MAKALAH OCEANOGRAFI POTENSI DAN PERMASAL

MAKALAH OCEANOGRAFI
POTENSI DAN PERMASALAHAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Guna Memenuhi Tugas Semester 2 Mata Kuliah Oceanografi
Dosen Pengampu Prof. Dr. Chatarina Muryani , M. Si

Disusun Oleh
Bima Sigit Kuspriyadi

( K5412020)

Agnes Saputri

( K5415003 )

Agus Tofa Adi Wibowo

( K5415004 )

Anggita Puspitosari

( K5415010 )


Emilia Naura

( K5415021 )

Hari Triyoga

( K5415026 )

Khoiriyyah Iffa

( K5415031 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2016

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk melengkapi
tugas kelompok pada mata kuliah yang bersangkutan. Tak lupa juga kami ucapkan terimakasih yang
sebesar - besar nya kepada Dosen Pengampu mata kuliah Oceanografi yaitu Prof. Dr. Chatarina Muryani
sebagai dosen pengajar yang telah meluangkan waktu untuk mengajar kami mahasiswa Pendidikan
Geografi angkatan 2015.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu penulis
sangat berharap kepada pembaca untuk bersedia menyampaikan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
digunakan sebaik-baiknya. Terimakasih.

Surakarta, Mei 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508
pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2 .Wilayah lautan yang luas tersebut menjadikan

Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah
ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat
penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan
Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia
sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Potensi sumberdaya alam kelautan ini tersebar di seluruh Indonesia dengan beragam nilai dan
fungsi, antara lain nilai rekreasi (wisata bahari), nilai produksi (sumber bahan pangan dan
ornamental) dan nilai konservasi (sebagai pendukung proses ekologis dan penyangga kehidupan di
daerah pesisir, sumber sedimen pantai dan melindungi pantai dari ancaman abrasi) (Fossa dan Nilsen,
1996). Ditinjau dari aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang menjadi tumpuan hidup bagi
masyarakat pesisir di sekitarnya (Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi
sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada
umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐
puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu
karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang
hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat tinggi.
Terumbu karang sangat mudah terpengaruh oleh kondisi lingkungan sekitarnya baiksecara
fisik juga biologis. Akibat kombinasi dampak negatif langsung dan tidak langsung pada terumbu

karang Indonesia, sebagian besar terumbu karang di wilayah Indonesia saat ini sudah mengalami
kerusakan yang sangat parah.
Oleh karena itu, untuk memperkecil tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang adalah
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya menjaga kelestarian terumbu karang
dan meningkatkan keterlibatan semua pihak dalam menjaga kelestarian terumbu karang di
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ekosistem terumbu karang?
2. Bagaimana persebaran ekosistem terumbu karang?
3. Apa saja potensi yang dimiliki oleh ekosistem terumbu karang?
4. Apa saja permasalahan terumbu karang yang terjadi di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekositem Terumbu Karang

Gambar 1 : Terumbu Karang ( Sumber : World Resources Institute )

Terumbu karang adalah struktur fisik yang terbentuk oleh kegiatan banyak hewan karang kecil ( polip ) yang

hidup dalam koloni besar dan membentuk kerangka kapur bersama-sama. Selama ribuan tahun, gabungan massa
kerangka kapur tersebut membentuk terumbu besar, yang sebagian diantaranya tampak dari angkasa. ada sekitar
800 spesies karang pembentuk terumbu, yang membutuhkan persyaratan yang rumit, yakni membutuhkan perairan
yang jernih, tembus cahaya, dan hangat. Hewan karang yang hidup sendiri, yang dikenal dengan polip, memiliki tubuh
seperti tabung dan mulut yang berada di tengah yang dikelilingi oleh tentakel penyengat, yang dapat menangkap
makanan. Di dalam jaringan tubuh polip, hidup mikroalga (zooxanthellae) yang membutuhkan cahaya matahari agar
tetap hidup. Alga ini mengubah cahaya matahari menjadi zat gula (glukosa), yang menghasilkan tenaga untuk
membantu kehidupan inang karangnya. Alga ini juga memberikan warna cerah pada karang.
Permukaan tiga dimensi yang rumit dari terumbu karang menjadi tempat tinggal bagi banyak spesies lain.
Sekitar 4.000 spesies ikan ditemui di sini (lebih kurang seperempat dari keseluruhan spesies ikan laut), bersama
dengan beraneka ragam biota lainnya seperti imoluska, krustasea, bulu babi, bintang laut, spons, cacing tabung,
dan banyak lagi lainnya. Kemungkinan ada sejuta spesies ditemui di dalam habitat seluas kira-kira 250.000 km
Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting di Indonesia, yang
menempati area 7500 km² dari luas perairan Indonesia termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(ZEEI) 7,1 juta Km². Dari luas tersebut, jumlah yang sudah rusak tercatat sekitar 71%, sedangkan
yang masih baik sekitar 22,5%, dan sangat baik 6,5% ( Supriharyono, 2002;10 ). Terumbu karang
merupakan suatu ekosistem di dasar laut tropis dibangun terutama oleh biota penghasil kapur,
khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar
lainnya, seperti jenis-jenis moluska, crustacea, echinodermata, polychaeta, porifera dan tinucata
serta biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis

ikan.
Terumbu karang merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui ( renewable ) berupa ekosistem

FoTo: Mark godFrey

persegi (lebih kurang seluas negeri inggris).

khas tropik yang tersusun dari endapan-endapan padat mineral calcite atau calespar atau gamping
bioklastik (CaCO3) yang dihasilkan oleh karang hermatifik dan alga berkapur, serta merupakan
habitat bagi beberapa biota laut untuk berkembang biak, tumbuh dan berasosiasi dalam suatu sistem
kehidupan yang seimbang. Sehingga, terumbu karang dapat dikatakan hutan tropis laut.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya
matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup
jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis
dengan zooxanthellae dan tidak membentuk karang.
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi
lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20 oC. Terumbu karang juga
memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi. Hal ini dapat berpengaruh
pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang. Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya
matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak

pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga
melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air
dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.
1. Jenis-Jenis Terumbu Karang
1.1. Berdasarkan letak
a. Terumbu karang tepi ( fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari
pulau-pulau besar.

