Barongsai Pada Kebudayaan Masyarakat Tionghoa Benteng Di Klenteng Boen Hay Bio Kota Tangerang: Kajian Terhadap Pertunjukan Dan Makna Gerak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis memaparkan tentang penelitian peneliti sebelumnya, yang

  berkaitan dengan permasalahan yang dibahas pada skripsi ini, konsep yang digunakan dalam penelitian ini, serta landasan teori yang digunakan sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian.

2.1 Tinjauan Pustaka

  Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah, menyelidiki atau mempelajari (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003: 1198). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003: 912). Penulis menemukan beberapa jurnal, skripsi yang isinya berkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun buku dan jurnal dan skripsi yaitu: 1.

  Yudisthira Siahaan, 2008. Dalam skripsi “Kajian musikal dan fungsi pertunjukan barongsai pada perayaan Cap Go Meh masyarakat Tionghoa di Maha Vihara Maiterya, komplek perumahan Cemara Asri, Medan. Menguraikan tentang fungsi dan makna pertunjukan barongsai dalam bidang musikal.

  2. Nandita Erisca, 2008 Universitas Indonesia. Dalam skripsi “Sejarah perkembangan masyarakat cina di pulau jawa”. Menguraikan tentang asal muasal masuknya masyarakat cina di pulau jawa. Dengan membaca ini penulis dapat lebih mudah mengetahui bagaimana masuknya masyarakat cina dipulau jawa khususnya di kota Tangerang.

3. Bintang Hanggoro Putra, 2009 Universitas Negeri Semarang. Dalam jurnal “Fungsi dan Makna Kesenian Barongsai Bagi Masyarakat Etnis Cina”.

  Menguraikan tentang fungsi dan makna pertunjukan barongsai. dengan membaca ini penulis dapat memahami lebih luas apa itu makna pertujukan barongsai.

  2..2 Konsep

  Konsep menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588) adalah gambaran mental dari suatu obyek, proses, ataupun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal yang lain. Peneliti akan menggambarkan objek yang diteliti yaitu gambaran berupsa pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penelitian.

  .2.2.1 Kebudayaan Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.

  Setiap kelompok masyarakat mempunyai bentuk - bentuk kebudayaan yang berciri khas tertentu atau disebut juga Cultural Universal. Unsur kebudayaan ada tujuh (Koentjaraningrat,1982:2), yaitu:

  1. Bahasa. 2. Sistem Pengetahuan

  3. Organisasi Sosial 4. Sistem Peralatan.dan Teknologi 5. Sistem Mata Pencaharian. 6. Sistem Religi. 7. Kesenian.

  Setiap manusia dilahirkan ke dalam suatu kebudayaan yang bersifat kompleks. Kebudayaan itu kuat sekali pengaruhnya terhadap cara hidup serta cara berlaku yang akan diikuti selama manusia itu hidup.

2.2.2 Kota Tangerang dan Pecinan Benteng

  Kota Tangerang adalah sebuah kota yang terletadi sebelah utara dan barat. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan perkotaa yang dibagi lagi atas sejumlah Sebutan “Kotamadya” diganti dengan “Kota” pada tahun 2001.

  Tangerang adalah pusadan memiliki lebih dari 1000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki pabrik di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung panas dan lembap, dengan sedikit hutan atau bagian geografis lainnya. Kawasan-kawasan tertentu terdiri atas rawa-rawa, termasuk kawasan di sekitar Dalam beberapa tahun terakhir, perluasan urban Jakarta meliputi Tangerang, dan akibatnya banyak penduduk yang berpindah ke Jakarta untuk kerja, atau sebaliknya. Banyak kota kelas menengah dan kelas atas sedang dan telah dikembangkan di Tangerang, lengkap dengalah swasta dan mini market. (Tangerang.go.id)

  Pemerintah bekerja dalam mengembangkan sisteengakomodasikan arus lalu lintas yang semakin banyak ke dan dari Tangerang. Tangerang dahulu adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat yang sejak tahun 2000 memisahkan diri dan menjadi bagian daangerang.go.id)

  Tangerang juga memiliki jumlah komunitas Tionghoa yang cukup signifikan, banyak dari mereka adalah campuraMereka didatangkan sebagai buruh oleh koloniapada abad ke 18 dan 19, dan kebanyakan dari mereka tetap berprofesi sebagai buruh dan petani. Budaya mereka berbeda dengan komunitas Tionghoa lainnya di Tangerang, ketika hampir tidak satupun dari mereka yang berbicara dengan aksen Mandarin, mereka adalah pemeluk Taoisme yang kuat dan tetap menjaga tempat-tempat ibadah dan pusat-pusat komunitas mereka. Secara etnis, mereka tercampur, namun menyebut diri mereka sebagai Banyak makam Tionghoa yang berlokasi di

