PERBANDINGAN HASIL SINTESIS OKSIDA PEROVSKIT La

  PERBANDINGAN HASIL SINTESIS OKSIDA PEROVSKIT La 1-x Sr x CoO 3- δ DARI TIGA VARIASI METODE (Sol-Gel, Solid-State, Kopresipitasi) Oleh : ELYS IDAYATI NRP. 1405 100 028 Pembimbing Hamzah Fansuri, M.Si., Ph.D JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2008

  PERBANDINGAN HASIL SINTESIS OKSIDA PEROVSKIT La 1-x Sr x CoO 3- δ DARI

TIGA VARIASI METODE

(Sol-Gel, Solid-State, Kopresipitasi)

  Elys idayati Hamzah Fansuri, M.Si, Ph.D

  Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

  Abstrak

  Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki struktur umum ABO 3, dimana A adalah ion–ion logam blok s, d, atau f sedangkan B merupakan ion–ion logam transisisi. Dalam penelitian ini, perovskit yang berbasis LaCoO

  3 disubtitusi dengan Sr pada sisi A-nya dengan variasi x = 0,1-0,5 sehingga terbentuk La 1-x Sr x CoO 3- δ (LSC). Perovskit LSC ini disintesis dengan 3 variasi metode yakni Sol-Gel, Solid-State dan Kopresipitasi.

  Penelitian ini dimulai dengan preparasi oksida perovskit La 1x Sr x CoO 3- δ dari bahan–bahan murni. Bubuk perovskit yang dihasilkan dari hasil preparasi dikarakterisasi dengan XRD dan dianalisa juga dengan DTA/TGA, untuk mengetahui suhu sintering minimum untuk pembakaran (kalsinasi). untuk mendukung hasil analisa XRD dilakukan juga analisa ICP dan XRF. Difraktogram sinar-X untuk perovskit LSC yang disintesis dengan metode Sol-Gel dan Solid-State, muncul puncak pada 2 θ = 23 dan 33 dengan intensitas tinggi, sehingga dapat disimpulkan perovskit LSC telah terbentuk, Sedangkan pada metode Kpresipitasi belum terbentuk perovskit.

  Kata kunci : perovskit, Sol-Gel, Solid-State, Kopresipitasi, LaCoO

  3 , LSC

1. Pendahuluan

  oxidation hidrokarbon. Hal ini dikarenakan

  2+

  yang dilaporkan oleh Yang et al. (2005). Dilaporkan bahwa ke dua oksida berbasis LaCoO

  3 tersebut mampu

  mengoksidasi gas metana secara selektif menjadi syngas.

  LaCoO

  3

  sebelumnya telah diteliti diakhir tahun 2007 dalam kerangka kerjasama dengan Centre for Fuels and Energy, Curtin University of Technology di Perth, Western Australia oleh hamzah Fansuri,Ph.D. Pada penelitian tersebut ion Co

  3+

  disubtitusi dengan ion Cu

  untuk membentuk perovskit LaCo

  O

  1-x

  Cu

  x

  O

  3- δ+,

  dengan menggunakan metode kopresipitasi.. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa oksida perovskit LaCoO

  3 dan

  turunanya sangat berpotensi untuk digunakan

  3-

  y

  perovskit merupakan material yang berpotensi meningkatkan hasil konversi (Pecchi,2008). Sebagaimana kita tahu oksida-oksida perovskit (ABO

  telah menunjukkan aktifitas yang baik dalam proses oksidasi selektif gas metana menjadi syngas. Sebagai contohnya adalah La

  3 ) telah lama dikenal sebagai bahan yang

  dapat menyerahkan ion-ion oksigen yang menyusun strukturnya (oksigen kisi) tanpa dirinya sendiri mengalami perubahan struktur yang berarti. Oksigen kisi ini dapat bereaksi dengan lebih selektif dengan pereaksi lain dibandingkan dengan oksigen dalam fasa gas. Sebagai akibatnya, oksida ini menyimpan potensi tinggi sebagai sumber oksigen dalam reaksi-reaksi oksidasi reduksi yang selektif, salah satunya adalah reaksi oksidasi gas metana menjadi syngas (campuran gas CO dan H

  2 ) serta

  methanol dalam upaya merubah bahan bakar gas menjadi cair.

  Diantara bermacam oksida perovskit, LaCoO

  3

  telah banyak diteliti untuk berbagai keperluan seperti sebagai superkonduktor, bahan elektroda, bahan magnetik, dan katalis (Junwu, 2007). Oksida perovskit berbasis LaCoO

  3

  0.3 Sr

  Fe

  0.7 Co

  0.8 Ga

  0.2 O 3-

  yang dilaporkan oleh Yaremchenko et al. (2003) serta La

  1-x

  Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki struktur umum ABO 3, dimana A adalah ion–ion logam blok s, d, atau f yang berukuran lebih besar sedangkan B merupakan ion–ion logam transisisi (Tien-Thao et al., 2008). Selama 2 dekade terakhir, oksida logam dengan struktur perovskit ini, secara konsisten direkomendasikan sebagai katalis untuk deep

  x

  Co

  1-y

  Sr sebagai bahan membran oksigen transfer yang ditandai oleh kedapatbalikan proses reduksi- reoksidasi. Hasil yang sama sebenarnya juga telah dilaporkan sebelumnya oleh Fansuri dan Onggo (1998 dan 1999). Namun, pada penelitian-penelitian tersebut pokok pembahasan masih berkisar pada aktivitas katalitik untuk reaksi oksidasi dan belum ada pembahasan mengenai sifat-sifat lain yang diperlukan oleh membran transfer oksigen.

  LaCoO

  Dalam beberapa literatur, disebutkan bahwa perovskit dapat disintesis melalui 3 metode yang berbeda, yakni solid-state, sol-gel, dan kopresipitasi. Selama ini beberapa peneliti hanya mensintesis perovskit dengan salah satu metode tersebut tanpa mengetahiu secara pasti mana diantara ketiga metode tersebut yang lebih baik dan optimal dalam sintesis perovskit. Maka dari itu pada penelitian kali ini, perovskit La

  3

  dapat meningkatkan reaktivitas terhadap O

  2 tetapi menurunkan selektifitas terhadap syngas.

