Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM SIMPAN PINJAM PEREMPUAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

PERDESAAN DI KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh: JULIARNI SIPAYUNG

090902003

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Juliarni Sipayung Nim : 090902003

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan

Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

Pembangunan yang dilaksanakan di perdesaan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat, sehingga masih banyak program pembangunan desa yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat dijadikan objek bukan subjek. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang berkepanjangan di perdesaan pemerintah membentuk program seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program simpan pinjam perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai efektifitas program simpan pinjam perempuan. Adapun populasi penelitian ini adalah perempuan sebanyak 80 orang yang mendapatkan pencairan dana pada tahun anggaran 2011 di kecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel tunggal yang dijelaskan secara kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Berdasarkan analisis data, disimpulkan efektivitas pelaksanaan program simpan pinjam perempuan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan di kecamatan Bangun Purba adalah efekif dengan nilai skala likert 0,49. Indikator pemahaman program sebanyak 0,45. Ketepatan sasaran sebanyak 0,45. Ketepatan waktu sebanyak 0.59. Tercapainya tujuan sebanyak 0,48. Perubahan nyata dilihat dari mata pencaharian responden yaitu rata-rata beralih menjadi wiraswasta.

Kata kunci: Efektifitas, Program Simpan Pinjam Perempuan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan


(3)

ABSTRACT

Development that implemented in rural areas still not involve the community, so there are still many rural development programs which are not in accordance with the needs of the community. The community just existence as object of the subject. To reduce Poverty that has been longer, the government has been established programs such as the National Program for Community Empowerment in Rural Areas. This research is to determine the effectiveness of women's savings and loans program the National Program for Community Empowerment in Rural Areas in the district Bangun Purba, regency Deli Serdang.

Type of this research is descriptive that aims to illustrate about effectiveness of women's savings and loans program, the population of this research were 80 womens who get disbursement financial on 2011 in district Bangun Purba, regency Deli Serdang. Analysis technique using a single table which described quantitatively using a likert scale.

Based on the analysis, it was concluded that the effectiveness of women's savings and loans national program for community empowerment program in rural areas in district Bangun Purba. is effective with the likert scale score 0,49. Indicator of program comprehension score is 0,45. Indicator of precision targeting score is 0,45. Indicator of time actually is 0,59. Indicator of goals reaching score is 0,48. Indicator of real charges of respondents emplymment is entrepreneur.

Keywords: Effectiveness, Women's Savings and Loans Program, National Program Community Empowerment in Rural Areas


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasihNya atas berkat dan anugerah, kasih setia, kekuatan, semangat dan kesempatan yang selalu diberikanNya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deliserdang”, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial di departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si., Ph.D selaku dosen pembimbing akademik dan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing, meluangkan waktu, tenaga, kesabaran dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih Pak, sudah berkenan membagi ilmu bapak kepada saya.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama perkuliahan.


(5)

5. Seluruh Staff dan Pegawai kantor camat di kecamatan Bangun Purba Provinsi Sumatera Utara terutama di bidang Kesejahteraan Sosial Bapak Drs.Sariman Purba dan kepada staff di sekretariat PNPM Mandiri perdesaan Kecamatan bangun Purba yaitu, kak Rosa, kak Rika, bang Jhonson, bang Frankie, bang Hendry, bang Rozi. Terima kasih atas bantuan penelitiannya dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini

6. Seluruh masyarakat kecamatan Bangun Purba yang telah bersedia membantu dan bekerjasama dengan menjadi responden dalam penelitian penulis. Semoga tahun depan mendapatkan perguliran lagi ya buk...

7. Teristimewa luar biasa kepada kedua orangtuaku Bapak Jaliana Sipayung dan Ibu Rabinnen br Munthe, yang telah merawat penulis dengan penuh kasih sayang serta telah banyak mengorbankan waktu dan materi yang tak terhitung nilainya guna keberhasilan penulis dalam meraih cita-cita. Semoga harapan, doa dan perjuangan bapak dan mamak akan terus memacu penulis untu dapat menjadi yang terbaik. Ulang borit-boritan dan mak, pak..

8. Kepada abangku Julfri Sipayung dan Anto Sipayung, cepat cari eda kami yaa..., kakakku satu-satunya Lisbet Elia Rosa Sipayung, AMd, cepat-cepat jadi orang kaya biar bisa aku minjam ya...., dan Adikku satu-satunya yang ku sayang Mey Ulina Sipayung kejarlah impian mu untuk mengikuti jejak penulis meraih pendidikan yang lebih tinggi lagi.

9. Seluruh keluarga besar Sipayung dan Munthe untuk dukungan dan pengertiannya selama penulis diperkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi. 10. Kepada semua pemuda GKPS Sibagading yaitu Rosalina, Kombar,Yeni, Erni,


(6)

11. Kepada rekan-rekan seperjuangan IMAS-USU terimakasih telah memberikan kesempatan bagi saya untuk belajar berorganisasi dan melakukan pengabdian yang tidak bisa penulis dapatkan di bangku perkuliahan. Horasss.. Hiranan Hu Tanoh Simalungun.

12. Kepada seseorangyang sangat aku sayangi sejak SMA yaitu bg Ely Sama Ginting, SE yang selalu memberikann motivasi dan do’a yang luar biasa terlebih disaat penyelesaian skripsi ini, dan menjadi motivator terhebat bagi penulis, trimakasi yang bang udah minjamkan laptopnya.

13. Sahabat-sahabat seperjuangan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Stambuk 2009, Novita, Elsa, Rey (cepat nyusul ya), Raihana (teman pertama yang ku kenal di kessos), Frengky fb (trimakasi telah membagi ilmunya), febri, Evi, Hot, Jane, (sesama bimbingan papi), Gomos, Teja, Budi, Udin, Cardinal Nesry, Mesra, Melani dan lainnya, semoga kita semua dapat mengejar cita-cita kita serta kebersamaan selama 4 tahun ini.

14. Seluruh abang kakak senior dan adik-adik junior di Departemen Ilmu kesejahteraan sosial yang telah banyak memberikan bantuan dukungan yang tak ternilai dengan materi.

15. Untuk sahabat penulis Van, Delima (kebersamaan kita selama 1 tahun di kos ungu), Sabarina, Juwita (cepat besar yaa), Herdiana, Siti, Ima (sama-sama kita masuk USU).