  2 Tangerang, kebanyakan sekarang telah dikembangkan menjadi kawasan sub-urban

  seperti Lippo Village. (Tangerang.go.id) Nama "Cina Benteng" berasal dari kata "Benteng", nama lama kota Tangerang. Saat itu terdapat sebuah benteng Belanda di kota Tangerang di pinggir sungai difungsikan sebagai tempat pengamanan mencegah serangan dari Kesultanan Banten, benteng ini merupakan Benteng terdepan pertahanan Belanda di pulau Jawa. Masyarakat Cina Benteng telah beberapa generasi tinggal di Tangerang yang kini telah berkembang menjadi tiga kota/kabupaten yaitu, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Warga Cina Benteng sempat bersitegang dengan penduduk pribumi setelah Proklamasi Kemerdekaan.

  Pada 23 Juni 1946, rumah-rumah etnis Tionghoa di Tangerang diobrak-abrik. Penduduk yang didukung oleh kaum Republik menjarah rumah-rumah warga China Benteng. Bahkan meja abu, yang merupakan bagian dari ritual penghormatan leluhur tionghoa, ikut dicuri. Kemarahan penduduk pribumi dipicu seorang tentara NICA dari etnis Tionghoa menurunkan bendera Merah Putih dan menggantinya dengan bendera Belanda. Pada tanggal 13 Juni 1946 saat itu hubungan warga China Benteng dan pribumi mengalami kemunduran paling ekstrem. Terlebih setelah Poh An Tuy, kelo pok pemuda China Benteng pro-NICA, mengirim pasukan bersenjata dan mengungsikan masyarakat China Benteng yang selamat ke Batavia. Namun akhirnya kerusuhan pro-kemerdekaan

2 Sub-urban, adalah suatu area yang lokasinya dekat pusat kota atau inti kota dengan luas mencakup daerah

  Sumber: http://blogbelajar-pintar.blogspot.com/2013/02/pengertian-kota.html itu berhasil diredam oleh koalisi antara tentara Poh An Thuy dan tentara Kolonial Belanda.

  Saat itu, semua etnis China Benteng nyaris terusir, dan ketika kembali, mereka tidak lagi mendapatkan tanah mereka dalam keadaan utuh. Tanah-tanah para tuan tanah diserobot pribumi. Atau, mereka mendapati rumah-rumah, yang mereka tinggalkan telah rata dengan tanah. Kini mereka kembali terancam kehilangan rumah mereka karena ambisi pemerintah kota. Kampung itu terletak di DAS Ciliwung, dan memang melanggar peraturan daerah. Namun, mereka telah ada di situ sebelum peraturan daerah itu dibuat.

2.2.3 Sejarah Klenteng Boen Hay Bio

  Klenteng Boen Hay Bio berdiri sekitar tahun 1694 yang terletak di kawasan Pasar Lama, Serpong Kota Tangerang. Di dalam klenteng tersebut terdapat benda kuno dan bersejarah, seperti patung Singa / Ciok Say. Klenteng Boen Hay Bio disebut sebagai wihara tertua yang ada di daerah Serpong. Usia klenteng tersebut diperkirakan sudah mencapai tiga ratus tahun. Berdasarkan penuturan pengurus, Wihara Boen Hay Bio dibuat sebagai tempat ibadah umat Budha. Tanggal 24 bulan keenam penanggalan Cina diperingati sebagai „hari jadi‟ klenteng.

  Klenteng Boen Hay Bio tidak hanya dikenal sebagai tempat religious. Disana juga bisa berkunjung untuk belajar Bahasa Mandarin. Kegiatan tersebut merupakan salah satu agenda rutin bakti sosial yang diadakan oleh pengurus wihara. Arsitektur Klenteng Boen Hay Bio dihiasi ornamen khas tanah Tiongkok. Di atas pintu gerbang kuil terdapat kepiting raksasa. Dalam budaya Cina kepiting dipercaya dapat melindungi dan mengusir roh jahat.

  Ada juga hiasan naga yang melilit dua tiang utama.Di bagian kiri dan kanan klenteng terdapat menara lima tingkat untuk membakar kertas mantra. Pengunjung juga bisa menjumpai tambur raksasa yang biasanya ditabuh saat acara tertentu.

  2.2.4 Pertunjukan Barongsai

  Pertunjukan barongsai adalah pertunjukan yang menampilkan gerakan tari, meskipun sebagian juga mengelompokkannya ke dalam seni bela diri ataupun akrobatik. Pada pembahasan ini terlebih dahulu akan dibahas fungsi barongsai dalam perspektif tari. Substansi tari adalah gerak. Gerak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dalam kehidupan manusia. Gerak ini tidak hanya terdapat dalam denyutan-denyutan di seluruh tubuh manusia untuk tetap dapat bertahan hidup, namun gerak juga terdapat pada ekspresi dari segala pengalaman emosional manusia. Gerakan ekspresif itu disebut dengan tari.

