BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan perwujudan demokrasi dalam upaya melaksanakan kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang menentukan dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara langsung. Di negara-negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai tolok ukur dari demokrasi negara tersebut. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang sangat diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan

  1 damai berdasarkan peraturan yang telah disepakati.

  Oleh karena itu rakyat memegang peranan penting dalam pemilihan umum, maka perlu ada mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan rakyat.Di era reformasi ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem proporsional.Sistem ini telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem distrik yang berlaku sebelumnya.

  Pemilihan Umum (general election) tidak selalu mampu menghasilkan perubahan sosial politik yang berartiataupun menghasilkan suatu transisi ke arah demokrasi. Tetapi lebih merupakan suatu usaha mencari legitimasi baru dan 1                                                             

  

Rozidateno P.Hanida.Bentuk Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap

Konstituen di Daerah Pemilihannya . Jurnal Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Padang. Hlm 1

  2

  mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan “statusquo”. Pemilihan umum sebagai wadah untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa yang akan memimpin mereka dalam lembaga eksekutif dan juga untuk menjaring orang-orang yang benar-benar mampu untuk masuk ke dalam lingkaran elit politik, baik di tingkat daerah maupun nasional.Dalam sistem demokrasi, partai politik merupakan instrumen penting sebagai indikator dari pelaksanaan pemilihan umum.

  Sejarah perkembangan partai politik di Indonesia sangat mewarnai perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena partai politik merupakan gambaran wajah peran rakyat dalam percaturan politik nasional atau dengan kata lain merupakan cerminan tingkat partisipasi politik masyarakat. Reformasi pasca otoritarianisme Orde Baru, telah menghidupkan kembali demokrasi. Pertumbuhan partai politik pada masa ini tidak terhindarkan lagi sebab partai politik merupakan pilar dari demokrasi yang harus ada didalam suatu negara modern. Kehidupan partai politik sejak kemerdekaan, ditandai dengan bermunculannya banyak partai (multi partai).Semakin banyak partai politik maka semakin memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan hak- haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga negara. 2                                                             

  Anthonius Sitepu. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 136

  Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor perubahan- perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru memungkinkan sistem multi partai kembali bermunculan. Sistem multi partai disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di dunia politik Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antar partai pada saat itu. Pengaruh partai politik pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet pemerintahan. Konflik-konflik tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran dan fungsi dari masing-masing partai terjadi benturan-benturan baik dari segi ideologi maupun pemanfaatan isu nasional.

  Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan ideologi masing- masing. Selain itu tingkat kompetisi antar partai politik peserta pemilu untuk mempengaruhi konstituen dan merebut kekuasaan sangat terbuka. Tidak jarang praktik-praktik politik, penggiringan massa, dan upaya mempengaruhi massa dilakukan dengan cara-cara yang kurang mengindahkan etika dan sopan satun politik sehingga menimbulkan konflik antar partai politik.

  Konflik antar partai yang didasari oleh perbedaan ideologi, kemungkinan besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai dari partai politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman mengenai ideologi dari partai tersebut kepada masyarakat sehingga terbentuk sikap dan orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai politik berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut.

  Dalam perjalannya berbagai kajian politik dilaksanakan untuk mencapai kesempurnaan konseptual dari sistem pemilu agar mencapai sistem demokrasi yang sesuai. Namun dalam pelaksanaannya, pemilihan umum belum dilaksanakan secara efektif dan efisien. Sistem Pemilu (electoral system) merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting dalam suatu negara demokrasi dalam menginterpretasikan jumlah perolehan suara dalam Pemilu ke dalam kursi-kursi pemerintahan yang telah dimenangkan oleh partai atau calon tertentu. Dari sini dapat dilihat bahwa melalui sistem seperti ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik dalam suatu negara bisa dilihat.

  Sistem Pemilu sendiri juga merupakan sebuah metode yang mengatur dan memungkinkan rakyat dari suatu negara tersebut untuk memilih masing-masing wakil rakyat mereka. Metode ini berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah (mentransformasi) suara ke kursi di lembaga perwakilan dan suara rakyat dalam memilih pemimpin dari suatu negara tersebut. Sistem pemilu ini bertujuan agarpemilu tersebut dapat memberikan hak kepada rakyat dalam mengeluarkan hak suaranya untuk memilih tiap calon wakil rakyatnya masing- masing.