  Sedangkan Tsipis et al., 2005 melaporkan bahwa meskipun konsentrasi Sr

  2+

  ini dapat menyebabkan kekosongan O

  2

  dan kemunduran sifat transport, namun konsentrasi Sr

  2+

  akan menguntungkan bila dihubungkan dengan rendahnya kestabilan dimensi dan termodinamika pada potensial gradient O

  2

  yang besar yang dikehendaki pada pengoperasian reaktor membran nantinya.

  1-x

  x

  Sr

  x

  CoO

  3- δ

  akan disintesis dengan metode solid-state, sol-gel, dan kopresipitasi. Hasil sintesis dari ketiga metode tersebut dipelajari dan dibandingkan metode mana yang lebih efektif, efisien dan menghasilkan perovskit yang paling baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Untuk mendukung hasil penelitian tersebut, produk hasil sintesis dianalisis dengan XRD sehingga didapatkan informasi tentang struktur perovskit yang terbentuk, selain itu juga dilakukan DTA/TGA untuk menentukan suhu kalsinasi.

  1.1 Perovskit

  ` Istilah perovskite memilki dua pengertian, pertama perovskite merupakan mineral partikular dengan rumus kimia CaTiO3 (disebut juga calcium

  titanium oxide). Mineral ini ditemukan di

  pegunungan Ural Rusial oleh Gustav Rose pada tahun 1839 dan kemudian dinamakan oleh mineralogist Rusia, L. A perovski (1792 - 1856). Kedua, umumnya mineral – mineral dengan struktur kristal yang sama sebagai CaTiO3 (disebut struktur perovskite) (Tejuca, 1993).

  Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki rumus umum ABO

  3

  dengan A adalah ion- ion logam blok s-, d-, atau f- yang berukuran lebih besar sedangkan B merupakan ion-ion logam transisi (Tien-Thao et al., 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Zeng et al (2007) bahwa Oksida-oksida perovskit adalah jenis bahan dasar yang banyak digunakan sebagai membran MIEC. Oksida perovskit secara umum memiliki rumus ABO

  3 , di mana A adalah ion-ion logam (biasanya

  MnO

  Sr

  3

  1-x

  yang memiliki struktur perovskit ini memilki tingkat kestabilan struktur yang tinggi, yang menyebabkan oksida ini dapat disubtitusi parsial tanpa mengubah struktur dasarnya (Tien-Thao,2008). Untuk itu pada penelitian ini akan dicoba subtitusi Sr terhadap La pada komposisi LaCoO

  3

  sehingga dihasilkan oksida perovskit La

  1-x

  Sr

  x

  CoO 3- δ.

  Subtitusi parsial ion Sr

  2+

  pada LaCoO

  3

  , La

  Sr

  1-x

  x

  CoO

  3- δ

  , LSC memiliki konduktivitas elektronik dan ion oksigen yang tinggi pada temperatur yang tinggi pula. Sehingga berdasarkan sifat inilah, LSC sangat diminati untuk dijadikan bahan materi membran pada reaksi oksidasi parsial metana menjadi syngas (Kim, 2006).

  Oksida lantanum kobaltit yang disubstitusi dengan sronsium, La

  1-x

  Sr

  x

  CoO

  3- δ

  (LSC) telah diteliti secara intensif semenjak beberapa tahun silam (Yaremchenko et al., 2003). LSC merupakan konduktor elektronik yang sangat baik dan sebagai katalis aktif pada reaksi reduksi oksigen (Ovenstone, 2008). Sifat inilah yang dapat menghantarkan LSC sebagai bahan yang sesuai untuk pembuatan reaktor membran-katalitik dalam reaksi oksidasi parsial metana menjadi syngas atau metanol. Namun demikian, penelitian tentang penggunaan oksida LSC sebagai reaktor membran katalitik masih jarang ditemui. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Bialobok et al., 2007 melaporkan bahwa substitusi stronsium dapat meningkatkan stabilitas dimensi pada perovskit LSC. Namun Wei et al., 2008 melaporkan bahwa Sr

  2+

  pada La

  logam tanah jarang dari deret lantanida dan aktinida) berukuran besar sedangkan B adalah ion dari logam transisi. Total muatan ion dari kedua logam tersebut haruslah 6 agar terjadi keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga ion oksigen.

  Perovskit telah menjadi pilihan utama pada dekade lalu karena memiliki banyak aplikasi. Sebagai contoh, sifat oxygen- permeating dari perovskite LaSrBFeO

  yang terbentuk dengan satu kation yang berukuran besar dan satu yang berukuran kecil. Dalam beberapa oksida yang lebih rumit posisi A dan B pada perovskit diisi oleh dua atau lebih kation. Rumus yang kelihatan rumit seperti La

  3+

  ,Ru

  3+ dll.

  Gambar 1 kisi kristal perovskit kubus ideal ABO

  3 (Mundscau, 2008).

  Struktur perovskit yang sering diadopsi oleh bahan–bahan dengan stoikiometri ABO

  3 ,

  mungkin merupakan fasa terner yang banyak dijumpai. Jangkauan oksida berstruktur perovskit ini dibatasi oleh ukuran realatif kation A dan B, bila jumlah muatan kedua kation tersebut sama dengan 6. Besar relatif ruang yang ditempati oleh kation A dan B berakibat struktur perovskit ini seperti sering dijumpai pada oksida terner ABO

  3

  2 MgRuO

  2+

  6

  dapat ditulis ulang La(Mg

  0,5

  Ru

  0,5

  )O

  3

  yang merupakan perovskit dengan La pada posisi A dan campuran acak Ru dan Mg pada posisi B (Ismunandar, 2004).

