak perilaku, negosiasi, mendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik.

  4. Pembela Peran pembelaan dapat dibagi dua yaitu advokasi kasus dan advokasi kuasa. Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kuasa terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.

  5. Pelindung Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnnya. Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan sebagai kemampuan yang menyangkut: kekuasaan, pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial (Parsons, Jorgensons dan Hernandez, dalam Susantyo, 2008: 51-52).

2.6 Kesejahteraan Sosial

  Istilah kesejahteraan sosial bukanlah hal baru, baik dalam wacana global maupun nasional. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) misalnya telah mengatur masalah ini sebagai salah satu bidang kegiatan masyarakat internasional. Di Indonesia, konsep kesejahteraan sosial juga telah lama dikenal. Ia telah ada da;am sistem ketatanegaraan Indonesia (Suharto,2009:1).

  Perserikatan Bangsa-Bangsa memberi batasan kesajahteraan sosial sebagai kegiatan- kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Defenisi ini menekankan bahwa, kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas yang terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.

  Kesejahteraan sosial dalam artian luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi, dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual (Adi,2003:40).

  Kesejahteraan sosial dapat dilihat dalam empat sudut pandang yaitu: 1.

  Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadilan (kondisi) Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi, kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang No 9 tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1: Kesejahteraan sosial adalah sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah,rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.

  2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya suatu ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik dari level mikro, mezzo, maupun makro.

  3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat dilihat antara lain dari defenisi yang dikembangkan oleh Friedlander (dalam Adi,2003): ‘’Kesejahteraan sosial merupakan sisitem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan.’’

  Pengertian ini sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.

  Meskipun dalam pengertian yang dikemukakan Friedlender secara eksplisif menyatakan bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian Friedlender juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

  4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir ke seluruh penjuru dunia sehingga menjadi gerakan tersendiri yang bertujuan memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunai, baik secara global maupun parsial. Oleh karena itu, muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional maupun internasional yang berusaha menangani isu kesejahteraan sosial ini.

2.7 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

2.7.1 Latar Belakang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

  Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia pada umumnya dapat di lihat dari tiga hal, yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, kesenjangan antar wilayah. Untuk meningkatkan penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan PNPM Mandiri pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Mengingat beragamnya tata cara dalam pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di berbagai sektor, maka untuk pelaksanaannya perlu ada satu pedoman umum sebagai kerangka acuan bersama dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian berbagai program pemberdayaan masyarakat.

  Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri, dilapangan perlu adanya sinergi dari masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli (swasta, asosiasi, perguruan tinggi, media, lembaga swadaya masyarakat). Untuk itu, agar semua pihak terlibat dalam program tersebut maka sosialisasi ke masyarakat luas perlu dilakukan secara intensif. Untuk itu mulai tahun 2007 pula program ini diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran MDGs sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50% di tahun 2015 (DPU, 2008: 2). Logo PNPM Mandiri. Logo PNPM Mandiri menggambarkan simbol bunga yang sedang mekar yang merepresentasikan tingkat kemajuan masyarakat. Bunga ini terdiri dari tiga buah kelopak yang diartikan sebagai tiga tahapan proses pemberdayaan yaitu tahap pembelajaran, kemandirian dan keberlanjutan.

  Penggunaan warna pada logo PNPM Mandiri mengandung arti sebagai berikut : 1.

  Biru laut (Cyan:68, Magenta:15) melambangkan pelayanan publik 2. Hijau daun (Cyan:45, Yellow:75) melambangkan kesejahteraan, dan 3. Orange keemasan (Cyan:5, Magenta:56, Yellow:83) melambangkan kemuliaan

  Secara keseluruhan warna-warna pada logo mengandung arti bahwa dengan pelayanan publik yang baik akan tercipta kesejahteraan yang pada akhirnya menuju kepada kemuliaan (melalui peningkatan harkat, martabat, dan derajat manusia).Tulisan PNPM Mandiri juga mengandung arti bahwa program ini dirancang secara nasional sebagai upaya pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian.Logo PNPM Mandiri dapat digunakan oleh berbagai pihak yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dan sejalan dengan PNPM Mandiri (http://www.pnpmmandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=54&Itemid =62&lang=in. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014, pukul 11.30 WIB).

2.7.2 Tujuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

  Tujuan umumnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Sedangkan tujuan khususnya antara lain : a.

  Meningkatkan part isipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

  b.

  Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.

  c.

  Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin.

  d.

  Meningkatkan sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok peduli lainnya, untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

  e.

  Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas pemerintah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah.

  f.

  Meningkatkan modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya untuk melestarikan kearifan lokal.

  g.

  Meningkatkan inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat (DPU, 2007: 11).

2.7.3 Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

  a. Strategi Dasar

  • Mengintensifkan upaya-upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.
  • Menjalin kemitraan yang seluas-luasnya dengan berbagai pihak untuk bersama- sama mewujudkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat.
  • Menerapkan keterpaduan dan sinergi pendekatan pembangunan sektoral, pembangunan kewilayahan dan pembangunan partisipatif.

  b. Strategi Operasional

  • Mengoptimalkan seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok peduli lainnya secara sinergis.
  • Menguatkan peran pemerintah kota/kabupaten sebagai pengelola program-program penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.
  • Mengembangkan kelembagaan masyarakat yang dipercaya, mengakar dan akuntabel.
  • Mengoptimalkan peran sektor dalam pelayanan dan kegiatan pembangunan secara terpadu di tingkat komunitas.
  • Meningkatkan kemampuan pembelajaran di masyarakat dalam memahami kebutuhan dan potensinya serta memecahkan berbagai masalah yang di hadapinya.

  • Menerapkan konsep pembangunan partisipatif secara konsisten dan dinamis serta berkelanjutan (DPU, 2007: 12).

2.7.4 Prinsip Dasar Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

  Dalam pelaksanaanya, PNPM Mandiri menekankan prinsip-prinsip dasar berikut ini : 1.

  Bertumpu pada pembangunan manusia.

  Pelaksanaan PNPM Mandiri senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.

  2. Otonomi Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri, masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.

  3. Desentralisasi Kewenangan pengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.

  4. Beorientasi pada masyarakat miskin Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.

  5. Partisipasi Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong manjalankan pembangunan.

  6. Demokratis Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarahdan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.

  7. Transparan dan Akuntabel.

  Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelola kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung gugatkan baik secara moral, teknis, legal maupun administrative.

  8. Prioritas Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas.

  9. Kolaborasi Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan di dorong untuk mewujudkan kerja sama dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.

  10. Keberlanjutan Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

11. Sederhana

  Semua aturan, mekanisme dan prosedur pelaksanaannya harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami, mudah dikelola dan dapat dipertanggung jawabkan oleh masyarakat (DPU, 2008: 12-13).

2.7.5 Kategori Program

  Program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. PNPM Mandiri Inti: terdiri dari program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis kewilayahan, yang mencakup PPK, P2KP, PISEW dan P2DTK.

  2. PNPM Mandiri Penguatan: terdiri dari program-program pemberdayaan masyarakat berbasis sektoral, kewilayahan serta khusus untuk mendukung penanggulangan kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target tertentu. Pelaksanaan program-program ini di tingkat komunitas mengacu pada kerangka kebijakan PNPM Mandiri (DPU, 2008: 16).

2.7.6 Ruang Lingkup Kegiatan

  Ruang lingkup kegiatan PNPM Mandiri pada dasarnya terbuka bagi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang di usulkan dan disepakati masyarakat meliputi : a.

  Penyediaan dan perbaikan sarana lingkungan permukiman, sosial dan ekonomi secara padat karya.

  b.

  Penyediaan sumber daya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian yang lebih besar perlu diberikan bagi kaum perempuan dalam memanfaatkan dana bergulir ini. c.

  Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs.

  d.

  Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan keterampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan yang baik (DPU, 2008: 19). Sementara dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan oleh masyarakat secara swakelola berdasarkan prinsip otonomi dan difasilitasi oleh perangkat pemerintah yang dibantu oleh fasilitator dan konsultan.

  Tahap pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah proses perencanaan selesai dan telah ada keputusan tentang pengalokasian dana kegiatan. Pelaksanaan kegiatan meliputi pemilihan dan penetapan tim pengelola kegiatan, pencairan atau pengajuan dana, pengerahan tenaga kerja, pengadaan barang/jasa, serta pelaksanaan kegiatan yang diusulkan. Personil tim pengelola kegiatan yang dipilih dan ditetapkan oleh masyarakat, bertanggung jawab dalam realisasi fisik, serta administrasi kegiatan/pekerjaan yang dilakukan sesuai rencana.

  Pada pelaksanaan kegiatan secara swakelola, apabila dibutuhkan barang/jasa berupa bahan, alat dan tenaga ahli (konsultan) perseorangan yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat untuk menyediakan kebutuhan tersebut. Dalam proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan harus diperhatikan prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka, adil dan bertanggung jawab.