Perkembangannya

bisa

mencapai kedalaman

40

meter dengan

pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya,

terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian
endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan
terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten),
Nusa Dua (Bali).

Gambar 2 : Taman Laut Bunaken ( Sumber : http://nicoseptadela.blogspot.co.id )

b. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah
laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang
membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer.

Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk
gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan
Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

Gambar 3 : Kepulauan Banggai ( Sumber :
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/94 )

c. Terumbu karang cincin ( atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau
vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut
Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang,
dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua
(Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua).
d. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island).
Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis,
membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau
vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan
Ujung Batu (Aceh).

Gambar 4 : Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu ( Sumber : http://www.indonesiawisata.info )

1.2 Berdasarkan Zonasi
a. Terumbu yang menghadap angin

Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef). Windward
merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang
menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman

sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15
meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi
dan karang tumbuh dengan subur. Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas
teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu
tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga. Akhirnya zona
windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.
b. Terumbu yang membelakangi angin
Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah
datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit
daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman
goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang
karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih
besar.
1.3 Berdasarkan kepada Kemampuan memproduksi Kapur
a. Karang hermatipik
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal
menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis. Karang hermatipik
mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah
pertumbuhannya selalu bersifat fototeopik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan
pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar

perairan tersebut.
b. Karang ahermatipik.
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar
luas diseluruh dunia. Perbedaan utama karang Hermatipik dan karang ahermatipik adalah adanya
simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae unisular
(Dinoflagellata unisular), seperti Gymnodi niummicroadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan
polip binatang karang dan melaksanakan fotosistesis. Hasil samping dari aktivitas ini adalah
endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya
digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.
1.3 Berdasarkan Bentuk dan Tempat Tumbuh
a. Terumbu (reef)

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya
dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur,
seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar
suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang
terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup) di laut dangkal.
b. Karang (koral)
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum
Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses pembentukan terumbu karang
maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang
pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu
yang disebut polip. Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.

Gambar 5 : Coral Reef (Photograph by Raul Touzon, National Geographic )

c.

Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda dari karang
lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu
cadas atau batuan vulkanik.

Gambar 6 : Euphyllia Corals ( Sumber : http://www.qualitymarine.com )

d. Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur
(CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang
hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta,
Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk
jenis-jenis Plankton dan jenis-jenis nekton.
Terumbu karang dapat tumbuh dengan baik di perairan laut dengan suhu 21° - 29° C. Masih dapat
tumbuh pada suhu diatas dan dibawah kisaran suhu tersebut, tetapi pertumbuhannya akan sangat
lambat. Karena itulah terumbu karang banyak ditemukan di perairan tropis seperti Indonesia
dan juga di daerah sub tropis yang dilewati aliran arus hangat dari daerah tropis seperti Florida,
Amerika Serikat dan bagian selatan Jepang.
Karang membutuhkan perairan dangkal dan bersih yang dapat ditembus cahaya matahari
yang

digunakan

oleh

zooxanthellae untuk

berfotosintesis. Pertumbuhan karang pembentuk

terumbu pada kedalaman 18-29 m sangat lambat tetapi masih ditemukan hingga kedalaman lebih
dari 90 m. Karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk tumbuh, oleh karena itu, di sekitar
mulut sungai atau pantai atau sekitar pemukiman penduduk akan lambat karena karang membutuhkan
perairan yang kadar garamnya sesuai untuk hidup.
Terumbu karang mempunyai nilai yang tinggi antara lain kawasan perikanan yang subur, bahan
untuk farmasi, daya tarik bagi wisatawan khususnya yang dapat menambah devisa negara. Selain itu
secara fisik karang dapat melindungi pantai dari degradasi dan abrasi.
Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang tergantung pada kondisi lingkungannya.
Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali berubah karena adanya
gangguan, baik yang berasal dari alam atau aktivitas manusia. Gangguan dapat berupa faktor fisikkimia dan biologis. Faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi kehidupan dan atau laju
pertumbuhan karang, antara lain adalah cahaya matahari, suhu air, salinitas dan sedimen. Sedangkan
faktor biologis, biasanya berupa predator atau pemangsanya.

Berikut faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan ekosistem terumbu karang
1. Suhu
Secara global, sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada
suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu
karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan
dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.
2. Salinitas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas air yang tetap di atas 30 ‰
tetapi di bawah 35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang
mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas.
Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang
di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.

3. Cahaya dan Kedalaman
Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae
yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di
perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25
meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu
adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
4. Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi
cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
5. Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak
struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu
karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat
memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya
pengendapan pada koloni atau polip karang.
6. Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan
bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif
apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang
sehingga berakibat pada kematian karang.
7. Sedimen
Karang umumnya tidak tahan terhadap sedimen. Karena sedimen merupakan faktor pembatas
yang potensial bagi sebaran karang di daerah dimana suhu cocok untuk hewan ini.
B. Persebaran Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2, dengan batas sebaran
di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS. Terumbu karang dapat ditemukan di
109 negara di seluruh dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami
kerusakan atau dirusak oleh kegiatan manusia setidaknya terjadi di 93 negara.