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun banyak membantu dalam memberikan bantuan moril maupun materil bagi terselesainya skripsi ini, penulis banyak ucapkan terimakasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun, untuk itu sangat diharapkan masukannya. Akan tetapi penulis


(7)

telah semaksimal mungkin berusaha memberikan yang terbaik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat agi rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang membutuhkannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi perlindungan, kesehatan dan berkatNya kepada kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 11

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon ... 14

2.1.1 Pengertian Respon ... 14

2.1.2 Proses Terjadinya Respon ... 15

2.1.3 Indikator Respon ... 16

2.2 Pemberdayaan Masyarakat ... 18

2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial ... 20

2.3.1 Kebijakan Publik ... 20


(9)

2.4 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 26

2.4.1 Pengertian Program ... 26

2.4.2 Komunitas Adat Terpencil ... 27

2.4.3 Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 31

2.4.4 Tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 36

2.4.5 Sasaran Program Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 37

2.4.6 Tahapan Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 38

2.4.7 Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara ... 42

2.5 Kesejahteraan Sosial ... 43

2.6 Kerangka Pemikiran ... 45

2.7 Definisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 48

2.7.1 Definisi Konsep ... 48

2.7.2 Definisi Operasional ... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 52

3.2 Lokasi Penelitian ... 52

3.3 Populasi Penelitian ... 52

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.5 Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Desa Sionom Hudon Selatan ... 56

4.2 Kondisi Geografis ... 56


(10)

4.4 Fasilitas Umum dan Pelayanan Sosial ... 60

4.5 Pranata Ekonomi ... 60

4.6 Pranata Politik dan Lembaga adat ... 62

4.7 Pranata Agama, Religi atau Sistem Kepercayaan ... 63

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 64

5.2 Kharakteristik Umum Responden ... 65

5.3 Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan ... 70

5.3.1 Pengetahuan Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 71

5.3.2 Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 74

5.3.3 Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 81

5.3.4 Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 85

5.4 Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Program /Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 90

5.4.1 Persepsi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 91


(11)

5.4.2 Sikap Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ... 92 5.4.3 Partisipasi Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas

Adat Terpencil ... 94 BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 96 6.2 Saran ... 97


(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Kategorisasi Tingkat Perkembangan Kelompok ... 41

2. Tabel 2.2 Perubahan Nyata ... 51

3. Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 68

4. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 69

5. Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 71

6. Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 72

7. Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 73

8. Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Pengetahuan ... 74

9. Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pihak Pemberi Informasi ... 76

10. Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pertemuan Sesama Anggota Kelompok ... 77

11. Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Topik Pembicaraan Pertemuan Kelompok ... 78

12. Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Pengelolaan Dana Simpan Pinjam Kelompok ... 80

13. Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kegiatan SPP ... 81

14. Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Dana Untuk Program Simpan Pinjam Perempuan ... 82

15. Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Pelayanan Fasilitator Program Simpan Pinjam Perempuan ... 83

16. Tabel 5.14 Distribusi Pemahaman Responden Tentang Tujuan Simpan Pinjam Perempuan Setelah Diberikan Penyuluhan/ sosialisasi ... 84


(13)

17. Tabel 5.15 Distribusi Responden Mengenai Pemahaman Penggunaan

Pinjaman ... 85 18. Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Ikatan Pemersatu Kelompok

Simpan Pinjam ... 86 19. Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkani Penilaian Perencanaan

Kegiatan Kelompok ... 88 20. Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Kegiatan

Anggota ... 89 21. Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Aturan

Kelompok ... 90 22. Tabel 5.20 Distribusi Rsponden Berdasarkan Kelancaran Iuran ... 91 23. Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Pertanggungjawaban

Administrasi Kelompok ... 92 24. Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Rumah ... 93 25. Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Berberobat ... 94 26. Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pencatatan Keluarga

Miskin Setiap Tahunnya ... 95 27. Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Awal Mula Keanggotaan ... 96 28. Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pengelolaan

Daftar Tunggu ... 97 29. Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pencairan Dana ... 98 30. Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Penyuluhan Simpan

Pinjam Perempuan ... 99 31. Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pertemuan Sesama


(14)

32. Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan Pembantuan Pengembangan

Usaha ... 102

33. Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Penerimaan Permodalan ... 103

34. Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Pendapatan Bersih ... 104

35. Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan Proses Administrasi ... 105

36. Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pinjaman ... 106

37. Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan Sifat Bantuan Usaha ... 108

38. Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Modal ... 109

39. Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Dana yang Diinginkan ... 110

40. Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Rata-rata Perbulan Sebelum Mengikuti Program ... 111

41. Tabel 5.39 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Rata-rata Perbulan Setelah Mengikuti Program ... 112

42. Tabel 5.40 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok ... 113

43. Tabel 5.41 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Tambahan 114 44. Tabel 5.42 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Penjualan Usaha ... 115

45. Tabel 5.43 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Menabung ... 116

46. Tabel 5.44 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Menabung ... 117

47. Tabel 5.45 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Pinjaman ... 118


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Bagan Alir Pemikiran ... 47 Bagan 4.1 Struktur Organisasi PNPM-MP T.A.2012 Kecamatan Bangun Purba 64


(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Juliarni Sipayung Nim : 090902003

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan

Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

Pembangunan yang dilaksanakan di perdesaan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat, sehingga masih banyak program pembangunan desa yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat dijadikan objek bukan subjek. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang berkepanjangan di perdesaan pemerintah membentuk program seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program simpan pinjam perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai efektifitas program simpan pinjam perempuan. Adapun populasi penelitian ini adalah perempuan sebanyak 80 orang yang mendapatkan pencairan dana pada tahun anggaran 2011 di kecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel tunggal yang dijelaskan secara kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Berdasarkan analisis data, disimpulkan efektivitas pelaksanaan program simpan pinjam perempuan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan di kecamatan Bangun Purba adalah efekif dengan nilai skala likert 0,49. Indikator pemahaman program sebanyak 0,45. Ketepatan sasaran sebanyak 0,45. Ketepatan waktu sebanyak 0.59. Tercapainya tujuan sebanyak 0,48. Perubahan nyata dilihat dari mata pencaharian responden yaitu rata-rata beralih menjadi wiraswasta.

Kata kunci: Efektifitas, Program Simpan Pinjam Perempuan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan


(17)

ABSTRACT

Development that implemented in rural areas still not involve the community, so there are still many rural development programs which are not in accordance with the needs of the community. The community just existence as object of the subject. To reduce Poverty that has been longer, the government has been established programs such as the National Program for Community Empowerment in Rural Areas. This research is to determine the effectiveness of women's savings and loans program the National Program for Community Empowerment in Rural Areas in the district Bangun Purba, regency Deli Serdang.

Type of this research is descriptive that aims to illustrate about effectiveness of women's savings and loans program, the population of this research were 80 womens who get disbursement financial on 2011 in district Bangun Purba, regency Deli Serdang. Analysis technique using a single table which described quantitatively using a likert scale.

Based on the analysis, it was concluded that the effectiveness of women's savings and loans national program for community empowerment program in rural areas in district Bangun Purba. is effective with the likert scale score 0,49. Indicator of program comprehension score is 0,45. Indicator of precision targeting score is 0,45. Indicator of time actually is 0,59. Indicator of goals reaching score is 0,48. Indicator of real charges of respondents emplymment is entrepreneur.

Keywords: Effectiveness, Women's Savings and Loans Program, National Program Community Empowerment in Rural Areas


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988, Pemerintah meluncurkan program seperti: Bimas (Bimbingan Massal), Inmas (Intensifikasi Massal), Transmigrasi, KIK (Kredit Investasi Kecil), KUK (Kredit Usaha Kecil), KCK (Koperasi Candak Kula). Kemudian periode tahun 1988-1994, Pemerintah Indonesia meluncurkan program seperti: PKT, Indeks Desa Tertinggal, tetapi masih ditemui beberapa kelemahan diantaranya peran pemerintah masih sangat dominan dan wilayah-wilayah perkotaan belum tersentuh sama sekali. Periode 1994-1998 Pemerintah Indonesia menyelenggarakan program yang berorientasi khusus pada program pemberdayaan masyarakat, misalnya: PDMDKE (Program Dalam rangka Menanggulangi Dampak Krisis Ekonomi ), Padat Karya, P3DT (Program Pengembangan Prasarana Desa Tertinggal). Namun demikian program ini baru berkembang secara sektoral

perdesaan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat, sehingga masih banyak program pembangunan desa yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat semestinya tidak hanya dalam tahap pelaksanaan, namum pada tahap perencanaan sampai tahap evaluasi.

