Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

(1)

PERGESERAN KONFLIK DARI ANTAR PARTAI MENJADI KONFLIK INTERNAL PARTAI DI DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA

PADA PEMILU LEGISLATIF 2014

Disusun Oleh: RINALDI SITIO

(100906036)

Dosen Pembimbing : Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si

             

 

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

RINALDI SITIO (100906036)

Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

Rincian isi skripsi, 91 halaman, 16 buku, 1 gambar, 5 tabel, 3 jurnal, 4 peraturan perundang-undangan, 6 situs internet, serta 4 kutipan wawancara.

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pergeseran konflik dari antar konflik menjadi konflik internal partai. Konflik merupakan suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dalam memperebutkan kekuasaan. Konflik dalam pemilu legislatif merupakan pertarungan kepentingan antara para calon legislatif dalam upaya memperoleh suara sebanyak-banyaknya. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pelaksanaan pemilu legislatif 2014 di Dapil I (Kecamatan Tarutung, Adiankoting dan Siatas Barita) Kabupaten Tapanuli Utara.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara yang ditujukan kepada masyarakat, KPU dan calon legislatif di Dapil I Tapanuli Utara. Selain itu, data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data-data dari KPU yang mendukung dalam penelitian ini. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa perubahan sistem pemilu proporsional dari mekanisme nomor urut menjadi berdasarkan suara terbanyak menimbulkan terjadinya pergeseran posisi konflik dari antar partai menjadi konflik internal partai. Perubahan tersebut melemahkan peran partai dalam kaderisasi dan rekrutmen calon sehingga partai bersikap pragmatis dan lebih mengutamakan popularitas dan figur tanpa melihat kualitas, kapasitas dan integritas. Sehingga para calon berusaha untuk mensosialisasikan dirinya dan melakukan segala cara untuk menang dalam pemilu.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

RINALDI SITIO (100906036)

Shift of the Inter Party Conflict into an Internal Conflict Party in the Dapil I North Tapanuli in Legislative Elections 2014

Content: 91 pages, 16 books, 1 picture, 5 tables, 3 journals, 4 laws, 6 websites and 4 interviews

ABSTRACT

This research aims to determine how the shift from inter party conflict into internal party conflict. Conflict is a social process between two or more people where one party seeks to exclude other parties for power. Conflicts in the legislative elections was a battle of interests among the legislative candidates in an attempt to gain votes as much as possible. In this case, this research is devoted to the implementation of the legislative elections of 2014 in the first electoral district (The district of Tarutung, Adiankoting and Siatas News) North Tapanuli Regency. This research included the type of descriptive study with qualitative analysis methods. In this study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews addressed to the publics, Election Commission (KPU) and the legislative candidates in the first electoral district of North Tapanuli. In addition, this primary data obtained through the collection of data from Election Commission (KPU) that supported in this study. While the secondary data collection is done by searching the data and information through books, the internet, and journals related to the research problem.

Based on the analysis of this study, the authors concluded that the changes in the electoral system of proportional mechanism based on the serial number be a majority vote lead to a shift in the conflict from inter party conflict into internal party conflict. These changes weaken the party’s role in the regeneration and recruitment of candidates so that the party prefers to be pragmatic and prioritizing popularity and figure without looking at the quality, capacity and integrity. So that the candidates are trying to socialize him and do everything they can to win the election.  


(4)

Karya Ini Dipersembahkan Untuk Ayahanda Dan Ibunda Tercinta

                         


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga, atas rahmat dan karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014 ”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis laksanakan untuk memenuhi persyaratan akademis sebagai mahasiswa Ilmu Politik di FISIP USU guna memperoleh gelar Strata-1 atau Sarjana Ilmu Politik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Tony P.Situmorang, M.Si, sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis, yang selama ini telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan ilmunya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal. Ucapan terimakasih yang tidak terhingga terucap dari rasa ikhlas penulis, agar apa yang telah diberikan beliau dibalaskan dengan keberkahan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Secara khusus juga penulis menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Saut Sitio dan Ibunda Linda Panggabean, atas usaha keras mereka yang telah membesarkan, menyayangi, dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Abang dan Kakak saya, Jefry Sitio, S.Pt dan Misiere Sitio, A.Md serta kedua adik saya, Megawati Sitio dan Dicky Angelo Sitio yang telah memberi dukungan moral dan doanya selama ini.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, dan juga Bapak Drs. Zakaria, M.SP, selaku Pembantu Dekan I Bidang Akademik


(6)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU. Serta terimakasih juga kepada Ibu Dra.T. Irmayani, M.Si, Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, dan juga Bapak Drs. P. Antonius Sitepu, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Politik.

Selama proses perkuliahan, penulis telah mendapatkan cukup banyak ilmu pengetahuan dan kesan-kesan yang tidak terlupakan yang sangat memotivasi bagi penulis. Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Politik yang telah memberikan pengajaran selama proses perkuliahan. Juga terima kasih kepada Kak Ema dan Pak Burhan yang membantu penulis dalam urusan-urusan administratif kampus. Maaf apabila penulis telah melakukan banyak kesalahan dan sikap-sikap yang telah merepotkan selama ini.

Buat teman saya Josmagel Sianturi, S.IP dan Chen Lorida Saragih, S.IP yang telah memberi saran, ide dan membantu dalam pengerjaan skripsi. Kepada Handoko Hutasoit yang selama ini kita bimbingan bersama-sama kepada Bapak Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si. Juga buat Jeki, Fran, Susi, Elisabeth, Dwi Ayu, Juwita, Weny, Maria Juli, Alnio, Johannes, Janroy, Basa, Hotlam dan teman-teman di Departemen Ilmu Politik stambuk 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terimakasih kepada kalian atas semua dukungan, diskusi, dan juga curhat selama ini. Semangat terus dalam menyelesaikan studinya. Biarlah semua kegiatan-kegiatan kita ketika kuliah bersama, ujian bersama, dan semua canda tawa menjadi momen atau kenangan yang indah dan kelak membuat kita rindu untuk berkumpul kembali. Sukses buat kita semua.

Kepada Kasubbag Teknis KPU, Bapak Anwar M. Lumbangaol, SH serta seluruh Staf dan Komisioner KPU Kabupaten Tapanuli Utara, terimakasih telah mengijinkan penulis untuk meneliti dan meminta data. Juga terimakasih kepada masyarakat dan calon legislatif Dapil I Tapanuli Utara yang telah bersedia diwawancarai.


(7)

Terimakasih juga buat pacar saya, Eve Suryanti Simanjuntak, S.Pd, walau LDR namun telah memberikan motivasi, semangat dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga akhir dan juga kepada Lae Agus, Lae Heri dan Agung yang telah member dukungan. Serta keluarga besar Front Mahasiswa Nasional (FMN) Ranting USU yang selama ini diskusi, belajar dan turun ke jalan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan baik dari segi bobot ilmiah maupun tata bahasa. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan membangun dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Medan, Juni 2014

Rinaldi Sitio

           


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Lembar Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Kerangka Teori ... 10

1.5.1 Teori Konflik ... 10

1.5.1.1 PenyebabTimbulnyaKonflik ... 16

1.5.1.2 Bentuk-bentuk Konflik ... 18

1.5.2 Teori PartaiPolitik ... 20

1.5.2.1 FungsiPartaiPolitik ... 24


(9)

1.6 Metodologi Penelitian ... 30

1.6.1 Jenis Penelitian ... 31

1.6.2 Lokasi Penelitian ... 31

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 31

1.6.4 Teknik Analisa Data ... 32

1.7 Sistematika Penulisan ... 33

BAB II PROFIL DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA ... 35

2.1SejarahKabupatenTapanuli Utara ... 35

2.1.1 LetakGeografis ... 38

2.1.2 Kependudukan Wilayah KabupatenTaput ... 38

2.1.3 Proses PenetapanDapil di KabupatenTaput ... 41

2.2 ProfilDapil I KabupatenTaput ... 44

2.2.1 Luas Wilayah danJumlahPenduduk ... 44

2.2.2 Mata PencaharianPenduduk ... 45

2.2.3 KondisiSosialBudaya ... 46

2.2.4 Tingkat Pendidikan ... 46

2.2.5 PetaGeografis ... 47

2.3 DaftarCalonTetapPemiluLegislatifDapil I ... 48

BAB III PERGESERAN KONFLIK DARI ANTAR PARTAI MENJADI KONFLIKINTERNAL PARTAI DI DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA ... 55

3.1PemiluLegislatif 2014 di KabupatenTaput ... 55

3.2 PergeseranKonflik ... 63

3.2.1 DampakPerubahanSistemPemilu ... 63

3.2.2 KrisisIdeologiPartaiPolitik ... 75

3.2.3 PeranPartaidan Proses Kampanye ... 79

BAB IV PENUTUP ... 84


(10)

4.2 Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA ... 88 DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Calon Legislatif 2014 di Dapil I

Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Anggota KPU Kabupaten

Tapanuli Utara

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Masyarakat di Dapil I Kabupaten


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan

Di Kabupaten Tapanuli Utara ... 38

Tabel 2.2 Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten

Tapanuli Utara pada Pemilu Legislatif 2014 ... 39

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Dapil I Kabupaten

Tapanuli Utara ... 43

Tabel 2.4 Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan

Jenjang Sekolah ... 46

Tabel 2.5 Daftar Calon Tetap di Dapil I Kabupaten


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Peta Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara ... 47

                                     


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

RINALDI SITIO (100906036)

Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

Rincian isi skripsi, 91 halaman, 16 buku, 1 gambar, 5 tabel, 3 jurnal, 4 peraturan perundang-undangan, 6 situs internet, serta 4 kutipan wawancara.