  Oksida-oksida perovskit adalah jenis bahan dasar yang banyak digunakan sebagai membran MIEC. Oksida perovskit secara umum memiliki rumus ABO

  3

  , Mn

  , Co

  3 (B = Co,

  3 dengan A

  Ga) membuatnya seperti membran, sedangkan yang menarik pada rangkaian La

  1 −x Ca x MnO

  3

  adalah karena sifat magnetisnya. Perovskit secara luas juga pelajari dalam bidang katalis heterogen, terutama untuk reaksi oksidasi, seperti ketika oksidasi sempurna atau oksidasi parsial pada metana. Sebagai tambahan, dalam adisi ini, perovskite tereduksi secara parsial menghasilkan partikel logam di dalam kekosongan kation perovskit yang stabil. Sebab Co dan Fe adalah katalis logam yang secara luas disesuaikan untuk sintesis Fischer Tropsch,kita menggabungkan kedua metal tersebut dalam suatu perovskit berbasis La untuk mendapatkan efisiensi katalis untuk pembentukan light olefin dari syngas setelah reduksi parsial (Galasso,1969).

  1.2 Sifat dan Kelebihan Perovskit

  Kelebihan yang dimiliki oleh oksida perovskit adalah sebagian dari ion-ion oksigen penyusun strukturnya dapat dilepaskan (mengalami reduksi) tanpa dirinya mengalami perubahan struktur yang berarti. Kekosongan ion oksigen ini selanjutnya dapat diisi kembali oleh ion oksigen lain melalui reaksi reoksidasi. Dengan sifat seperti ini, oksida perovskit dapat berperan sebagai oksidator atau sumber oksigen bagi suatu reaksi oksidasi yang bersifat reversible karena dapat direoksidasi. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dilaporkan oleh Fansuri dan Onggo (1998 dan 1999) yakni oksida perovskit LaCoO

  3 telah banyak diteliti

  dan memiliki sifat oksidasi dan reduksi yang baik, ia dapat mempertahankan integritas strukturnya saat berada dalam keadaan tereduksi dan kembali ke keadaan asalnya setelah direoksidasi. Selain itu provskit juga memiliki tingkat kestabilan struktur yang relatif tinggi maka substitusi isomorfis dengan menggunakan kation-kation sejenis atau yang berukuran sama sangat mungkin dilakukan (Tien-Thao et al., 2006).

  1.3 Struktur Perovskit

  Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki rumus umum ABO

  berukuran lebih besar sedangkan B merupakan ion- ion logam transisi (Tien-Thao et al., 2008). Jumlah muatan kation A dan B adalah +6, yang dapat tersusun dari kation yang bermuatan (1+5), (2+4) atau (3+3), hal tersebut agar terjadi keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga ion oksigen (Wold Aaron dan Kirby Dwight, 1993). Gambar kisi kristal perovskit kubus ideal ditunjukkan pada gambar 1, yang mana pada posisi A ditempati oleh kation yang berdiameter lebih besar meliputi La

  3+

  3+

  ,Sr

  2+

  dan Ca

  2+

  . Sedangkan pada posisi B ditempati oleh unsur-unsur golongan logam transisi yang memiliki ukuran lebih kecil meliputi Fe

  3+

  , Fe

  2+

  , Co

  , di mana A adalah ion-ion logam (biasanya logam tanah jarang dari deret lantanida dan aktinida) berukuran besar sedangkan B adalah ion dari logam transisi. Total muatan ion dari kedua logam tersebut haruslah 6 agar terjadi keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga ion oksigen. Struktur umum oksida perovskite ditunjukkan oleh Gambar 2

  Gambar 2. Struktur umum kisi oksida perovskit ABO

  0,5

  tersebut ditimbang beberapa gram dan dicampur jadi satu. Campuran oksida tersebut dhaluskan dengan ball-milling dengan kecepatan 400 rpm selama 4 jam (Mundscau,2008) dan ditambahkan metanol sebagai zat pendispersi. Lalu dilakukan evaporasi, lalu dilakukan analisa DTA/TGA untuk menentukan suhu kalsinasi. Selanjutnya campuran tersebut dikalsinasi dalam furnace elektrik dengan suhu 750

  3 O 4 , dan SrO. Oksidal logam

  2 O 3 , Co

  disintesis dari oksida – oksida logam yakni La

  3

  CoO

  Sr

  Setelah itu material perovskit dikeluarkan dari furnace, dan didinginkan untuk digerus ulang menggunakan ball-milling.. Kemudian dimasukkan kembali kedalam furnace untuk melanjutkan kalsinasi dengan suhu yang sama selama 2 jam. Langkah ini dilakukan 3 kali dalam satu kali periode kalsinasi.

  ,5

  Pada Metode Solid-State, perovskit La

  CoO 3- δ dengan Metode Solid- State

  Sr x

  2.3.2 Sintesis La 1-x

  o C selama 2 jam.

  o C. Suhu dipertahankan selama 2 jam.

  2.3.3 Sintesis La 1-x

  o

  (x=0,1-0,5) disintesis menggunakan metode kopresipitasi sebagaimana dilakukan oleh Fansuri (200-). Langkah pertamanya yaitu menimbang serbuk putih La

  3 ) 2 , dan Co(NO 3 ) 3 disiapkan dengan

  Sr(NO

  3 ) 2 , kemudian diuapkan sampai tersisa 1/4 larutan.

  sesuai dengan komposisi perovskit yang akan dibuat lalu melarutkannya ke dalam larutan asam nitratt 1 M. Agar reaksi berjalan sempurna maka proses pelarutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada suhu ruang. Setelah diperoleh larutan jernih La(NO

  3

  2 O

  3- δ

  Sr x

  CoO

  x

  Sr

  1-x

  Oksida-oksida perovskit La

  CoO 3- δ dengan Metode Kopresipitasi

  C. Lalu dianalisa DTA/TGA untuk mendapatkan suhu kalsinasi. Terakhir dilakukan kalsinasi pada suhu 750

  Selanjutnya dikeringkan dalam oven selama ± 12 jam dengan suhu 100

  3 (Zeng et al., 2007).