Gambar 7 : Distribusi terumbu karang dunia ( Sumber : http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?
option=com_content&task=view&id=20&Itemid=48 )

Berdasarkan distribusi geografinya maka 60% dari terumbu dunia ditemukan di Samudera Hindia
dan Laut Merah, 25% berada di Samudera Pasifik dan sisanya 15% terdapat di Karibia. Pembagian
wilayah terumbu karang dunia yang lain dan lebih umum digunakan adalah:
a. Indo-Pasifik
Region Indo-Pasifik terbentang mulai dari Asia Tenggara sampai ke Polinesia dan Australia, ke
bagian barat sampai ke Samudera sampai Afrika Timur. Region ini merupakan bentangan
terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska.
b. Atlantik bagian barat
Region Atlantik Barat terbentang dari Florida sampai Brazil, termasuk daerah Bermuda, Bahamas,
Karibia, Belize dan Teluk Meksiko.
c. Laut Merah
Region Laut Merah, terletak di antara Afrika dengan Saudi Arabia.
Terumbu karang adalah ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah IndoPasifik. Terbatasnya penyebaran terumbu karang di perairan tropis dan secara melintang terbentang
dari wilayah selatan Jepang sampai utara Australia dikontrol oleh faktor suhu dan sirkulasi
permukaan (surface circulation). Penyebaran terumbu karang secara membujur sangat dipengaruhi
oleh konektivitas antar daratan yang menjadi stepping stones melintasi samudera. Kombinasi antara
faktor lingkungan fisik (suhu dan sirkulasi permukaan) dengan banyaknya jumlah stepping stones
yang terdapat di wilayah Indo-Pasifik diperkirakan menjadi faktor yang sangat mendukung luasnya
persebaran terumbu karang dan tingginya keanekaragaman hayati biota terumbu karang di wilayah
tersebut.
Segitiga Terumbu Karang
Segitiga Terumbu karang, yang mencakup sebagian Asia Tenggara dan Pasifik Barat, merupakan pusat
keanekaragaman hayati laut dunia. Kawasan ini mempunyai kekayaan spesies karang dan ikan karang yang lebih
besar dibandingkan dengan tempat lain mana pun di muka bumi ini. Batas ekologis Segitiga Terumbu karang (warna
hijau pada Peta ), yang dinamai demikian karena bentuk segitiganya jelas, memiliki hampir 73.000 km2 terumbu
karang (29% dari luas terumbu karang dunia), dan membentang di sebagian wilayah enam negara, yaitu indonesia,
Malaysia, Papua nugini, Filipina, kepulauan Solomon, dan Timor-leste dan daerah tersebut menjadi batas ekologis
dengan Pusat Segitiga Terumbu karang. Namun, karena Pusat Segitiga Terumbu karang ditetapkan sepenuhnya
atas pertimbangan biologis dan bukan politis. Kawasan Segitiga Terumbu karang mencakup ZEE utuh keenam
negara tersebut, yang daerah pelaksanaannya telah disepakati oleh negara tersebut sebagai upaya Segitiga
Terumbu karang, ditambah negara yang bersebelahan, yaitu Brunei Darussalam dan Singapura. Kawasan
Segitiga Terumbu karang mencakup lebih dari 86.500 km2 daerah terumbu karang (35% dari luas terumbu
karang dunia).

Gambar8 : Segitiga Terumbu Karang ( Sumber : World Resources Institute )

Terumbu karang di Indonesia ditemui sangat berlimpah di wilayah kepulauan bagian timur
(meliputi Bali, Flores, Banda dan Sulawesi). Namun juga terdapat di perairan Sumatera dan Jawa.
Indonesia menopang tipe terumbu karang yang bervariasi (terumbu karang tepi, penghalang dan
atol). Namun tipe terumbu karang yang dominan di Indonesia ialah terumbu karang tepi.
Terumbu karang tepi ini dapat dijumpai sepanjang pesisir Sulawesi, Maluku, Barat dan Utara
Papua, Madura, Bali, dan sejumlah pulau-pulau kecil di luar pesisir Barat dan Timur Sumatera. Tipe
Patch reefs (terumbu karang yang mengumpul) paling baik terbentuk di wilayah Kepulauan Seribu,
sedangkan terumbu karang penghalang paling baik terbentuk di sepanjang tepi Paparan Sunda,
bagian Timur Kalimantan dan sekitar Kepulauan Togean (Sulawesi Tengah). Terdapat pula beberapa
atol, contohnya ialah Taka Bone Rate di Laut Flores merupakan atol terbesar ketiga di dunia.

Gambar 9 : Persebaran Terumbu Karang di Indonesia ( Sumber : Dahuri, 2001 )

C. Potensi Ekositem Terumbu Karang
Terumbu karang yang dinamis dan sangat produktif tidak hanya menjadi habitat yang penting
bagi banyak spesies, namun juga memberikan jasa lingkungan yang mutlak penting bagi jutaan orang
yang bergantung kepadanya.