Tujuan utama program-program yang dikeluarkan pemerintah adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk menangani hal tersebut adalah Program Nasional Pemberdayaan


(19)

Masyarakat Mandiri Perdesaan. Salah satu kegiatannya adalah Simpan Pinjam Perempuan. Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan adalah kegiatan dana bergulir untuk kelompok perempuan yang digunakan untuk usaha. Partisipasi perempuan pada kegiatan SPP diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan kegiatan SPP.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang, berkurang 0,89 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada maret 2011. Sedangkan penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 399,5 ribu orang sementara di daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang. Pada periode tersebut, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 9,23 persen, menurun menjadi 8,78 persen. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 15,72 persen pada Maret 2011 menjadi 15,12 persen pada Maret 2012.

Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun 2012 sebesar 1.407.250 orang. Sedangkan penduduk miskin pada tahun 2011 sebesar 1.481.310 orang. Berarti penduduk miskin di provinsi Sumatera Utara berkurang sebanyak 74.060 orang. Selama periode Tahun 2011 sampai tahun 2012 penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan masing-masing berkurang 21.880 orang dan 52.180 orang, Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berbeda. Pada bulan Maret 2012, penduduk miskin berada di daerah perkotaan sebesar 10,32 persen dan di daerah perdesaan sebesar 11,01 persen

Kemiskinan menjadi salah satu masalah serius di belahan dunia manapun, baik di negara maju maupun negara berkembang. Amerika Serikat yang merupakan negara industri maju dan terkaya di dunia ternyata masih hidup dibawah garis


(20)

kemiskinan. Dengan kata lain satu dari tujuh warga Amerika adalah penduduk miskin.

Kemiskinan di negara berkembang lebih suram lagi, seorang bayi perempuan yang lahir di Jepang saat ini memiliki 50 persen kemungkinan untuk menatap Abad ke-22, sedangkan 1 dari 4 bayi yang baru lahir di Afganistan kemungkinan besar tidak akan pernah merayakan ulang tahunnya yang ke-5. Setiap hari lebih dari 30.000 anak-anak di seluruh dunia wafat. Tepatnya dipaksa wafat oleh penyakit yang bisa dicegah, dan hampir 40.000 orang terinfeksi HIV/AIDS. Sebagian dari mereka berasal dari negara-negara berkembang (Suharto, 2007: 239).

Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana dimuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini menjadi masalah yang berkepanjangan.

Pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat berperan untuk menciptakan perluasan kesempatan hak-hak masyarakt miskin seperti perluasan kesempatan kerja, hak atas pangan, hak mendapatkan pendidikan hak atas kesehatan dan sebagainya. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah lebih diperuntukkan kepada masyarakat miskin dan kepentingan masyarakat miskin.

Dalam masa krisis masyarakat miskin sangat sulit untuk bangkit karena ketidakberdayaan masyarakat itu sendiri. Hal ini khususnya terjadi pada masyarakat perdesaan, karena potensi yang ada pada masyarakat perdesaan umumnya lebih rendah jika dibanding dengan masyarakat perkotaan, terutama dari segi sumber daya


(21)

manusia sehingga masyarakat perdesaan tidak memiliki kemampuan yang baik untuk membuka lapangan kerja atau bekerja walaupun didukung sumber daya alam yang melimpah.

Belum lagi ketika meningkatnya harga bahan bakar minyak dalam negeri sejalan naiknya harga minyak dunia, berlanjut pada krisis pangan yang telah memberi andil terhadap tingginya angka penduduk miskin di Indonesia. Tingginya angka penduduk miskin akan menyebabkan terjadi penurunan sumber daya manusia dan menjadikan semakin lemahnya daya saing bangsa. Masyarakat miskin umumnya menjadi lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas akses kepada kegiatan sosial ekonomi sehingga tertinggal jauh dengan masyarakat lain yang mempunyai potensi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam melaksanakan pembangunan nasional dengan menjadikan masyarakat mandiri.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia adalah Program Nasional Pemberdayaan mulai tahun 2007. Sebagai langkah awal, pelaksanaan PNPM tahun 2007 dimulai dengan dua program pemberdayaan masyarakat yang dinilai cukup besar dan efektif, yaitu program pengembangan kecamatan yang menjadi dasar bagi pengembangan PNPM di perdesaaan, dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan, yang menjadi dasar bagi pengembangan PNPM di perkotaan (http//www.pnpmmandiri.or.id, diakses pada pukul 12.25 WIB, 25 Oktober 2012).

Menurut Deputi Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Sujana Royat, dari 78.000 desa di Indonesia, 72.600 diantaranya masih dalam kategori miskin. Program Nasional Pemberdayaan


(22)

Masyarakat Mandiri Perdesaan yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat, akan memberikan pelatihan bagi mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti mencari makan, minum, dan pakaian, setelah kebutuhan dasar terpenuhi baru diberikan modal usaha sesuai yang mereka bisa yang ditentukan oleh rakyat sendiri untuk mewujudkan mimpi mereka

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan merupakan salah satu proyek pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan yang bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia yang lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin serta kelompok masyarakat yang kurang mampu. Program ini telah diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 April 2007 di kota palu Provinsi Sulawesi Tengah.

Mulai tahun 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri Wilayah Khusus dan Desa Tertinggal. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan keberlanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan yang dinilai selama ini berhasil. Beberapa keberhasilan Program pengembangan Kecamatan adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat (Departemen Dalam Negeri RI, 2008:1).


(23)

Lingkup kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kesempatan kerja masyarakat miskin perdesaan secara mandiri melalui peningkatan partisipasi masyarakat terutama masyarakat miskin kelompok perempuan dan kelompok yang terpinggirkan, meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah, meningkatnya modal sosial masyarakat serta inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna.

Mulai tahun 2008, PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan 2008 diprioritaskan pada desa-desa tertinggal (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 10).

PNPM Mandiri Perdesaan didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Terdapat beberapa usulan kegiatan yang dilaksanakan pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan yaitu:

1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana prasarana dasar yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang secara ekonomi bagi rumah tangga miskin

2. Peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan termasuk kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat

3. Kegiatan peningkatan keterampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal 4. Penambahan permodalan untuk kelompok perempuan (Departemen dalam


(24)

Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba seperti pembangunan fisik sarana prasarana dan Simpan Pinjam Perempuan yang penyaluran dananya diberikan kepada Tim Pengelola Kegiatan di perdesaan melalui Unit Pengelola Kegiatan yang terdiri dari ketua Unit Pengelola Kegiatan, sekretaris dan bendahara yang ada di kecamatan.

Dengan kehadiran PNPM Mandiri perdesaan, diharapkan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang dimiliki semakin baik dan mengurangi angka kemiskinan, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat. Kecamatan Bangun Purba telah melaksanakan berbagai kegiatan yang termasuk didalam PNPM Mandiri perdesaan itu sendiri, salah satu program yang sedang berlangsung adalah program PNPM Mandiri Perdesaan yang bernama Simpan Pinjam Perempuan yang merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam.

