PENGARUH PEMBERIAN TERAPI HUMOR TERHADAP (2)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stres
Stres merupakan suatu respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan
tubuh yang terganggu, suatu kejadian umum dan merupakan hal biasa yang terjadi dalam
kehidupan sehari hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi
dampak secara total pada individu antara lain pada fisik, psikologis, intelektual, sosial dan
spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis [ CITATION Ras04 \l 1033 ].
Menurut Lazarus [1984, dikutip dalam [ CITATION Nas07 \l 1033 ]], stress juga
dapat diartikan sebagai:
1.
Stimulus, yaitu stress merupakan suatu kondisi atau kejadian tertentu yang
menimbulkan stress, atau disebut juga dengan stressor.
2.
Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena
adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat berupa
respon fisiologis, seperti jantung berdebar, gemetar dan pusing serta respon psikologis,
seperti takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
3.
Proses, yaitu stress yang digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif
dapat mempengaruhi dampak stress, melalui strategi tingkah laku kognisi, maupun
afeksi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stress adalah segala respon individu baik
itu respon fisiologi maupun respon psikologi terhadap stimulus internal maupun eksternal
yang akhirnya menimbulkan ketegangan/ tekanan yang tidak menyenangkan.
B. Penggolongan Stress
Menurut Davidson [2004, dikutip dalam [ CITATION Sya09 \l 1033
]],
menggolongkan stress menjadi dua golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi
individu terhadap stress yang dialaminya:
1.
Distress (stress negatif)
Distress sebagai stress yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stress
dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan,
khawatir atau gelisah. Sehingga individu menglami keadaan psikologi yang negative,
menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
2.
Eustress (stress positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan.
Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi
individu. Eustress juga dapat meningkatkan motovasi individu dalam menciptakan
sesuatu , misalnya menciptakan karya seni.
C. Stressor
Stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stressor
menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja
kebutuhan fisiologi, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual atau kebutuhan
cultural [ CITATION Pot05 \l 1033 ]
Secara umum, stressor dapat diklasifikasikan sebagai internal atau eksternal. Stressor
internal berasal dari dalam diri seseorang (misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau
menopause atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah). Stressor eksternal berasal dari
luar diri seseorang (misalnya perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam
peran keluarga atau sosial atau tekanan dari pasangan) [ CITATION Pot05 \l 1033 ].
Menurut Pettijohn [1987, dikutip dalam [ CITATION Sya09 \l 1033 ]] stres psikologi
disebabkan oleh 3 (tiga) hal yaitu:
1.
Tekanan (pressure)
Tekanan terjadi karena adanya tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan
tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Secara unmum tekanan mendorong
individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah sasaran
tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk
yang berbeda-beda pada setiap individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat
menghabiskan sumber-sumber daya yang memiliki dalam proses pencapaian
sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptif. Tekanan
dapat berasal dari sumber internal atau eksternal atau keduanya. Tekanan internal
misalnya adalah sistem nilai, selt esteem, konsep diri dan komitmen personal. Tekanan
eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau peran yang harus dijalani seseorang atau
juga dapat berupa kompetisi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat antara lain
pekerjaan, sekolah dan mendapatkan pasangan hidup.
2.
Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu
mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang
diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang
mengancam, seperti timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi.
3.
Konflik
Konflik terjadi jika individu berada dalam tekanan dan merespon langsung
terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupu motif yang
berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 (tiga) jenis konflik, yaitu:
a.
Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara
dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang sulit
menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan.
Stress muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak
diambil. Jenis stress ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b.
Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan
yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil diluar nikah,
disatu sisi ia tidak ingin untuk aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental
dan financial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit untuk
diputuskan
dan
memerlukan
lebih
banyak
tenaga
dan
waktu
untuk
menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang
tidak menyenangkan.
c.
Approach-avoidance conflict, adalah situasi dimana individu merasa tertarik
sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau dari suatu
objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena
khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan hidupnya
kelak tanpa rokok.
Menurut Luthans [(1992, dikutip dalam [ CITATION Wid07 \l 1033 ]] menyebutkan
bahwa penyebab stress (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1.
Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/ teknologi, keluarga,
relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas dan keadaan komunitas/ tempat
tinggal.
2.
Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, strektur organisasi,
keadaan fisik dalam organisasi dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3.
Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya
dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal dan intergroup.
4.
Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta
disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learnead
helplessness, self-efficacy dan daya tahan psikologis.
Sedangkan [ CITATION Sis07 \l 1033 ], membedakan stressor dalam 4 (empat)
kelompok berbeda, yaitu:
1. Lingkungan fisik, misalnya suhu yang terlalu panas atau dingin, perubahan cuaca,
cahaya yang terlalu terang/ gelap, suara yang terlalu bisisng, polusi dan kepadatan.
2. Individual, misalnya konflik yang berhubungan dengan peran dan tuntutan
tanggungjawab yang dirasakan berat bisa membuat seseorang menjadi tenang.
3. Kelompok, seperti hubungan dengan teman, hubungan dengan atasan dan hubungan
dengan bawahan.
4. Keorganisasian, seperti kebijakan yang diambil perusahaan, struktur organisasi yang
tidak sesuai dan partisipasi para anggota yang rendah.
D. Respon terhadap Stress
Stress sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada
keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun,
berhadapan dengan suatu stressor tidak selalu mengakibatkan gannguan secara psikologi
maupu fisiologi. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap
peristiwa yang dialaminya [Hager 1999, dikutip dalam [ CITATION Wid07 \l 1033 ]].
Respon terhadap stress terbagi atas dua macam yaitu respon fisiologis dan respon
psikologis [ CITATION Pot05 \l 1033 ].
1.
Respon Fisiologis
Menurut Selye [1976, dikutip dalam [ CITATION Pot05 \l 1033 ]], telah
mengidentifikasi dua respon fisiologi terhadap stress yaitu sindrom adaptasi local (LAS)
dan sindrom adaptasi umum (GAS).
Local adaptation syndrome (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stress. Respon setempat
ini termasuk pembekuan darah, penyumbatan luka, akomodasi mata terhadap cahaya
dan respon terhadap tekanan.
General adaptation symdrome (LAS)
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini
melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama system saraf otonomdan system endokrin.
GAS terdiri atas reaksi alarm, tahap resistensi dan tahap kehabisan tenaga.
a.
Reaksi alarm
Reaksi alarm melibatkan pengarahan mekanisme pertahanan diri tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatka
volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk beraksi. Hormon
lainnya dilepaskan utnuk meningkatkan kadar glukosa darah guna menyiapkan
energy utnuk keperluan adaptasi, meningkatkan kadar hormon lain
seperti
epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan peningkatan frekuensi jaunting,
meningkatkan aliran darah ke otot, menigkatkan ambilan oksigen, memperbesar
kewaspadaan mental.
Aktivitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan
respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekuensi
pernapasan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual
yang lebih besar dan frekuensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih
banyak. Perubahan lainnya yang terjadi menyiapkan individu untuk bertindak.
Dengan peningkatan kewaspadaan dan energy mental ini, seseorang disiapkan
untuk melawan atau menghindari stressor.
Selama reaksi alarm individu dihadapkan pada stressor spesifik. Respon
fisiologis individu adalah mendalam, melibatkan sistim tubuh utama, dan dapat
berlangsung dari hitungan waktu dari menit sampai jam, kemungkinana juga
merupakan ancaman terhadap hidup. Jika stressor terus menetap setelah reaksi
peringatan, individu berkembang ke fase kedua dari GAS yaitu resisten.
b.
Tahap resisten
Dalam tahap resisten, tubuh kembali menjadi stabil, kadar hormone, frekuensi
jantung, tekanan darah, curah jantung kembali ketingkat normal. Individu berupaya
untuk mengadaptasi terhadap stressor. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun demikian, jika stressor tetap
terus menetap maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap
kehabisan tenga.
c.
Tahap kehabisan tenaga
Tahap kehabisan tenaga terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres
dan ketika energy yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah menipis.
Respon fisiologis menghebat, tetapi tingkat energy individu terganggu dan adaptasi
terhadap stressor hilang. Tubuh tidak mampu untuk mempertahankan dirinya
terhadap dampak stressor, regulasi fiswiologis menghilang, dan jika stress berlanjut
dapat terjadi kematian.
2.