  Menurut pola garapannya, awalnya pertunjukan barongsai merupakan jenis tarian tradisional. Disebut sebagai tari tradisional karena barongsai telah mengalami perjalanan sejarah yang lama dan selalu menjadi hiburan untuk rakyat. Maka dari itu, Barongsai dapat diklasifikasi sebagai tarian rakyat.

  2.2.5 Tarian dan Gerakan

  Sejarah singa dianggap sebagai pelindung dalam kebanyakan adat orang Asia terutama bagi mereka yang keturunan Cina. Tarian singa menjadi adat di negara Cina, Taiwan, Jepang, Korea dan Thailand. Setiap negara tersebut mempunyai gerakan dan bentuk tarian yang berbeda. Namun tarian ini lebih terkenal sebagai warisan masyarakat Cina, karena tercatat sejarahnya kurang lebih 1,000 tahun lalu. Dua tarian singa yang amat populer ialah "Tarian Singa Utara" dan "Tarian Singa Selatan".

  Tarian singa Utara adalah berasal dari bagian utara Cina yang menggunakan tarian ini sebagai hiburan di kalangan kerajaan. Kostum singa tersebut menggunakan warna merah, jingga, hijau dan kuning untuk kostum singa betina. Tarian Singa Utara ini lebih kepada gerakan akrobatik dan bertujuan sebagai hiburan.

  Tarian Singa Selatan menjadi lambang yang mempunyai ciri-ciri yang berkaitan dengan alam sekitar. Tarian ini selalu dipertunjukkan dalam upacara adat ataupun upacara untuk membuang roh-roh jahat. Tarian Singa Selatan menggunakan berbagai warna.

  Pada bagian kepala, mempunyai mata yang lebih besar daripada Singa Utara, dan mempunyai cermin serta sebatang tanduk tepat di atas kepalanya. Sedangkan mata Singa Selatan memiliki warna yang berpadu antara warna hitam dan putih. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan sifat singa yang garang.

  Gerakan antara Singa Utara dan Singa Selatan juga berbeda. Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan gerakan Singa Utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika. Satu gerakan utama dari tarian barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah “Lay See”. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang singa.

  Proses memakan “Lay See” ini berlangsung sekitar separuh bagian dari seluruh tarian singa

2.3 Landasan Teori

  Secara etimologi, teori berasal dari bahasa yunani Theoria yang berarti kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

  Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk mengkaji maupun menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian di dalam ilmu pengetahuan .

2.3.1 Teori Semiotik

  Secara etomologis istilah semiotika berasal dari kata yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefenisikan sebagai suatu yang berdasarkan konvensi sosial yang terbangun sebelumnya yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain (Seto. 2011.8). Secara terminologis semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Seto.

  2011.8 )

2.3.2 Teori Pertunjukkan

  Saat pertunjukan barongsai dimainkan, masyarakat Tionghoa sebagai pemilik kebudayaan sudah pasti akan berkumpul untuk menyaksikannya, mereka berkumpul untuk mengambil makna pertunjukan tersebut, yakni mengusir roh jahat dan kesialan, serta mengundang keberuntungan dan nasib baik. Masyarakat non-Tionghoa pun banyak yang hadir untuk menyaksikan pertunjukan Barongsai, ini dikarenakan mereka ingin melihat pertunjukan yang sifatnya menghibur mereka.

  Richard Schechner (dalam Sal Murgianto, 1995: 161) mengungkapkan bahwa pertunjukan adalah sebuah proses yang memerlukan waktu dan ruang. Sebuah pertunjukan memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Struktur dasar pertunjukan meliputi: (1) Persiapan bagi pemain maupun penonton, (2) Pementasan, (3) Aftermath, yakni apa-apa saja yang terjadi setelah pertunjukan selesai. Singer (dalam Sal Murgianto, 1995:165) menjelaskan bahwa setiap pertunjukan memiliki: (1) Waktu pertunjukan yang terbatas. (2) Awal dan akhir, (3) Acara kegiatan yang terorganisir, (4) Sekelompok pemain, (5) Sekelompok penonton, (6) Tempat pertunjukan, (7) Kesempatan untuk mempertunjukkannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa seni pertunjukkan barongsai memenuhi setiap syarat seperti yang telah diuraikan sebagai suatu pertunjukan bagi masyarakat Tionghoa.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

  Dalam penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

  Penelitian kualitatif merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peranan yang amat penting dalam menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel sosial, jadi tidak bertujuan menguji hipotesis atau membuat suatu generalisasi, tetapi membangun teori (Bungin, 2008: 68-69).

  Sejalan dengan itu Miles dan Huberman (2007: 15) mengungkapkan bahwa kejernihan sangat dituntut dalam prosedur analisis kualitatif, suatu tanggung jawab yang mensyarakatkan banyak struktur. Data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan