HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUAR (1)

1. ROM :

2. CVA :

3. TIA :

4. MRI :

5. EEG :

Penderita stroke dengan kelemahan anggota gerak dan sendi pada umumnya mengalami ketergantungan dalam pemenuhan kebutuhan fisik, dan beresiko mengalami kecacatan apabila tidak dilakukan rehabilitasi medik ROM secara teratur. Keluarga pasien stroke diruang Flamboyan 2 cenderung menyerahkan sepenuhnya latihan ROM kepada petugas, keluarga hanya menunggu, mendampingi dan membantu kebutuhan dasar pasien saja. Menurut wawancara peneliti pada tiga keluarga pasien menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui manfaat ROM dan hanya mengetahui gerakan ROM sekedar menekuk dan meluruskan persendian. Pengetahuan keluarga tentang ROM diharapkan dapat diterapkan dalam melatih anggota keluarganya yang sakit sehingga penderita dapat mengoptimalkan kembali fungsi anggota geraknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

, pengambilan sampling menggunakan teknik total sampling pada 45 orang keluarga pasien stroke diruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Variabel yang diamati adalah Pengetahuan keluarga tentang ROM dan Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM. Analisa data menggunakan uji korelasi

Jenis penelitian ini

dengan

. Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan keluarga tentang ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu dalam kategori baik sebanyak 22 orang (48,9%). Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu sikap mendukung sebanyak 27 orang (60,0%). Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga dengan nilai p=0,014<0,05.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, ROM, Stroke, Keluarga Daftar Pustaka : 33 (2003 2014)

Diyah Supadmi 3) S.Dwi Sulistyawati , Aria Nurahman Hendra Kusuma

1) Student of the Bachelor of Nursing, the School of Health Sciences

(! ) of Kusuma Husada in Surakarta 2,3) Lecturers of the Bachelor of Nursing, the School of Health Sciences (! ) of Kusuma Husada in Surakarta

Abstract

Stroke patients with inability to move limbs and joints commonly experience dependency in meeting their physical needs and tend to suffer from the risk of disability if medical rehabilitation of ROM exercises is not performed regularly. The family members of stroke patients at Flamboyan 2 room tend to rely on medical personnel to deal with the exercises; they merely accompany, assist, and help patients with their basic needs. The interviews conducted by the researcher to three patients’ family members reveal that they do not know at all about the benefits of ROM exercises. For them, the exercises are just movements of bending and straightening the joints. This research aims at finding out the relationship between family’s knowledge and attitude on the performance of ROM exercises at Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga.

This research applied analytical survey with cross sectional survey design. Samples of 45 patients’ family members at Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga were taken using total sampling technique. The observed variables included the family’s knowledge on ROM and their attitude on the performance of ROM exercises. The data were then analyzed using Kendall’s Tau correlational test.

The research findings indicate that the family’s knowledge on ROM exercises at the aforementioned hospital is considered to be good (with total number of 22 respondents or 48.9%). In addition, supportive attitude on the performance of ROM exercises is found (with total number of 27 respondents or

60.0 %). The research concludes that there is a significant relationship between the family’s knowledge and attitude on the performance of ROM exercises at Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga with p value of 0.015<0.05.

Keywords : knowledge, attitude, ROM, stroke, family Bibliography : 33 (2003 2014)

Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat (WHO, 2014). Angka kematiannya mencapai 160.000 per tahun dan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar AS setahun. Insiden bervariasi 1,5 – 4 per 1000 populasi. Selain penyebab utama kematian juga merupakan penyebab utama kecacatan. Data beberapa rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pasien stroke senantiasa meningkat, diperkirakan hampir 50 % ranjang bangsal pasien saraf diisi oleh penderita stroke, yang didominasi oleh pasien dengan usia lebih dari 40 tahun (Handayani, 2013). Studi Framingham juga menyatakan, insiden stroke berulang dalam kurun waktu 4 tahun pada pria 42 % dan wanita

24 % (Lamsudin, 1998 dalam Handayani, 2013). Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan darah. Ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak (WHO, 2014). Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan mendadak atau mati rasa wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Gejala lain termasuk: kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan; kesulitan melihat dengan satu 24 % (Lamsudin, 1998 dalam Handayani, 2013). Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan darah. Ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak (WHO, 2014). Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan mendadak atau mati rasa wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Gejala lain termasuk: kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan; kesulitan melihat dengan satu

Ketidakmampuan pasien stroke untuk mobilisasi dapat mengganggu sistem metabolisme tubuh, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan

perubahan sistem

muskuloskleletal, perubahan perilaku, dan lain sebagainya (Hidayat, 2006).

Beberapa rehabilitasi yang umum dilakukan pada pasien stroke antara lain rehabilitasi emosi dengan melatih pasien untuk mengontrol emosi, rehabilitasi sosial untuk mempersiapkan pasien untuk kembali dalam lingkungan sosial pasca stroke, rehabilitasi fisik untuk melatih kekuatan otot dan sendi agar tidak terjadi kekakuan otot dan sendi maupun atropi otot sebagai akibat komplikasi dari stroke sehingga pasien pasca stroke mampu mandiri untuk mengurus dirinya sendiri dan melakukan aktifitas sehari hari tanpa harus menjadi beban bagi keluarganya.

Penelitian Maimurahman dan Fitria (2012) menemukan bahwa sesudah dilakukan terapi ROM, derajat kekuatan otot pasien stroke termasuk kategori derajat 2 (mampu mengerakkan persendian, tidak dapat melawan gravitasi) hingga derajat 4 (mampu menggerakan sendi, dapat melawan gravitasi, kuat terhadap tahanan ringan).

Rehabilitasi fisik merupakan tindakan rehabilitasi yang pertamakali dilaksanakan setelah pasien melawati masa kritis dengan memperhatikan keadaan umum dan tanda tanda vital pasien. Berbagai tindakan yang dapat dilakukan dalam rehabilitasi medik terdapat tiga hal yaitu rehabilitasi medikal, rehabilitasi sosial dan rehabilitasi vokasional. Rehabilitasi medikal bertujuan untuk mengembalikan kemampuan fisik pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Salah satu caranya adalah dengan

(ROM) adalah latihan

gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot dimana klien menggerakkan persendiannya sesuai gerakan normal baik aktif ataupun pasif (Potter and Perry, 2006). Tujuan ROM adalah untuk mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, melancarkan sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk (Wirawan, 2009).

Hasil penelitian Sonatha dan Gayatri (2012) menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga akan mempengaruhi kesiapan anggota keluarga dalam memberikan perawatan stroke. Pengetahuan memiliki peran yang sangat besar bagi keluarga dalam memberikan perawatan pasien stroke, pengalaman sebelumnya menjadi dasar pengetahuan yang baik bagi keluarga.

Kehadiran keluarga disamping pasien merupakan aspek positif yang dapat dimanfaatkan keberadaannya oleh tenaga kesehatan, supaya kehadiran keluarga disamping pasien memberikan arti, bukan hanya Kehadiran keluarga disamping pasien merupakan aspek positif yang dapat dimanfaatkan keberadaannya oleh tenaga kesehatan, supaya kehadiran keluarga disamping pasien memberikan arti, bukan hanya

Fungsi perawatan kesehatan keluarga bukan hanya fungsi esensial dan dasar keluarga, namun fungsi yang mengemban fokus sentral dalam keluarga yang berfungsi dengan baik dan sehat. Akan tetapi memenuhi fungsi perawatan kesehatan bagi semua anggota keluarga akan menemui kesulitan akibat adanya tantangan eksternal dan internal (Friedman, Bowden & Jones, 2003 dalam Ramlah, 2011). Fungsi perawatan kesehatan keluarga diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan kesehatan seluruh anggota keluarga, tetapi pada kenyataannya tidak semua keluarga memahami dengan baik dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga khususnya yang berkaitan dengan kejadian pengabaian lansia.

Keluarga memiliki peran yang sangat penting pada perawatan pasien stroke. Pemenuhan kebutuhan pasien penyandang stroke pada umumnya dibantu oleh anggota keluarga. Hal ini dikarenakan

pada umumnya tinggal bersama keluarga. Perawatan pasien stroke yang dilakukan oleh keluarga harus dilakukan secara baik dan pada umumnya tinggal bersama keluarga. Perawatan pasien stroke yang dilakukan oleh keluarga harus dilakukan secara baik dan

dari rumah sakit. Bentuk edukasi yang perlu diajarkan perawat berupa ajakan kepada keluarga untuk tetap menjalin hubungan dekat dengan pasien pasca stroke, mengerti akan keterbatasan pasien, dan bentuk bentuk perawatan pasien pasca stroke di rumah.