Respon psikologis
Menurut [ CITATION Nas07 \l 1033 ], membagi reaksi psikologis menjadi 3
(tiga) yaqitu kognisi, emosi, dan perilaku sosial.
a.
Kognisi
Reaksi spesifikpada fungsi kognitif terlihat pada proses berpikir, status
mental, konsentrasi, dan ingatan. Dalam keadaan biasa, seseorang dapat berpikir
secara rasional daqn fleksibel, seseorang mampu menggunakan pikirannya untuk
memecahkan masalah dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.
Sementara dalam keadaan stress, kemampuan untuk menggunakan pikiran
secara rasional coherent terganggu. Pikiran terlalu didominasi oleh rasa khawatir
terhadap konsekuensi dari setiap tindakan dan oleh konsep diri yang negatif.
Dalam keadaan stress, kemampuan untuk berkonsentrasi melemah, pikiran
menjadi kacau oleh obsesi dan stimulus ekstremal. Konsentrasi yang melemah
mengganggu penampilan individu kemampuan menyelesaikan masalah. Selain
itu, orang yang stress seringkali bingung dan menjadi pelupa[ CITATION
Cri831 \l 1033 ].
b.
Emosi
Emosi yang biasa muncul ketika stress yaitu cemas dan depresi. Seseorang
yang merasa cemas selalu merasa susah, gelisah, dan takut. Sedangkan seseorang
yang depresi selalu merasa sedih, tak berharga, lelah dan pesimis [ CITATION
Cri831 \l 1033 ].
c.
Perilaku sosial
Stress dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu
dapat berperilaku positif maupun negatif. Stress yang diikuti oleh rasa marah
membuat perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat
menimbulkan perilaku agresif [Sherif & Sherif, Donnerstein & Wilson, Cohen &
Spacapan dikutip dalam [ CITATION Nas07 \l 1033 ]]
Cox [1990, dikutip dalam [ CITATION Sis07 \l 1033 ]], mengkategorikan
akibat stress menjadi 5 kategori yaitu:
1. Akibat subjektif, yaitu akibat yang dirasakan secara pribadi, meliputi
kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan,
kehilangan kesabaran, harga diri rendah, perasaan terpencil.
2. Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilakuperilaku tertentu, meliputi mudah terkena kecelakaan, penyalagunaan obat,
peledakan emosi, berperilaku impulsive, tertawa gelisah.
3. Akbat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi
tidak mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi,
tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama, sangat
peka terhadap kecemasan dan mengalami rintangan mental.
4. Akibat fisiologis, yaitu akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau
kerja alat-alat tubuh, yaitu tingkat gula darah meningkat, denyut
jantung/tekanan darah naik, mulut menjadi kering, berkeringat, pupil mata
membesar, tubuh kadang panas dan kadang dingin.
5. Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi
absent, produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja,
ketidakpuasan kerja, menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap
organisasi.
E. Stress pada Mahasiswa
Dalam [ CITATION Dep07 \l 1033 ], dijelaskan mahasiswa adalah orang yang belajar
di perguruan tinggi. Merujuk pada pengertian stress yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa stress pada mahasiswa adalah segala respon mahasiswa baik
itu respon fisiologis maupun respon psikologis terhadap stimulus internsl msupun eksternal
yang akhirnya menimbulkan ketegangan/ tekanan yang tidak menyenangkan.
Anon (2006) mengemukakan bahwa stress merupakan persoalan penting pada
mahasiswa yang dapat muncul ketika berhadapan dengan beragam tekanan mengenai
persoalan akademik, personal dan sosial. Ross, Neibling dan Hecker (1999) melakukan
penelitian terhadap 100 mahasiswa Midwestern University menemukan bahwa penyebab
stress pada mahasiswa antara lain masalah intrapersonal, lingkungan, interpersonal dan
akademik, di mana masalah intrapersonal menjadi penyebab utaman.
Menurut [ CITATION Sis07 \l 1033 ], membagi permasalah mahasiswa dalam 6
kategori, yaitu:
1.
Perbedaan cara belajar
2.
Perpindahan tempat
3.
Mencari teman baru dan pergaulan
4.
Perubahan relasi
5.
Pengaturan waktu
6.
Nilai-nilai hidup
Menurut [ CITATION Say06 \l 1033 ], dalam tulisannya “Stress level of university
student” memebagi penyebab stress pada mahasiswa dalam 3 (tiga) penyebab utama yaitu
lingkungan fisik, lingkungan sosial dan self-interprestation. Zulharman (n.d.) menyebutkan
tekanan dan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa meliputi masalah akademik dan
masalah non akademik. Masalah akademik seperti tekanan menghadapi ujian, nilai Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) rendah, terancam drop out dan masalah akademik lainnya.
Sedangkan, masalah non akademik seperti masalah keuangan, masalah keluarga, masalah
akomodasi, masalah interpersonal maupun intrapersonal.
Sedangkan [ CITATION Suh06 \l 1033 ], dalam penelitiannya “Tingkat Stress pada
Mahasiswa Tingkat Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada” membagi stress
mahasiswa dalam 3 (tiga) kategori yaitu stress akademik, stress sosial dan stress personal.
Stress akademik dipicu antara lain masalah kurikulum, materi pendidikan yang padat, jadwal
rutin, ujian, sarana dan prasarana, serta indeks prestasi (IP). Sedangkan stress sosial
diakibatkan oleh lingkungan sosial yaitu pergaulan dengan teman ataupun hubungan dengan
dosen. Sementara pemicu stress personal yaitu masalah keuangan, masalah pribadi dan
keluarga, tidak ada waktu untuk santai.
Dari uraian diatas, maka stress pada mahasiswa dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)
macam, yaitu stress akademik, stress sosial dan stress personal.
1.
Stress akademik
Menurut [ CITATION Dep07 \l 1033 ], akademik adalah segala hal yang
berhubungan dengan lembaga pendidikan tinggi yang mendidik tenaga professional.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa akademik
adalah segala hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan bersifat ilmiah
khususnya menyangkut pendidikan di sekolah dan universitas.
Menurut Gadzella [(1991, dikutip dalam[ CITATION Dam06 \l 1033 ]],
mengelompokkan stressor akademik menjadi 5 (lima) kategori, antara lain:
a. Frustasi
Dalam kaitannya dengan keterlambatan untuk mencapai tujuan, kurangnya sumber
daya yang tersedia, kegagalan dalam mencapai tujuan, merasa terasing dalam
lingkungan, masalah dengan teman dekat, menyia-nyiakan kesempatan walaupun
memenuhi kualifikasi.
b. Konflik
Akibat dua atau lebih alternatif yang diinginkan dan yang tidak diinginkan untuk
mencapai tujuan dengan mempertimbangkan konsekuensi baik positif maupun
negatfe.
c. Tekanan
Tekanan disebabkan oleh adanya kompetisi, deadline (tenggat waktu), beban kerja
yang berlebihan, tenggungjawab dan keinginan atau harapan.
d. Perubahan
Perubahan terjadi akibat adanya perubahan hidup yang meliputi semua perubahan
apa saja yang dapat mengganggu kehidupan individu.
e. Self-imposed
Terjadi ketika seseorang berusaha untuk selalu menang atau ingin diperhatikan dan
dicintai oleh semua orang, kekhawatiran berlebihan, prograstinasi (penundaan),
perfeksionis dan kecemasan ketika menghadapi ujian.
Menurut Hall [(2004, dikutip dalam [ CITATION Dam06 \l 1033 ]] ,menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi stress akademik yaitu sebgai berikut:
a. Pengalaman sebelumnya
Individu yang pernah mengalami situasi stressful pada umumnya akan lebih
mampu menghadapi dengan baik jika situasi yang menyebabkan stress muncul
lagi.
b. Informasi
Informasi mengenai suatu peristiwa stress dapat memberikan persiapan kepada
individu untuk menerima keadaan tersebut.
c. Perbedaan individu
Sebagian individu berusaha untuk melindungi diri mereka dari dampak stress
seperti penyangkalan atau melepaskan diri dari situasi tersebut.
d. Dukungan sosial
Dampak dari peristiwa stress dipengaruhi oleh sistem sosial, dukungan dan
empati dari orang lain sangat membantu mengurangi tingkat stress.
e. Kontrol
Kepercayaan individu untuk mengontrol situasi yang menyebabkan stress dapat
mengendalikan situasi akibat stress.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyebab stress akademik
pada mahasiswa , yaitu:
a. Adaptasi cara belajar/ kurikulum
Perguruan tinggi yang menuntut mahasiswa untuk lebih aktif dalam
mempelajari dan memahami materi. Materi yang diberikan dosen biasanya
bersifat sebagai pengantar, sedangkan pendalaman lebih lanjut diserahkan
kepada mahasiswa yang bersangkutan. Ini menyebabkan kedalaman dalam
suatu materi tergantung dari kektifan mahasiswa dengan usahanya mencari
referensi yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Belum lagi perbedaan
sistem paket yang diterapkan SMU dan sistem SKS yang berlaku di
perguruan tinggi, yang betul-betul menuntut mahasiswa lebih aktif kalau
ingin lulus dengan nilai yang memuaskan dan dalam jangka waktu yang
singkat [ CITATION Sis07 \l 1033 ].
b. Tugas kulaih yang banyak
Menurut Atkinson [1998, dalam[ CITATION Mah07 \l 1033 ]], beban kerja
yang terlalu banyak dalam waktu yang singkat juga dapat mengakibatkan
stress. Dari hasil penelitian [ CITATION Mah07 \l 1033 ], ditemukan bahwa
beban kerja berlebih merupakan faktor utama penyebab stress pada
mahasiswa.
c. Materi kulaih yang sangat padat dan banyak
Sugiyati (Harian Umum Pelita 23 Februari 2009) mengatakan salah satu
masalah yang dihadapi pendidikan adalah kurikulum yang dianggap terlalu
berat dan membebani siswa. Pendapat ini dapat dianalogikan dengan materi
kuliah padat, dimana akibat kurikulum yang terlalu berat menjadikan kuliah
sebagai stressor bagi mahasiswa. Akibatnya, mahasiswa tidak enjoy namun
namun malah stress dan putus kuliah.
d. Jadwal kuliah yang padat (> 7 jam)
Cooper dikutip dalam [ CITATION Wid07 \l 1033 ], yang menyatakan
stressor dari pekerjaan yang dapat dianalogikan dalam perkuliahan
menunjukkan bahwa kerja atau kulaih yang berlebihan secara kualitatif dan
kuantitatif dapat mengakibatkan kelelahan mental ataupun fisikdalam bekerja
atau kuliah yang pada akhirnya meningkatkan kesensitifan dan ketegangan.
e. Ujian
Beberapa ahli menemukan bahwa penyebab utama stress akademik pada
mahasiswa adalah tugas-tugas kulaih dan ujian. [ CITATION Tim05 \l 1033 ],
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa ujian semester merupakan salah
satu contoh stressor psikis yang dalam penilaian termasuk tariff ringan. Ujian
adalah keadaan yang menegangkan dan mencemaskan. Materi ujian yang
belum dikuasai, perasaan belum siap untuk menghadapi ujian padahal waktu
ujian didepan mata, juga berpotensi menimbulkan stress.
f. Indeks prestasi (IP)
Indeks Prestasi adalah nilai kredit rata-rata yang merupakan satuan nilai akhir
yang menggambarkan mutu penyelesaian suatu program studi. Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan angka yang menunjukkan prestasi atau
kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif mulai dari semester pertama
sampai dengan semester paling akhir yang ditempuh. IPK digunakan sebagai
criteria dalam pemberian sanksi akademik dan evalusai studi pada akhir
program. Peringkat sangat penting bagi mahasiswa, dikutip dalam
[ CITATION Ano06 \l 1033 ], yang membahas tentang peringkat, beberapa
para ahli mengemukakan antara lain Greenberg (1995) melaporkan bahwa 7
darin 8 siswa berkonsentrasi pada peringkat mereka, Abouserie (1994)
menunjukkan bahwa penyebab stress di Universitas adalah stress akademik,
ujian dan hasil. Selain itu, Yi, Lin dan Kishimoto (2000) juga mengemukakan
bahwa peringkat merupakan konsentrasi utama pada mahasiswa. Tekanan
terhadap hasil ini dapat memicu distress.
g. Peraturan yang ketat
Sugioaryo [1999, dikutip dalam [ CITATION Ily09 \l 1033 ]] mengemukakan
beberapa permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa di mana salah satunya
disebabkan
oleh
peraturan-peraturan
sekolah/
lembaga
dan
dirasa
memberatkan. Displin dianggap sebagai kepatuhan siswa terhadap peraturan
dan perintah guru/ senior mereka. Selain itu, kepatuhan tersebut terbina
karena adanya aneka hukuman yang menyertai ketidakpatuhan.
h. Lingkunagen belajar tidak sesuai (padat/ bising)
Riggo [2001, dikutip dalam [ CITATION Mah07 \l 1033 ]], menekankan
bahwa lingkungan merupakan suatu organisasi yang dapat mendatangkan
masalah stress kepada individu. Kebisingan dan kurangnya kebebasan
seseorang
dapat
mengakibatkan
kebingungan,
ketegangan
atau
ketidaknyamanan [ CITATION Pot05 \l 1033 ]
Manurut [ CITATION Mah07 \l 1033 ], dalam penelitiannya menemukan
bahwa penyebab ketiga stress pada mahasiswa adalah keadaan lingkungan
yang tidak sesuai antara lain tempat belajar tidak nyaman, suasana bising
pada saat kuliah dan ruang kuliah yang sempit.
i. Sarana dan prasarana
Kondisi perkulaihan yang memburuk berpotensi menjadi penyebab
mahasiswa mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan
menurunnya produktivitas. Jika ruangan kuliah tidak nyaman, panas, sirkulasi
darah kurang memadai, raung kulaih terlalu padat, lingkungan kurang bersih,
berisik tentu besar pengaruhnya terhadap kenyamanan belajar siswa
[ CITATION Rin02 \l 1033 ]
2.
Stress sosial
Sosial adalah segala hal yang berhubungan dengan masyarakat [ CITATION
Dep07 \l 1033 ]. Sedangkan [ CITATION Cha06 \l 1033 ], menjelaskan bahwa sosial
menyinggung relasi di antara dua atau lebih individu.
Lingkungan sosial yaitu merupakan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan
masyarakat ini ada interaksi individu saru dengan individu lain. Keadaan masyarakat
pun akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan individu [ CITATION Wal03 \l
1033 ].
Merujuk pada pengertian stress yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa stress sosial adalah segala respon individu baik itu respon fisiologis
maupun respon psikologis terhadap stimulus eksternal berupa lingkungan sosial yang
akhirnya menimbulkan ketegangan/tekanan yang tidak menyenangkan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION Suh06 \l 1033 ] Universitas
Gajah Mada yang mengkaji tingkat stress, mengemukakan bahwa stress sosial pada
mahasiswa dipicu oleh lingkungan sosial yaitu pergaulan dengan teman, hubungan
dengan dosen, dan interaksi dengan masyarakat sekitar tempat tinggal.
Sayiner (2006) dalam tulisannya “stress level of university students”
mengemukakan bahwa perubahan kedalam kehidupan universitas dapat menjadi stress
karena mahasiswa harus meninggalkan dukungan sosialnya selama ini. Stres ini dapat
menimbulkan perasaan homesickness dan keinginan untuk kembali ke rumah.
3.
Stres personal
Personal
adalah
segala
sesuatau
hal
yang
bersifat
pribadi
atau
perseorangan[ CITATION Dep07 \l 1033 ]. Berdasarkna pengertian stress yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sters personal adalah segala
respon fisiologi maupun respon psikologi terhadap persoalan pribadi atau perseorangan
yang akhirnya menimbulkan ketegangan/ tekanan yang tidak menyenangkan.
Dalam penelitian yang dilakukan oelh Suhoyo, Emilia, dan Hadianto (2006) pada
Mahasiswa Tingkat Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada yang menkaji
tingkat stress, mengemukakan bahwa pemicu stress personal pada mahasiswa yaitu
keuangan, masalah pribadi dan keluarga, tidak ada waktu untuk santai.
F.
Terapi Humor
a. Definisi Humor
Humor berasal dari bahas inggris yangg berarti kelucuan atau kejelakaan. Humor
didefinisikan oleh The Oxford English Dictionary sebagai kualitas tindakan, ucapan, atau
tulisan yang menggairahkan. Humor merupakan sebuah aspek afektif, kognitif, atau estetika
dari seseorang, stimulus, atau peristiwa yang membangkitkan, seperti hiburan, sukacita,
kegembiraan atau sebagai tertawa, tersenyum [ CITATION Was11 \l 1033 ].