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pergeseran konflik dari antar konflik menjadi konflik internal partai. Konflik merupakan suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dalam memperebutkan kekuasaan. Konflik dalam pemilu legislatif merupakan pertarungan kepentingan antara para calon legislatif dalam upaya memperoleh suara sebanyak-banyaknya. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pelaksanaan pemilu legislatif 2014 di Dapil I (Kecamatan Tarutung, Adiankoting dan Siatas Barita) Kabupaten Tapanuli Utara.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara yang ditujukan kepada masyarakat, KPU dan calon legislatif di Dapil I Tapanuli Utara. Selain itu, data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data-data dari KPU yang mendukung dalam penelitian ini. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa perubahan sistem pemilu proporsional dari mekanisme nomor urut menjadi berdasarkan suara terbanyak menimbulkan terjadinya pergeseran posisi konflik dari antar partai menjadi konflik internal partai. Perubahan tersebut melemahkan peran partai dalam kaderisasi dan rekrutmen calon sehingga partai bersikap pragmatis dan lebih mengutamakan popularitas dan figur tanpa melihat kualitas, kapasitas dan integritas. Sehingga para calon berusaha untuk mensosialisasikan dirinya dan melakukan segala cara untuk menang dalam pemilu.


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

RINALDI SITIO (100906036)

Shift of the Inter Party Conflict into an Internal Conflict Party in the Dapil I North Tapanuli in Legislative Elections 2014

Content: 91 pages, 16 books, 1 picture, 5 tables, 3 journals, 4 laws, 6 websites and 4 interviews

ABSTRACT

This research aims to determine how the shift from inter party conflict into internal party conflict. Conflict is a social process between two or more people where one party seeks to exclude other parties for power. Conflicts in the legislative elections was a battle of interests among the legislative candidates in an attempt to gain votes as much as possible. In this case, this research is devoted to the implementation of the legislative elections of 2014 in the first electoral district (The district of Tarutung, Adiankoting and Siatas News) North Tapanuli Regency. This research included the type of descriptive study with qualitative analysis methods. In this study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews addressed to the publics, Election Commission (KPU) and the legislative candidates in the first electoral district of North Tapanuli. In addition, this primary data obtained through the collection of data from Election Commission (KPU) that supported in this study. While the secondary data collection is done by searching the data and information through books, the internet, and journals related to the research problem.

Based on the analysis of this study, the authors concluded that the changes in the electoral system of proportional mechanism based on the serial number be a majority vote lead to a shift in the conflict from inter party conflict into internal party conflict. These changes weaken the party’s role in the regeneration and recruitment of candidates so that the party prefers to be pragmatic and prioritizing popularity and figure without looking at the quality, capacity and integrity. So that the candidates are trying to socialize him and do everything they can to win the election.  


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan perwujudan demokrasi dalam upaya melaksanakan kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang menentukan dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara langsung. Di negara-negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai tolok ukur dari demokrasi negara tersebut. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang sangat diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan

damai berdasarkan peraturan yang telah disepakati.1

Oleh karena itu rakyat memegang peranan penting dalam pemilihan umum, maka perlu ada mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan rakyat.Di era reformasi ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem proporsional.Sistem ini telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem distrik yang berlaku sebelumnya.

Pemilihan Umum (general election) tidak selalu mampu menghasilkan

perubahan sosial politik yang berartiataupun menghasilkan suatu transisi ke arah demokrasi. Tetapi lebih merupakan suatu usaha mencari legitimasi baru dan       

1Rozidateno P.Hanida.

Bentuk Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Konstituen di Daerah Pemilihannya. Jurnal Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Padang. Hlm 1


(16)

mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan “statusquo”.2 Pemilihan

umum sebagai wadah untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa yang akan memimpin mereka dalam lembaga eksekutif dan juga untuk menjaring orang-orang yang benar-benar mampu untuk masuk ke dalam lingkaran elit politik, baik di tingkat daerah maupun nasional.Dalam sistem demokrasi, partai politik merupakan instrumen penting sebagai indikator dari pelaksanaan pemilihan umum.

Sejarah perkembangan partai politik di Indonesia sangat mewarnai perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena partai politik merupakan gambaran wajah peran rakyat dalam percaturan politik nasional atau dengan kata lain merupakan cerminan tingkat partisipasi politik masyarakat. Reformasi pasca otoritarianisme Orde Baru, telah menghidupkan kembali demokrasi. Pertumbuhan partai politik pada masa ini tidak terhindarkan lagi sebab partai politik merupakan pilar dari demokrasi yang harus ada didalam suatu negara modern. Kehidupan partai politik sejak kemerdekaan, ditandai dengan bermunculannya banyak partai (multi partai).Semakin banyak partai politik maka semakin memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan hak-haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga negara.

      


(17)

Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor perubahan-perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru memungkinkan sistem multi partai kembali bermunculan. Sistem multi partai

disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di dunia politik

Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antar partai pada saat itu. Pengaruh partai politik pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet pemerintahan. Konflik-konflik tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran dan fungsi dari masing-masing partai terjadi benturan-benturan baik dari segi ideologi maupun pemanfaatan isu nasional.

Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan ideologi masing-masing. Selain itu tingkat kompetisi antar partai politik peserta pemilu untuk mempengaruhi konstituen dan merebut kekuasaan sangat terbuka. Tidak jarang praktik-praktik politik, penggiringan massa, dan upaya mempengaruhi massa dilakukan dengan cara-cara yang kurang mengindahkan etika dan sopan satun politik sehingga menimbulkan konflik antar partai politik.

Konflik antar partai yang didasari oleh perbedaan ideologi, kemungkinan besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai dari partai politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman mengenai ideologi dari partai tersebut kepada masyarakat sehingga terbentuk


(18)

sikap dan orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai politik berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut.

Dalam perjalannya berbagai kajian politik dilaksanakan untuk mencapai kesempurnaan konseptual dari sistem pemilu agar mencapai sistem demokrasi yang sesuai. Namun dalam pelaksanaannya, pemilihan umum belum dilaksanakan

secara efektif dan efisien. Sistem Pemilu (electoral system) merupakan salah satu

instrumen kelembagaan penting dalam suatu negara demokrasi dalam menginterpretasikan jumlah perolehan suara dalam Pemilu ke dalam kursi-kursi pemerintahan yang telah dimenangkan oleh partai atau calon tertentu. Dari sini dapat dilihat bahwa melalui sistem seperti ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik dalam suatu negara bisa dilihat.

Sistem Pemilu sendiri juga merupakan sebuah metode yang mengatur dan memungkinkan rakyat dari suatu negara tersebut untuk memilih masing-masing wakil rakyat mereka. Metode ini berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah (mentransformasi) suara ke kursi di lembaga perwakilan dan suara rakyat dalam memilih pemimpin dari suatu negara tersebut. Sistem pemilu ini bertujuan agarpemilu tersebut dapat memberikan hak kepada rakyat dalam mengeluarkan hak suaranya untuk memilih tiap calon wakil rakyatnya masing-masing.

Pada Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPD, DPR dan DPRD


(19)

dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka sesuai dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Partai politik akan mendapatkan kursi dari sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada calon yang memenuhi, maka kursi akan diberikan kepada calon

berdasarkan nomor urut.3 Hal ini secara nyata telah mengalami distorsi sistemis

yang dapat berimplikasi secara serius terhadap proses rekrutmen politik dan kualitas wakil rakyat yang dihasilkannya.

Pada pemilu 2009, ada beberapa hal yang berbeda dari pemilu yang sebelumnya yaitu terkait dengan penentuan calon di sebuah partai politik yang memperoleh kursi parlemen adalah didasarkan pada sistem suara terbanyak. Penempatan wakil rakyat di parlemen tidak lagi menggunakan sistem nomor urut, sehingga dapat dipastikan nomor urut bukanlah jaminan lolos atau tidaknya caleg dari sebuah partai. Penggunaan sistem suara terbanyak berdasarkan putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 menganulir pasal 214 UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota Legislatif yaitu Penentuan calon terpilih tidak lagi didasarkan pada

sistem nomor urut melainkan dengan sistem suara terbanyak.4 Artinya rakyat

diberikan kebebasan dalam memilih calon wakil rakyatnya. Ini dimaksudkan agar

      

3 Pasal 107 ayat (2) UU No 12/2003 tentang Pemilu Legislatif

4Junaidi.Pergeseran Peran Partai Politik Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :22-24/PUU-VI/2008.


(20)

wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar representasi rakyat, yang pada akhirnya akan lebih bertanggung jawab.

Dominasi nomor urut pada pasal 214 sebelum dianulir oleh MK, sesungguhnya tak berbeda jauh dengan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2004 lalu. Hanya aspek 30% BPP saja yang menjadi warna baru. Meski demikian, secara politis, yang diutamakan adalah nomor urut. Sebab perolehan angka 30% BPP bagi caleg di internal parpol merupakan faktor yang sedemikian sulit setelah perolehan kursi parpol sebesar 50% BPP. Di satu sisi, banyaknya parpol kontestan pemilu dan melimpahnya caleg di masing-masing parpol kian membingungkan masyarakat pemilih. Preverensi pemilih yang diprediksi akan terpecah-belah oleh kehadiran parpol baru, akan diperparah oleh prediksi besarnya kesalahan memilih karena kesulitan membedakan kertas suara untuk anggota DPR RI dan DPRD.

Jika pada pemilu-pemilu sebelumnya konflik terjadi antar partai politk dalam rangka memperebutkan suara, namun pada Pemilu 2009, potensi konflik itu semakin meluas hingga konflik internal partai. Kondisi ini disebabkan oleh pertarungan dan perebutan suara antar calon legislatif dalam satu partai. Sebab mekanisme yang ada ditentukan oleh jumlah suara terbanyak yang diperoleh oleh masing-masing calon legislatif tanpa melihat nomor urut yang biasanya mencerminkan kapabilitas dan kapasitas kader parpol.

Pemilu 2009 merupakan sebuah suasana dan arena konflik kepentingan yang ingin berebut kekuasaan. Masing-masing individu yang bertarung dalam pesta demokrasi itu berusaha untuk menyingkirkan lawan-lawannya tak terkecuali


(21)

sesama partai. Ini mengindikasikan adanya konflik di internal partai itu, mekanisme pemilihan langsung ini telah menggeser konflik pada ranah internal. Hasilnya adalah adanya perpecahan partai politik.

Pada pemilu 2014, tidak ada perbedaan antara UU Pemilu No. 10 tahun 2008 dengan Pemilu 2014 dalam hal sistem yang digunakan dalam pemilu, yaitu Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak sedangkan pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.

Menyusutnya jumlah partai politik (parpol) di Pemilu 2014 yang hanya menjadi 12 parpol plus 3 parpol lokal Aceh, membuat potensi kerawanan konflik berubah. Jika pada Pemilu sebelumnya potensi kerawanan cenderung terjadi antar partai, kini kecenderungan konflik justru terjadi antar calon legislatif internal sesama partai. Dengan diterapkan penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dan tidak berdasarkan nomor urut, hal ini sangat rentan memicu timbulnya konflik di internal partai politik antar sesama calon legislatif. Calon legislatif dengan nomor urut besar tidak perlu khawatir dengan calon nomor urut kecil, karena peluang untuk menang dalam pemilu legislatif sama dan tidak ditentukan dari nomor urut.

Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilu legislatif, dalam perwakilannya memiliki masing-masing daerah pemilihan atau yang disingkat dengan


(22)

dapil.5Pemilu legislatif di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara, yang terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarutung, Siatasbarita dan Adiankoting, persaingan antar calon legislatif sangat terbuka dalam untuk mendapatkan jatuh satu kursi untuk duduk di DPRD. Namun dalam persaingan antar calon legislatif di dapil tersebut sangat rentan timbulnya konflik, hal ini diakibatkan calon legislatif akan bersaing dengan calon lainnya dalam satu partai. Tidak adanya penentuan pemenang berdasarkan nomor urut akan memungkinkan calon untuk berlomba-lomba terjun ke konstituen dan menghalalkan segala cara dalam menggalang suara sebanyak-banyaknya.

Selain itu, tidak ada jaminan bahwa calon dengan nomor urut satu yang mempunyai kemampuan, mutu dan integritas akan menang karena bisa saja dikalahkan oleh calon yang mempunyai popularitas. Jadi kemenangan ditentukan oleh kerja keras dan kerja cerdas dari si calon dalam faktor mendekatkan diri kepada konstituen. Sehingga konflik tidak lagi terjadi antar partai politik namun telah bergeser menjadi konflik internal parati politik. Melihat rentannya konflik yang terjadi pada antar partai politik maupun internal partai politik membuat penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis permasalahan tersebut dan mengkonsepkanya kedalam judul penelitian yaitu “Pergeseran Konflik dari Antar Partai Politik menjadi Konflik Antar Internal Partai Politik di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara pada Pemilu Legislatif 2014”.

      

5Daerah pemilihan adalah daerah yang dijadikan tempat pemilih untuk memilih wakilnya sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan oleh lembaga KPU pada pemilihan umum legislatif.Daerah pemilihan anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian Provinsi; Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah Kabupaten/Kota atau gabungan Kabupaten/Kota; Daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota adalah Kecamatan atau gabungan Kecamatan.


(23)

1.2Rumusan Masalah

Berangkat dari dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pergeseran Konflik dari Antar Partai Politik Menjadi Konflik Internal Partai Politik, apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran konflik menjadi konflik internal parpol?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara ilmiah, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pergeseran konflik dari antar partai politik menjadi konflik internal partai politik.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan karya ilmiah dalam upaya mengembangkan kompetensi penulis dalam menuangkan gagasan dan pikiran yang diperoleh selama mengikuti studi di fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

2. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian dan menambah referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU.


(24)

3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang bagaimana pergeseran konflik partai politik menjadi konflik internal partai politik, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai konflik dalam partai politik.

1.5Kerangka Teori

Kerangka teoritis merupakan faktor pendukung dalam suatu penelitian. Perumusan kerangka teoritis dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan mengenai teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian.Semua uraian atau pembahasan terhadap permasalahan haruslah didukung teori-teori yang kuat, setidaknya oleh pemikiran para ahli yang kompeten.Untuk dapat membantu peneliti menentukan arah dalam penelitian ini, maka peneliti terlebih dahulu mengemukakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.

1.5.1 Teori Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yang berarti saling

memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

berdaya.6

Konflik dalam setiap peristiwa politik berakarpada perebutan kekuasaan, oleh sebab itu “kuasa”merupakan kata kunci untuk melihat lebih jauhsumber-      

6


(25)

sumber konflik yang terjadi. Pertarungankekuatan-kekuatan politik merupakan pencarianakan kekuasaan. Kekuasaan bukanlah suatuwilayah melainkan suatu bentuk dan kondisiesensial dalam hubungan kemanusiaan. Olehkarena itu cara memahami kompleksitas kekuasaandalam setiap peristiwa politik harus jugadilihat dari berbagai macam dimensi, baik material,psikologis, sosial yang diperebutkan olehmanusia yang terlibat di dalamnya.

Titik tengkar dalam peristiwa politik berawaldari klaim atas dukungan dan kebenaranyang diyakini oleh masing-masing pihak.Di samping itu, adanya dominasi suatu kelompok tertentudalam ruang publik, yang dapat mempersempit ruang pihak lain untuk memberikan artikulasi politik pada khalayak. Hal ini akan menimbulkan kecemburuan politik sehingga melahirkan pertikaian antar

kelompok maupun individu.7

Konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah. Sehingga, ada konflik yang

berwujud kekerasan dan ada pula konflik yang tak berwujud kekerasan.8Menurut

Coser, konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan mengenai berkenaan dengan status, kuasa, sumber-sumber kekayaan yang

       7Deny Rendra dan Hery Suryadi.2012.

Dinamika Pergeseran Kekuasaan Politik di DPD Partai Demokrat Provinsi Riau.Jurnal FISIP Universitas Riau.Volume 10, Nomor 2, hal. 67-147


(26)

persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan,

merugikan atau bahkan menghancurkan pihak lawan.9Perselisihan atau konflik

dapat berlangsung antar individu-individu, kumpulan-kumpulan atau antar individu dengan kumpulan.

Setiap sistem politik terutama sistem politik demokrasi penuh kompetisi dan sangat dimungkinkan adanya perbedaan kepentingan, rivalitas, dan konflik-konflik. Hal ini merupakan realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat

modern, karena masing-masing mempunyai interest, tujuan yang mungkin saling

bertentangan. Maka konflik dalam ilmu politik sering diterjemahkan sebagai oposisi, interaksi yang antagonistis atau pertentangan, benturan antar macam-macam paham, perselisihan kurang mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan

dengan senjata dan perang.10.

Kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya yang ia inginkan. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan orang, yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat.Ada beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan kepentingan.Beberapa kepentingan bersifat universal seperti kebutuhan rasa aman, identitas, kebahagiaan, dan beberapa harkat kemanusiaan yang bersifat fisik.

       9Bartens K dan Nugroho

.1985. Realita Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka. hal. 211  10 Rahman Arifin. 2002.

Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional. Surabaya: SIC


(27)

Beberapa kepentingan lain bersifat spesifik bagi pelaku-pelaku tertentu dan beberapa kepentingan bersifat lebih penting daripada yang lain.

Konflik kepentingan dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan, serta menimbulkan perbedaan pendapat, konflik kepentingan terjadi oleh adanya berbagai kepentingan dari tiap individu atau kelompok–kelompok dalam masyarakat dalam upaya memperoleh otoritas atau kekuasaan yang saling bersinggungan.

Semua konflik kepentingan seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar. Salah satu yang menyebabkan konflik muncul yaitu perebutan sumberdaya. Ini terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemukan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

Menurut Wallase dan Alison, konflik kepentingan memiliki tiga asumsi

utama yang saling berhubungan yaitu11:

      

11

Wallase dan Alison dalam http://punggeti-sosial.blogspot.com/2008/01/teori-konflik.html. Diakses tanggal 24 Mei 2014 pukul 12.40


(28)

1. Manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang asasi dan mereka berusaha untuk merealisasikan kepentingan-kepentingannya itu.

2. Power bukanlah sekedar barang langka dan terbagi secara tidak merata

sebagai sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Sebagian menguasai sumber, sedangkan yang lainnya tidak memperoleh sama sekali.

3. Ideologi dan nilai-nilai dipandangnya sebagai senjata yang dipergunakan

oleh berbagai kelompok yang berbeda untuk meraih tujuan dan kepentingan mereka masing-masing.

Oleh sebab itu pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut: (a) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (b) langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (c) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu

penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.12

Konflik dapat terjadi pada setiap tingkat dalam struktur organisasi maupun ditengah masyarakat karena memperebutkan sumber yang sama.Baik mengenai kekuasaan, kekayaan, kesempatan atau kehormatan sehingga menjadi muncul disharmonisasi, disintegrasi dan disorganisasi masyarakat yang mengandung banyak konflik baik secara tertutup maupun terbuka.

Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa konflik terjadi dalam masyarakat karena adanya distribusi kewenangan yang tak merata sehingga bertambah kewenangan pada suatu pihak akan dengan sendirinya mengurangi kewenangan pihak lain. Oleh karena itu para penganut teori konflik ini berkeyakinan bahwa       

12Robbin Stephen P, 1978.

Administrative Process : Integrating theory and practice, New Delhi :


(29)

konflik merupakan gejala serba hadir, gejala yang melekat pada masyarakat itu sendiri, karena ia melekat pada masyarakat itu sendiri, maka konflik tidak akan dapat dilenyapkan. Tetapi yang dapat dilakukan oleh manusia anggota masyarakatadalah mengatur konflik itu agar konflik yang terjadi antar kekuatan

sosial dan politik tidak berlangsung secara kekerasan.13

Menurut Paul Conn Konflik merupakan gejala serba-hadir dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara.Konflik pada dasarnya

dibedakan menjadi konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik

menang-menang (non-zerosumconflict).Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang

bersifat antagonistik sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik menang-menang adalah situasi konflik dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut. Yang dipertaruhkan dalam situasi konflik biasanya bukan hal-hal yang prinsipil, tetapi bukan pula hal yang

penting.14

Konflik sosial mempunyai sumber struktural yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam struktur organisasi sosial. Dengan kata lain konflik antar kelompok dapat dilihat dari sudut konflik tentang keabsahan hubungan kekuasaan yang ada. Masing-masing pihak mencoba untuk menggugat kekuasaan yang

       13Ramlan Surbakti.

Op. cit. Hal. 20


(30)

ada.Dalam kasus Pemilu, masing-masing kontestan, baik itu partai politik maupun secara individu berusaha mengkritik penguasa yang saat ini berkuasa.

1.5.1.1 Penyebab Timbulnya Konflik

Timbulnya konflik kepentingan menurut Dahrendorf, berawal dari orang-orang yang tinggal bersama dan meletakkan dasar-dasar bagi bentuk-bentuk organisasi sosial, dimana terdapat posisi-posisi dalam hal mana para penghuni mempunyai kekuasaan memerintah dalam konteks-konteks tertentu dan menguasai posisi-posisi tertentu, serta terdapat posisi lain dimana para penghuni

menjadi sasaran perintah tersebut.15Dahrendorf melihat ada hubungan yang erat

antara konflik dengan perubahan.Ia juga menjelaskan bahwa konflik sosial mempunyai sumber struktur, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antar kelompok dapat dilihat dari sudut konflik tentang keabsahan kekuasaan yang ada.

Selain itu, Lewis Coser juga berpendapat bahwa seluruh aktifitas, inovasi dan perkembangan dalam kehidupan kelompoknya dan masyarakatnya disebabkan terjadinya konflik antara kelompok dan kelompok, individu dan individu serta

antara emosi dan emosi didalam diri individu.16

Sejalan dengan itu juga, Maurice Duverger17 merinci penyebab terjadinya

konflik sebagai berikut:

      

15Pluit Dean J dan Rubbin Jeffry. 2004. “Teori Konflik Sosial”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 151 16

Ibidhal. 4 17


(31)

1. Sebab-sebab individual yaitu seperti kecendrungan berkompetisi atau selalu tidak puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang yang mempunyai ciri-ciri seperti ini selalu terlibat dalam konflik dengan orang lain dimanapun berada.

2. Sebab-sebab kolektif, penyebab konflik yang terbentuk oleh kelompok

sebagai hasil dari interaksi sosial antara anggota-anggota kelompok. Penyebab konflik ini dihasilkan oleh adanya tantangan dan masalah yang berasal dari luar yang dianggap mengancam kelompoknya.

Maswadi Rauf juga mengemukakan bahwa konflik terjadi karena adannya keinginan manusia untuk menguasasi sumber-sumber posisi yang langkah

(resource and position scarity).18Konflik terjadi karenaadanya kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh anggota-anggota masyarakat untuk memperebutkan barang-barang pemenuh kebutuhan yang terbatas.Sama halnya dengan sumber-sumber posisi atau kedudukan atau jabatan juga langkah dalam masyarakat.Kedudukan sebagai penguasa negara, merupakan bahan rebutan diantara anggota-anggota masyarakat yang menghasilkan konflik.

1.5.1.2 Bentuk-bentuk Konflik

       18Ibid


(32)

Dalam teori konflik terdapat beberapa bentuk konflik dan tertuju pada

permasalahan konflik, seperti yang dikemukakan oleh Maurice Duverger19, ada

tiga bentuk konflik yang berkaitan dengan kekuasaan atau politik antara lain:

1. Konflik yang sama sekali tidak mempunyai dasar prisipil, bentuk konflik

ini berhubungan langsung dengan masalah praktis bukan dengan masalah ideologi yang dilakukan baik oleh individu maupun golongan atau kelompok.

2. Konflik yang lebih menitik beratkan kepada perbedaan pandangan baik

individual maupun kelompok yang menyangkut dengan masalah partai politik atau yang berhubungan dengan kepentingan partai politik, masyarakat yang dianggap mewakili rakyat.

3. Konflik yang menitik beratkan kepada permasalahan perbedaan ideologi,

masing-masing memperjuangkan ideologi partainya yang semuanya merasa benar.

Sementara bentuk konflik menurut teori Fisher20, konlik dibagi ke dalam

tiga bentuk yaitu:

1. Konflik laten yaitu konflik yang sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara efektif

2. Konflik manifest atau terbuka yaitu konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan bebagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya

3. Konflik permukaan merupakan konflik yang memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi.

Sedangkan menurut Coser,21ada dua bentuk dasar konflik yaitu:

       19 Arbit Sani. 1982.

Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta kekuatan politikdan pembangunan, Jakarta :

Rajawali Press. hal.47  

20

Fisher, R. 1964. Fractionating conflict. Dalam Nurul Radiatul Adwiah. 2013. Konflik Internal Partai Nasdem. hal. 20 


(33)

1. Konflik realistis adalah konflik yang mempunyai sumber konkrit atau bersifat material, seperti perebutan wilayah atau kekuasaan, dan konflik ini bisa teratasi kalau diperoleh dengan merebut tanpa perkelahian dan pertikaian.

2. Konflik non-realistis adalah konflik yang didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, seperti konflik antar agama dan organisasi-organisasi masyarakat, dan konflik non-realistis adalah satu cara mempertegas atau menurunkan ketegangan suatu kelompok.

Timbulnya suatu konflikakan menghasilkan dampak negatif seperti Keretakan hubungan antar individu dan persatuan kelompok, Kerusakan harta benda bahkan dalam tingkatan konflik yang lebih tinggi dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, Berubahnya kepribadian para individu atau anggota kelompok, Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.

Namun dampak konflik tidak selalu dipandang negatif, menurut Fisher konflik juga mempunyai dampak positif. Dampak positif dari suatu konflik yaitu22:

1. Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih

belum tuntas.

2. Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.

4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau

kelompok.

5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru.

1.5.2 Teori Partai Politik

       

21

Lewis Coser. 2009.Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

hal.54 

22


(34)

Partai politik merupakan kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan agregasi kepentingan publik adalah partai politik.Secara sederhana partai politik

merupakanrepresentatif of ideasyang harus ada dalam kehidupan politik modern

yang demokrasi.Bukanlah usaha yang mudah untuk melakukan pengembangan pelembagaan partai politik pada masa transisional.Partai politik menjadi terlegitamasi ketika demokrasi langsung sulit untuk dilakukan di negara modern saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan kuantitas penduduk semakin besar.

Partai politik dapat berarti organisasi yang mempunyai basis ideologi yang jelas. Setiap anggotanya mempunyai pandangan yang sama dan bertujuan untuk merebut kekuasaan atau mempengaruhi kebijaksanaan negara baik secara langsung maupun tidak langsung, karena itu parpol selalu ikut pada sebuah mekanisme pemilihan umum untuk bersaing secara kompetitif guna mendapatkan dukungan rakyat. Secara institusional Partai Politik sebagai lembaga yang memiliki struktur dan fungsi untuk mencapai tujuan.


(35)

Ada seperangkat cara yang perlu dilakukan oleh partai untuk melembagakan dirinya agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan peran dan fungsi yang sejatinya. Sedikitnya terdapat tiga bidang yang perlu diperhitungkan manakala pelembagaan pengembangan partai poltik hendaknya dikedepankan, yaitu23:

1. Keutuhan internal

Suatu keutuhan internal partai dapat dilihat dari ada tidaknya

pembelahan dalam partai (faksionalisme internal), adanya dialog

dalam partai memang prasyarat penting bagi tumbuhnya wacana yang sehat, namun tumbuhnya perdebatan bahkan lahirnya faksionalisme dalam partai akan dapat merugikan pengembangan partai politik kedepan.

2. Ketangguhan organisasi

Partai politik memiliki tujuan dan kepentingan untuk meraih konstituen guna pembangunan legitimasi dirinya, tujuan tersebut dapat tercapai apabila partai politik berhasil menyebarkan sumber daya-sumber daya ke level-level yang lebih rendah dari tingkat pusat atau nasional.

3. Identitas politik partai

Identitas partai menjadi penting ketika ia berupaya mengejar jabatan di pemerintahan. Karena itu gagasan yang jelas dan konstruktif,

prinsip-      


(36)

prinsip yang berorientasi publik, pelibatan anggota partai, serta program-program yang matang menjadi citra yang perlu dibangun dalam menkonstruksi identitas partai yang kuat.

LaPalombara dan Myron Weiner melihat partai politik sebagai organisasi untuk mengekspresikan kepentingan ekonomi sekaligus mengapresiasikan dan

mengatur konflik.24Partai politik dilihat sebagai organisasi yang mempunyai

kegiatan yang berkesinambungan serta organisatoris memiliki cabang mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.Carl J. Fiedrich mendefinisikan partai politik sebagai “Sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini kemanfaatan yang bersifat

idiil maupun materil kepada anggotanya”.25

Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik moderen yang demokratis, pengecualiannya hanya pada masyarakat tradisional yang sistem politiknya otoritarian yang pemerintahannya bertumpu pada tentara atau polisi.Sebagai organisasi, parpol secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi

kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai.26

       24Ramlan Surbakti.

Op. cit. hal.113 25Miriam Budiarjo. 2008.

“Dasar-Dasar Ilmu Politik”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal.161


(37)

Menurut Roy C. Macridis, parpol merupakan suatu asosiasi yang mengaktifkan, memobilisasi rakyat, dan mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing, dan memunculkan kepemimpinan politik. Oleh karena itu, parpol menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik di dalam masyarakat moderen.Parpol adalah alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah.

Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan kedudukan politik (biasanya dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.Partai politik merupakan satu keharusan dalam kehidupan politik yang modern dan demokratis.

Berdasarkan defenisi tersebut di atas walaupun sepintas tampak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, namun secara umum partai politik dapat diartikan sebagai kelompok orang dalam satu usaha bersama untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan biasanya melalui suatu mekanisme politik yang disebut pemilu.Hal tersebutlah yang membedakan partai politik dengan kelompok kepentingan lainnya.

Partai politik selalu memperjuangkan suatu kepentingan dalam skala yang luas melalui mekanisme pemilu, sedangkan kelompok kepentingan atau kelompok penekan yang lainnya seperti kelompok profesi, kelompok adat, organisasi


(38)

kemasyarakatan hanya mengejarkepentingan-kepentingan sesaat dalam lingkup yang lebih kecil serta melewati mekanisme politik formal seperti pemilu.

Tujuan pembentukan suatu Partai politik, disamping yang utama adalah merebut, mempertahankan ataupun menguasai kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara, juga dapat diperlihatkan dari aktivitas yang dilakukan seperti berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya. Selain itu berperan untuk dapat memadu tuntutan-tuntutan yang masih mentah, Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsir kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.

1.5.2.1 Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program yang disusun berdasar ideologi yang mereka anut.Dalam sebuah negara yang demokratis partai politik mempunyai

fungsi sebagai berikut27 :

1. Partai sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Partai politik juga mempunyai peranan sebagai sarana sosialisasi politik

(instrument of political socialization). Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik

diartikan sebagai proses seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap       


(39)

phenomena politik yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Proses ini biasanya berjalan secara berangsur-angsur. Pada Partai Politik, peran sebagai salah satu alat sosialisasi politik dijalankan dengan melalui penataran-penataran bagi pengikut atau kader dari partai politik tertentu.

Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik.Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas

mungkin.Untuk itu partai berusaha menciptakan image dalam memperjuangkan

kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dengan partai, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional. Di negara-negara baru partai-partai politik juga berperan untuk memupuk indentitas nasional dan integrasi nasional.

2. Partai Sebagai Sarana Rekruitmen Politik

Rekrutmen politik adalah proses mencari atau mengajak seseorang yang turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota partai. Dalam hal ini partai politik turut memperluas partisipasi politik masyarakat dengan mengajak seseorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan dalam bidang politik untuk menjadi anggota partai politik oleh partai dengan harapandapat berprestasi dalam bidang politik serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan sebagai penerus partai.Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga


(40)

diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di

massa mendatang akan .mengganti pimpinan lama (selection of leadership).

3. Partai sebagai Sarana Agregasi Politik

Pada masyarakat yang modern dan kompleks, pendapat seseorang atau sekelompok orang sangat beranekaragam yang disebabkan banyaknya kepentingan yang ada didalamnya.Oleh karena itu partai politik berfungsi untuk menampung dan menggabungkan berbagai pendapat dan aspirasi tersebut menjadi satu kebijakan umum. Proses penggabungan ini disebut “penggabungan

kepentingan” (interest aggregation).

4. Partai sebagai Sarana Pengatur Konflik

Partai politik sebagai salah satu lembaga demokratis berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara dialog dalam pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa persoalan ke Badan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan penyelasaian berupa keputusan poltik, diperlukan kesediaan berkompromi antara wakil rakyat yang berasal dari partai-partai politik.

1.5.2.2 Tipologi Partai Politik

Tipologi partai politik merupakan sebuah bentuk pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi,


(41)

komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan. Dibawahini akan diuraikan

sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria tersebut:28

1. Asas dan Orientasi

Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu partai politik pragmatis, partai politik dotriner, dan partai politik kepentingan.Partai politik pragmatis adalah partai politik yang memiliki program dan kegiatan yang tidak terikat pada suatu doktrin atau ideologi tertentu.Yang dimaksud dengan partai politik doktriner ialah suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan yang kongkret sebagai wujud dan penjabaran ideologinya.Selanjutnya, partai politik kepentingan merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola berdasarkan kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.

2. Komposisi dan Fungsi Anggota

Menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik digolongkan menjadi dua, yaitu partai massa dan partai kader. Yang dimaksud dengan partai massa adalah partai politik yang mengandal kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dan mengandalkan massa sebanyak-banyaknya. Sedangkan partai kader ialah partai politik yang

       28 Ramlan Surbakti, Op. cit. hal.121


(42)

mengandalkan kualitas anggota,keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama partai.

3. Basis Sosial dan Tujuan

Gabriel Almond menggolongkan partai politik menjadi empat tipe, yaitu:

1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah dan bawah.

2. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh dan pengusaha.

3. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam, katolik, Protestan, Hindu dan Budha.

4. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa, dan dari daerah tertentu.

Tipe-tipe partai politik dari para ahli cukup banyak, Richard S. Katz

membagi tipe partai politik menjadi 4 tipe:29

1. Partai Elit

Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai.Dukungan bagi partai elit ini bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai ini.Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status

      


(43)

ekonomi dan jabatan yang terpandang.Partai ini juga didasarkan pada pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk di dalam parlemen.

2. Partai Massa

Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tesingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya, partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada identitas sosial partai ketimbang ideologi atau kebijakan.

3. Partai Catch-All

Partai jenis ini di permukaan hampir serupa dengan Partai Massa. Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri pada kelas sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada pemenangan Pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu di setiap

kampanye.Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai

Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.

4. Partai Kartel

Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau anggota partai.Kekurangan ini berakibat pada suara mereka di tingkat


(44)

parlemen.Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan-pimpinan partai saling berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk bertahan.Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak memiliki arti lagi.

5. Partai Integratif

Partai jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba untuk melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai.Mereka membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok.Mereka juga berusaha membangun simpati dari setiap pemilih, dan membuat mereka menjadi anggota partai.Sumber utama keuangan mereka adalah dari iuran anggota dan dukungan simpatisannya.Mereka melakukan propaganda yang dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan sosial.

1.6Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah sebagaimana ajaran mengenai cara-cara yang

digunakan dalam memproses penelitian.30 Metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan.

      


(45)

1.6.1 Jenis Peneltian

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat analisis terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari

yang diamati.31 Dengan demikian penelitian ini bermaksud memberikan analisa

mengenai pergeseran konflik dari antar partai politik menjadi konflik internal partai politik.

1.6.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang diambil pada penelitian ini bertempat di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siatasbarita dan Kecamatan Adiankoting.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer

dan data sekunder.32

       31 Hadari Nawawi. 2006.

Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gajah Mada University press. hal.63

32Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.Yogyakarta: Erlangga..Hlm 105.


(46)

Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data tersebut :

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara

(interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan

ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti mengambil informan yaitu Partai Politik atau calon legislatif yang sedang berkompetisi dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Tapanuli Utara yang akan menjadi wakil rakyat pada daerah tersebut, selain itu wawancara juga dilakukan kepada lembaga pemilihan seperti KPU.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan informasi melalui buku, internet, jurnal, majalah, artikel, Koran dan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan untuk penulis memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam penelitian ilmiah ini.

1.6.4 Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Sesuai dengan jenis penelitian yang


(47)

menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain itu, data yang didapat berdasarkan metode wawancara akan sangat membantu peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menguatkan argumen dari hasil analisisnya.

1.7Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA

Bab ini menguraikan profil secara deskriptif Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara yang menjadi lokasi penelitian dan menyertakan


(48)

calon-calon legislatif yang bersaing di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara.

BAB III : PERGESERAN KONFLIK DARI ANTAR

PARTAIPOLITIK MENJADI KONFLIK INTERNAL POLITIK DALAM PILEG 2014 DI DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA

Bab ini akan dilakukan analisis bagaimana Pergeseran Konflik dari antar parpol menjadi konflik internal parpol.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis data.


(49)

BAB II

PROFIL DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA

2.1 Sejarah Kabupaten Tapanuli Utara

Sejarah terbentuknya kabupaten Tapanuli Utara ini ditandai dengan masa penjajahan Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam Keresidenan Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Residen Bangsa Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Saat itu Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi 4 Afdeiling (Kabupaten), yaitu:

1. Afdeling Batak Landen

2. Afdeling Padang Sidempuan

3. Afdeling Sibolga

4. Afdeling Nias

Afdeling Batak Landen dipimpin seorang Asisten Residen yang ibukotanya Tarutung yang terdiri 5 Onder Afdeling (Wilayah) yaitu:Onder Afdeling Silindung, Toba, Samosir, Dairi dan Barus.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, sejarah perkembangan pemerintahan

RI di Kabupaten Tapanuli Utara diawali dengan terbitnya Besluit33 No. 1 dari

Residen Tapanuli Dr. Ferdinan Lumbantobing pada tanggal 5 Oktober 1945 yang memuat pembentukan daerah Tapanuli dengan pengangkatan staf       


(50)

pemerintahannya, juga pengangkatan kepala-kepala Luhak dalam daerah Tapanuli. Afdeiling Tanah Batak dirubah menjadi Luhak Tanah Batak, dan sebagai kepala Luhak diangkat Bapak Cornelius Sihombing, beliau dianggap

sebagai Bupati pertama Tapanuli Utara.34

Sesuai dengan UU Drt. No. 7 Thn 1956, di daerah Propinsi dibentuk daerah otonom Kabupaten. Salah satu Kabupaten yang dibentuk dalam UU Drt tersebut adalah Kabupaten Tapanuli Utara. Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, maka untuk meningkatkan daya guna pemerintahan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan di daerah ini, maka pada Tahun 1964, Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Dairi. Pemekaran Kabupaten Dairi dri Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan UU No. 15 Tahun 1964 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Dairi.

Pada tahun 1998 untuk kedua kalinya, Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan UU No. 12 tahun 1998 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal. Kamudian pada tahun 2003, Kabupaten Tapanuli Utara untuk yang ketiga kalinya dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan UU. No. 9 Tahun 2003

      

34http://bakkaranauli.wordpress.com/2011/10/27/profil-sejarah-kabupaten-tapanuli-utara/. Diakses tanggal 03 April 2014, pukul 09.00


(51)

tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan. Kabupaten Pak-pak Barat, dan Kabupaten Humbang hasundutan di Propinsi Sumatera Utara. Pemekaran wilayah Kabupaten ini dimaksudkan untuk meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan serta untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah ini.

Sebagaimana uraian singkat sejarah perkembangan Pemerintahan RI di Kabupaten Tapanuli Utara diawali dengan terbitnya Besluit No. 1 dari Residen Tapanuli Dr. Ferdinan Lumbantobing pada tanggal 5 Oktober 1945 yang memuat pembentukan daerah Tapanuli dan pengangkatan kepala-kepala Luhak dalam daerah Tapanuli, maka tanggal 5 Oktober ditetapkan menjadi hari jadi Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Tapanuli Utara No. 5 Tahun 2003.

Setelah dilakukan tiga kali pemekaran di Kabupaten Tapanuli Utara, maka jumlah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 Kecamatan yaitu Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Adiankoting, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siatas Barita, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Purbatua, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Muara.


(52)

2.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara terletak diwilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu yang tergolong datar (3,16 %), landai (26,86 %), miring (25,63 %) dan terjal (44,35 %).

Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 1° 20’ - 2° 41’ Lintang Utara dan 98°05’–99°16’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu:

 Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

 Disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu

 Disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

 Disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang

Hasundutan dan Tapanuli Tengah.

2.1.2 Kependudukan Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara

Kepadatan penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara cukup pesat, dilihat dari jumlah penduduk di kabupaten ini yaitu sebanyak 314.737 jiwa yang tersebar di 15 Kecamatan, dengan jumlah penduduk terbesar di Kecamatan Siborongborong sebanyak 50.125 jiwa dan jumlah penduduk terendah di


(53)

Kecamatan Simangumban hanya 8.029 jiwa. Berikut jumlah penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara:

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan

NO. KECAMATAN JUMLAH

PENDUDUK

1. TARUTUNG 40.934

2. ADIANKOTING 14.148

3. SIATASBARITA 16.135

4. PAHAE JULU 14.215

5. PAHAE JAE 12.260

6. PURBATUA 8.573

7. SIMANGUMBAN 8.029

8. SIPAHUTAR 27.657

9. PANGARIBUAN 30.045

10. GAROGA 17.889

11. SIBORONGBORONG 50.125

12. MUARA 14.689

13. SIPOHOLON 25.135


(54)

15. PARMONANGAN 16.065

TOTAL 314.737

(sumber:Data KPU Kabupaten Tapanuli Utara untuk Pemilu 2014)

Jika dilihat dari jumlah penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara maka alokasi kursi di DPRD Kabupaten memperoleh sebanyak 35 kursi sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2012 Pasal 26d yaitu:

Kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 300.000 (tiga ratus ribu) sampai dengan 400.000 (empat ratus ribu) orang memperoleh alokasi 35 (tiga puluh lima) kursi.