  2 O

  ), Strontium Nitrat (Sr(NO

  3

  )

  3

  ), Cobalt (III) Nitrat (Co(NO

  3

  Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lanthanum oksida (La

  )

  2.2 Bahan

  plasma (ICP), dan X-ray Fluoresece spektroskopi (XRF).

  (XRD) Philips X-pert, Inductive Coupled

  Thermogravimetri Analysis (TGA), Differential Thermal Analysis (DTA), Difraksi sinar-X

  Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah peralatan dari gelas maupun polietilena, oven, hot plate, pengaduk (magnetik) stirrer, neraca analitik. Instrumen yang digunakan adalah Tubular Furnace,

  2. Eksperimen 2.1 peralatan

  3

  2

  o C hingga terbentuk gel.

  ) dilarutkan dalan asam nitrat hingga tepat larut (dengan air sesedikit mungkin) sehingga terbentuk larutan La(NO

  Co(NO ) lalu dilarutkan dengan air hingga larut. Selanjutnya semua larutan tersebut dicampur dan diaduk hingga homogen. Asam sitrat juga ditambahkan dengan perbandingan 1:1 (kation logam : Asam Sitrat). Untuk menghilangkan kelebihan air maka dilakukan evaporasi dengan memanaskan larutan tersebut selama beberapa ± 3 jam pada suhu 80

  3 ) 2 , dan

  . Kemudian diambil beberapa gram garam – garam nitrat yakni Sr(NO

  3

  )

  3

  3

  ), Asam Sitrat 1M, Natrium Hidroksida (NaOH) 1M dan Metanol 1M.

  2 O

  Lanthanum oksida (La

  CoO 3- δ dengan Metode Sol-Gel

  Sr x

  2.3.1 Sintesis La 1-x

  2.3 Metode

  perbandingan mol sesuai komposisi yang diinginkan kemudian masing – masing dilarutkan

  • 25 -20 -15 -10 -5
  • P 5 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Suhu ( oC) e ruba ha n be ra t (m g) -10 -8 -6 -4 -2 2 H e a t fl ow ( V )

      C. Indikasi dari fenomena ini ditunjukkan pula dari kurva TGA, yakni dengan adanya loss massa sebesar ∆m 1 = 33,43 %. Puncak endotermis pada T = 371

      o

      C, 207

      o

      C dan 371

      o

      C. 3 dari puncak – puncak tersebut muncul disekitar suhu ± 100 – 250

      o

      C, merupakan puncak yang berhubungan dengan hilangnya air fisis dan oksidasi senyawaan organik.. Puncak pada 114

      o

      C menunjukkan hilangnya air permukaan, pada 150

      o

      C menunjukkan hilangnya pelarut organik yang digunakan, sedangkan kehilangan air oklusi ditunjukkan dengan adanya puncak yang muncul dari kurva DTA pada suhu 207

      o

      o

      o

      C terjadi kehilangan berat sebesar ∆m 2 = 15,12% yang dimungkinkan oleh hilangnya gugus hidroksil dan molekul air yang terserap pada kisi – kisi kristal. Sedangkan pada T = 371 – 600

      o

      C terjadi pengurangan berat sebesar ∆m 3 = 6,91% yang berkaitan dengan pembentukan struktur La

      1- x Sr x CoO 3- δ.

      Pola hasil XRD dari oksida perovskit La 1-

      x

      Sr

      x

      CoO

      3- δ

      dengan 5 variasi komposisi subtitusi Sr = 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 dengan metode Sol-Gel disajikan dalam gambar 4. Pada Gambar 4 dapat diinformasikan bahwa perovskit dengan komposisi La 0,9 Sr 0,1 CoO 3-

      δ

      dan La 0,8 Sr 0,2 CoO 3-

      δ

      C, 150

      Gambar 3 Termogram oksida perovskit LSC Kurva DTA pada gambar 3 teridentifikasi 4 puncak endotermis pada suhu 114

      dengan sedikit air hingga larut sempurna. Selanjutnya larutan dicampurkan dan diaduk hingga homogen dan dipanaskan sampai terbentuk kristal ungu kehitaman. Kristal yang diperoleh dikeringkan 100

      Pertama-tama La

      o

      C selama beberapa jam untuk menghilangkan kandungan airnya lalu dianalisa dengan DTA-TGA untuk memperoleh suhu kalsinasi. Oksida perovskit yang dihasilkan pada tahapan ini berbentuk serbuk. Berikutnya, oksida dikalsinasi pada 750

      o

      C selama total waktu 10 jam kemudian dikarakterisasi dengan XRD.

      2.4 Karakterisasi Oksida Perovskit La 1- x

      Sr x

      CoO 3- δ

       Hasil Sintesis

      Oksida perovskit yang diperoleh akan dikaraktarisasi dengan Termogravimetri Analisis (TGA) dan Differential Thermal Analysis (DTA) setaram setsys-1750. TGA digunakan untuk mengetahui suhu kalsinasi minimum, Sedangkan untuk mengetahui struktur oksida perovskit yang terbentuk digunakan X-ray Diffraction (XRD).

      3. Hasil dan Pembahasan

      3.1 Sintesis dan karakterisasi Okida Perovskit La 1-x

      Sr x

      CoO 3- δ dengan metode Sol-Gel

      2 O

      o C.