Penduduk kecamatan Bangun Purba ketika mengajukan proposal cenderung mengusulkan Jenis kegiatan simpan pinjam Perempuan dimusyawarah desa masing-masing ataupun di musyawarah desa khusus perempuan, karena masyarakat lebih memilih mendapatkan bantuan berupa tunjangan modal dibandingkan pembangunan fisik guna meningkatkan usaha yang mereka tekuni.

Dengan suku bunga 1% setiap bulan tanpa syarat agunan, dibandingkan dengan Bank yang mencapai 2% setiap bulannya dan memiliki syarat agunan, diharapkan dapat membantu masyarakat terutama kaum perempuan untuk dapat meningkatkan taraf hidup serta menunjang perekonomian mereka dengan pengembangan usaha mereka. Sistem agunan tanggung renteng yang menjadi syarat untuk mendapatkan pinjaman menjadi daya tarik penulis, karena apabila ada anggota yang tidak


(25)

membayar angsuran maka kelompok yang bertanggungjawab membayar angsuran tersebut yang diambil dari uang kas kelompok.

Laporan perkembangan pinjaman SPP pada bulan Januari 2013 menjelaskan bahwa Program Simpan Pinjam Perempuan tahun anggaran 2008 sampai tahun 2011 berjumlah 10 kelompok, tahun 2012 bertambah 22 kelompok yang diikuti oleh 11 desa dari 24 desa yang ada di kecamatan Bangun Purba, Namun 2 kelompok telah berakhir karena pemekaran daerah yang mengakibatkan desa tersebut tidak bisa lagi menerima anggaran dari kecamatan Bangun purba dan satu kelompok lagi termasuk kelompok yang bermasalah karena keterlambatan pengembalian pinjaman.

Seiring dengan pelaksanaan program simpan pinjam perempuan di kecamatan Bangun Purba telah menghadirkan berbagai polemik. Polemik yang muncul terkesan kejar target demi terpakainya seluruh alokasi bantuan langsung masyarakat yang dikelola di kecamatan. Anggapan kejar target terkadang menjadikan kelompok penerima sebagai objek bukan subyek, kalau ditanyakan kepada kelompok penerimanya, belum tentu mereka membutuhkan karena belum punya usaha yang layak untuk didanai,sebagian masyarakat tidak menggunakan dana pinjaman untuk modal usaha, bahkan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Hal ini dilakukan demi kepentingan pemerintah desa untuk menghapus pemikiran ketidakmampuan desa berpartisipasi dalam program.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, peneliti tertarik untuk mengkaji lanjut masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang”.


(26)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Untuk itu, penelitian ini perlu ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di latar belakang masalah, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: Sejauh mana efektivitas pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasioal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang ?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk lebih mempertajam masalah yang ingin diteliti tentang efektivitas pelaksanaan program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasioal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang, Penulis membatasi materi kajian, maka objek sasaran yang diteliti sebagai berikut:

a. Program Simpan Pinjam Perempuan di Kecamatan Bangun purba. b. Pemanfaat Program Simpan Pinjam Perempuan tahun anggaran 2011.

c. Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan kepada kelompok penerima simpan pinjam perempuan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di kecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang.


(27)

1.4.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka:

a. Pengembangan konsep dan teori-teori pemberdayaan masyarakat dan kemiskinan.

b. Pengembangan model-model pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan. c. Memperkaya wawasan serta pengetahuan mengenai pemberdayaan masyarakat

di perdesaan serta menjadi referensi dalam pelaksanaan program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di berbagai kecamatan di Indonesia.


(28)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas mempunyai arti yang berbeda–beda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Beberapa sarjana sosial, efektifitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan pekerja (orang yang melakukan suatu tindakan). Rumusan mengenai efektivitas kegiatan atau program bergantung pada masalah, seberapa berhasilnya pencapaian sasaran yang dinyatakannya.

Menurut Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan (Mahmudi, 2005: 92).

Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Secara singkat pengertian efektivitas adalah melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran (Kurniawan, 2005: 109).

Efektivitas adalah hasil yang dicapai pekerja dibandingkan jumlah hasil produksi lain dengan jangka waktu tertentu. Rancangan yang digunakan untuk mempelajari efektivitas ialah memadukan faktor–faktor organisasi, seperti struktur


(30)

dan teknologi, dengan faktor-faktor individual, seperti motivasi, rasa keterikatan dan prestasi kerja. Kegiatan ini berdasarkan keyakinan bahwa setiap model efektivitas yang dinamis harus meneliti jalannya proses perilaku dan usaha individual mempengaruhi prestasi organisasi. Kata kunci pengertian ini adalah kata efektif karena pada akhirnya keberhasilan kepemimpinan dan organisasi diukur dengan konsep efektivitas itu sendiri. Efektivitas berarti kuantitas atau kualitas keluaran barang atau jasa (Handoko, 2000: 105).

Organisasi merupakan kumpulan dari individu dan kelompok sehingga keefektifan organisasi pada dasarnya adalah merupakan fungsi dari keefektifan individu dan kelompok. Secara sederhana organisasi adalah kesatuan susunan yang terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama, dapat dicapai secara bersama, dimana dalam melakukan tindakan itu ada pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab bagi tiap-tiap personal yang terlibat di dalamnya untuk mencapai tujuan organisasi (Indrawijaya, 2000: 227).

Organisasi biasanya berada dalam lingkungan yang bergejolak dengan sumber daya yang terbatas, lingkungan yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, perubahan tersebut akan mempengaruhi efektivitas organisasi. Dalam lingkungan demikian organisasi harus tanggap dan pandai mengantisipasi perubahan agar organisasi tersebut tetap dapat mempertahankan keberadaannya dan dapat berfugsi maka organisasi itu harus efektif (Thoha, 2007: 98).

Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan efektivitas. Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda


(31)

tentang pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar belakang dan keahlian yang berbeda pula.

Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional (Sumaryadi, 2005: 105). Pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.

Sementara menurut Gibson, efektivitas organisasi dapat diukur sebagai berikut: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik (Gibson, dalam Tangkilisan, 2005: 65)

Tujuan mempelajari perilaku organisasi adalah membuat agar organisasi menjadi lebih efektif melalui perbaikan yang berkesinambungan. Berikut ini 4 cara menilai efektivitas organisasi menurut Kreitner dan Kinicki dapat dilakukan dengan empat kriteria, yaitu pencapaian tujuan, akuisisi sumberdaya, proses internal dan kepuasan konstituensi.


(32)

1. Pencapaian Program, suatu organisasi dianggap efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil atau output dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2. Akuisisi Sumberdaya, suatu organisasi dianggap efektif apabila organisasi tersebut dapat diperoleh input atau faktor-faktor produksi yang dibutuhkan, seperti bahan baku, modal, keahlian teknis, dan manajerial. 3. Proses Internal, suatu organisasi dianggap efektif apabila memiliki sistem

yang sehat. Suatu organisasi memiliki sistem yang sehat jika informasi mengalir dengan lancar, serta adanya komitmen, kepercayaan, loyalitas dan kepuasan karyawan.

4. Startegi/Strategic Constituency, suatu organisasi dianggap efektif apabila adanya kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan. Konstitunsi strategi adalah sekelompok individu yang memiliki andil dalam organisasi, seperti penyedia sumberdaya, pengguna produk, produsen output organisasi, kelompok-kelompok yang kerjasamanya penting untuk kelangsungan hidup organisasi, dan mereka yang hidupnya dipengaruhi oleh organisasi (Sunyoto & Burhanudin, 2011: 7-8).

Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan, sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.


(33)

Dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu :

1. Pemahaman program 2. Tepat Sasaran

3. Tepat waktu 4. Tercapainya tujuan

5. Perubahan nyata (Sutrisno, 2007 : 125-126).

Beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwasanya efektifitas merupakan alat ukur untuk menentukan keberhasilan suatu program sesuai dengan tujuan pelaksanannya.

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektivitas

Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu :

1. Pendekatan Sasaran

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan ini dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil yang maksimal berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu


(34)

dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang direncanakan.

2. Pendekatan Sumber

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Lembaga harus mampu memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat efektif.Pendekatan ini didasatkan pada teori mengenai keterbukaan system suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungan dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan autput yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. Sumber-sumber yang ada pada lingkungan seringkali bersifat langka dan bernilai tinggi. Mendapatkan berbagai jenis sumber untuk memelihara sistem dari suatu lembaga merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur efektivitas.

3. Pendekatan Proses

Pendekatan proses dianggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan yang ada berjalan dengan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan lembaga (Cunningham, 1978: 635).


(35)

2.2 Kebijakan Publik dan Kebijakan sosial 2.2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintah bukan saja dalam artian government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula govermance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik (Suharto, 2007: 3).

Banyak defenisi mengenai kebijakan publik. Sebagian ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak bagi kehidupan warganya. kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai “Whatever government choose to do or not to do”. Artinya kebijakan publik adalah “apa saja yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan” (Bridgman dan Davis, dalam Suharto, 2007: 3).

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah awalnya tidak serta merta langsung diagendakan menjadi sebuah kebijakan publik. Ada tahap-tahap sebuah masalah pada akhirnya diagendakan oleh pemerintah untuk diambil kebijakannya. Pemerintah melihat apakah masalah itu menyebar luas di masyarakat, bahkan sampai membuat masyarakat bingung, sehingga pemerintah perlu mengambil tindakan berupa kebijakan mengenai masalah tersebut agar tidak terjadi kekacauan di masyarakat.

Kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atas pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai.

2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah terpilih.


(36)

4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.

5. Keluaran, yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.

6. Teori yang menjelaskan bahwa jika melakukan X maka diikuti oleh Y.

7. Proses yang panjang dalam priode waktu tertentu yang relatif panjang (Hogwood dan Gunn, dalam Suharto, 2007: 5).

Kebijakan dibuat berdasarkan teori, modal atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi mengenai prilaku. Kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Kebijakan harus mampu memperkirakan keberhasilan yang dicapai dan juga mengatasi kegagalan yang mungkin terjadi. Misalnya jika bahan bakar minyak dinaikkan maka akan banyak pula perusahaan yang menaikkan harga produksinya yang berakibat pada naiknya harga barang-barang yang mengakibatkan masyarakat kelas menengah ke bawah semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kebijkan biasanya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan diuji di lingkungan dimana kebijakan itu diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan menemukan dan memperbaiki kesalahan dalam membuat asumsi yang mungkin terjadi dengan model-model kebijakan. Sebuah proses kebijakan yang baik biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas sehingga para pelaksana kebijakan memahami teori dan model kebijakan yang mendukung keputusan dan rekomendasi didalamnya. Banyaknya kepentingan dalam perumusan sebuah kebijakan, perbaikan dalam kebijakan berikutnya tidak selalu mudah dilakukan. Temuan di lapangan mengenai konsekuensi kebijakan perlu dicatat dan didokumentasikan secara baik dalam sebuah naskah kebijakan, sehingga dapat dipelajari.


(37)

Seorang analisis kebijakan dari Amerika, Aron dan Wildavsky menyatakan bahwa “kita berharap bahwa hipotesis baru dapat dikembangkan menjadi teori yang mampu menjelaskan kenyataan yang lebih baik” (Bridgeman dan Davis, dalam Suharto, 2007: 8-9). Teori-teori yang baik yang didukung oleh hasil evaluasi merupakan dasar yang dapat dipakai untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan publik.

2.2.2 Kebijakan sosial

Adanya kebijakan publik yang dibuat pemerintah maka lahirlah kebijakan sosial yang merupakan salah satu bentuk dari upaya yang dilakukan pemerintah untuk penaggulangan kemiskinan diantaranya kebijakan sosial dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang merupakan bantuan langsung masyarakat.

Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak (Bessant, Watts, dan Smith, dalam Suharto, 2007 : 10).

Dalam garis besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundang-undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. Berdasarkan kategori ini, maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun, tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang-undangan (Suharto, 2007: 11).

Kebijakan sosial seringkali melibatkan program-program bantuan yang sulit dilihat secara kasat mata. Karenanya, masyarakat luas kadang-kadang sulit mengenali kebijakan sosial dan membedakannya dengan kebijakan publik lainnya.


(38)

Secara umum kebijakan publik lebih luas daripada kebijakan sosial. Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih, pertahanan dan keamanan merupakan beberapa kebijakan publik. Sedangkan kebijakan mengenai jaminan sosial, seperti bantuan sosial dan asuransi sosial yang umumnya diberikan bagi kelompok miskin atau rentan, adalah contoh kebijakan sosial (Suharto, 2007: 11-12).

Kebijakan sosial dan kebijakan publik yang penting di negara-negara modern dan demokratis, semakin maju dan demokratis suatu negara maka semakin tinggi perhatian negara tersebut terhadap pentingnya kebijakan sosial. Sebaliknya di negara-negara miskin dan otoriter kebijakan sosial kurang mendapat perhatian. Kebijakan sosial pada hakekatnya merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial. Dengan demikian makna kebijakan pada kata kebijakan sosial adalah kebijakan publik sedangkan makna sosial menunjuk pada bidang atau sektor yang menjadi garapannya yaitu bidang kesejahteraan sosial.

Ada dua pendekatan dalam mendefenisikan kebijakan sosial sebagai sebuah kebijakan publik yaitu pendekatan pertama mendefenisikan kebijakan sosial sebagai seperangkat kebijakan negara yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sosial melalui pemberian pelayanan sosial dan jaminan sosial. Pendekatan kedua mendefenisikan kebijakan sosial sebagai disiplin studi yang mempelajari kebijakan-kebijakan kesejahteraan, perumusan dan konsekuensinya. Meskipun kedua pendekatan ini memiliki orientasi berbeda baik sebagai ketetapan pemerintah maupun sebagai bidang studi keduanya menekankan bahwa kebijakan sosial adalah salah satu kebijakan publik yang menyangkut pembangunan kesejahteraan sosial (Spicker, Bergman dan Davis, dalam Suharto, 2007: V).

Kebijakan sosial melibatkan program-program bantuan yang dilihat secara kasat mata, karenanya masyarakat luas sulit mengenali kebijakan sosial dan


(39)

membedakannya dengan kebijakan publik lainnya. Secara umum kebijakan publik lebih luas dari kebijakan sosial. Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih merupakan contoh kebijakan publik, sedangkan contoh kebijakan sosial seperti kebijakan mengenai jaminan sosial seperti bantuan sosial dan asuransi sosial umumnya diberikan bagi kelompok yang miskin.