1. Sumber Pangan dan Mata Pencaharian
Seperdelapan dari penduduk dunia sekitar 850 juta orang tinggal dalam jarak 100 km dari
terumbu karang dan kemungkinan memperoleh jasa lingkungan dari terumbu karang. Lebih dari
275 juta orang di dunia tinggal dekat sekali dengan terumbu karang (kurang dari 10 km dari pesisir
dan dalam jarak 30 km dari terumbu karang), yang ketergantungannya tinggi pada terumbu karang
sebagai sumber pangan dan mata pencaharian. Di daerah tersebut, ikan karang merupakan sumber
protein penting, yang menyumbang sebanyak seperempat dari jumlah tangkapan ikan di beberapa
negara berkembang. Terumbu karang yang sehat dan dikelola dengan baik di Samudra Hindia
atau Pasifik dapat menghasilkan 5-15 ton makanan laut per km2 dalam setahun Di negara dalam
Kawasan Segitiga Terumbu Karang, persentase penduduk yang bergantung pada terumbu karang
jauh lebih tinggi. Sebanyak 88% penduduk di kawasan ini –hampir 320 juta orang –tinggal dalam
jarak 100 km dari terumbu karang. Sebanyak 31% penduduk sekitar 114 juta orang –tinggal sangat
dekat dengan terumbu karang (dalam jarak 30 km) dan kemungkinan sangat bergantung pada
terumbu karang.
Interaksi Penduduk dengan Terumbu Karang
Zona pesisir Indonesia menopang kehidupan sekitar 60% dari 182 juta penduduk Indonesia.
Pada beberapa wilayah tertentu, komunitas lokal sangat bergantung kepada banyak tipe terumbu
karang dan hewan laut di terumbu karang, untuk pakan sehari-hari dan untuk diperdagangkan.
Termasuk di dalamnya ialah penyu, berbagai jenis ikan, berbagai jenis moluska (hewan bertubuh
lunak yakni kerang dan siput laut), krustasea (udang-udangan) dan ekhinodermata (hewan berkulit
duri contohnya teripang).
Keuntungan yang diperoleh bagi penduduk dari terumbu karang sangatlah beragam, seperti
halnya:Terumbu karang secara tradisional dimanfaatkan sebagai bahan bangunan karena
mengandung kapur. Demikian pula pasir yang diambil dari ekosistem terumbu karang digunakan
sebagai bahan campuran semen. Kerang atau tiram raksasa diambil cangkangnya untuk dijadikan
bahan pembuat lantai bangunan.Terumbu karang menyediakan sumber pakan yang berlimpah
bagi penduduk Indonesia. Banyak sekali ikan-ikan karang, hewan-hewan moluska, ekhinodermata
dan krustasea ditangkap, dan dimakan karena mereka memiliki daging yang bergizi tinggi sebagai
sumber pakan.
2. Diversitas hewan dan tumbuhan yang berasosiasi dengan terumbu karang
Reaka-Kudla (1994) dalam Paulay (1997) menduga bahwa 33.000-60.000 spesies hewan dan
tumbuhan hidup menempati terumbu. Menurut Paulay (1997) setidaknya ada 30 filum hewan
yang berasosiasi denga terumbu karang.
Dikenal dari Terumbu karang
Porifera
Cnidaria
Dicyemida
Gnatosthostomulida
Nematoda
Kinorhyncha
Loricifera
Rotifera
Tardigrada
Echiura
Molllusca
Arthropoda

Placozoa
Ctenophora
Platyhelminthes
Gastrotricha
Nematomorpha
Priapula
Acanthocephala
Entoprocta
Nemertea
Sipun cula
Annelida
Phoronida

Tdk dikenal dari Terumbu
karang
Onychopora (nonmarine)
Orthonectida (3genera 2
monospecific)
Pogonophora (largely deep sea)
Cycliophora (monospecpic)
Total : 4

Bryozoa
Chaetognatha
Hemichordata
Total : 30

Branchiopoda
Echinodermata
Chordata

Jenis algae yang berasosiasi dengan terumbu karang sangat banyak jumlahnya. Di Indonesia
timur tercatat sebanyak 765 spesies rumput laut yang terdiri dari 179 spesies algae hijau, 134
spesies algae coklat dan 452 spesies alga merah (Nontji, 1987). Untuk jenis moluska disebutkan
oleh Wells (2002) bahwa diperairan terumbu karang Raja Ampat Papua itemukan sejumlah 699
spesies moluska. Jumlah spesies sponge yang ada di perairan Indonesia disebutkan oleh Tanaka et
al (2002) dalam Dahuri (2003) sebanyak 700 spesies. Jumlah ini lebih rendah dari yang
dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana (2001), Van Soest (1989) dan Moosa (1999) yang
menyebutkan jumlah 850 spesies sponge. Tomascik dkk (1997) menyebutkan jumlah spesies
sponge sebanyak 3000 spesies berdasarkan ekspedisi Siboga dan 1500 spesies hasil ekspedisi
Snellius II. Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies (Dahuri,
2003). Angka yang dikemukakan Tomascik dkk (1997) sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254
negara di temukan di perairan Pulau Komodo. Sementara itu Allen (2002) menyatakan bahwa di
Kepulauan Raja Ampat terdapat kekayaan kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia
dan sedikitnya terdapat 970 spesies.
3. Pariwisata
Di banyak negara tropis, terumbu karang menjadi objek pariwisata yang sangat penting.
Terumbu karang menarik bagi penyelam, perenang yang menggunakan snorkel, dan pemancing
sebagai hiburan, dan juga memungkinkan tersedianya pasir putih di pantai. Di seluruh dunia, lebih
dari 100 negara/wilayah mendapatkan keuntungan dari pariwisata yang berhubungan dengan
terumbu karang. Di kalangan negara yang berada di Kawasan Segitiga Terumbu Karang, pariwisata
di Malaysia dan Kepulauan Solomon merupakan sektor ekonomi yang berkembang pesat dan
menyumbang kira-kira 9% dari PDB pada tahun 2009. Di Timor-Leste, pariwisata menyumbang 3%
dari PDB, 2% di Filipina, dan hanya lebih dari satu persen di Indonesia.
Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumber daya laut yang sangat penting di
Indonesia. Sumber daya terumbu karang merupakan salah satu sumber pendapatan utama dan
bagian dari hidup nelayan. Terumbu karang juga mempunyai nilai estetika sangat tinggi yang
dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata yang dapat meningkatkan devisa negara. Secara fisik
karang melindungl pantal dari degradasi dan abrasi.
Berikut ini lima taman laut Indonesia yang sangat eksotis.
a. Karimunjawa (Jawa Tengah)

Gambar 10 : Karimunjawa ( Sumber : http://news.lewatmana.com )

Taman Nasional Karimun jawa terletak di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah yang terdiri dari 22 pulau. Taman nasional ini memiliki lima tipe ekosistem, yakni hutan
hujan tropis dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, dan tentunya terumbu karang serta
padang lamun dan rumput laut. Berbagai flora khas hidup di taman bawah laut yang di lokasi ini,
seperti penyu hijau dan penyu sisik yang sudah mulai langka.
b. Bunaken (Sulawesi Utara)
Taman bawah laut nasional ini berada pada Segitiga Terumbu Karang yang menjadi habitat
bagi hampir 390 spesies terumbu karang. Wajar saja jika Taman Nasional Bunaken dikenal
memiliki ekosistem terumbu karang yang sangat kaya. Selain itu, ada pula sekitar 90 spesies ikan,
serta berbagai jenis reptil, moluska, dan mamalia laut. Kemudian, jenis-jenis tumbuhan seperti
alga dan rumput juga dapat ditemukan di taman bawah laut ini

Gambar 11 : Taman Laut Nasional Bunaken ( Sumber : http://en.gocelebes.com )

Sebagai taman nasional, objek wisata bawah laut Indonesia yang berlokasi di Sulawesi Utara
ini diresmikan pada tahun 1991. Luas wilayahnya mencapai 890,65 km persegi dengan 97 % di
antaranya merupakan habitat laut. Sisanya yang tiga persen merupakan daratan yang terdiri atas
lima pulau, yang terdiri atas Pulau Bunaken, Siladen, Manado Tua, Naen, dan Mantehage.
Berbagai spesies hewan hidup pula di daratannya itu, seperti kuskus dan rusa.

c. Wakatobi (Sulawesi Tenggara)
Objek wisata bahari yang satu ini berlokasi di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Wilayah seluas 1,39 juta hektar ini ditetapkan sebagai Taman Laut Nasional Wakatobi pada tahun
1996 oleh pemerintah. Taman laut ini ini merupakan salah satu surga terumbu karang dunia,
dengan jumlah ekosistem terumbu karang mencapai 875 jenis, hanya kalah dari Laut Karibia.
Lalu, ada pula 600 spesies ikan dan jenis biota laut lainnya. Memiliki kedalaman air yang sangat
bervariasi, dengan bagian terdalam mencapai satu kilometer di bawah permukaan air laut, Taman
Laut Nasional Wakatobi menjadi salah satu objek wisata bahari favorit di Indonesia bagi para
petualang alam bawah laut. Tidak hanya itu, sekarang kawasan ini juga sudah resmi menjadi pusat
penelitian dan konservasi bawah laut tingkat internasional, berkat kekayaan keanekaragaman
hayati laut yang dimilikinya.

Gambar 12 : Pulau Wakatobi ( Sumber : http://www.ku2h.com )

d. Banda (Maluku)
Kawasan ini juga merupakan salah satu taman laut terindah di dunia, dengan posisinya yang
berada dalam gugusan sepuluh pulau, termasuk Pulau Neira dan Pulau Gunung Api di Kepulauan
Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Selain memiliki banyak spesies terumbu karang,
Taman Laut Banda ini juga menyimpan populasi hiu dan kerapu yang sangat besar. Tidak heran
jika taman laut ini menjadi Kawasan Warisan Dunia pada tahun 2006.
e. Raja Ampat (Papua Barat)
Keanekaragaman hayati dan biota laut di kawasan Taman Nasional Raja Ampat ini merupakan
yang paling kaya dari seluruh area taman laut di wilayah segitiga koral dunia, Philipina-IndonesiaPapua Nuigini yang dilindungi oleh konservasi perlindungan alam internasional. Dengan luas
mencapai 4 juta hektar, objek wisata bawah laut Indonesia yang terletak di barat laut kepala
burung Pulau Papua ini menjadi taman laut terbesar di Indonesia.

4. Perlindungan Garis Pantai
Melampaui nilai biologisnya, struktur fisik terumbu karang melindungi kira-kira 150.000
km garis pantai di lebih dari 100 negara/wilayah. Terumbu karang meredam hempasan gelombang,
mengurangi erosi yang terus terjadi, dan mengurangi banjir dan kerusakan akibat gelombang ketika
badai. Fungsi tersebut melindungi tempat tinggal manusia, prasarana, dan ekosistem pesisir yang
berharga seperti padang lamun dan hutan mangrove. Beberapa negara khususnya yang berupa atol
yang rendah seperti Maladewa, Kiribati, Tuvalu, dan Kepulauan Marshall, dan juga Kepulauan
Carteret di Papua Nugini dan ba- nyak kepulauan kecil lainnya di dalam Segitiga Terumbu Karang
– berupa terumbu karang seluruhnya dan tidak akan ada, kecuali karena terumbu lingkaran pinggir
yang melindunginya. Di seluruh Kawasan Segitiga Terumbu Karang, kira-kira 45% garis pantainya
dilindungi oleh terumbu karang. Persentase tertinggi garis pantai yang terlindung ini ada di
Kepulauan Solomon (70%) dan Filipina (65%). Manfaat ekonomi bersih per tahun dari terumbu
karang yang melindungi garis pantai ini diperkirakan sebanyak US$ 387 juta bagi Indonesia dan
US$ 400 juta bagi Filipina pada tahun 2000 (yang telah dikonversi menjadi nilai US$ pada tahun
2010).
5. Pengobatan Penyakit
Banyak spesies penghuni karang membentuk senyawa kimia yang rumit, misalnya bisa dan
bela diri kimiawi, untuk membantu kelangsungan hidup mereka di habitat yang sangat bersaing ini.
Banyak diantara senyawa tersebut memiliki potensi untuk dijadikan bahan dasar bagi obat-obatan
yang dapat menyelamatkan nyawa manusia. Penjajakan dalam pengobatan atas penggunaan senyawa
yang berasal dari terumbu karang ini hingga sekarang meliputi pengobatan kanker, HIV, malaria,
dan penyakit lainnya. Oleh karena hanya sebagian kecil dari biota terumbu karang yang sudah
diambil sebagai contoh, potensi masih besar untuk menemukan obat-obatan baru yang tidak
ternilai.
D. Permasalahan di Ekosistem Terumbu Karang
Kondisi karang di Indonesia pada saat ini adalah 4% dalam kondisi kritis, 46% telah mengalami
kerusakan, 33% kondisinya masih bagus dan kira-kira hanya 7 % yang kondisinya sangat bagus.
Bertambahnya berbagai aktivitas manusia yarng berorientasi di daerah terumbu karang akan
menambah tekanan dan sebagai dampaknya adalah turunnya kualitas terumbu karang. Jika kegiatan
yang berhubungan dengan terumbu karang tidak segera dilakukan dengan baik maka persentase
terumbu karang dengan kriteria kritis akan bertambah dengan cepat. Berikut bentuk – bentuk
permasalahan yang ada di ekosistem terumbu karang
1. Pembangunan Pesisir
Pembangunan di wilayah pesisir terkait dengan permukiman penduduk, industri, budidaya
perikanan atau prasarana dapat memberikan pengaruh sangat besar terhadap ekosistem di sekitar
pantai. Dampak dari pembangunan pesisir terhadap terumbu karang dapat terjadi langsung melalui
kerusakan fisik seperti pengerukan atau penimbunan tanah, atau secara tidak langsung melalui
bertambahnya limpasan endapan, pencemaran, dan limbah cair. Pembangunan di sepanjang pesisir
mengancam lebih dari 30% terumbu karang di Kawasan Segitiga Terumbu Karang, yang lebih dari 15%
terumbu karang dalam menghadapi ancaman tingkat tinggi. Ancaman ini khususnya tinggi di Filipina,

dimana penduduk di pesisirnya padat dan pembangunan mengancam lebih dari separuh terumbu
karang.
Contoh kasus reklamsi pantai yang ada di Indonesia yang merusak terumbu karang adalah di wilayah
perairan Makassar. Populasi dan kualitas terumbu karang di tiga pulau di pesisir Kota Makassar,
Sulawesi Selatan, menurun drastis. Beberapa faktor eksternal dicurigai sebagai penyebabnya,
termasuk proyek reklamasi untuk pembangunan Centre Point of Indonesia (CPI).
Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Marine Science Diving Club
(MSDC) Universitas Hasanuddin, pada awal Desember 2015 lalu. Melalui metode point transect,
penelitian ini menunjukkan adanya tren penurunan kualitas terumbu karang di tiga pulau yang
diteliti, yaitu Pulau Barang Lompo, Barrang Caddi dan Samalona.
“Dari ketiga pulau yang kami teliti memang terlihat adanya penurunan populasi atau
persentase ketertutupan terumbu karang dalam empat tahun terakhir. Yang paling parah terjadi di
Pulau Samalona, pulau terdekat dari Kota Makassar,” ungkap Ketua MSDC, Hardin Lakota, di
Makassar, Sabtu (9/1/2016).
Penelitian ini mengambil sampel di dua titik pada masing-masing pulau, yaitu di kedalaman 3
meter dan 7 meter, dengan panjang transek 100 meter. Jarak yang dianggap sudah mewakili pulau
yang diteliti.
Menurut Hardin, untuk mengetahui kualitas karang bisa dihitung dari persentase karang hidup
di masing-masing pulau yang diteliti. Indikatornya adalah jika kondisi ketertutupan antara 75-100
persen maka kualitasanya sangat baik. Antara 50 – 75 persen baik, dan jika di bawah 50 persen
maka dikategorikan buruk.
“Hasilnya menunjukkan bahwa pada tahun 2015 ini kondisi ketertutupan karang rata-rata di
angka 30-an persen, yang berarti termasuk dalam kategori buruk.”
Dari grafik yang ditunjukkan Hardin, menunjukkan bahwa di Pulau Barrang Caddi, kondisi
terumbu karangnya sempat mengalami kenaikan pada tahun 2013, yaitu 67 persen, dari
sebelumnya yang hanya 56 persen. Namun, pada tahun 2014 menurun menjadi 47 persen. Pada
tahun 2015 kembali mengalami penurunan hingga 33 persen.

Grrafik 1 : Kondisi Terumu Karang Makassar ( Sumber : http://www.mongabay.co.id )

2. Pencemaran yang Berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kegiatan manusia yang jauh di pedalaman dapat mempengaruhi perairan pesisir dan terumbu
karang. Ketika hutan ditebang atau sawah dibajak, erosi membawa endapan ke sungai. Di Kawasan

Segitiga Terumbu Karang, yang pembukaan lahan dan budidaya pertanian sering dilakukan di lereng
yang curam dan di tempat yang bercurah hujan tinggi, pengaruhnya bahkan lebih jelas.Limpasan
pupuk dan pestisida juga turut mengalir melalui sungai ke terumbu karang. Ternak dapat menambahi
masalah ini melalui penggembalaan secara berlebihan atau limpasan kotoran ternak. Begitu mencapai
pesisir, endapan, unsur hara, dan bahan pencemar menyebar ke perairan terdekat. Hutan mangrove
dan padang lamun, yang dapat membantu menjebak endapan dan mengambil unsur hara dari air,
dapat mengurangi dampak tersebut terhadap terumbu karang Lebih dari 45% terumbu karang di
Kawasan Segitiga Terumbu Karang terancam oleh endapan dan pencemaran yang berasal dari DAS,
yang lebih dari 15% dianggap menga- lamai ancaman tingkat tinggi. Ancaman ini tinggi terutama di
banyak daerah di Filipina, Indonesia bagian tengah, Timor-Leste, dan seagian Kepulauan Solomon.
3. Pencemaran dan Kerusakan yang Berasal dari Laut
Kapal dagang, kapal pesiar, dan kapal penumpang dapat mengancam terumbu karang melalui
buangan air dari lambung kapal yang tercemar, kebocoran bahan bakar, limbah cair yang tidak
diolah terlebih dahulu, limbah padat, dan spesies penyerbu. Disamping itu, terumbu karang
terpapar lebih banyak oleh kerusakan fisik secara langsung karena kapal kandas, jangkar, dan
tumpahan minyak.
Pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut diperkirakan mengancam 4% terumbu karang di
Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Tekanan ini tersebar luas, yang berasal dari pelabuhan dan
melalui jalur perlayaran ke mana-mana. Di kawasan tersebut, Singapura dan Brunei Darussalam
merupakan dua negara dengan persentase tertinggi dalam hal ancaman terhadap terumbu karang
dengan penyebab yang berasal dari laut. Ancaman terhadap terumbu karang di Timor-Leste,
Filipina, dan Malaysia juga di atas rata-rata Kawasan Segitiga Terumbu Karang.
4. Penangkapan Berlebih dan Merusak
Di Kawasan Segitiga Terumbu Karang, hampir 114 juta penduduk tinggal di pesisir dalam jarak
30 km dari terumbu karang; sebagai akibatnya, tekanan akibat penangkapan ikan terhadap terumbu
karang tinggi. Meskipun penangkapan ikan karang yang dikelola dengan baik dapat menjadi sumberdaya yang lestari, bertambahnya penduduk pesisir, cara penangkapan ikan yang lebih efisien, dan
bertambahnya per- mintaan dari pariwisata dan pasar internasional telah berdampak besar terhadap
cadangan ikan di seluruh kawasan tersebut. Terumbu karang yang mengalami penangkapan habishabisan menyisakan kebanyakan ikan kecil dan menjadi rawan terhadap pertumbuhan makroalga
secara berlebihan dikarenakan ketiadaan herbivora agak besar yang memakan alga tersebut. Terumbu
karang yang mengalami penangkapan berlebih umumnya tampak kurang ulet terhadap penyebab
tekanan, lebih rentan terhadap penyakit, dan lebih lambat pulih dari dampak lain kegiatan manusia.
Cara penangkapan yang merusak, misalnya penggunaan bahan peledak untuk membunuh
ikan, dan hal itu juga dapat menghancurkan terumbu karang. Meskipun dilarang di banyak negara,
penangkapan ikan dengan bahan peledak masih merupakan ancaman yang terus- menerus,
terutama di Segitiga Terumbu Karang. Penangkapan ikan dengan racun juga merusak karang.

Umumnya, perbuatan tersebut menggunakan sianida untuk memabukkan dan menangkap ikan
hidup-hidup sebagai ikan karang hidup untuk konsumsi atau perdagangan ikan hias yang
menguntungkan. Racun tersebut dapat memutihkan karang dan membunuh polip karang.
Nelayan sering membongkar karang untuk mengambil ikan yang mabuk sedangkan spesies lainnya
di sekitarnya mati atau dibiarkan rentan untuk dimangsa. Penangkapan yang tidak lestari merupakan
ancaman setempat yang paling luas terdapat di Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Hampir 85%
terumbu karang terancam oleh penangkapan berlebih dan/atau merusak, dengan 50% dianggap
mengalami ancaman tingkat tinggi. Penangkapan yang merusak dan mengancam hampir 60%
terumbu karang di dalam kawasan Segitiga Terumbu Karang tersebut yang Indoneisa masuk di
dalamnya. Hampir semua terumbu karang di Filipina, Malaysia, dan Timor-Leste dinilai
terancam oleh penangkapan yang tidak lestari. Hanya Papua Nugini dan Kepulauan Solomon
memiliki terumbu karang luas dengan ancaman tingkat rendah dari penangkapan yang tidak
lestari karena letak terumbu karang yang jauh dari pusat permukiman berpenduduk banyak.
Salah satu contoh kasus penangkapan ikan yang merusak di Indonesia yaitu di Kepulauan
Seribu. Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta
memiliki 110 buah pulau. Kepulauan Seribu terkenal dengan keindahan terumbu karang dan ikanikannya. Hal ini tentu saja menarik perhatian komunitas sekitar untuk menangkap ikan-ikan cantik
itu dan menjualnya di Jakarta. Pencari ikan hias menyelam di sekitar terumbu-terumbu karang
untuk mencari ikan hias (biasanya jenis anemone). Untuk menangkap anemone, mereka
menyemprotkan potas yang disimpan dalam botol aqua ke anemone yang berada di terumbu
karang.
Kasus lainnya berada di Teluk Kiluan, Lampung yang terletak di titik pertemuan antara arus
Samudra Hindia dengan perairan Selat Sunda. Pada bulan Februari-April 2009, marak terjadi
penangkapan lobster menggunakan bom ikan dan potas di Teluk Kiluan. Kapal pengebom ikan
beroperasi dengan cara berhenti di depan perairan Teluk Kiluan. Dari kapal besar, nakhoda kapal
akan menurunkan perahu jukung yang berisi pendayung, pencari ikan, dan pengebom ikan. Ketika
sumber ikan sudah ditemukan, pengebom akan turun menyelam dan mengebom terumbu karang
sehingga ikan dan terumbu karang mati. Ikan yang biasanya dicari adalah ikan kerapu dan simba.
Potas digunakan untuk menangkap lobster. Potas disemprotkan ke lubang-lubang pada terumbu
karang tempat lobster tinggal. Akibat kegiatan menggunakan bom ikan, wilayah terumbu karang
di perairan Teluk Kiluan rusak. Wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan diperkirakan
seluas lima hektar. Sekitar separuhnya kini rusak akibat kegiatan pengeboman ikan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Terumbu karang adalah struktur fisik yang terbentuk oleh kegiatan banyak hewan karang kecil
( polip ) yang hidup dalam koloni besar dan membentuk kerangka kapur bersama-sama.Terumbu
karang merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui. Pada umumnya terdapat di pinggir
pantai yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.
Persebaran ekosistem terumbu karang terdapat di 109 negara di dunia, namun ekosistem
tersebut mengalami kerusakan di sekitar 93 negara. Distribusi terumbu karang terbesar di
dunia adalah di Samudera Hindia yaitu sekitar 60%, dan paling kecil adalah di Karibia yaitu
sekitar 15%. Terumbu karang yang dominan di Indonesia ialah terumbu karang tepi yang
terdapat di pesisir Sulawesi, Maluku, Barat dan Utara Papua, Madura, Bali, dan sejumlah
pulau-pulau kecil di luar pesisir Barat dan Timur Sumatera.
Terumbu karang memiliki potensi-potensi

yang dapat memberikan manfaat bagi

manusia maupun bagi lingkungan yaitu sebagai bahan pangan dan mata pencaharaian,
diversitas hewan dan tumbuhan yang berasosiasi dengan terumbu karang, pariwisata,
perlindungan garis pantai, dan sumber pengobatan berbagai penyakit.
Adapun permasalahan yang berkaitan dengan ekosistem terumbu karang yang terjadi di
Indonesia antara lain pembangunan pesisir, pencemaran yang berasal dari DAS dan dari
laut, serta penangkapan terumbu karang yang berlebihan dan bersifat merusak.
Permasalahan tersebut dapat menyebabkan menurunnya jumlah spesies terumbu karang. Hal
tersebut dapat mengakibatkan penurunan jumlah spesies biota laut sebagai penghuni
terumbu karang dan berkurangnya sumber pangan manusia, serta sumber matapencaharian
nelayan.
B. SARAN
Untuk mengurangi dan mencegah berkurangnya spesies terumbu karang yang ada di
Indonesia, maka ada beberapa tindakan yang harus dilakukan yaitu:
1. Menghentikan penangkapan terumbu karang secara liar
2. Melakukan konservasi terumbu karang
3. Menjaga kebersihan perairan, baik perairan sungai maupun laut

DAFTAR PUSTAKA

Burkey, Lauretta dkk. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga
Bermuda. World Resources Institute. Diakses Pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs http://
creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/3.0/
Aswidhafm. 2011.Terumbu Karang dan Permasalahannya. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam
situs http://aswidhafm.blogspot.co.id/2011/06/terumbu-karang-dan-permasalahannya.html
Anonim. 2013. Ekosistem dan Ekologi . Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs http://ekosistemekologi.blogspot.co.id/2013/02/uniknya-ekosistem-terumbu-karang.html
Ensiklopedia.Terumbu karang. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs
https://ensiklopedia.id/terumbu-karang/
Ambari, M dkk. 2015. Wisata Terumbu Karang Belum Dimanfaatkan Maksimal. Kenapa?. Diakses
pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs http://www.mongabay.co.id/2015/08/21/wisata-terumbu-karangbelum-dimanfaatkan-maksimal-kenapa/
Kementerian Lingkungan Hidup. SELAMATKAN TERUMBU KARANG, SEKARANG!. Diakses pada
tanggal 12 Mei 2016 dalam situs http://www.menlh.go.id/selamatkan-terumbu-karang-sekarang/
Anonim. Makalah Terumbu Karang. Diakses pada tanggal 12 Mei dalam situs
https://www.academia.edu/6256039/Makalah_terumbu_karang
Dhamadharma. 2010. Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia. Diakses pada tanggal 12 Mei 2010 dalam
situs https://dhamadharma.wordpress.com/2010/05/04/ekosistem-terumbu-karang-di-indonesia/
Wikipedia. Terumbu Karang . Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs
https://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang
Geoenviron. 2011. Potensi Terumbu Karang di Indonesia. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs
http://geoenviron.blogspot.co.id/2011/12/potensi-terumbu-karang-di-indonesia.html
S., Dedi. Ekosistem Terumbu Karang. Diakses pada tanggal 12 Mei 2016 dalam situs
http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=20&Itemid=48