American Association for Humor Terapy (AATH) dalam[ CITATION Mey07 \l 1033 ],
menyatakan bahwa terapi humor adalah intervensi terapeutik menggunakan stimulusstimulus yang merangsang ekspresi senang. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan
atau digunakan sebagai pengobatan komplementer penyakit untuk memfasilitasi
penyembuhan atau mengatasi, baik fisik, emosional, kognitif, sosial, atau spiritual.
Dari perspektif psikologis, secara teoritis dan secara operasional, humor didefinisikan
dalam beberapa cara melibatkan kognitif, emosi, perilaku, psychophysiological, dan sosial.
Istilah humor dapat digunakan untuk merujuk ke stimulus (misalnya, sebuah film komedi),
suatu proses 22 mental (misalnya, persepsi atau penciptaan incongruities lucu). Tertawa
adalah ekspresi perilaku yang paling umum dari pengalaman lucu dan tawa juga biasanya
dikaitkan dengan emosi yang menyenangkan [ CITATION Mar01 \l 1033 ].
Humor dapat didefinisikan secara luas sebagai pendekatan untuk diri sendiri dan orang
lain yang ditandai dengan pandangan yang fleksibel yang memungkinkan seseorang untuk
menemukan, mengekspresikan atau menghargai segala sesuatu yang bersifat lucu
[ CITATION Hoo09 \l 1033 ]. Secara emosional, humor merupakan jalan untuk
menghilangkan konflik yang terpendam dan menyedihkan seperti dikutip dalam
[ CITATION Ros86 \l 1033 ].
Dari beberapa definsi di atas, dapat disimpulkan bahwa humor adalah segala sesuatu
(tindakan, ucapan, tulisan, peristiwa serta stimulus-stimulus lainnya) yang membangkitkan
rasa senang.
b. Fungsi Humor
James Danandjaya (dalam artikel yang berjudul Sejarah, Teori dan Fungsi Humor,
2007), mengatakan bahwa fungsi humor yang paling menonjol, yaitu sebagai sarana
penyalur perasaan yang menekan diri seseorang. Fungsi humor yang lain adalah sebagai
rekreasi. Dalam hal ini, humor berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam hidup
sehari-hari yang bersifat rutin. Sifatnya hanya sebagai hiburan semata. Selain itu, humor
juga berfungsi untuk menghilangkan stres akibat tekanan jiwa atau batin [ CITATION Rah07
\l 1033 ].
Emil Salim (dalam artikel 23 yang berjudul Sejarah, Teori dan Fungsi Humor, 2007)
berpendapat bahwa dalam bidang sosial, humor merupakan stimulus sosial yang
menyenangkan dan dapat mengembangkan hubungan dengan teman. American Association
for Humor Terapy (AATH) dalam [ CITATION Mey07 \l 1033 ], menyatakan bahwa humor
dapat dijadikan intervensi terapeutik menggunakan stimulus-stimulus yang merangsang
ekspresi senang. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan atau digunakan sebagai
pengobatan komplementer penyakit untuk memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi, baik
fisik, emosional, kognitif, sosial, atau spiritual.
c. Tipe-Tipe Humor
Jenis humor menurut Arwah Setiawan [dikutip dalam [ CITATION Rah07 \l 1033 ]],
dapat dibedakan menurut kriterium bentuk ekspresi. Sebagai bentuk ekspresi dalam
kehidupan kita, humor dibagi menjadi tiga jenis yakni:
1) Humor personal, yaitu kecenderungan tertawa pada diri kita, misalnya bila kita melihat
sebatang pohon yang bentuknya mirip orang sedang buang air besar.
2) Humor dalam pergaulan, mislnya senda gurau di antara teman, kelucuan yang diselipkan
dalam pidato atau ceramah di depan umum.
3) Humor dalam kesenian, atau seni humor. Humor dalam kesenian, diantaranya humor
lakuan, misalnya, lawak, tari humor, dan pantomim lucu, humor grafis, misalnya, kartun,
karikatur, foto jenaka, dan patung lucu, humor literatur, misalnya, cerpen lucu, esei
satiris, dan semacamnya.
d. Teori Humor
Teori humor menurut Setiawan (1990) dalam artikel yang berjudul Sejarah, Teori dan
Fungsi Humor, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Teori keunggulan; seseorang akan tertawa jika ia secara tiba-tiba memperoleh perasaan
unggul atau lebih sempurna dihadapkan pada pihak lain yang melakukan kesalahan,
kekurangan atau mengalami keadaan yang tidak menguntungkan. Contoh, seseorang
dapat tertawa terbahak-bahak pada waktu melihat pelawak terjatuh, terinjak kaki
temannya serta melakukan berbagai kekeliruan dan ketololan.
2) Teori ketaksesuaian; perasaan lucu timbul karena kita dihadapkan pada situasi yang sama
sekali tak terduga atau tidak pada tempatnya secara mendadak, sebagai perubahan atas
situasi yang sangat diharapkan. Harapan dikacaukan, kita dibawa pada suatu sikap
mental yang sama sekali berbeda. Sebagai contoh adalah rasa humor yang timbul karena
kita melihat kartun yang menggambarkan seseorang yang sedang mancing.
3) Teori kelegaan atau kebebasan; inti humor adalah pelepasan atas kekangan-kekangan
yang terdapat pada diri seseorang. Bila dorongan-dorongan batin alamiah mendapat
kekangan, dapat dilepaskan atau dikendorkan, misalnya lewat lelucon seks, sindiran
jenaka atau umpatan, meledaklah perasaan menjadi tertawa.
Humor dan tertawa riang dapat mengurangi stres dan mengurangi hormon stres
termasuk kortisol dan katekolamin. Kortisol, misalnya, dapat merusak sel-sel saraf dari
hippocampus, yang merupakan bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk mengubah
informasi
sementara
menjadi
informasi
yang
permanen.
[Bains,
2012
dikutip
dalam[ CITATION Rei12 \l 1033 ]]. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Simon (1988) menyatakan bahwa humor dapat digunakan sebagai mekanisme koping dalam
menghadapi kecemasan dan ketegangan[ CITATION Ver92 \l 1033 ]. Penelitian yang
dilakukan mengenai hubungan antara stres, mood, dan pandangan akan humor, didapatkan
hasil bahwa humor dapat menurunkan angka kecemasan dan meningkatkan kualitas
hidup[ CITATION Mar01 \l 1033 ]
Humor merupakan sesuatu yang lucu dan dapat membuat individu tertawa dan merasa
senang. Humor memberikan perspektif yang berbeda dari suatu masalah sehingga dapat
membuat situasi menjadi ringan [ CITATION Lub09 \l 1033 ]. Pemberian stimulasi humor
dalam pelaksanaan terapi diperlukan karena beberapa orang mengalami kesulitan untuk
memulai tertawa tanpa adanya alasan yang jelas. Apabila humor di berikan sebagai satusatunya stimulus untuk menghasilkan tawa dalam bentuk terapi akan disebut sebagai terapi
humor, namun jika di kombinasikan dengan hal-hal lain dalam rangka untuk menciptakan
tawa alami (misalnya dengan yoga atau meditasi), akan disebut sebagai terapi tawa (Dian,
2006). Pemberian terapi sebaiknya dilakukan sesering mungkin, karena idealnya terapi
humor diberikan setiap hari. Pemberian terapi humor dengan frekuensi lebih banyak akan
dapat meningkatkan sense of humor pada lansia [ CITATION Fah08 \l 1033 ].
Terapi humor dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk humor audiovisual dan
termasuk dalam kategori cerita ringkas. Humor yang disajikan secara audiovisual
merupakan input sensori yang akan masuk ke dalam thalamus yang berfungsi mengirimkan
input sensori ke serebral korteks. Serebral korteks berhubungan dengan hipothalamus,
amygdala dan hippocampus. Impuls sensori akan masuk ke dalam amygdala yang berfungsi
untuk membentuk pengalaman emosional. Amygdala bekerja dengan cepat mengevaluasi
informasi dan kemudian dengan cepat menentukan kepentingan emosionalnya. Terapi humor
akan memberikan pengalaman emosional positif. Terapi humor juga dapat merangsang
peneluaran endorphin dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga metenonin.
Zat-zat tersebut merupakan zat yang baik untuk otak, karena dapat membuat seseorang
menjadi lebih tenang [ CITATION Wad07 \l 1033 ].