  Pada Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu- pemilu sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPD, DPR dan DPRD dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka sesuai dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Partai politik akan mendapatkan kursi dari sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada calon yang memenuhi, maka kursi akan diberikan kepada calon

  3

  berdasarkan nomor urut. Hal ini secara nyata telah mengalami distorsi sistemis yang dapat berimplikasi secara serius terhadap proses rekrutmen politik dan kualitas wakil rakyat yang dihasilkannya.

  Pada pemilu 2009, ada beberapa hal yang berbeda dari pemilu yang sebelumnya yaitu terkait dengan penentuan calon di sebuah partai politik yang memperoleh kursi parlemen adalah didasarkan pada sistem suara terbanyak. Penempatan wakil rakyat di parlemen tidak lagi menggunakan sistem nomor urut, sehingga dapat dipastikan nomor urut bukanlah jaminan lolos atau tidaknya caleg dari sebuah partai. Penggunaan sistem suara terbanyak berdasarkan putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 menganulir pasal 214 UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota Legislatif yaitu Penentuan calon terpilih tidak lagi didasarkan pada

  4

  sistem nomor urut melainkan dengan sistem suara terbanyak. Artinya rakyat diberikan kebebasan dalam memilih calon wakil rakyatnya. Ini dimaksudkan agar 3                                                              4 Pasal 107 ayat (2) UU No 12/2003 tentang Pemilu Legislatif Junaidi.Pergeseran Peran Partai Politik Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :22-24/PUU-VI/2008.

  Jurnal Ilmu Hukum , Volume 02 No. 2.Hal. 1 wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar representasi rakyat, yang pada akhirnya akan lebih bertanggung jawab.

  Dominasi nomor urut pada pasal 214 sebelum dianulir oleh MK, sesungguhnya tak berbeda jauh dengan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2004 lalu. Hanya aspek 30% BPP saja yang menjadi warna baru. Meski demikian, secara politis, yang diutamakan adalah nomor urut. Sebab perolehan angka 30% BPP bagi caleg di internal parpol merupakan faktor yang sedemikian sulit setelah perolehan kursi parpol sebesar 50% BPP. Di satu sisi, banyaknya parpol kontestan pemilu dan melimpahnya caleg di masing-masing parpol kian membingungkan masyarakat pemilih. Preverensi pemilih yang diprediksi akan terpecah-belah oleh kehadiran parpol baru, akan diperparah oleh prediksi besarnya kesalahan memilih karena kesulitan membedakan kertas suara untuk anggota DPR RI dan DPRD.

  Jika pada pemilu-pemilu sebelumnya konflik terjadi antar partai politk dalam rangka memperebutkan suara, namun pada Pemilu 2009, potensi konflik itu semakin meluas hingga konflik internal partai. Kondisi ini disebabkan oleh pertarungan dan perebutan suara antar calon legislatif dalam satu partai. Sebab mekanisme yang ada ditentukan oleh jumlah suara terbanyak yang diperoleh oleh masing-masing calon legislatif tanpa melihat nomor urut yang biasanya mencerminkan kapabilitas dan kapasitas kader parpol.

  Pemilu 2009 merupakan sebuah suasana dan arena konflik kepentingan yang ingin berebut kekuasaan. Masing-masing individu yang bertarung dalam pesta demokrasi itu berusaha untuk menyingkirkan lawan-lawannya tak terkecuali sesama partai. Ini mengindikasikan adanya konflik di internal partai itu, mekanisme pemilihan langsung ini telah menggeser konflik pada ranah internal.

  Hasilnya adalah adanya perpecahan partai politik.

  Pada pemilu 2014, tidak ada perbedaan antara UU Pemilu No. 10 tahun 2008 dengan Pemilu 2014 dalam hal sistem yang digunakan dalam pemilu, yaitu Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak sedangkan pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.