      3

      yang berupa bubuk putih ditimbang beberapa gram sesuai hasil perhitungan stoikiometri dari komposisis yang diharapkan, lalu La

      2 O

      3

      dilarutkan dengan HNO

      3,

      Sehingga dihasilakan larutan bening (larutan I). Larutan II, dibuat dengan melarutkan beberapa gram Co(NO

      3 ) 2 .6H

      2 O berupa kristal

      berwarna merah maroon dengan aquades sesedikit mungkin hingga tepat larut. Sehingga dihasilakan larutan merah pekat. . Selanjutnya Strontiun yang berupa butiran kristal putih ditimbang dengan 5 variasi subtitusi (x = 0.1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 ) dan dilarutkan dengan beberapa tetes aquades Ketiga larutan tersebut dicampur menjadi satu dan diaduk beberapa saat hingga homogen. Larutan yang dihasilkan berwarna merah keunguan. Selanjutnya ditambahkan asam sitrat sebagai agen pengompleks (complexing agent) dengan perbandingan 1:1 (kation logam:asam sitrat). Larutan di diamkan beberapa jam agar reaksi lebih sempurna sebelum akhirnya dievaporasi pada suhu ± 80

      o

      C selama 2-3 jam hingga terbentuk gel. Lalu didinginkan sebelum dilanjutkan proses drying atau pengeringan sampel yang dilakukan dalam oven dengan suhu 100

      o

      C selama kurang lebih semalaman hingga didapatkan padatan kering. Padatan diambil dari cawan dan dihaluskan dengan mortar sehingga dihasilkan serbuk halus berwarna kemerahan. Suhu kalsinasi ditentukan dengan analisa DTA/TGA (Setaram Setsys-1750) terhadap serbuk yang dihasilkan. Sedangkan Pengamatan terhadap transformasi unsur/mineral dilakukan dengan analisis XRD serbuk hasil kalsinasi pada pembakaran 750

      masih belum Gambar 4 Difraktogram Sinar-X LSC terbentuk dengan sempurna. Hal ini dilihat dari puncak puncak perovskit yang muncul yakni pada 2

      θ = 23,32 dan 33, bukan merupakan puncak-puncak utama karena intensitasnya yang lebih rendah dari puncak-puncak lain. Setelah dicocokkan dengan database, puncak– puncak tertinggi pada pola difraksi kristal perovskit La 0,9 Sr 0,1 CoO 3- δ dan La 0,8 Sr 0,2 CoO 3- δ ini merupakan puncak karakteristik dari oksida lantanum (La

      , sedikit menyimpang dari yang diharapkan, yakni kelebihan La sekitar 18% dari komposisis yang seharusnya.

      dari hasil analisis XRF

      3- δ

      CoO

      0,1

      Sr

      0,9

      Tabel 1 Komposisi yang terkandung Dalam Serbuk Sampel La

      δ

      P 0,16 P

      ini adalah 51,945 La; 3,64% Sr dan 24,48% Co. Jika deviasi untuk instrumen XRF ini ±5%, maka % komposisi untuk Sr dan Co masih dapat diterima, tetapi banyak La dalam komposisi perovskit La 0,9 Sr 0,1 CoO 3-

      3- δ

      CoO

      0,1

      Sr

      0,9

      ) semakin menurun intensitasnya. Hal ini didukung pula dengan hasil XRF pada tabel 1 menunjukkan bahwa komposisi perovskit La 0,9 Sr 0,1 CoO 3- δ yang dihasilkan adalah 69% La; 5,97% Sr dan 23,97% Co. Sedangkan berdasarkan perhitungan seharusnya % komposisi untuk perovskit La

      4

      UNSUR % MASSA SENYAWA % MASSA

      2 O

      dan Co

      3

      yang mungkin terbentuk selama proses kalsinasi. Setelah dilakukan perhitugan berdasarkan perbandingan mol La:Sr:Co dari hasil XRF tersebut, diperoleh perbandingan komposisi logam La:Sr:Co = 1: 0,1 : 1, dimana perbandingan yang seharusnya dicapai adalah 0,9 : 0,1 : 1. Dari sini semakin jelas bahwa formulasi yang telah dibuat kurang tepat, yakni ada

      4

      3 O

      sesuai dengan hasil XRD bahwa dalam perovskit yang dihasilkan terbentuk Co

      3 O 4 sebesar 25,8%, yang

      CuO 0,038 Dari hasil XRF diatas juga dideteksi adanya kandungan Co

      3 0,02

      67,1 W 0,16 WO

      2 O

      5

      25,8 Sr 5,97 SrO 5,68 La 69,6 La

      4

      3 O

      0,37 Co 23,5 Co

      3

      2 O

      Cr 0,32 Cr

      0,3 Ca 0,36 CaO 0,43

      3 O

      3

      2 O 3 ) pada 2 θ = 15,6; 27,2; 27,9

      2 O

      perovskit LSC maka intensitas dari puncak – puncak perovskit semakin tinggi dan puncak– puncak lain (La

      dan 39,4. Selain itu muncul pula puncak– puncak karakteristik dari Oksida kobalt (Co

      4

      ) pada 2 θ = 19; 31,3 dan 36,9. Dari sini dapat diambil suatu kesimpulan sementara bahwa kemungkinan reaksi pembentukan perovskit ini belum berjalan sempurna, yang mana disebabkan karena pada proses sintesis perovskit La

    3 O

      0,5

      3- δ

      3- δ

      CoO

      0,2

      Sr

      0,8

      dan La

      CoO

      1- x

      0,1

      Sr

      0,9

      3- δ

      muncul puncak pada pada 2 θ = 23 dan 33 dengan intensitas 5,04 dan 100. Dari hasil XRD kelima varisi dengan metode Sol-Gel ini dapat diketahui bahwa perovskit La 0,5 Sr 0,5 CoO 3- δ paling baik diantara variasi yang lain, dimana puncak yang muncul sesuai dengan kode PDF yang ada dan intensitas puncak–puncak lain yang muncul sebagai impuriti relatif kecil. Pada

    gambar 4.3 dapat dilihat bahwa semakin banyak suntitusi Sr yang ditambahkan pada komposisi

      ini langsung dievaporasi setelah pencampuran semua larutan prekursor tanpa didiamkan beberapa lama (ageing) agar reaksi berjalan lebih sempurna. Sedangkan untuk Perovskit La

      Sr

      Sr

      0,6

      0,5

      muncul puncak karakteristik perovskit pada 2 θ = 23 dan 33 dengan intensitas 7,06 dan 100. Sedangkan untuk perovskit dengan komposisi La

      3- δ

      CoO

      0,4

      Sr

      Untuk La

      x

      CoO 3- δ .