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stres
Stres merupakan suatu respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan
tubuh yang terganggu, suatu kejadian umum dan merupakan hal biasa yang terjadi dalam
kehidupan sehari hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi
dampak secara total pada individu antara lain pada fisik, psikologis, intelektual, sosial dan
spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis [ CITATION Ras04 \l 1033 ].
Menurut Lazarus [1984, dikutip dalam [ CITATION Nas07 \l 1033 ]], stress juga
dapat diartikan sebagai:
1.
Stimulus, yaitu stress merupakan suatu kondisi atau kejadian tertentu yang
menimbulkan stress, atau disebut juga dengan stressor.
2.
Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena
adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat berupa
respon fisiologis, seperti jantung berdebar, gemetar dan pusing serta respon psikologis,
seperti takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
3.
Proses, yaitu stress yang digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif
dapat mempengaruhi dampak stress, melalui strategi tingkah laku kognisi, maupun
afeksi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stress adalah segala respon individu baik
itu respon fisiologi maupun respon psikologi terhadap stimulus internal maupun eksternal
yang akhirnya menimbulkan ketegangan/ tekanan yang tidak menyenangkan.
B. Penggolongan Stress
Menurut Davidson [2004, dikutip dalam [ CITATION Sya09 \l 1033
]],
menggolongkan stress menjadi dua golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi
individu terhadap stress yang dialaminya:
1.
Distress (stress negatif)
Distress sebagai stress yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stress
dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan,
khawatir atau gelisah. Sehingga individu menglami keadaan psikologi yang negative,
menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
2.
Eustress (stress positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan.
Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi
individu. Eustress juga dapat meningkatkan motovasi individu dalam menciptakan
sesuatu , misalnya menciptakan karya seni.
C. Stressor
Stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stressor
menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja
kebutuhan fisiologi, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual atau kebutuhan
cultural [ CITATION Pot05 \l 1033 ]
Secara umum, stressor dapat diklasifikasikan sebagai internal atau eksternal. Stressor
internal berasal dari dalam diri seseorang (misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau
menopause atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah). Stressor eksternal berasal dari
luar diri seseorang (misalnya perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam
peran keluarga atau sosial atau tekanan dari pasangan) [ CITATION Pot05 \l 1033 ].
Menurut Pettijohn [1987, dikutip dalam [ CITATION Sya09 \l 1033 ]] stres psikologi
disebabkan oleh 3 (tiga) hal yaitu:
1.
Tekanan (pressure)
Tekanan terjadi karena adanya tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan
tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Secara unmum tekanan mendorong
individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah sasaran
tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk
yang berbeda-beda pada setiap individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat
menghabiskan sumber-sumber daya yang memiliki dalam proses pencapaian
sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptif. Tekanan
dapat berasal dari sumber internal atau eksternal atau keduanya. Tekanan internal
misalnya adalah sistem nilai, selt esteem, konsep diri dan komitmen personal. Tekanan
eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau peran yang harus dijalani seseorang atau
juga dapat berupa kompetisi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat antara lain
pekerjaan, sekolah dan mendapatkan pasangan hidup.
2.
Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu
mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang
diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang
mengancam, seperti timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi.
3.
Konflik
Konflik terjadi jika individu berada dalam tekanan dan merespon langsung
terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupu motif yang
berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 (tiga) jenis konflik, yaitu:
a.
Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara
dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang sulit
menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan.
Stress muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak
diambil. Jenis stress ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b.
Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu diharapkan pada dua pilihan
yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil diluar nikah,
disatu sisi ia tidak ingin untuk aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental
dan financial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit untuk
diputuskan
dan
memerlukan
lebih
banyak
tenaga
dan
waktu
untuk
menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang
tidak menyenangkan.
c.
Approach-avoidance conflict, adalah situasi dimana individu merasa tertarik
sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau dari suatu
objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena
khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan hidupnya
kelak tanpa rokok.
Menurut Luthans [(1992, dikutip dalam [ CITATION Wid07 \l 1033 ]] menyebutkan
bahwa penyebab stress (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1.
Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/ teknologi, keluarga,
relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas dan keadaan komunitas/ tempat
tinggal.
2.
Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, strektur organisasi,
keadaan fisik dalam organisasi dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3.
Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya
dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal dan intergroup.
4.
Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta
disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learnead
helplessness, self-efficacy dan daya tahan psikologis.
Sedangkan [ CITATION Sis07 \l 1033 ], membedakan stressor dalam 4 (empat)
kelompok berbeda, yaitu:
1. Lingkungan fisik, misalnya suhu yang terlalu panas atau dingin, perubahan cuaca,
cahaya yang terlalu terang/ gelap, suara yang terlalu bisisng, polusi dan kepadatan.
2. Individual, misalnya konflik yang berhubungan dengan peran dan tuntutan
tanggungjawab yang dirasakan berat bisa membuat seseorang menjadi tenang.
3. Kelompok, seperti hubungan dengan teman, hubungan dengan atasan dan hubungan
dengan bawahan.
4. Keorganisasian, seperti kebijakan yang diambil perusahaan, struktur organisasi yang
tidak sesuai dan partisipasi para anggota yang rendah.
D. Respon terhadap Stress
Stress sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada
keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun,
berhadapan dengan suatu stressor tidak selalu mengakibatkan gannguan secara psikologi
maupu fisiologi. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap
peristiwa yang dialaminya [Hager 1999, dikutip dalam [ CITATION Wid07 \l 1033 ]].
Respon terhadap stress terbagi atas dua macam yaitu respon fisiologis dan respon
psikologis [ CITATION Pot05 \l 1033 ].
1.
Respon Fisiologis
Menurut Selye [1976, dikutip dalam [ CITATION Pot05 \l 1033 ]], telah
mengidentifikasi dua respon fisiologi terhadap stress yaitu sindrom adaptasi local (LAS)
dan sindrom adaptasi umum (GAS).
Local adaptation syndrome (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stress. Respon setempat
ini termasuk pembekuan darah, penyumbatan luka, akomodasi mata terhadap cahaya
dan respon terhadap tekanan.
General adaptation symdrome (LAS)
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini
melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama system saraf otonomdan system endokrin.
GAS terdiri atas reaksi alarm, tahap resistensi dan tahap kehabisan tenaga.
a.
Reaksi alarm
Reaksi alarm melibatkan pengarahan mekanisme pertahanan diri tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatka
volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk beraksi. Hormon
lainnya dilepaskan utnuk meningkatkan kadar glukosa darah guna menyiapkan
energy utnuk keperluan adaptasi, meningkatkan kadar hormon lain
seperti
epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan peningkatan frekuensi jaunting,
meningkatkan aliran darah ke otot, menigkatkan ambilan oksigen, memperbesar
kewaspadaan mental.
Aktivitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan
respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekuensi
pernapasan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual
yang lebih besar dan frekuensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih
banyak. Perubahan lainnya yang terjadi menyiapkan individu untuk bertindak.
Dengan peningkatan kewaspadaan dan energy mental ini, seseorang disiapkan
untuk melawan atau menghindari stressor.
Selama reaksi alarm individu dihadapkan pada stressor spesifik. Respon
fisiologis individu adalah mendalam, melibatkan sistim tubuh utama, dan dapat
berlangsung dari hitungan waktu dari menit sampai jam, kemungkinana juga
merupakan ancaman terhadap hidup. Jika stressor terus menetap setelah reaksi
peringatan, individu berkembang ke fase kedua dari GAS yaitu resisten.
b.
Tahap resisten
Dalam tahap resisten, tubuh kembali menjadi stabil, kadar hormone, frekuensi
jantung, tekanan darah, curah jantung kembali ketingkat normal. Individu berupaya
untuk mengadaptasi terhadap stressor. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun demikian, jika stressor tetap
terus menetap maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap
kehabisan tenga.
c.
Tahap kehabisan tenaga
Tahap kehabisan tenaga terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres
dan ketika energy yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah menipis.
Respon fisiologis menghebat, tetapi tingkat energy individu terganggu dan adaptasi
terhadap stressor hilang. Tubuh tidak mampu untuk mempertahankan dirinya
terhadap dampak stressor, regulasi fiswiologis menghilang, dan jika stress berlanjut
dapat terjadi kematian.
2.