  Menyusutnya jumlah partai politik (parpol) di Pemilu 2014 yang hanya menjadi 12 parpol plus 3 parpol lokal Aceh, membuat potensi kerawanan konflik berubah. Jika pada Pemilu sebelumnya potensi kerawanan cenderung terjadi antar partai, kini kecenderungan konflik justru terjadi antar calon legislatif internal sesama partai. Dengan diterapkan penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dan tidak berdasarkan nomor urut, hal ini sangat rentan memicu timbulnya konflik di internal partai politik antar sesama calon legislatif. Calon legislatif dengan nomor urut besar tidak perlu khawatir dengan calon nomor urut kecil, karena peluang untuk menang dalam pemilu legislatif sama dan tidak ditentukan dari nomor urut.

  Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilu legislatif, dalam perwakilannya memiliki masing-masing daerah pemilihan atau yang disingkat dengan

  5

  dapil. Pemilu legislatif di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara, yang terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarutung, Siatasbarita dan Adiankoting, persaingan antar calon legislatif sangat terbuka dalam untuk mendapatkan jatuh satu kursi untuk duduk di DPRD. Namun dalam persaingan antar calon legislatif di dapil tersebut sangat rentan timbulnya konflik, hal ini diakibatkan calon legislatif akan bersaing dengan calon lainnya dalam satu partai. Tidak adanya penentuan pemenang berdasarkan nomor urut akan memungkinkan calon untuk berlomba- lomba terjun ke konstituen dan menghalalkan segala cara dalam menggalang suara sebanyak-banyaknya.

  Selain itu, tidak ada jaminan bahwa calon dengan nomor urut satu yang mempunyai kemampuan, mutu dan integritas akan menang karena bisa saja dikalahkan oleh calon yang mempunyai popularitas. Jadi kemenangan ditentukan oleh kerja keras dan kerja cerdas dari si calon dalam faktor mendekatkan diri kepada konstituen. Sehingga konflik tidak lagi terjadi antar partai politik namun telah bergeser menjadi konflik internal parati politik. Melihat rentannya konflik yang terjadi pada antar partai politik maupun internal partai politik membuat penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis permasalahan tersebut dan mengkonsepkanya kedalam judul penelitian yaitu “Pergeseran Konflik dari Antar Partai Politik menjadi Konflik Antar Internal Partai Politik di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara pada Pemilu Legislatif 2014”. 5                                                             

  

Daerah pemilihan adalah daerah yang dijadikan tempat pemilih untuk memilih wakilnya sesuai dengan

pembagian yang telah ditetapkan oleh lembaga KPU pada pemilihan umum legislatif.Daerah pemilihan

anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian Provinsi; Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah

Kabupaten/Kota atau gabungan Kabupaten/Kota; Daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota adalah

Kecamatan atau gabungan Kecamatan.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berangkat dari dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pergeseran Konflik dari Antar Partai Politik Menjadi Konflik Internal Partai Politik, apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran konflik menjadi konflik internal parpol?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara ilmiah, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pergeseran konflik dari antar partai politik menjadi konflik internal partai politik.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:

  1. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan karya ilmiah dalam upaya mengembangkan kompetensi penulis dalam menuangkan gagasan dan pikiran yang diperoleh selama mengikuti studi di fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

  2. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian dan menambah referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU.

  3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang bagaimana pergeseran konflik partai politik menjadi konflik internal partai politik, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai konflik dalam partai politik.

1.5 Kerangka Teori Kerangka teoritis merupakan faktor pendukung dalam suatu penelitian.

  Perumusan kerangka teoritis dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan mengenai teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian.Semua uraian atau pembahasan terhadap permasalahan haruslah didukung teori-teori yang kuat, setidaknya oleh pemikiran para ahli yang kompeten.Untuk dapat membantu peneliti menentukan arah dalam penelitian ini, maka peneliti terlebih dahulu mengemukakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.

1.5.1 Teori Konflik

  Konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

  6 berdaya.

  Konflik dalam setiap peristiwa politik berakarpada perebutan kekuasaan, oleh sebab itu “kuasa”merupakan kata kunci untuk melihat lebih jauhsumber- 6                                                             

  http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik . Diakses tanggal 26 Mei 2014, pukul 09.53 sumber konflik yang terjadi. Pertarungankekuatan-kekuatan politik merupakan pencarianakan kekuasaan. Kekuasaan bukanlah suatuwilayah melainkan suatu bentuk dan kondisiesensial dalam hubungan kemanusiaan. Olehkarena itu cara memahami kompleksitas kekuasaandalam setiap peristiwa politik harus jugadilihat dari berbagai macam dimensi, baik material,psikologis, sosial yang diperebutkan olehmanusia yang terlibat di dalamnya.

  Titik tengkar dalam peristiwa politik berawaldari klaim atas dukungan dan kebenaranyang diyakini oleh masing-masing pihak.Di samping itu, adanya dominasi suatu kelompok tertentudalam ruang publik, yang dapat mempersempit ruang pihak lain untuk memberikan artikulasi politik pada khalayak. Hal ini akan menimbulkan kecemburuan politik sehingga melahirkan pertikaian antar

  7 kelompok maupun individu.

  Konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah. Sehingga, ada konflik yang

  8

  berwujud kekerasan dan ada pula konflik yang tak berwujud kekerasan. Menurut Coser, konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan mengenai berkenaan dengan status, kuasa, sumber-sumber kekayaan yang 7                                                             

  Deny Rendra dan Hery Suryadi.2012.Dinamika Pergeseran Kekuasaan Politik di DPD Partai Demokrat 8 Provinsi Riau. Jurnal FISIP Universitas Riau.Volume 10, Nomor 2, hal. 67-147 Ramalan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik.Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana. hal. 75

  persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan,

  9

  merugikan atau bahkan menghancurkan pihak lawan. Perselisihan atau konflik dapat berlangsung antar individu-individu, kumpulan-kumpulan atau antar individu dengan kumpulan.

  Setiap sistem politik terutama sistem politik demokrasi penuh kompetisi dan sangat dimungkinkan adanya perbedaan kepentingan, rivalitas, dan konflik- konflik. Hal ini merupakan realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat modern, karena masing-masing mempunyai interest, tujuan yang mungkin saling bertentangan. Maka konflik dalam ilmu politik sering diterjemahkan sebagai oposisi, interaksi yang antagonistis atau pertentangan, benturan antar macam- macam paham, perselisihan kurang mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan

  10 dengan senjata dan perang. .

  Kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya yang ia inginkan. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan orang, yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat.Ada beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan kepentingan.Beberapa kepentingan bersifat universal seperti kebutuhan rasa aman, identitas, kebahagiaan, dan beberapa harkat kemanusiaan yang bersifat fisik. 9                                                             

  Bartens K dan Nugroho.1985. Realita Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka. hal. 211 10  

  Rahman Arifin. 2002. Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional. Surabaya: SIC .hal. 184 Beberapa kepentingan lain bersifat spesifik bagi pelaku-pelaku tertentu dan beberapa kepentingan bersifat lebih penting daripada yang lain.

  Konflik kepentingan dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi- organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan, serta menimbulkan perbedaan pendapat, konflik kepentingan terjadi oleh adanya berbagai kepentingan dari tiap individu atau kelompok–kelompok dalam masyarakat dalam upaya memperoleh otoritas atau kekuasaan yang saling bersinggungan.

  Semua konflik kepentingan seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar. Salah satu yang menyebabkan konflik muncul yaitu perebutan sumberdaya. Ini terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemukan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

  Menurut Wallase dan Alison, konflik kepentingan memiliki tiga asumsi

  11

  utama yang saling berhubungan yaitu : 11                                                             

  

Wallase dan Alison dalam http://punggeti-sosial.blogspot.com/2008/01/teori-konflik.html . Diakses tanggal

24 Mei 2014 pukul 12.40

1. Manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang asasi dan mereka berusaha untuk merealisasikan kepentingan-kepentingannya itu.

  2. Power bukanlah sekedar barang langka dan terbagi secara tidak merata sebagai sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Sebagian menguasai sumber, sedangkan yang lainnya tidak memperoleh sama sekali.

  3. Ideologi dan nilai-nilai dipandangnya sebagai senjata yang dipergunakan oleh berbagai kelompok yang berbeda untuk meraih tujuan dan kepentingan mereka masing-masing. Oleh sebab itu pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut: (a) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (b) langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (c) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu

  12 penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.