2.3 Kemiskinan

Secara umum istilah miskin atau kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim, dalam hal ini konsep kurang maupun minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau sekelompok orang disatu pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok orang dilain pihak. Pengertian minim disini bersifat relatif, dapat berbeda dengan rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang berbeda (Siagian, 2012: 4-5).

Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka telah mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher, dalam Siagian, 2012: 5).

Seorang pakar ekonomi membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi yaitu: 1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang

dan pengkalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju, sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten yaitu kemiskinan akibat rendahnya pembangunan, kemiskinan perdesaan yaitu kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan,


(40)

kemiskinan perkotaan yaitu kemiskinan yang sebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan.

3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas.

4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk (Cox, dalam Seabrook, 2006: 31).

Kemiskinan dilihat dari sisi poverty profile masyarakat. Kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan semata, tetapi kemiskinan menyangkut persoalan kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja, menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi, angka ketergantungan yang tinggi, rendahnya akses terhadap pasar, dan kemiskinan terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari satu generasi kegenerasi berikutnya (Seabrook, 2006: 34).

Dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak bisa hanya dipandang dari sisi kurangnya pemenuhan kebutuhan pokok semata sebagai akibat kerentanan dan ketidakberdayaan seperti yang selama ini banyak didefinisikan dalam kebijakan-kebijakan tentang pengentasan kemiskinan. Kemiskinan juga harus dipandang dari pengertian kemiskinan relatif sehingga kebijakan yang diambil dapat memberikan solusi terhadap akar permasalahan kemiskinan yang sebenarnya.


(41)

2.4 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kapada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarak titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005: 5-6).

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Suharto, 2009: 57-58).

Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlu diketahui potensi atau kekuatan yang dapat membantu proses perubahan agar dapat lebih cepat dan terarah, sebab tanpa adanya potensi atau kekuatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri maka seseorang, kelompok, organisasi atau masyarakat akan sulit bergerak untuk melakukan perubahan. Kekuatan pendorong ini didalam masyarakat harus ada atau


(42)

bahkan diciptakan lebih dulu pada awal proses perubahan dan harus dapat dipertahankan selama proses perubahan tersebut berlangsung (Setiana, 2005: 6).

Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dan pemerataan, tetapi konsep ini berpandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Ada 5 prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.

4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan sumber daya, khusus dalam hal pembiayaan yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.

5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro (Rubin, dalam Adi, 2003: 55). Pembangunan perdesaan harus melakukan empat upaya besar yang saling berkaitan yaitu:


(43)

1. Memberdayakan ekonomi masyarakat desa yang memerlukan masukan modal, bimbingan teknologi, dan pemasaran untuk memandirikan masyarakat desa.

2. Meningkatkan kualitas sumber daya penduduk pedesaan dengan peningkatan pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga memperkuat produktivitas dan daya saing.

3. Membangun prasarana pendukung perdesaan yang cukup karena lokasi perkampungan terpencil, seperti jalan, jaringan telekomunikasi dan penerangan, yang masih merupakan tanggung jawab pemerintah. Keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam gotong-royong harus diutamakan.

4. Mengatur kelembagaan perdesaan, yaitu berbagai lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan desa. Pemerintahan desa harus mampu menampung aspirasi dan menggali aspirasi masyarakat (Kartasasmita, dalam Jayadinata, 2006: 3).

Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan. Demikian pula masyarakat lain yang terabaikan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat meningkatkan untuk menganalisis kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi. Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan sampai tahap penilaian kegiatan yang dikembangkan oleh dan untuk mereka.

Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi


(44)

lebih baik. Proses pemberdayaan bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumber daya manusia. Melalui proses pemberdayaan masyarakat diharapkan akan dikembangkan lebih jauh pola pikir yang kritis dan sistematis.

Proses pemberdayaan sangat bermanfaat untuk dinas dan instansi lain dalam peningkatan pelayanan yang lebih tanggap bagi kebutuhan pelanggan yang telah diidentifikasi oleh masyarakat sendiri. Proses pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi dapat menyesuaikan serta memperbaiki pelayanannya.

Tim pemberdayaan masyarakat didukung oleh lembaga pelaksana. Peran utama tim pemberdayaan masyarakat adalah mendampingi masyarakat dalam melaksanakan proses pemberdayaan masyarakat. Peran tim pemberdayaan pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara mandiri.

2.5. Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama dengan mengidentifikasikan kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengembangan masyarakat sering diimplementasikan dalam bentuk:


(45)

1. Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan.

2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab. Pengembangan Masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial-budaya. Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu:

1. Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah perdesaan.

2. Masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

Istilah masyarakat dalam pengembangan masyarakat biasanya diterapkan terhadap pelayanan-pelayanan sosial kemasyarakatan yang membedakannya dengan pelayanan-pelayanan sosial kelembagaan. Pelayanan perawatan manusia lanjut usia yang diberikan di rumah mereka dan di pusat-pusat pelayanan sosial kemasyarakatan, sedangkan perawatan manula di sebuah rumah sakit khusus manusia lanjut usia adalah contoh pelayanan sosial kelembagaan.


(46)

Istilah masyarakat juga sering dikontraskan dengan negara. Misalnya, sektor masyarakat sering diasosiasikan dengan bentuk-bentuk pemberian pelayanan sosial yang kecil, informal dan bersifat bottom-up, sedangkan lawannya, yakni sektor publik sering diartikan sebagai bentuk-bentuk pelayanan sosial yang relatif lebih besar. Pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan (Susantyo, 2008: 39-40).

2.5.1. Model-Model Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat terdiri atas tiga model yang berguna dalam memahami konsep pekerjaan sosial dengan masyarakat yaitu:

1. Pengembangan masyarakat lokal, proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan masyarakat sebagai sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.

2. Perencanaan sosial adalah sebagai proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan, dan kesehatan masyarakat yang buruk.

3. Aksi sosial, tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian sumber dan


(47)

pengambilan keputusan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan dan keadilan (Soetomo, 2006: 131).

2.5.2. Peranan Pekerja Sosial Dalam Pengembangan Masyarakat Paradigma generalis dapat memberi petunjuk mengenai fungsi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat serta menunjukkan peranan-peranan dan strategi sesuai dengan fungsi tersebut. Ada beberapa strategi dalam pengembangan masyarakat. Strategi tersebut disesuaikan dengan peranan pekerja sosial dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat meliputi:

1. Fasilitator

Peranan fasilitator sering juga disebut sebagai pemungkin sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan perana pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang ditetapkan dan disepakati bersama. 2. Broker

Dalam konteks pekerja sosial dengan masyarakat, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, pekerjaan sosial dengan masyarakat terdapat klien atau konsumen namun, demikian pekerja sosial yang menjadi broker mengenai


(48)

kualitas pelayanan sosial dilingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh keuntungan maksimal.

3. Mediator

Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Pekerja sosial dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani anatara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam peran pekerja sosial sebagai mediator meliputi kontak perilaku, negosiasi, mendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik.

4. Pembela

Peran pembelaan dapat dibagi dua yaitu advokasi kasus dan advokasi kuasa. Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kuasa terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.

5. Pelindung

Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnnya. Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan sebagai kemampuan yang menyangkut: kekuasaan, pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial (Parsons, Jorgensons dan Hernandez, dalam Susantyo, 2008: 51-52).


(49)

2.6 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandir Perdesaan

2.6.1 Latar Belakang PNPM Mandiri Perdesaan

Pelaksanaan PNPM merupakan kelanjutan dari program Pengembangan Kecamatan sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukunganya seperti PNPM : Generasi dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana dan konflik.

Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM-MP adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan.Pendekatan PNPM-MP merupakan pengembangan dari PPK, yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 1).

Berdasarkan Buku Pedoman Umum PNPM MP Tahun 2008 yang menyatakan bahwa visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Sedangkan Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah:


(50)

b. Kelembagaan sistem pembangunan partisipatif . c. Pengefektifan fungsi dan peran pemerintah lokal.

d. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar ekonomi masyarakat.

e. Pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM MP, strategi yang dikembangkan yaitu menjadikan rumah tangga miskin sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan.

2.6.2 Tujuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

Tujuan umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

Sedangkan tujuan khususnya meliputi:

1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.


(51)

2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan, sumber daya lokal.

3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.

4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.

5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.

6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya badan kerja sama antar desa.

7. Mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.

2.6.3 Jenis dan Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

Lingkup kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin perdesaan secara mandiri melalui peningkatan partisipasi masyarakat (terutama masyarakat miskin, kelompok perempuan dan kelompok yang terpinggirkan), meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintahan, meningkatnya modal sosial masyarakat serta inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna.

Usulan kegiatan yang dapan di danai dalam PNPM Mandiri Perdesaan dapat diklasifikasikan atas 4 jenis kegiatan yang meliputi :

1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang secara ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin.


(52)

2. Peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan termasuk kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat.

3. Kegiatan peningkatan keterampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal 4. Penambahan permodalan simpan pinjam untuk kelompok perempuan.

2.6.4 Prinsip Dasar dan lokasi sasaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

PNPM Mandiri Perdesaan menekankan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut : a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM Mandiri

Perdesaan senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia dari pada pembangunan fisik seutuhnya.

b. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri, masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggungjawab tanpa intervensi negatif dari luar.

c. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.

d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.

e. Partisipasi. Masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran atau dalam bentuk materil.


(53)

f. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya disetiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan.

g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyarawah dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. h. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai

terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.

i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.

j. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 2-3).

Lokasi sasaran PNPM-MP meliputi seluruh kecamatan perdesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan tidak termasuk kategori kecamatan-kecamatan yang bermasalah dalam PPK/ PNPM Mandiri Perdesaan.

Kelompok Sasaran PNPM MP yaitu: a. Rumah Tangga Miskin di perdesaan b. Kelembagaan masyarakat di perdesaan


(54)

2.7 Program Simpan Pinjam Perempuan.

2.7.1 Pengertian Simpan Pinjam Perempuan.

Merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Adapun yang menjadi tujuan umum program Simpan Pinjam Perempuan adalah untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam di perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan penciptaan lapangan kerja.

Sedangkan tujuan khusus adalah:

1. Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial dasar.

2. Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha.

3. Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam perempuan.

Ketentuan dasar program SPP PNPM Mandiri Perdesaan adalah:

1. Kemudahan, artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat mendapatkan pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan.

2. Terlembagakan, artinya dana kegiatan SPP disalurkan melalui kelompok yang sudah mempunyai tata cara dan prosedur yang sudah baku dalam pengelolaan simpanan dan pengelolaan pinjaman.

3. Keberdayaan, artinya proses pengelolaan didasari oleh keputusan yang professional oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan pelestarian dan pengembangan dana bergulir guna meningkatkan kesejahteraan.


(55)

4. Pengembangan, artinya setiap keputusan pendanaan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat pedesaan.

5. Akuntabilitas, artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (Departemen Dalam Negeri, 2008: 58)

2.7.2 Ketentuan Pendanaan Bantuan Langsung Masyarakat

Dana BLM adalah dana yang disediakan oleh PNPM-MP untuk mendanai kegiatan usaha melalui proses perencanaan dengan ketentuan alokasi dana kegiatan SPP per kecamatan maksimal 25% dari alokasi BLM. Dengan ketentuan kelompok SPP adalah sebagai berikut:

1. Kelompok yang dikelola anggotanya perempuan, yang satu sama saling mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurang-kurangnya satu tahun.

2. Mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman yang telah disepakati.

3. Telah mempunyai modal dan simpanan dan anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota.

4. Kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik.

5. Mempunyai organisasi kelompok dan admnistrasi secara sederhana (Departemen Dalam Negeri RI, 2008: 58-59).


(56)

2.7.3 Mekanisme Pengelolaan

Mekanisme tetap mengacu pada alur kegiatan PNPM-MP akan tetapi perlu memberikan beberapa penjelasan dalam tahapan sebagai berikut :

a. Musyawarah Antar Desa Sosialisasi

Dalam musyawarah antar desa Sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan untuk kegiatan SPP sehingga pelaku-pelaku tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP dan dapat memanfaatakan.

b. Musyawarah Desa Sosialisasi

Musyawarah desa sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan untuk kegiatan SPP ditingkat desa sehingga pelaku-pelaku tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP dan melakukan proses lanjutan.

c. Musyawarah Dusun

Identifikasi kelompok sesuai dengan ketentuan tersebut termasuk kondisi anggota. Kader melakukan identifikasi perkembangan kelompok SPP dan melakukan kategorisasi kelompok yang terdiri dari kelompok pemula, kelompok berkembang dan kelompok siap. Proses kategoriasi kelompok mengacu pada ketentuan kategori perkembangan kelompok, rumah tangga miskin yang belum menjadi anggota kelompok agar dilakukan tawaran dan fasilitasi untuk menjadi anggota kelompok sehingga dapat menjadi pemanfaat, proses yang terakhir adalah hasil musyawarah dusun dituangkan dalam berita acara dengan dilampiri daftar kelompok yang diidentifikasi, kelompok SPP dengan daftar pemanfaat yang diusulkan, peta sosial dan peta rumah tangga miskin, rekap kebutuhan pemanfaat.

d. Musyawarah desa dan Musyawarah Khusus Perempuan Merupakan tahapan seleksi di tingkat desa adalah :


(57)

1. Penentuan usulan desa adalah proses penentuan keputusan usulan desa yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Penentuan usulan ini melalui keputusan musyawarah kusus perempuan.

2. Hasil keputusan ini melalui musyawarah khusus perempuan merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP. Hasil keputusan diajukan berdasarkan kelompok-kelompok yang diajukan dalam paket usulan desa.

3. Dalam penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Dalam penulisan usulan SPP paling tidak harus memuat hal sebagai berikut : Sekilas kondisi kelompok SPP, gambaran usaha dan daftar calon pemanfaat.

e. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses verifikasi kegiatan SPP adalah : 1. Penetapan Formulir Verifikasi

Penetapan formulir verifikasi merupakan proses penyesuaian dengan contoh format formulir yang telah tersedia.

2. Proses Pelaksanaan Verifikasi

Verifikasi kelompok SPP mencakup pengalaman Kegiatan Simpan Pinjam, persyaratan Kelompok, kondisi Kegiatan Simpan Pinjam, penilaian khusus, jumlah RTM, dan penilaian kelompok.