Respon psikologis
Menurut [ CITATION Nas07 \l 1033 ], membagi reaksi psikologis menjadi 3
(tiga) yaqitu kognisi, emosi, dan perilaku sosial.
a.
Kognisi
Reaksi spesifikpada fungsi kognitif terlihat pada proses berpikir, status
mental, konsentrasi, dan ingatan. Dalam keadaan biasa, seseorang dapat berpikir
secara rasional daqn fleksibel, seseorang mampu menggunakan pikirannya untuk
memecahkan masalah dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.
Sementara dalam keadaan stress, kemampuan untuk menggunakan pikiran
secara rasional coherent terganggu. Pikiran terlalu didominasi oleh rasa khawatir
terhadap konsekuensi dari setiap tindakan dan oleh konsep diri yang negatif.
Dalam keadaan stress, kemampuan untuk berkonsentrasi melemah, pikiran
menjadi kacau oleh obsesi dan stimulus ekstremal. Konsentrasi yang melemah
mengganggu penampilan individu kemampuan menyelesaikan masalah. Selain
itu, orang yang stress seringkali bingung dan menjadi pelupa[ CITATION
Cri831 \l 1033 ].
b.
Emosi
Emosi yang biasa muncul ketika stress yaitu cemas dan depresi. Seseorang
yang merasa cemas selalu merasa susah, gelisah, dan takut. Sedangkan seseorang
yang depresi selalu merasa sedih, tak berharga, lelah dan pesimis [ CITATION
Cri831 \l 1033 ].
c.
Perilaku sosial
Stress dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu
dapat berperilaku positif maupun negatif. Stress yang diikuti oleh rasa marah
membuat perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat
menimbulkan perilaku agresif [Sherif & Sherif, Donnerstein & Wilson, Cohen &
Spacapan dikutip dalam [ CITATION Nas07 \l 1033 ]]
Cox [1990, dikutip dalam [ CITATION Sis07 \l 1033 ]], mengkategorikan
akibat stress menjadi 5 kategori yaitu:
1. Akibat subjektif, yaitu akibat yang dirasakan secara pribadi, meliputi
kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan,
kehilangan kesabaran, harga diri rendah, perasaan terpencil.
2. Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilakuperilaku tertentu, meliputi mudah terkena kecelakaan, penyalagunaan obat,
peledakan emosi, berperilaku impulsive, tertawa gelisah.
3. Akbat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi
tidak mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi,
tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama, sangat
peka terhadap kecemasan dan mengalami rintangan mental.
4. Akibat fisiologis, yaitu akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau
kerja alat-alat tubuh, yaitu tingkat gula darah meningkat, denyut
jantung/tekanan darah naik, mulut menjadi kering, berkeringat, pupil mata
membesar, tubuh kadang panas dan kadang dingin.
5. Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi
absent, produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja,
ketidakpuasan kerja, menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap
organisasi.
E. Stress pada Mahasiswa
Dalam [ CITATION Dep07 \l 1033 ], dijelaskan mahasiswa adalah orang yang belajar
di perguruan tinggi. Merujuk pada pengertian stress yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa stress pada mahasiswa adalah segala respon mahasiswa baik
itu respon fisiologis maupun respon psikologis terhadap stimulus internsl msupun eksternal
yang akhirnya menimbulkan ketegangan/ tekanan yang tidak menyenangkan.
Anon (2006) mengemukakan bahwa stress merupakan persoalan penting pada
mahasiswa yang dapat muncul ketika berhadapan dengan beragam tekanan mengenai
persoalan akademik, personal dan sosial. Ross, Neibling dan Hecker (1999) melakukan
penelitian terhadap 100 mahasiswa Midwestern University menemukan bahwa penyebab
stress pada mahasiswa antara lain masalah intrapersonal, lingkungan, interpersonal dan
akademik, di mana masalah intrapersonal menjadi penyebab utaman.
Menurut [ CITATION Sis07 \l 1033 ], membagi permasalah mahasiswa dalam 6
kategori, yaitu:
1.
Perbedaan cara belajar
2.
Perpindahan tempat
3.
Mencari teman baru dan pergaulan
4.
Perubahan relasi
5.
Pengaturan waktu
6.
Nilai-nilai hidup
Menurut [ CITATION Say06 \l 1033 ], dalam tulisannya “Stress level of university
student” memebagi penyebab stress pada mahasiswa dalam 3 (tiga) penyebab utama yaitu
lingkungan fisik, lingkungan sosial dan self-interprestation. Zulharman (n.d.) menyebutkan
tekanan dan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa meliputi masalah akademik dan
masalah non akademik. Masalah akademik seperti tekanan menghadapi ujian, nilai Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) rendah, terancam drop out dan masalah akademik lainnya.
Sedangkan, masalah non akademik seperti masalah keuangan, masalah keluarga, masalah
akomodasi, masalah interpersonal maupun intrapersonal.
Sedangkan [ CITATION Suh06 \l 1033 ], dalam penelitiannya “Tingkat Stress pada
Mahasiswa Tingkat Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada” membagi stress
mahasiswa dalam 3 (tiga) kategori yaitu stress akademik, stress sosial dan stress personal.
Stress akademik dipicu antara lain masalah kurikulum, materi pendidikan yang padat, jadwal
rutin, ujian, sarana dan prasarana, serta indeks prestasi (IP). Sedangkan stress sosial
diakibatkan oleh lingkungan sosial yaitu pergaulan dengan teman ataupun hubungan dengan
dosen. Sementara pemicu stress personal yaitu masalah keuangan, masalah pribadi dan
keluarga, tidak ada waktu untuk santai.
Dari uraian diatas, maka stress pada mahasiswa dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)
macam, yaitu stress akademik, stress sosial dan stress personal.
1.
Stress akademik
Menurut [ CITATION Dep07 \l 1033 ], akademik adalah segala hal yang
berhubungan dengan lembaga pendidikan tinggi yang mendidik tenaga professional.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa akademik
adalah segala hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan bersifat ilmiah
khususnya menyangkut pendidikan di sekolah dan universitas.
Menurut Gadzella [(1991, dikutip dalam[ CITATION Dam06 \l 1033 ]],
mengelompokkan stressor akademik menjadi 5 (lima) kategori, antara lain:
a. Frustasi
Dalam kaitannya dengan keterlambatan untuk mencapai tujuan, kurangnya sumber
daya yang tersedia, kegagalan dalam mencapai tujuan, merasa terasing dalam
lingkungan, masalah dengan teman dekat, menyia-nyiakan kesempatan walaupun
memenuhi kualifikasi.
b. Konflik
Akibat dua atau lebih alternatif yang diinginkan dan yang tidak diinginkan untuk
mencapai tujuan dengan mempertimbangkan konsekuensi baik positif maupun
negatfe.
c. Tekanan
Tekanan disebabkan oleh adanya kompetisi, deadline (tenggat waktu), beban kerja
yang berlebihan, tenggungjawab dan keinginan atau harapan.
d. Perubahan
Perubahan terjadi akibat adanya perubahan hidup yang meliputi semua perubahan
apa saja yang dapat mengganggu kehidupan individu.
e. Self-imposed
Terjadi ketika seseorang berusaha untuk selalu menang atau ingin diperhatikan dan
dicintai oleh semua orang, kekhawatiran berlebihan, prograstinasi (penundaan),
perfeksionis dan kecemasan ketika menghadapi ujian.