  Konflik dapat terjadi pada setiap tingkat dalam struktur organisasi maupun ditengah masyarakat karena memperebutkan sumber yang sama.Baik mengenai kekuasaan, kekayaan, kesempatan atau kehormatan sehingga menjadi muncul disharmonisasi, disintegrasi dan disorganisasi masyarakat yang mengandung banyak konflik baik secara tertutup maupun terbuka.

  Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa konflik terjadi dalam masyarakat karena adanya distribusi kewenangan yang tak merata sehingga bertambah kewenangan pada suatu pihak akan dengan sendirinya mengurangi kewenangan pihak lain. Oleh karena itu para penganut teori konflik ini berkeyakinan bahwa 12                                                             

  Robbin Stephen P, 1978.Administrative Process : Integrating theory and practice, New Delhi : Prentice- Hall of India Private Limited. konflik merupakan gejala serba hadir, gejala yang melekat pada masyarakat itu sendiri, karena ia melekat pada masyarakat itu sendiri, maka konflik tidak akan dapat dilenyapkan. Tetapi yang dapat dilakukan oleh manusia anggota masyarakatadalah mengatur konflik itu agar konflik yang terjadi antar kekuatan

  13 sosial dan politik tidak berlangsung secara kekerasan.

  Menurut Paul Conn Konflik merupakan gejala serba-hadir dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara.Konflik pada dasarnya dibedakan menjadi konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik menang- menang (non-zerosumconflict).Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang bersifat antagonistik sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik menang- menang adalah situasi konflik dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut. Yang dipertaruhkan dalam situasi konflik biasanya bukan hal-hal yang prinsipil, tetapi bukan pula hal yang

  14 penting.

  Konflik sosial mempunyai sumber struktural yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam struktur organisasi sosial. Dengan kata lain konflik antar kelompok dapat dilihat dari sudut konflik tentang keabsahan hubungan kekuasaan yang ada. Masing-masing pihak mencoba untuk menggugat kekuasaan yang 13                                                              14 Ramlan Surbakti. Op. cit. Hal. 20

  Ibid hal. 20 ada.Dalam kasus Pemilu, masing-masing kontestan, baik itu partai politik maupun secara individu berusaha mengkritik penguasa yang saat ini berkuasa.

1.5.1.1 Penyebab Timbulnya Konflik

  Timbulnya konflik kepentingan menurut Dahrendorf, berawal dari orang- orang yang tinggal bersama dan meletakkan dasar-dasar bagi bentuk-bentuk organisasi sosial, dimana terdapat posisi-posisi dalam hal mana para penghuni mempunyai kekuasaan memerintah dalam konteks-konteks tertentu dan menguasai posisi-posisi tertentu, serta terdapat posisi lain dimana para penghuni

  15

  menjadi sasaran perintah tersebut. Dahrendorf melihat ada hubungan yang erat antara konflik dengan perubahan.Ia juga menjelaskan bahwa konflik sosial mempunyai sumber struktur, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antar kelompok dapat dilihat dari sudut konflik tentang keabsahan kekuasaan yang ada.

  Selain itu, Lewis Coser juga berpendapat bahwa seluruh aktifitas, inovasi dan perkembangan dalam kehidupan kelompoknya dan masyarakatnya disebabkan terjadinya konflik antara kelompok dan kelompok, individu dan individu serta

  16 antara emosi dan emosi didalam diri individu.

  17 Sejalan dengan itu juga, Maurice Duverger merinci penyebab terjadinya

  konflik sebagai berikut: 15                                                              16 Pluit Dean J dan Rubbin Jeffry. 2004. “Teori Konflik Sosial”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 151 17 Ibid hal. 4

  Maswadi Rauf. 2001.Konsensus Politik dan Konflik Politik.Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. hal. 49-50  

  1. Sebab-sebab individual yaitu seperti kecendrungan berkompetisi atau selalu tidak puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang yang mempunyai ciri-ciri seperti ini selalu terlibat dalam konflik dengan orang lain dimanapun berada.