(1)

59 -1

-1 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0

60 1 0 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1

61 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 -1 1 0 0 0 -1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 -1 -1

62 1

-1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 -1 0 -1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 -1 0

63 -1

-1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 0 0 -1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1

64 -1

-1 1 1 0 -1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 -1 0

65 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 -1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1

66 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 -1 -1 1 0 -1 -1

67 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 -1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

68 -1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 -1 0 -1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 -1 -1

69 -1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 -1 1 -1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 -1 -1

70 -1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 -1 1 -1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0

71 1

-1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 -1 -1

72 1 0 1 0 0 -1 0 0 0 1 1 1 1 1 -1 1 1 -1 0 1 -1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0

73 1 0 1 0 0 -1 0 0 1 1 1 1 1 1 -1 0 -1 -1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 -1 -1

74 1

-1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 -1 -1

75 -1

-1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 -1 0

76 1

-1 1 1 0 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 -1 0

77 -1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1

78 -1

-1 1 0 0 -1 0 -1 0 1 1 1 0 0 -1 -1 0 -1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 -1 0

79 -1

-1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 -1 0

80 1

-1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 -1 -1

Juml ah -19 -2 4

80 60

-10 34

56 45 60 62 74 80 66 56 15 35 35

-12 8 38 55 72 58 50 0 68 62 52 48 54 64 74 -52

-30 Rata -rata -0, 24 -0 , 3

1 0,7 5 -0, 13 0, 42 5

0,7 0, 56 0,5

0, 77

0, 93 1

0,8 3 0, 7 0, 19 0, 44 0, 44 -0, 15 0,1 0, 47 5 0, 69 0,9

0, 72 5 0, 62 5

0 0,8 5 0, 77 5 0, 65 0, 6 0, 67 5 0, 8 0, 92 5 -0,6 5 -0, 37 5


(2)

Lampiran IV Tingkat Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program nasional Pemberdayaan masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Skala Likert

Alternatif jawaban Skor kategori

A 1

B 0

C -1

Tabel tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan No Interval nilai tanggapan Tingkat Efektivitas

1 -1 sampai -0.33 Negatif

2 -0,33 sampai 0,33 Netral


(3)

a. Pemahaman responden mengenai program No

.

Pertanyaan Distribusi pemahaman

responden

Skala Likert

Tingkat Pemahaman

E KE TE

1 Darimana saudara pertama kali memperoleh informasi mengenai adanya Program Simpan Pinjam Perempuan?

25 11 44 -0,24 Negatif

2 Siapa pihak yang memberikan penjelasan mengenai program simpan pinjam perempuan?

16 24 40 -0,3 Netral

3 Apakah saudara mengenali semua anggota kelompok saudara dengan baik? 80 - - 1 Positif 4 Bagaimana frekuensi pertemuan sesama anggota kelompok saudara? 60 20 - 0,75 Positif 5 Sebutkan topik atau masalah yang dibicarakan dalam pertemuan kelompok? 10 50 20 -0,125 Negatif 6 Bagaimana aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman

dikelompok saudara sejak mengikuti program simpan pinjam perempuan?

44 26 10 0,425 Positif

7 Bagaimana kegiatan simpan pinjaman pada kelompok saudara apakah masih berlangsung dengan baik?

60 16 4 0,7 Positif

8 Apakah saudara mengetahui dari mana sumber dana untuk program SPP ini? 50 25 5 0,56 Positif 9 Bagaimana pelayanan fasilitator dalam memberdayakan masyarakat dalam

program SPP?

60 20 - 0,5 Positif

10 Apakah dengan adanya kegiatan penyuluhan/sosialisasi, saudara lebih memahami tujuan dari program SPP tersebut?

62 18 - 0,77 Positif

11 Berdasarkan penyuluhan/sosialisasi, maka kesimpulan yang saudara dapatkan mengenai dana pinjaman dari program SPP adalah seharusnya dipergunakan untuk

74 6 - 0,93 Positif


(4)

b. Ketepatan Sasaran

No. Pertanyaan Distribusi ketepatan

sasaran

Skala Likert

Tingkat Pemahaman

E KE TE

1 Apakah ada kegiatan anda bersama kelompok? 80 - - 1 Positif

2 Apakah kegiatan anggota untuk kegiatan bersama terencana dengan baik? 66 14 - 0,83 Positif 3 Apakah kegiatan angota untuk kegiatan bersama berkembang dengan baik? 56 24 - 0,7 Positif 4 Apakah aturan di dalam kelompok anda dilaksanakan dengan baik? 30 35 15 0,19 Netral 5 Bagaimana kelancaran iuran wajib, iuran sukarela saudara sejak megikuti

program SPP?

45 25 10 0,44 Positif

6 Bagaimana pertanggungjawaban administrasi kelompok saudara? 40 35 5 0,44 Positif

7 Bagaimana tipe rumah saudara? 10 48 22 -0,15 Negatif

8 Jika anggota keluarga anda sakit, kemanakah anda bawa pergi berobat? 30 28 22 0,1 Negatif 9 Apakah saudara tercatat sebagai keluarga miskin di kantor kepala desa setiap

tahunnya?


(5)

c. Ketepatan Waktu

No. Pertanyaan Distribusi pemahaman

responden

Skala Likert

Tingkat Pemahaman

E KE TE

1 Berapa lama mekanisme pengelolaan sampai kepada penetapan daftar tunggu?

60 15 5 0,69 Positif

2 Bagaimana pendapat saudara mengenai frekuensi pencairan dana dari proram SPP?

72 8 - 0,9 Positif

3 Berapa kali dalam setahun saudara mengikuti penyuluhan kegiatan program SPP?

62 14 4 0,725 Positif

4 Berapa kali anda mengadakan pertemuan dengan anggota kelompok saudara dalam sebulan?

50 30 - 0,625 Positif

5 Berapa lama anda dapat melunasi dana pinjaman SPP? - 80 - 0 Netral


(6)

d. Tercapainya Tujuan

No. Pertanyaan Distribusi pemahaman

responden

Skala likert

Tingkat Pemahaman

E KE TE

35 Apakah kegiatan pemberian permodalan dari program SPP membantu mempercepat pengembangan usaha saudara ?

68 12 - 0,85 Positif 37 Bagaimana pendapatan bersih saudara setelah mengikuti program SPP ? 62 18 - 0,775 Positif 38 Bagaimana proses pengurusan dalam hal mendapatkan dana dari proram

SPP?

56 20 4 0,65 Positif 39 Untuk apa saudara gunakan pinjaman yang diperoleh dari program SPP? 52 24 4 0,6 Positif 40 Jika SPP digunakan untuk usaha sejauh mana dapat membantu usaha anda? 60 16 4 0,675 Positif 41 Apakah jumlah modal SPP menurut anda sudah cukup? 64 16 - 0,8 Positif 42 Apakah dana pinjaman SPP yang saudara terima sudah sesuai dengan

keinginan saudara ?

74 6 - 0,925 Positif 43 Berapa jumlah penghasilan rata-rata perbulan saudara sebelum mengikuti

program SPP?

4 20 56 -0,65 Netral 44 Berapa jumlah rata-rata penghasilan perbulan saudara setelah mengikuti

program SPP?


Dokumen yang terkait

Efektivitas Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Tigalingga Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

8 81 118

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Kampung Bilah Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu

0 57 124

Sosialisasi Pemanfaatan Fasilitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Study Deskriptif di Desa Purbadolok, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbanghasundutan)

4 63 111

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ( Studi Kasus Irigasi Pertanian Di Desa Aritonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

3 57 116

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 40

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 15

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

0 0 14