Menurut Hall [(2004, dikutip dalam [ CITATION Dam06 \l 1033 ]] ,menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi stress akademik yaitu sebgai berikut:
a. Pengalaman sebelumnya
Individu yang pernah mengalami situasi stressful pada umumnya akan lebih
mampu menghadapi dengan baik jika situasi yang menyebabkan stress muncul
lagi.
b. Informasi
Informasi mengenai suatu peristiwa stress dapat memberikan persiapan kepada
individu untuk menerima keadaan tersebut.
c. Perbedaan individu
Sebagian individu berusaha untuk melindungi diri mereka dari dampak stress
seperti penyangkalan atau melepaskan diri dari situasi tersebut.
d. Dukungan sosial
Dampak dari peristiwa stress dipengaruhi oleh sistem sosial, dukungan dan
empati dari orang lain sangat membantu mengurangi tingkat stress.
e. Kontrol
Kepercayaan individu untuk mengontrol situasi yang menyebabkan stress dapat
mengendalikan situasi akibat stress.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyebab stress akademik
pada mahasiswa , yaitu:
a. Adaptasi cara belajar/ kurikulum
Perguruan tinggi yang menuntut mahasiswa untuk lebih aktif dalam
mempelajari dan memahami materi. Materi yang diberikan dosen biasanya
bersifat sebagai pengantar, sedangkan pendalaman lebih lanjut diserahkan
kepada mahasiswa yang bersangkutan. Ini menyebabkan kedalaman dalam
suatu materi tergantung dari kektifan mahasiswa dengan usahanya mencari
referensi yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Belum lagi perbedaan
sistem paket yang diterapkan SMU dan sistem SKS yang berlaku di
perguruan tinggi, yang betul-betul menuntut mahasiswa lebih aktif kalau
ingin lulus dengan nilai yang memuaskan dan dalam jangka waktu yang
singkat [ CITATION Sis07 \l 1033 ].
b. Tugas kulaih yang banyak
Menurut Atkinson [1998, dalam[ CITATION Mah07 \l 1033 ]], beban kerja
yang terlalu banyak dalam waktu yang singkat juga dapat mengakibatkan
stress. Dari hasil penelitian [ CITATION Mah07 \l 1033 ], ditemukan bahwa
beban kerja berlebih merupakan faktor utama penyebab stress pada
mahasiswa.
c. Materi kulaih yang sangat padat dan banyak
Sugiyati (Harian Umum Pelita 23 Februari 2009) mengatakan salah satu
masalah yang dihadapi pendidikan adalah kurikulum yang dianggap terlalu
berat dan membebani siswa. Pendapat ini dapat dianalogikan dengan materi
kuliah padat, dimana akibat kurikulum yang terlalu berat menjadikan kuliah
sebagai stressor bagi mahasiswa. Akibatnya, mahasiswa tidak enjoy namun
namun malah stress dan putus kuliah.
d. Jadwal kuliah yang padat (> 7 jam)
Cooper dikutip dalam [ CITATION Wid07 \l 1033 ], yang menyatakan
stressor dari pekerjaan yang dapat dianalogikan dalam perkuliahan
menunjukkan bahwa kerja atau kulaih yang berlebihan secara kualitatif dan
kuantitatif dapat mengakibatkan kelelahan mental ataupun fisikdalam bekerja
atau kuliah yang pada akhirnya meningkatkan kesensitifan dan ketegangan.
e. Ujian
Beberapa ahli menemukan bahwa penyebab utama stress akademik pada
mahasiswa adalah tugas-tugas kulaih dan ujian. [ CITATION Tim05 \l 1033 ],
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa ujian semester merupakan salah
satu contoh stressor psikis yang dalam penilaian termasuk tariff ringan. Ujian
adalah keadaan yang menegangkan dan mencemaskan. Materi ujian yang
belum dikuasai, perasaan belum siap untuk menghadapi ujian padahal waktu
ujian didepan mata, juga berpotensi menimbulkan stress.
f. Indeks prestasi (IP)
Indeks Prestasi adalah nilai kredit rata-rata yang merupakan satuan nilai akhir
yang menggambarkan mutu penyelesaian suatu program studi. Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan angka yang menunjukkan prestasi atau
kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif mulai dari semester pertama
sampai dengan semester paling akhir yang ditempuh. IPK digunakan sebagai
criteria dalam pemberian sanksi akademik dan evalusai studi pada akhir
program. Peringkat sangat penting bagi mahasiswa, dikutip dalam
[ CITATION Ano06 \l 1033 ], yang membahas tentang peringkat, beberapa
para ahli mengemukakan antara lain Greenberg (1995) melaporkan bahwa 7
darin 8 siswa berkonsentrasi pada peringkat mereka, Abouserie (1994)
menunjukkan bahwa penyebab stress di Universitas adalah stress akademik,
ujian dan hasil. Selain itu, Yi, Lin dan Kishimoto (2000) juga mengemukakan
bahwa peringkat merupakan konsentrasi utama pada mahasiswa. Tekanan
terhadap hasil ini dapat memicu distress.
g. Peraturan yang ketat
Sugioaryo [1999, dikutip dalam [ CITATION Ily09 \l 1033 ]] mengemukakan
beberapa permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa di mana salah satunya
disebabkan
oleh
peraturan-peraturan
sekolah/
lembaga
dan
dirasa
memberatkan. Displin dianggap sebagai kepatuhan siswa terhadap peraturan
dan perintah guru/ senior mereka. Selain itu, kepatuhan tersebut terbina
karena adanya aneka hukuman yang menyertai ketidakpatuhan.
h. Lingkunagen belajar tidak sesuai (padat/ bising)
Riggo [2001, dikutip dalam [ CITATION Mah07 \l 1033 ]], menekankan
bahwa lingkungan merupakan suatu organisasi yang dapat mendatangkan
masalah stress kepada individu. Kebisingan dan kurangnya kebebasan
seseorang
dapat
mengakibatkan
kebingungan,
ketegangan
atau
ketidaknyamanan [ CITATION Pot05 \l 1033 ]
Manurut [ CITATION Mah07 \l 1033 ], dalam penelitiannya menemukan
bahwa penyebab ketiga stress pada mahasiswa adalah keadaan lingkungan
yang tidak sesuai antara lain tempat belajar tidak nyaman, suasana bising
pada saat kuliah dan ruang kuliah yang sempit.
i. Sarana dan prasarana
Kondisi perkulaihan yang memburuk berpotensi menjadi penyebab
mahasiswa mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan
menurunnya produktivitas. Jika ruangan kuliah tidak nyaman, panas, sirkulasi
darah kurang memadai, raung kulaih terlalu padat, lingkungan kurang bersih,
berisik tentu besar pengaruhnya terhadap kenyamanan belajar siswa
[ CITATION Rin02 \l 1033 ]
2.
Stress sosial
Sosial adalah segala hal yang berhubungan dengan masyarakat [ CITATION
Dep07 \l 1033 ]. Sedangkan [ CITATION Cha06 \l 1033 ], menjelaskan bahwa sosial
menyinggung relasi di antara dua atau lebih individu.
Lingkungan sosial yaitu merupakan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan
masyarakat ini ada interaksi individu saru dengan individu lain. Keadaan masyarakat
pun akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan individu [ CITATION Wal03 \l
1033 ].
Merujuk pada pengertian stress yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa stress sosial adalah segala respon individu baik itu respon fisiologis
maupun respon psikologis terhadap stimulus eksternal berupa lingkungan sosial yang
akhirnya menimbulkan ketegangan/tekanan yang tidak menyenangkan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION Suh06 \l 1033 ] Universitas
Gajah Mada yang mengkaji tingkat stress, mengemukakan bahwa stress sosial pada
mahasiswa dipicu oleh lingkungan sosial yaitu pergaulan dengan teman, hubungan
dengan dosen, dan interaksi dengan masyarakat sekitar tempat tinggal.
Sayiner (2006) dalam tulisannya “stress level of university students”
mengemukakan bahwa perubahan kedalam kehidupan universitas dapat menjadi stress
karena mahasiswa harus meninggalkan dukungan sosialnya selama ini. Stres ini dapat
menimbulkan perasaan homesickness dan keinginan untuk kembali ke rumah.
3.
Stres personal
Personal
adalah
segala
sesuatau
hal
yang
bersifat
pribadi
atau
perseorangan[ CITATION Dep07 \l 1033 ]. Berdasarkna pengertian stress yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sters personal adalah segala
respon fisiologi maupun respon psikologi terhadap persoalan pribadi atau perseorangan
yang akhirnya menimbulkan ketegangan/ tekanan yang tidak menyenangkan.
Dalam penelitian yang dilakukan oelh Suhoyo, Emilia, dan Hadianto (2006) pada
Mahasiswa Tingkat Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada yang menkaji
tingkat stress, mengemukakan bahwa pemicu stress personal pada mahasiswa yaitu
keuangan, masalah pribadi dan keluarga, tidak ada waktu untuk santai.
F.
Terapi Humor
a. Definisi Humor
Humor berasal dari bahas inggris yangg berarti kelucuan atau kejelakaan. Humor
didefinisikan oleh The Oxford English Dictionary sebagai kualitas tindakan, ucapan, atau
tulisan yang menggairahkan. Humor merupakan sebuah aspek afektif, kognitif, atau estetika
dari seseorang, stimulus, atau peristiwa yang membangkitkan, seperti hiburan, sukacita,
kegembiraan atau sebagai tertawa, tersenyum [ CITATION Was11 \l 1033 ].