2. Sebab-sebab kolektif, penyebab konflik yang terbentuk oleh kelompok sebagai hasil dari interaksi sosial antara anggota-anggota kelompok.

  Penyebab konflik ini dihasilkan oleh adanya tantangan dan masalah yang berasal dari luar yang dianggap mengancam kelompoknya. Maswadi Rauf juga mengemukakan bahwa konflik terjadi karena adannya keinginan manusia untuk menguasasi sumber-sumber posisi yang langkah

18 Konflik terjadi karenaadanya kegiatan-kegiatan

  (resource and position scarity) .

  yang dilakukan oleh anggota-anggota masyarakat untuk memperebutkan barang- barang pemenuh kebutuhan yang terbatas.Sama halnya dengan sumber-sumber posisi atau kedudukan atau jabatan juga langkah dalam masyarakat.Kedudukan sebagai penguasa negara, merupakan bahan rebutan diantara anggota-anggota masyarakat yang menghasilkan konflik.

1.5.1.2 Bentuk-bentuk Konflik

                                                               18 Ibid

  Dalam teori konflik terdapat beberapa bentuk konflik dan tertuju pada

  19

  permasalahan konflik, seperti yang dikemukakan oleh Maurice Duverger , ada tiga bentuk konflik yang berkaitan dengan kekuasaan atau politik antara lain:

  1. Konflik yang sama sekali tidak mempunyai dasar prisipil, bentuk konflik ini berhubungan langsung dengan masalah praktis bukan dengan masalah ideologi yang dilakukan baik oleh individu maupun golongan atau kelompok.

  2. Konflik yang lebih menitik beratkan kepada perbedaan pandangan baik individual maupun kelompok yang menyangkut dengan masalah partai politik atau yang berhubungan dengan kepentingan partai politik, masyarakat yang dianggap mewakili rakyat.

  3. Konflik yang menitik beratkan kepada permasalahan perbedaan ideologi, masing-masing memperjuangkan ideologi partainya yang semuanya merasa benar.

  20 Sementara bentuk konflik menurut teori Fisher , konlik dibagi ke dalam

  tiga bentuk yaitu:

  1. Konflik laten yaitu konflik yang sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara efektif

  2. Konflik manifest atau terbuka yaitu konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan bebagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya

  3. Konflik permukaan merupakan konflik yang memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi.

21 Sedangkan menurut Coser, ada dua bentuk dasar konflik yaitu:

  19                                                              Arbit Sani. 1982.Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta kekuatan politikdan pembangunan, Jakarta :

    20 Rajawali Press. hal.47 Fisher, R. 1964. Fractionating conflict. Dalam Nurul Radiatul Adwiah. 2013. Konflik Internal Partai Nasdem . hal. 20

   

  1. Konflik realistis adalah konflik yang mempunyai sumber konkrit atau bersifat material, seperti perebutan wilayah atau kekuasaan, dan konflik ini bisa teratasi kalau diperoleh dengan merebut tanpa perkelahian dan pertikaian.

  2. Konflik non-realistis adalah konflik yang didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, seperti konflik antar agama dan organisasi-organisasi masyarakat, dan konflik non-realistis adalah satu cara mempertegas atau menurunkan ketegangan suatu kelompok. Timbulnya suatu konflikakan menghasilkan dampak negatif seperti

  Keretakan hubungan antar individu dan persatuan kelompok, Kerusakan harta benda bahkan dalam tingkatan konflik yang lebih tinggi dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, Berubahnya kepribadian para individu atau anggota kelompok, Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.

  Namun dampak konflik tidak selalu dipandang negatif, menurut Fisher konflik juga mempunyai dampak positif. Dampak positif dari suatu konflik

  22

  yaitu : 1.

  Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih belum tuntas.

  2. Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

  3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.

  4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok.

  5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru.

1.5.2 Teori Partai Politik

  21                                                                                                                                                                    

Lewis Coser. 2009.Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

hal.54 22  

  Nurul Radiatul Adwiah. Op. cit. hal. 23  

  Partai politik merupakan kelompok yang terorganisir yang anggota- anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan- kebijakan mereka.

  Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan agregasi kepentingan publik adalah partai politik.Secara sederhana partai politik merupakanrepresentatif of ideasyang harus ada dalam kehidupan politik modern yang demokrasi.Bukanlah usaha yang mudah untuk melakukan pengembangan pelembagaan partai politik pada masa transisional.Partai politik menjadi terlegitamasi ketika demokrasi langsung sulit untuk dilakukan di negara modern saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan kuantitas penduduk semakin besar.

  Partai politik dapat berarti organisasi yang mempunyai basis ideologi yang jelas. Setiap anggotanya mempunyai pandangan yang sama dan bertujuan untuk merebut kekuasaan atau mempengaruhi kebijaksanaan negara baik secara langsung maupun tidak langsung, karena itu parpol selalu ikut pada sebuah mekanisme pemilihan umum untuk bersaing secara kompetitif guna mendapatkan dukungan rakyat. Secara institusional Partai Politik sebagai lembaga yang memiliki struktur dan fungsi untuk mencapai tujuan.

  Ada seperangkat cara yang perlu dilakukan oleh partai untuk melembagakan dirinya agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan peran dan fungsi yang sejatinya. Sedikitnya terdapat tiga bidang yang perlu diperhitungkan manakala pelembagaan pengembangan partai poltik hendaknya dikedepankan,

  23

  yaitu : 1.

  Keutuhan internal Suatu keutuhan internal partai dapat dilihat dari ada tidaknya pembelahan dalam partai (faksionalisme internal), adanya dialog dalam partai memang prasyarat penting bagi tumbuhnya wacana yang sehat, namun tumbuhnya perdebatan bahkan lahirnya faksionalisme dalam partai akan dapat merugikan pengembangan partai politik kedepan.

  2. Ketangguhan organisasi Partai politik memiliki tujuan dan kepentingan untuk meraih konstituen guna pembangunan legitimasi dirinya, tujuan tersebut dapat tercapai apabila partai politik berhasil menyebarkan sumber daya- sumber daya ke level-level yang lebih rendah dari tingkat pusat atau nasional.

  3. Identitas politik partai Identitas partai menjadi penting ketika ia berupaya mengejar jabatan di pemerintahan. Karena itu gagasan yang jelas dan konstruktif, prinsip- 23                                                             

  http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle. Diakses tanggal 24 Mei 2014 pukul 12.50 prinsip yang berorientasi publik, pelibatan anggota partai, serta program-program yang matang menjadi citra yang perlu dibangun dalam menkonstruksi identitas partai yang kuat. LaPalombara dan Myron Weiner melihat partai politik sebagai organisasi untuk mengekspresikan kepentingan ekonomi sekaligus mengapresiasikan dan

  24

  mengatur konflik. Partai politik dilihat sebagai organisasi yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan serta organisatoris memiliki cabang mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.Carl J. Fiedrich mendefinisikan partai politik sebagai “Sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini kemanfaatan yang bersifat

  

25

idiil maupun materil kepada anggotanya”.

  Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik moderen yang demokratis, pengecualiannya hanya pada masyarakat tradisional yang sistem politiknya otoritarian yang pemerintahannya bertumpu pada tentara atau polisi.Sebagai organisasi, parpol secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi

  26 kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai. 24                                                              25 Ramlan Surbakti.Op. cit. hal.113 26 Miriam Budiarjo. 2008. “Dasar-Dasar Ilmu Politik”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal.161

Roy C. Macridis, 1996, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, hal. 17

  Menurut Roy C. Macridis, parpol merupakan suatu asosiasi yang mengaktifkan, memobilisasi rakyat, dan mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing, dan memunculkan kepemimpinan politik. Oleh karena itu, parpol menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik di dalam masyarakat moderen.Parpol adalah alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah.

  Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan kedudukan politik (biasanya dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.Partai politik merupakan satu keharusan dalam kehidupan politik yang modern dan demokratis.

  Berdasarkan defenisi tersebut di atas walaupun sepintas tampak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, namun secara umum partai politik dapat diartikan sebagai kelompok orang dalam satu usaha bersama untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan biasanya melalui suatu mekanisme politik yang disebut pemilu.Hal tersebutlah yang membedakan partai politik dengan kelompok kepentingan lainnya.