Dari jumlah penduduk tersebut, daftar pemilih tetap pada pemilu legislatif 2014 sebanyak 209.291 jiwa. Penetapan daftar pemilih tetap tersebut sesuai hasil rekapitulasi KPU Kabupaten Tapanuli Utara dalam rapat pleno untuk pemilihan umum Anggota DPR, DPD, DPRD, Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tahun 2014. Berikut jumlah daftar pemilih tetap di Kabupaten tapanuli utara:

Tabel 2.2

Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Tapanuli Utara pada Pemilu Legislatif 2014

No Nama Kecamatan Jumlah Desa/Kel

Jumlah TPS

Jumlah Pemilih

L P L+P

1. ADIANKOTING 14 34 5.260 5.431 10.691

2. GAROGA 12 39 6.129 6.227 12.356


(55)

4. PAGARAN 14 40 6.079 6.291 12.370

5. PAHAE JAE 13 28 3.683 3.971 7.654

6. PAHAE JULU 19 35 4.443 4.609 9.052

7. PANGARIBUAN 22 65 9.629 10.325 19.954

8. PARMONANGAN 14 35 4.824 4.951 9.775

9. PURBA TUA 11 20 2.653 2.806 5.459

10. SIATASBARITA 12 31 4.442 4.719 9.161

11. SIBORONG-BORONG 21 101 16.866 17.214 34.080

12. SIMANGUMBAN 8 20 2.645 2.798 5.443

13. SIPAHUTAR 23 54 8.075 8.453 16.528

14. SIPOHOLON 14 47 8.409 8.745 17.154

15. TARUTUNG 31 91 13.979 15.425 29.404

TOTAL 243 673 101.997 107.294 209.291

(sumber:Data KPU Kabupaten Tapanuli Utara untuk Pemilu 2014)

2.1.3 Proses Penetapan Dapil di Kabupaten Tapanuli Utara

Pada pemilu legislatif periode 2009-2014, Kabupaten Tapanuli Utara yang terdiri dari 15 Kecamatan terbagi dalam 3 (tiga) Daerah Pemilihan (Dapil) untuk Dapil I terdiri dari 7 kecamatan meliputi Kecamatan Tarutung, Siatasbarita, Adiankoting, Pahae jae, Pahae Julu, Purbatua dan Simangumban, Dapil IIterdiri dari 5 kecamatan meliputi Kecamatan Siborongborong, Sipoholon, Muara,


(56)

Pagaran dan Parmonangan dan Dapil III terdiri 3 kecamatan meliputi Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan dan Garoga.

Namun pada pemilu legislatif periode 2014-2019 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi 5 (lima) daerah pemilihan karena alokasi kursi di dua daerah pemilihan pada pemilu 2009 lalu tidak sesuai lagi dengan pasal 27 ayat 2 UU No. 08 Tahun 2012 untuk pemilu 2014, yang mengatakan bahwa:

Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.

Merujuk pada pasal tersebut, 3 (tiga) daerah pemilihan pada Pemilu 2009 sudah tidak relevan lagi, karena jumlah kursi di 2 (dua) daerah pemilihan yaitu Dapil Taput I dengan jumlah kursi 13 (tiga belas) dan Dapil Taput II dengan jumlah kursi 14 (empat belas), sehingga sudah harus dilakukan pemekaran Daerah Pemilihan dengan menyesuaikan pada UU No. 08 Tahun 2012 termasuk dinamika perkembangan daerah setempat.

Setelah mendengar dan memperhatikan saran dan masukan dari pemangku kepentingan pada saat konsultasi publik sebagaimana yang dimanatkan dalam pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU No. 05 Tahun 2013 tentang Cara Penetapan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Setiap Daerah Pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dan merujuk pada UU. No. 08 Tahun 2012, maka KPU Kabupaten Tapanuli Utara telah memutuskan untuk memekarkan daerah pemilihan menjadi 5 (lima) daerah pemilihan untuk pemilu anggota DPRD


(57)

Kabupaten Tapanuli Utara dengan alokasi kursi sebanyak 35 kursi sesuai dengan jumlah penduduk di Kabupaten tersebut, yaitu:

1. Dapil Taput I meliputi Kecamatan Tarutung, Siatasbarita, Adiankoting

dengan alokasi kursi 8.

2. Dapil Taput II meliputi Kecamatan Sipoholon, Pagaran, Parmonangan

dengan alokasi kursi 7.

3. Dapil Taput III meliputi Kecamatan Siborongborong, Muara dengan

alokasi kursi 7.

4. Dapil Taput IV meliputi Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan, Garoga

dengan alokasi kursi 8.

5. Dapil Taput V meliputi Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua,

Simangumban dengan alokasi kursi 5.

Pemekaran daerah pemilihan tersebut dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip nilai, ketaatan dengan sistem pemilu yang proporsional, integritas wilayah, berada dalam wilayah yang sama, kohesivitas dan prinsip kesinambungan, juga mengakomodir masukan-masukan dari pemangku kepentingan yang dianggap dapat mendukung keterwakilan masyarakat di DPRD dan juga percepatan pembangunan di setiap daerah pemilihan karena daerah tersebut lebih terwakili. Penambahan daerah pemilihan tersebut berdasarkan Surat

Keputusan KPU Pusat nomor 94/Kpts-KPU/2013 tertanggal 9 Maret. 35

       35Sumber dari KPU Kab. Tapanuli Utara


(58)

2.2 Profil Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara

Lokasi penelitian berada di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarutung, Kecamatan Adiakoting dan Kecamatan Siatasbarita.Pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Tarutung yang merupakan Ibukota dari Kabupaten Tapanuli Utara. Ditinjau dari segi pembangunan, dapil ini sudah terbilang lebih maju dilihat dari tatanan kota dan instansi pemerintahan dibandingkan dari Dapil lain di Kabupaten Tapanuli Utara.

2.2.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

Dilihat dari jumlah penduduk dan luas daerah di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Adiankoting merupakan daerah terluas di dapil ini. Dari total jumlah penduduk di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 71217 jiwa dibagi dengan BPPd sebanyak 8992 Jiwa, maka jatah kursi di dapil I yaitu 8 kursi.Luas wilayah dan jumlah penduduk setiap kecamatan di Dapil I adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara

No. Kecamatan

Luas wilayah (࢑࢓࡭෡૛)

Jumlah penduduk (jiwa)

1. Tarutung 107,68 40.934

2. Siatas Barita 92,92 14.148

3. Adiankoting 502,90 16.135


(59)

2.2.2Mata Pencaharian Penduduk

Penduduk di wilayah dapil ini secara mayoritas hidup dari hasil-hasil pertanian dan perkebunan. Banyaknya lahan yang memiliki kadar subur sangat baik, sangat memungkinkan masyarakat untuk bercocok tanam dalam memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi masyarakat. Karena berada di daerah pegunungan, alamnya sangatlah subur, komoditi pertanian dan perkebunan rakyat sangatlah bagus untuk dikembangkan. Seperti kemenyan, kopi, coklat, salak, durian, nenas, kacang tanah, jagung serta tanaman palawija lainnya. Selain itu, masyarakat juga cenderung memelihara ternak dikarenakan banyaknya tumbuhan-tumbuhan yang bahkan secara gratis bisa didapatkan untuk keperluan makanan ternaknya. Mayoritas di dapil ini juga masih mengandalkan hasil kerajinan tenun sebagai penunjang hidup keseharian, sedangkan masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai hanya berkisar 30% dari jumlah penduduk di dapil ini.

Potensi utama daerah yaitu dibidang agribisnis dan sektor pariwisata.Dalam bidang agribisnis terdapat pengusaha kecil seperti pengusaha kacang sihobuk, kue putu yang merupakan oleh-oleh khas daerah tersebut dan pengusaha kecil lainnya yang terbukti mampu menggerakkan perekonomian masyarakat Tapanuli Utara khususnya sektor informal.

Di sektor pariwisata, wilayah di dapil ini dikenal dengan Kota Wisata Rohani dengan objek wisata religi Salib Kasih, banyak turis mancanegara dan domestik yang berkunjung ke objek wisata tersebut sehingga masyarakat di


(60)

daerah ini banyak yang memanfaatkan untuk berdagang souvenir. Selain itu objek wisata pemandian Air Soda dan Pemandian Air Hangat juga menjadi sumber mata pencaharian di dapil ini dan daya tarik dari dapil tersebut.

2.2.3 Kondisi Sosial Budaya

Masyarakat Tapanuli Utara khususnya di dapil ini sangat didominasi oleh

suku batak dan masih sengat kental dengan filosofi Dalihan Na Tolu.Sejak sejarah

berdirinya kabupaten ini atau bahkan sejarah dari setiap kecamatan di daerah pemilihan ini memang telah diwarnai dengan kehidupan yang sangat kental dengan adat istiadat batak. Kedatangan tokoh Dr.I.L Nomensen dan Munson – Leman ke kota ini dalam melakukan penginjilan kristen juga menjadikan perkembangan masyarakat yang beragama kristen sangat berkembang di kota ini, khususnya di kecamatan Tarutung, Siatas Barita dan Adiankoting. Sedangkan penduduk yang beragama islamdan agama lainnya masih tergolong minoritas di wilayah dapil ini.