  Efisiensi diwujudkan dalam bentuk mencari dan membandingkan harga barang/jasa untuk kualitas yang sama/setara, serta memilih harga yang terendah, sesuai kebutuhan. Untuk mendapatkan harga yang terendah, masyarakat dapat melakukan pengadaan langsung kepada sumber penghasil barang/jasa, seperti pabrikan atau distributor untuk menghindari pengadaan barang/jasa melalui perantara yang tidak member nilai tambah (DPU, 2008: 25).

2.8 Kegiatan Simpan Pinjam pada Unit Pengelola Keuangan

2.8.1 Defenisi Simpan Pinjam

  Simpan pinjam merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk KSM yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Adapun yang menjadi tujuan dan ketentuan dari kegiatan simpan pinjam berikut : a.

  Tujuan Umum Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam, kemudahan akses pendanaan sosial dasar dan memperkuat kelembagaan kegiatan KSM dan mendorong penanggulangan Rumah Tangga Miskin (RTM).

  b.

  Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari kegiatan simpan pinjam sebagai berikut : 1.

  Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial dasar.

2. Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam oleh KSM.

  c.

  Ketentuan Dasar 1.

  Akuntabilitas, artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir harus dapat di pertanggung jawabkan kepada masyarakat.

  2. Terlembagaan, artinya dana kegiatan simpan pinjam disalurkan melalui KSM yang sudah mempunyai tata cara dan prosedur yang sudah baku dalam pengelolaan simpan pinjam.

  3. Pengembangan, artinya setiap keputusan pendanaan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.

  4. Keberdayaan, artinya proses pengelolaan di dasari oleh keputusan yang professional oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan pelestarian dan pengembangan dana bergulir guna meningkatkan kesejaheraan.

5. Kemudahan, artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat mendapat pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan (DPU, 2008: 7).

2.8.2 Defenisi Unit Pengelola Keuangan (UPK)

  Unit Pelaksanaan Keuangan (UPK) adalah salah satu gugus tugas yang dibentuk oleh BKM sebagai unit mandiri untukmelaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh BKM mengenai kebijakan yang menyangkutkegiatan di bidang ekonomi, melakukan pengelolaan dana pinjaman bergulir dan administrasi keuangannya, baik yang berasal dari dana stimulant Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM Mandiri perkotaan, maupun dari pihak-pihak lainnya yang bersifat hibah. Mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh KSM ekonomi serta menjalin kemitraan (chanelling) dengan pihak-pihak lain yang mendukung program UPK (DPU, 2008: 40).

  Sebagai unit operasional UPK merupakan ujung tombak pelaksanaan kegiatan. Dengan melibatkan unit ini akan menciptakan rasa yang memiliki di dalam benaknya sebagai suatu kesatuan tim. Pertama, mempunyai pengetahuan yang terbaik dari aspek operasional unit yang berbeda. Kedua, tidak ada perencanaan yang sukses dalam implementasinya tanpa melibatkan tenaga operasional kunci tanpa mengidentifikasikan serangkaian target mereka sendiri, dan itu berarti itu komitmen (DPU, 2008: 15).

  Pada UPK sifat kemanfaatan kegiatanmerupakan kegiatan yang secara langsung memberikan manfaat dan peningkatan pendapatan bagi individu/keluarga maupun kelompok (DPU, 2008:11)

2.8.3 Penggunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

  Pada dasarnya dana BLM dapat digunakan secara cukup luwes dengan berpedoman kepada Perencanaan Jangka Menengah (PJM) program penanggulangan kemiskinan, pembelajaran aspek Tridaya dan kesepakatan serta kearifan warga sehingga hasilnya dapat memberikan manfaat berkurangnya kemiskinan di kelurahan/desa bersangkutan (DPU, 2008: 10).

  PNPM Mandiri melarang dana BLM dimanfaatkan untuk hal-hal yang berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, menimbulkan dampakkeresahan sosial dan kerusakan lingkungan, berorientasi pada kepentingan individu atau kelompok tertentu dan bertentangan dengan norma-norma, hukum serta peraturan yang berlaku. Secara umum beberapa kegiatan yang tidak boleh dibiayai dengan dana ini adalah : 1.

  Kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis 2. Kegiatan militer atau semi militer 3. Deposito atau yang berkaitan dengan usaha memupuk bunga bank.

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar

4 96 133

Efektivitas Pelaksanaan Pinjaman Dana Bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat

9 74 97

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

5 58 146

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Ko

0 0 38

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar

0 2 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas - Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas - Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor

1 0 46