      0,3

      Sr

      0,7

      CoO

      3- δ

      CoO

      dengan subtitusi Sr = 0,3; 0,4 dan 0,5, struktur perovskit sudah terbentuk yakni dengan munculnya puncak pada 2 θ = 23 dan 33, dengan intensitas masing – masing 11,35 dan 100 untuk La

      Komposisi perovskit dengan subtitusi Sr = 0,2–0,5 ditentukan dengan ICP yang mana hasil analisisnya disajikan dalam tabel 2 Dari hasil ICP tersebut diketahui bahwa komposisi perovskit yang telah disintesis belum sesuai dengan formulasi yang hendak dicapai. Misalnya saja pada komposisi perovskit La

      Sr

      0,5

      dan La

      3- δ

      CoO

      0,4

      Sr

      0,6

      La

      3- δ,

      CoO

      0,3

      0,7

      0,5

      XRD dari perovskit dengan komposisi La

      3

      ) yang berupa bubuk halus berwarna putih, kobalt okksida (Co

      0,8

      3 O 4 ) berupa

      bubuk hitam dan stronsium oksida (SrO) yang berupa serbuk berwarna ungu. Kobalt oksida dan strontium oksida ini di buat sendiri dengan memanaskan garam nitrat pada suhu tinggi.

      Sitesis oksida perovskit La

      1-x

      Sr

      x

      CoO

      3- δ

      Sr

      CoO

      2 O 3 , Co

      0,5

      Sr x CoO 3- δ dengan Metode Solid-State

      3.2 Sintesis dan karakterisasi Okida Perovskit La 1-x

      lebih tinggi tingkat kristalinitasnya dibandingkan formulasi yang lain.

      3- δ

      CoO

      0,5

      Sr

      0,5

      Dan dilihat dari segi kristalinitas, perovskit La

      3- δ sudah terbentuk tapi belum murni.

      CoO

      Sr

      3- δ,

      0,5

      dan La

      δ

      La 0,6 Sr 0,4 CoO 3-

      δ,

      intensitasnya realtif lebih rendah jika dibandingkan puncak–puncak perovskit. Ini artinya perovskit La 0,7 Sr 0,3 CoO 3-

      4

      3 O

      dan Co

      3

      2 O

      puncak–puncak dari La

      diawali dengan menimbang La

      3 O 4 dan SrO

      2 O

      0,8

      CoO

      0,3 0,2 1 La 0,6 Sr 0,4

      3- δ

      CoO

      0,3

      Sr

      0,7

      La

      CoO 3- δ 0,5 0,1 1

      0,2

      Sr

      La

      0,3 0,2 1 La

      Komposisi (mol) La Sr Co

      Tabel 2 perbandingan mol komposisi logam dalam oksida perovskit LSC yang disintesis komposisi perovskit

      3- δ kurang.

      CoO

      0,2

      Sr

      0,8

      , yang mana seharusnya dalam komposisi tersebut mengandung La:Sr:Co = 0,8:0,2:1, tetapi pada kenyataanya hasil ICP menunjukan hal berbeda, yakni komposisi La dan Sr dalam La

      3- δ

      CoO

      0,2

      Sr

      3- δ

      0,5

      beberapa gram sesuai hasil perhitungan stoikiometri dari komposisi yang diaharapkan. Selanjutnya. Bahan–bahan tersebut di campur dan digerus dengan mortar dimana sebelumnya telah ditambahkan beberapa tetes metanol ke dalam campuran. Metanol ini berfungsi sebagai zat pendispersi agar semua bahan mudah tercampur dan mudah bereaksi karena reaksi padat–padat ini umumnya akan berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan reaksi fasa cair. Metanol disini dipilih sebagai zat pendispersi karena metanol sebagaimana kita tahu merupakan bahan organik yang bersifat volatil, jadi dengan penambahan metanol nantinya akan memudahkan untuk pemurnian produk yang hendak disintesis.

      CoO

      Campuran tersebut digiling terus menerus kurang lebih selama 1-2 jam, lalu dikeringkan agar metanol yang ditambahkan sebelumnya menguap, baru setelah itu dilkukan kalsinasi pada suhu 750

      dan Co

      3

      sudah terbentuk meski belum murni. Hal ini data dilihat dari munculnya puncak–puncak utama yang karakteristik dengan puncak–puncak dari perovskit LSC, yakni pada 2 θ = 23 dan 33. Tetapi dari pola difraksi XRD tersebut juga muncul puncak– puncak lain, dan setelah dicocokkan dengan database, diketahui bahwa puncak-puncak tersebut merupakan puncak dari La

      3- δ,

      CoO

      0,5

      Sr

      0,5

      dan La

      3- δ

      0,4

      Sr

      Sr

      0,6

      La

      3- δ,

      CoO

      0,3

      Sr

      0,7

      0,2 0,3 1 Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat perbedaan struktur perovskit yang telah disintesis dari 5 variasi komposisi. Dari gambar tersebut jelas terlihat bahwa perovskit dengan subtitusi Sr = 0,1 dan 0,2, belum terbentuk sempurna, sedangkan perovskit dengan komposisi La

      3- δ

      CoO

      0,5

      Metode Solid-State adalah suatu metode sintesis yang prekursornya berasal dari padatan– padatan, dalam hal ini adalah logam – logam oksida dari komponen penyusun perovskit, yakni Lantanum oksida (La