  Partai politik selalu memperjuangkan suatu kepentingan dalam skala yang luas melalui mekanisme pemilu, sedangkan kelompok kepentingan atau kelompok penekan yang lainnya seperti kelompok profesi, kelompok adat, organisasi kemasyarakatan hanya mengejarkepentingan-kepentingan sesaat dalam lingkup yang lebih kecil serta melewati mekanisme politik formal seperti pemilu.

  Tujuan pembentukan suatu Partai politik, disamping yang utama adalah merebut, mempertahankan ataupun menguasai kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara, juga dapat diperlihatkan dari aktivitas yang dilakukan seperti berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya. Selain itu berperan untuk dapat memadu tuntutan-tuntutan yang masih mentah, Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsir kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.

1.5.2.1 Fungsi Partai Politik

  Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program yang disusun berdasar ideologi yang mereka anut.Dalam sebuah negara yang demokratis partai politik mempunyai

  27

  fungsi sebagai berikut :

  1. Partai sebagai Sarana Sosialisasi Politik Partai politik juga mempunyai peranan sebagai sarana sosialisasi politik

  

(instrument of political socialization) . Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik

  diartikan sebagai proses seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap 27                                                             

  Ibid. hal. 163-164 phenomena politik yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Proses ini biasanya berjalan secara berangsur-angsur. Pada Partai Politik, peran sebagai salah satu alat sosialisasi politik dijalankan dengan melalui penataran-penataran bagi pengikut atau kader dari partai politik tertentu.

  Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik.Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin.Untuk itu partai berusaha menciptakan image dalam memperjuangkan kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dengan partai, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional. Di negara-negara baru partai-partai politik juga berperan untuk memupuk indentitas nasional dan integrasi nasional.

  2. Partai Sebagai Sarana Rekruitmen Politik Rekrutmen politik adalah proses mencari atau mengajak seseorang yang turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota partai. Dalam hal ini partai politik turut memperluas partisipasi politik masyarakat dengan mengajak seseorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan dalam bidang politik untuk menjadi anggota partai politik oleh partai dengan harapandapat berprestasi dalam bidang politik serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan sebagai penerus partai.Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di massa mendatang akan .mengganti pimpinan lama (selection of leadership).

  3. Partai sebagai Sarana Agregasi Politik Pada masyarakat yang modern dan kompleks, pendapat seseorang atau sekelompok orang sangat beranekaragam yang disebabkan banyaknya kepentingan yang ada didalamnya.Oleh karena itu partai politik berfungsi untuk menampung dan menggabungkan berbagai pendapat dan aspirasi tersebut menjadi satu kebijakan umum. Proses penggabungan ini disebut “penggabungan kepentingan” (interest aggregation).

  4. Partai sebagai Sarana Pengatur Konflik Partai politik sebagai salah satu lembaga demokratis berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara dialog dalam pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa persoalan ke Badan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan penyelasaian berupa keputusan poltik, diperlukan kesediaan berkompromi antara wakil rakyat yang berasal dari partai-partai politik.

1.5.2.2 Tipologi Partai Politik

  Tipologi partai politik merupakan sebuah bentuk pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan. Dibawahini akan diuraikan

  28

  sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria tersebut:

Dokumen yang terkait

Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

0 53 109

Strategi Komunikasi Politik Partai Gerindra Pada Kampanye Pemilu Legislatif 2014

6 76 102

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye (StudiPada : DPC Partai PDI PerjuanganKabupatenLangkat)

0 0 43

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Konflik Elit Lokal Dalam Pemekaran Kecamatan Blang Jerango di Kabupaten Gayo Lues

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN - Peran Elite Lokal Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar Di Kabupaten Padang Lawas)

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Peran Elit Lokal Dalam Pemenangan Pemilu Legislatif 2014(Studi Deskriptif Elit Partai Golkar Di Kabupaten Langkat)

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Pemenangan Partai Demokrat Dalam Pemilu Legislatif Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 24

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kesantunan Dengan Daya Semiotika Bahasa Berkampanye Calon Legislatif Partai Golongan Karya Di Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 0 12

BAB II PROFIL DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA 2.1 Sejarah Kabupaten Tapanuli Utara - Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

1 8 20