American Association for Humor Terapy (AATH) dalam[ CITATION Mey07 \l 1033 ],
menyatakan bahwa terapi humor adalah intervensi terapeutik menggunakan stimulusstimulus yang merangsang ekspresi senang. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan
atau digunakan sebagai pengobatan komplementer penyakit untuk memfasilitasi
penyembuhan atau mengatasi, baik fisik, emosional, kognitif, sosial, atau spiritual.
Dari perspektif psikologis, secara teoritis dan secara operasional, humor didefinisikan
dalam beberapa cara melibatkan kognitif, emosi, perilaku, psychophysiological, dan sosial.
Istilah humor dapat digunakan untuk merujuk ke stimulus (misalnya, sebuah film komedi),
suatu proses 22 mental (misalnya, persepsi atau penciptaan incongruities lucu). Tertawa
adalah ekspresi perilaku yang paling umum dari pengalaman lucu dan tawa juga biasanya
dikaitkan dengan emosi yang menyenangkan [ CITATION Mar01 \l 1033 ].
Humor dapat didefinisikan secara luas sebagai pendekatan untuk diri sendiri dan orang
lain yang ditandai dengan pandangan yang fleksibel yang memungkinkan seseorang untuk
menemukan, mengekspresikan atau menghargai segala sesuatu yang bersifat lucu
[ CITATION Hoo09 \l 1033 ]. Secara emosional, humor merupakan jalan untuk
menghilangkan konflik yang terpendam dan menyedihkan seperti dikutip dalam
[ CITATION Ros86 \l 1033 ].
Dari beberapa definsi di atas, dapat disimpulkan bahwa humor adalah segala sesuatu
(tindakan, ucapan, tulisan, peristiwa serta stimulus-stimulus lainnya) yang membangkitkan
rasa senang.
b. Fungsi Humor
James Danandjaya (dalam artikel yang berjudul Sejarah, Teori dan Fungsi Humor,
2007), mengatakan bahwa fungsi humor yang paling menonjol, yaitu sebagai sarana
penyalur perasaan yang menekan diri seseorang. Fungsi humor yang lain adalah sebagai
rekreasi. Dalam hal ini, humor berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam hidup
sehari-hari yang bersifat rutin. Sifatnya hanya sebagai hiburan semata. Selain itu, humor
juga berfungsi untuk menghilangkan stres akibat tekanan jiwa atau batin [ CITATION Rah07
\l 1033 ].
Emil Salim (dalam artikel 23 yang berjudul Sejarah, Teori dan Fungsi Humor, 2007)
berpendapat bahwa dalam bidang sosial, humor merupakan stimulus sosial yang
menyenangkan dan dapat mengembangkan hubungan dengan teman. American Association
for Humor Terapy (AATH) dalam [ CITATION Mey07 \l 1033 ], menyatakan bahwa humor
dapat dijadikan intervensi terapeutik menggunakan stimulus-stimulus yang merangsang
ekspresi senang. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan atau digunakan sebagai
pengobatan komplementer penyakit untuk memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi, baik
fisik, emosional, kognitif, sosial, atau spiritual.
c. Tipe-Tipe Humor
Jenis humor menurut Arwah Setiawan [dikutip dalam [ CITATION Rah07 \l 1033 ]],
dapat dibedakan menurut kriterium bentuk ekspresi. Sebagai bentuk ekspresi dalam
kehidupan kita, humor dibagi menjadi tiga jenis yakni:
1) Humor personal, yaitu kecenderungan tertawa pada diri kita, misalnya bila kita melihat
sebatang pohon yang bentuknya mirip orang sedang buang air besar.
2) Humor dalam pergaulan, mislnya senda gurau di antara teman, kelucuan yang diselipkan
dalam pidato atau ceramah di depan umum.
3) Humor dalam kesenian, atau seni humor. Humor dalam kesenian, diantaranya humor
lakuan, misalnya, lawak, tari humor, dan pantomim lucu, humor grafis, misalnya, kartun,
karikatur, foto jenaka, dan patung lucu, humor literatur, misalnya, cerpen lucu, esei
satiris, dan semacamnya.
d. Teori Humor
Teori humor menurut Setiawan (1990) dalam artikel yang berjudul Sejarah, Teori dan
Fungsi Humor, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Teori keunggulan; seseorang akan tertawa jika ia secara tiba-tiba memperoleh perasaan
unggul atau lebih sempurna dihadapkan pada pihak lain yang melakukan kesalahan,
kekurangan atau mengalami keadaan yang tidak menguntungkan. Contoh, seseorang
dapat tertawa terbahak-bahak pada waktu melihat pelawak terjatuh, terinjak kaki
temannya serta melakukan berbagai kekeliruan dan ketololan.
2) Teori ketaksesuaian; perasaan lucu timbul karena kita dihadapkan pada situasi yang sama
sekali tak terduga atau tidak pada tempatnya secara mendadak, sebagai perubahan atas
situasi yang sangat diharapkan. Harapan dikacaukan, kita dibawa pada suatu sikap
mental yang sama sekali berbeda. Sebagai contoh adalah rasa humor yang timbul karena
kita melihat kartun yang menggambarkan seseorang yang sedang mancing.
3) Teori kelegaan atau kebebasan; inti humor adalah pelepasan atas kekangan-kekangan
yang terdapat pada diri seseorang. Bila dorongan-dorongan batin alamiah mendapat
kekangan, dapat dilepaskan atau dikendorkan, misalnya lewat lelucon seks, sindiran
jenaka atau umpatan, meledaklah perasaan menjadi tertawa.
Humor dan tertawa riang dapat mengurangi stres dan mengurangi hormon stres
termasuk kortisol dan katekolamin. Kortisol, misalnya, dapat merusak sel-sel saraf dari
hippocampus, yang merupakan bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk mengubah
informasi
sementara
menjadi
informasi
yang
permanen.
[Bains,
2012
dikutip
dalam[ CITATION Rei12 \l 1033 ]]. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Simon (1988) menyatakan bahwa humor dapat digunakan sebagai mekanisme koping dalam
menghadapi kecemasan dan ketegangan[ CITATION Ver92 \l 1033 ]. Penelitian yang
dilakukan mengenai hubungan antara stres, mood, dan pandangan akan humor, didapatkan
hasil bahwa humor dapat menurunkan angka kecemasan dan meningkatkan kualitas
hidup[ CITATION Mar01 \l 1033 ]
Humor merupakan sesuatu yang lucu dan dapat membuat individu tertawa dan merasa
senang. Humor memberikan perspektif yang berbeda dari suatu masalah sehingga dapat
membuat situasi menjadi ringan [ CITATION Lub09 \l 1033 ]. Pemberian stimulasi humor
dalam pelaksanaan terapi diperlukan karena beberapa orang mengalami kesulitan untuk
memulai tertawa tanpa adanya alasan yang jelas. Apabila humor di berikan sebagai satusatunya stimulus untuk menghasilkan tawa dalam bentuk terapi akan disebut sebagai terapi
humor, namun jika di kombinasikan dengan hal-hal lain dalam rangka untuk menciptakan
tawa alami (misalnya dengan yoga atau meditasi), akan disebut sebagai terapi tawa (Dian,
2006). Pemberian terapi sebaiknya dilakukan sesering mungkin, karena idealnya terapi
humor diberikan setiap hari. Pemberian terapi humor dengan frekuensi lebih banyak akan
dapat meningkatkan sense of humor pada lansia [ CITATION Fah08 \l 1033 ].
Terapi humor dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk humor audiovisual dan
termasuk dalam kategori cerita ringkas. Humor yang disajikan secara audiovisual
merupakan input sensori yang akan masuk ke dalam thalamus yang berfungsi mengirimkan
input sensori ke serebral korteks. Serebral korteks berhubungan dengan hipothalamus,
amygdala dan hippocampus. Impuls sensori akan masuk ke dalam amygdala yang berfungsi
untuk membentuk pengalaman emosional. Amygdala bekerja dengan cepat mengevaluasi
informasi dan kemudian dengan cepat menentukan kepentingan emosionalnya. Terapi humor
akan memberikan pengalaman emosional positif. Terapi humor juga dapat merangsang
peneluaran endorphin dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga metenonin.
Zat-zat tersebut merupakan zat yang baik untuk otak, karena dapat membuat seseorang
menjadi lebih tenang [ CITATION Wad07 \l 1033 ].