    2 O

      intensitasnya realtif tinggi terhadap puncak perovskit, sedangkan pada hasil

      dan La 0,8 Sr 0,2 CoO 3- δ. Bedanya puncak–puncak dari La

      C/menit. Setelah itu padatan hasil kalsinasi dikeluarkan dari furnace untuk digerus dan selanjutnya akan dikarakterisasi dengan XRD

      o

      3

      C selama 2 jam dengan kecepatan kenaikan suhu

      o

      3 O 4,

      seperti halnya pada hasil XRD dari perovskit La 0,9 Sr 0,1 CoO 3-

      δ

      2 O

      3- δ

      3

      dan Co

      3 O

      4

      pada perovskit La 0,9 Sr 0,1 CoO 3- δ dan La

      0,8

      Sr

      0,2

      CoO dengan tujuan seperti yang disebutkan murni, ini dapat dilihat dari masih banyaknya sebelumnya pada sintesis dengan metode Sol- puncak–puncak lain (lihat gambar 5). Gel. Ada sedikit perbedaan pada metode Solid- State jika dibandingkan dengan metode lainnya (Sol-Gel dan Kopresipitasi), yakni dalam hal kalsinasi. Pada metode ini kalsinasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan kurun waktu dan suhu

      o

      yang sama ( 750 C selama 2 jam). Hal ini dikarenakan reaksi yang terjadi dalam metode Solid-State ini adalah reaksi antara padat dan padat, yang mana secara teoritis reaksi antara padatan ini akan berjalan lebih lambat. Selain itu dalam metode ini juga tidak dilakukan perlakuan–perlakuan khusus atau penambahan zat–zat lain sebagai agen pembantu reaksi

      2 θ seperti pada metode yang lain yakni dilakukan penambahan agen pengompleks, evaporasi dan

      Gambar 5 Difraktogram Sinar-X perovskit La

      1-

      drying begitu pula pada metode kopresiptasi Sr CoO dengan subtitusi x = 0,1 pada kalsinasi

      x x 3- δ

      yakni perlu penambahan agen pengendap, 2 jam, 6 jam dan 12 jam pengaturan pH dan lain–lain. Metode ini cenderung lebih praktis, dan mengahsilkan

      Hal yang serupa juga di tunjukkan dari produk yang lebih melimpah dibanding Sol-Gel hasil XRD pada gambar 6 dari perovskit dan Kopresipitasi tapi dari segi efisiensi waktu La Sr CoO Pada kalsinasi pertama belum 0,8 0,2 3- δ.. Sol-Gel dan Kopresipitasi lebih unggul. terbentuk perovskit, ini ditunjukkan dengan tidak munculnya puncak pada 2 θ = 23. Sedangkan pada

      Pada metode Solid-State, reaksi 2 θ = 33, muncul puncak tapi intensitasnya masih pembentukan perovskit sangat dipengaruhi oleh relatif rendah. Setelah dikalsinasi selama 6 jam, suhu dan lamanya waktu kalsinasi.Hal ini dapat pola XRD menunjukkan perubahan positif, dimana ditunjukkan dari hasil XRD dari perovakit pada sudut 2 θ = 23 telah muncul puncak kecil La Sr CoO pada kalsinasi 2 jam pertama,

      0,9 0,1 3- δ

      dengan intensitas 8,09. Sedangkan pada 2 θ = 32,95 pada perovskit dengan subtitusi Sr = 0,1, puncak perovskit muncul dengan intensitas 100. intensitas puncak dari puncak karakteristik

      Untuk kalsinasi selama 12 jam, hasil XRD perovskit yakni pada 2 θ = 23 dan 33 relatif menunjukkan bahwa perovskit sudah terbentuk rendah dibandingkan puncak–puncak lain dan yang ditunjukkan dengan munculnya puncak – muncul puncak lain yakni puncak dari La O

      2

      3

      puncak pada 2 θ = 23 dan 32,9, dengan intensitas dan Co

      3 O 4 . Namun setelah dikalsinasi selama 6

      8,98 dan 100. Puncak – ang cukup tinggi, setelah jam, hasil XRD menunjukkan perubahan 12 jam kalsinasi intensitasnya relatif menurun dan dimana intensitas dari puncak–puncak hanya berupa puncak – puncak kecil dengan impurities lebih rendah dari sebelumnya dan intensitas ± 15. puncak karakteristik perovskit sedikit meningkat yang mana semula pada 2 θ = 33 intensitasnya 21,73 menjadi 27,51. Sedangkan setelah kalsinasi selama 12 jam, pola XRD menunjukkan perubahan yang signifikan dimana intensitas dari puncak perovskit semakin tinggi yakni pada 2 θ = 23 intensitasnya mencapai 10,51 sedang sebelumnya hanya 2,7. Sedangkan pada 2 θ = 33 intensitasnya 90,71 mendekati 100 sesuai dengan standar PDF 36-1392. Akan tetapi

      Gambar 6 Difraktogarm sinar-X La 0,8 Sr 0,2 CoO 3- δ setelah

      perovskit yang terbentuk ini masih belum kalsinasi 2 jam, 6 jam dan 12 jam

      Hasil XRD dari La

      0,7

      Sr

      0,3

      CoO 3- δ.

      Juga menunjukkan pola yang hampir sama (lihat gambar7. Dari gambar 7 dapat diinformasikan bahwa pada pembakaran awal selama 2 jam, masih belum terbentuk struktur perovskit hal ini ditunjukkan dengan tidak munculnya puncak kecil pada 2 θ = 23 dan 33. Puncak – puncak yang muncul adalah puncak dari La

      3

      dan Co

    2 O

      sintesis peroskit ini. Ini artinya terjadi reaksi namun belum sempurna. Hal ini dimungkinkan karena pembkaran yang dilakukan pada sampel masih kurang.

      Sr

      komposisi perovskit yang akan dibuat lalu melarutkannya ke dalam larutan asam nitratt 1 M. Agar reaksi berjalan sempurna maka proses pelarutan dilakukan dengan menggunakan

      2 O 3 sesuai dengan

      Hal ini dilakukan karena setelah dilakukan prosedur dengan menggunakan agen pengendap NaOH, endapan yang diperoleh sangat sedikit meskipun pH larutan telah diturunkan sampai kondisi yang diharapkan yakni pada pH 9-10. Langkah-langkah dalam penelitian ini hampir mirip dengan metode Sol-Gel hanya saja dalam metode Sol-Gel perlu ditambahkan agen pengompleks untuk membentuk gel. Langkah pertamanya yaitu menimbang serbuk putih La

      (x = 0,1-0,5) disintesis menggunakan metode kopresipitasi tanpa penambahan presipitant agent melainkan dengan cara penguapan sebagaimana dilakukan oleh Fansuri (200-).