2.2.4 Tingkat Pendidikan

Jika dilihat dari pendidikan di Dapil ini, bisa dikatakan bahwa pendidikan sudah cukup maju, dilihat dari tersedianya fasilitas pendidikan dengan banyaknya sekolah-sekolah mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA/SMK yang tersebar di setiap kecamatan di dapil ini, sehingga tingkat pendidikan di dapil ini cukup baik.


(61)

Tabel 2.4

Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Jenjang Sekolah

No. Kecamatan SD SMP SMA SMK

1. Tarutung 39 7 6 2

2. Adiankoting 24 6 1 -

3. Siatasbarita 14 3 - 3

(Sumber: Data BPS Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012)

2.2.5 Peta Geografis

Dilihat dari luas wilayah, luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara cukup luas yaitu 3.793,71 km² dan terdiri dari 15 Kecamatan dan merupakan kabupaten induk dari kabupaten yang memekarkan diri seperti Kabupaten Dairi, Toba samosir dan humbang Hasundutan. Berikut adalah peta geografis Kabupaten Tapanuli Utara dengan keseluruhan pembagian dapil yang ditetapkan KPUD Tapanuli Utara pada pemilihan legislatif periode 2014-2019, dimana daerah ini dibagi ke dalam lima daerah pemilihan.


(62)

Gambar 2.1

Peta Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara

(sumber:

http://bonapasogittapanuliutara.blogspot.com/2013/03/tapanuli-utara-lima-dapil-pileg.html, diakses tanggal 03 April 2014, pukul 09.20)

2.3 Daftar Calon Tetap Pemilu Legislatif di Dapil I

Alokasi kursi di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 35 kursi berdasarkan jumlah penduduk, sesuai pasal 26 ayat 2d UU No.8/2012, yang tersebar dalam lima daerah pemilihan. Jatah kursi di Dapil Taput I memperoleh jatah 8 kursi yang akan di perebutkan oleh para calon anggota legislatif di Dapil I.

Daftar calon tetap di Dapil I yang akan bersaing untuk memperebutkan jatah kursi sebanyak 80 calon yang terbagi dalam 12 partai politik. Berikut adalah daftar nama calon dan partai pengusung.


(63)

Tabel 2.5

Daftar Calon Tetap di Dapil I Kabupaten Tapauli Utara 1. PARTAI NASDEM

NO.

URUT NAMA CALON JK

1. FATIMAH HUTABARAT, SE P

2. IMMANUEL BUDI PRATAMA HUTAGALUNG, SE L

3. DAYAN HUTAPEA L

4. PESTA LUMBANTOBING P

5. NEW YEAR SAKTI HUTAURUK L

6. SAMUEL ENRICO LUMBANTOBING L

7. MARTUA SITUMORANG L

8. EWIS DEBORA LUMBANTOBING P

2. PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

1. DORGIS HUTAGALUNG L

2. ASMAN LUMBANTOBING L

3. YETTI MARIANA P

4. LANGLANG BUANA, SH L

5. FRANC KUTEMAN HUTAGALUNG L


(64)

3. PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

1. GHOZALI MUSLIM SIMORANGKIR L

2. MARTINEM P

4. PDI PERJUANGAN

1. TIURMA SILITONGA, SE P

2. Ir. BANGUN AUGUSTINUS BUTARBUTAR L

3. MARINTAN LUMBANTOBING, SE P

4. SUPARDI SINAMBELA L

5. SURYATI HUTABARAT P

6. FRIDO ERWIN SINAGA, A.Md L

7. MARULI PANJAITAN, S.Pd L

8. Ir. PANGIHUTAN HUTAPEA, SH, MM L

5. PARTAI GOLKAR

1. BANGUN LUMBANTOBING L

2. POSMA SIMARANGKIR, S.Sos L

3. TIURLAN BERLIANA TARIGAN P

4. MEI LASMEN HUTAGALUNG P

5. ROYAL PARULIAN SIMANJUNTAK, SE L


(65)

7. JANSEN SIMANJUNTAK L

8. JOSUA LUMBANTONING, A.Md L

6. PARTAI GERINDRA

1. HASOLOAN SINAGA L

2. TEGUH SUSANTO SIHOMBING L

3. ANI NORITA HUTABARAT, S.Pd P

4. JONGGI LUMBANTOBING L

5. MANUARANG PAUL LUMBANTOBING L

6. PRATIWI LUMBANTOBING, SST P

7. KRISTIAN SITUMORANG, SE L

8. ROIDA MANALU P

7. PARTAI DEMOKRAT

1. DAPOT HUTABARAT, SE L

2. SABAR MENANTI PANGGABEAN L

3. NERIANI LUMBANTOBING P

4. TONGAM LUMBANTOBING L

5. LEONARD HANSEN MANULLANG L

6. LILIS SURYATI NAPITUPULU P


(1)

Macridis, Roy C. 1996. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Nawawi, Hadari. 1994. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Rauf, Maswadi. 2001. Konsensus Politik dan Konflik Politik. Jakarta: Dirjen Dikti dan Depdiknas.

Robbin, Stephen P. 1978. Administrative Process: Integrating Theory and Practice. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.

Sanit, Arbi. 1982. Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan. Jakarta. Rajawali Press

Sitepu, Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Jurnal :

Deny Rendra dan Hery Suryadi. 2012. Dinamika Pergeseran Kekuasaan Politik di DPD Partai Demokrat Provinsi Riau. Jurnal FISIP Universitas Riau. Volume 10, Nomor 2,

Junaidi. Pergeseran Peran Partai Politik Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 22-24/PUU-VI/2008. Jurnal Ilmu Hukum, Volume 02 No. 2.


(2)

Rozidateno P.Hanida.Bentuk Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Konstituen di Daerah Pemilihannya. Jurnal Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Padang.

Peraturan dan Undang-Undang :

Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Legislatif anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004

Peraturan KPU Nomor 05 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penetapan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten

Situs Internet : 

Haria Orbit Online. Diakses tanggal 07 Mei 2014 pukul 15.01

Konflik, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik. Diakses tanggal 26 Mei 2014, pukul 09.53


(3)

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle. Diakses tanggal 24 Mei 2014 pukul 12.50

http://bonapasogittapanuliutara.blogspot.com/2013/03/tapanuli-utara-lima-dapil-pileg.html, diakses tanggal 03 April 2014, pukul 09.20

http://bakkaranauli.wordpress.com/2011/10/27/profil-sejarah-kabupaten-tapanuli-utara/. Diakses tanggal 03 April 2014, pukul 09.00

                             


(4)

Lampiran 1

Pedoman Wawancara Untuk Calon Legislatif 2014 di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara

1. Apakah anda tahu sistem pemilu apa yang digunakan saat ini? 2. Bagaimana tanggapan anda dengan sistem pemilu saat ini?

3. Bagaimana peta persaingan antar calon dengan mekanisme suara terbanyak?

4. Apakah menurut anda dengan sistem saat ini rentan timbulnya konflikdi internal partai?

5. Apakah anda setuju dengan sistem pemilu saat ini?

6. Bagaimana sikap partai dalam mengantisipasi konflik di internal? 7. Bagaimana menurut anda tentang konflik di internal partai?


(5)

Lampiran 2

Pedoman Wawancara Untuk Anggota KPU KAbupaten Tapanuli Utara 1. Bagaimana pelaksanaan pemilu legislatif 2014?

2. Apakah sistem pemilu saat ini rentan timbulnya konflik?

3. Dalam setiap pelaksanaan pemilu, apakah sering menimbulkan konflik? 4. Bagaimana menurut anda dengan penerapan sistem pemilu saat ini? 5. Apakah perubahan sistem pemilu lebih mengundang timbulnya konflik? 6. Bagaimana menurut anda tentang konflik di internal partai?

7. Administrasi apa saja yang harus dipenuhi dalam penetapan calon legislatif?


(6)

Lampiran 3

Pedoman Wawancara Untuk Masyarakat di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara

1. Bagaimana tanggapan anda tentang calon-calon legislatif saat ini?

2. Menurut anda apakah akan sangat rentan timbul konflik dalam pemilu legislatif 2014?

3. Bagaimana peran saat ini dalam menetapkan calon legislatif ?

4. Apakah anda mengenal siapa calon yang akan mewakili aspirasi anda di DPRD?

5. Bagaimana pandangan anda terhadap money politik?

6. Apakah partai saat ini telah melakukan fungsinya dengan baik? 7. Bagaimana menurut anda dengan sistem peilu saat ini?