      3- δ

      CoO

      x

      1-x

      2 θ Gambar 7 Pola XRD perovskit La 0,7 Sr 0,3 CoO 3-

      Metode presipitasi merupakan pengendapan suatu padatan dari larutan. Umumnya pembuatan material dengan metode kopresipitasi ini menggunakan agen pengendap yaitu berupa basa untuk mempercepat proses pengendapan. Basa yang digunakan biasanya alkali hidroksida atau karbonat karena kelarutan logam transisi pada garam alkali tersebut sangat rendah, sehingga dapat dicapai penjenuhan yang akan menghasilkan endapan dengan ukuran partikel yang sangat kecil. Selain itu mudah terdekomposisi dengan pemanasan membentuk oksida tanpa menghasilkan racun bagi katalis sehingga aman bagi lingkungan (Perego, 1997). Akan tetapi pada penelitian oksida perovskit La

      3.3 Sintesis dan Karakterisasi Oksida Perovskit dengan Metode Kopresipitasi

      Gambar 8 Pola XRD dari 3 variasi komposisi perovskit setelah 12 jam kalsinasi dengan metode Solid-State.

      dan La 0,9 Sr 0,1 CoO 3- δ .

      3 O 4 yang merupakan prekursor awal dari

      Dari ketiga variasi yang dihasilkan dengan metode Solid-State dengan perlakuan dan kondisi yang sama ini, didapatkan suatu informasi bahwa perovskit dengan subtitusi Sr = 0,1 memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi lainya yakni La 0,7 Sr 0,3 CoO 3-

      setelah kalsinasi 2 jam, 6 jam dan 12 jam Setelah dilanjutkan kalsinasi selama 6 jam, pola XRD menunjukkan perubahan positif yakni semakin meningkatnya intensitas dari puncak – puncak karakteristik perovskit pada 2 θ = 33 sebesar 100, sedangkan puncak pada 2 θ = 23 muncul puncak meskipun masih sangat kecil. Dan setelah dilakukan pemanasan selama 12 jam, intensitas semakin meningkat yakni 5,26 pada 2 θ = 23 dan 100 pada 2θ = 33. Selain itu puncak – puncak lain yang teridentifikasiDari semua uaraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk metode Solid-State reaksi sangat dipengaruhi suhu dan waktu kalsinasi

      δ

      δ

    • δ,

      3- δ

      3- δ,

      CoO

      0,2

      Sr

      0,8

      . Dari kelima variasi tersebut, hasil XRD menunjukkan pola yang serupa, hanya satu komposisi perovskit yang menunjukkan pola berbeda yakni La

      CoO

      Perovskit yang disintesis dengan metode kopresipitasi ini, belum sesuai dengan yang database pada PDF win, meski telah muncul puncak pada puncak karakteristik perovskit yakni pada 2 θ = 23 dan 33, tetapi intensitasnya tidak sesuai.

      0,5

      Sr

      0,5

      dan e) La

      3- δ,

      CoO

      dimana muncul puncak pada 2 θ = 30, dan puncak tersebut disinyalir puncak dari La

      Gambar 9 Difraktogram sinar-X La

      Sr

      C dengan laju pemanasan 3

      hanya metode Sol-Gel saja muncul puncak pada 2 θ = 23 dan 33 dengan intensitas yang relative lebih tinggi dibanding yang lain. Perovskit yang disintesis dengan metode kopresipitasi muncul puncak pada 2 θ = 33, sedangkan pada 2θ = 23 tidak muncul puncak, ini menunjukkan bahwa perovskit yang disintesis tidak terbentuk. Untuk metode Solid-state pada kalsinasi 2 jam yang ditunjukkan pada Gambar 10, juga belum membentuk perovskit, karena puncak perovskit hanya muncul pada 2 θ = 33,itupun dengan intensitas yang realtif kecil. Akan tetapi setelah dilakukan kalsinasi selama 12 jam, puncak karakteristik perovskit muncul dengan intensitas 5,26 pada 2 θ = 23 dan 100 pada 2 θ = 33, artinya struktur perovskit telah terbentuk. Meskipun masih muncul puncak-

      δ

      dari tiga metode yang berbeda Puncak karakteristik perovskit seharusnya muncul pada 2 θ = 23 dan 33. Namun pada difraktogram sinar-X perovskit La 0,7 Sr 0,3 CoO 3-

      δ

      Gambar 10 Difraktogram perovskit La 0,7 Sr 0,3 CoO 3-

      o C/menit selama 2 jam.

      o

      1-x

      Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sintesis perovskit dengan metode Sol-Gel, Solid- State dan Kopresipitasi, serta membandingkan hasil sintesisnya. Sintesis perovskit dengan metode Sol- Gel menghasilkan perovskit yang relatif lebih baik dibandingkan Kopresipitasi dan Solid-State. Hal ini dapat dilihat dari hasil XRD pada Gambar 10. Pada gambar tersebut dibandingkan difraktogram perovskit LSC dengan subtitusi Sr = 0,7 yang disintesis dengan 3 variasi metode dengan kondisi kalsinasi yang sama yakni pada suhu 750

      4.4 Perbandingan Hasil Síntesis Okida Perovskit LSC dengan 3 Variasi Metode (Sol-Gel, Solid- State dan Kopresipitasi).

      dengan subtitusi x = 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5

      3- δ

      CoO

      x

      Sr

      0,4

      0,6

      magnetic stirrer pada suhu ruang. Setelah

      3

      o

      C selama beberapa jam untuk menghilangkan kandungan airnya lalu dianalisa dengan DTA-TGA untuk memperoleh suhu kalsinasi Oksida perovskit yang dihasilkan pada tahapan ini berbentuk serbuk. Berikutnya, oksida dikalsinasi pada 750

      o

Dokumen yang terkait

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62