Terdapat beberapa penelitian yang menggambarkan kondisi keluarga dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang terkena stroke. Penelitian Smith, dkk (2004) pada 90 orang keluarga dekat penderita stroke menunjukkan bahwa 32,2% mengalami kecemasan terkait kondisi stroke penderita, 33,3% merasa kesehatannya menurun, dan 14,4% mengalami depresi ringan. Smith mengatakan kondisi keluarga menjadi cemas terhadap kondisi pasien pasca stroke. Peran keluarga dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang diberikan oleh perawat selama keluarga mendampingi perawatan pasien di rumah sakit. Pembelajaran kepada keluarga dapat diberikan melalui bentuk pendidikan kesehatan secara spesifik pada masalah stroke.

Merawat penyandang stroke secara langsung akan berdampak pada tersitanya waktu keluarga penyandang stroke. Penelitian Van Exel, et al (2005) pada 151 pasien stroke dan keluarganya menunjukkan bahwa seorang keluarga penderita stroke rata rata menghabiskan waktu 3,4 jam Merawat penyandang stroke secara langsung akan berdampak pada tersitanya waktu keluarga penyandang stroke. Penelitian Van Exel, et al (2005) pada 151 pasien stroke dan keluarganya menunjukkan bahwa seorang keluarga penderita stroke rata rata menghabiskan waktu 3,4 jam

Upaya untuk meminimalkan dampak lanjut dari stroke tersebut sangat diperlukan dukungan dari keluarga, baik dalam merawat maupun dalam memberi dukungan baik secara fisik maupun psikologis, sehingga pasien stroke dapat mengoptimalkan kembali fungsi dan perannya. Tanpa pengetahuan dalam merawat pasien stroke maka keluarga tidak akan mengerti dalam memberikan perawatan yang memadai dan dibutuhkan oleh penderita stroke. Keluarga perlu mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke serta kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pasca stroke, kesembuhan pasien juga akan sulit tercapai optimal jika keluarga tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penyakit pasien setelah terjadi stroke dan perawatan apa yang sebaiknya diberikan untuk keluarganya yang mengalami stroke (Yastroki, 2011).

Ruang Flamboyan 2 di RSUD Salatiga merupakan ruang rawat inap kelas tiga dengan kapasitas 30 tempat tidur dengan jumlah perawat

15 orang yang merawat pasien dengan kasus bedah dan gangguan sistem 15 orang yang merawat pasien dengan kasus bedah dan gangguan sistem

Menurut wawancara yang peneliti lakukan pada tiga keluarga pasien stroke, mereka menyampaikan bahwa secara umum belum mengetahui manfaat dan cara melakukan latihan ROM. Ketiga pasien yang dilakukan wawancara mengatakan belum pernah diberikan informasi mengenai kegiatan ROM tersebut, keluarga hanya mampu memberikan latihan ROM sebatas pengetahuan mereka yang diperoleh dengan memperhatikan petugas rehabilitasi medik saat melatih keluarga mereka yang menderita stroke. Keluarga hanya mengerti bahwa latihan ROM sekedar menekan dan meluruskan tangan dan kaki yang mengalami kelemahan.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti selama di ruang stroke, kebanyakan keluarga dari pasien stroke hanya menunggu dan mendampingi pasien selama masa perawatan di rumah sakit. Keluarga memberikan bantuan pemenuhuan kebutuhan dasar pasien seperti mandi, makan, gosok gigi, buang air, pindah posisi dan ganti pakaian. Jarang sekali keluarga pasien melatih pergerakan anggota gerak atas maupun bawah pada pasien stroke. Secara umum keluarga belum mengetahui Hasil observasi yang dilakukan peneliti selama di ruang stroke, kebanyakan keluarga dari pasien stroke hanya menunggu dan mendampingi pasien selama masa perawatan di rumah sakit. Keluarga memberikan bantuan pemenuhuan kebutuhan dasar pasien seperti mandi, makan, gosok gigi, buang air, pindah posisi dan ganti pakaian. Jarang sekali keluarga pasien melatih pergerakan anggota gerak atas maupun bawah pada pasien stroke. Secara umum keluarga belum mengetahui

Pentingnya pengetahuan dan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke guna mencegah kecacatan dan mengembalikan kemampuan penderita stroke dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM Pada Pasien Stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga”.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di RSUD Salatiga?

1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan.

b. Mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang latihan

ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

c. Mengetahui distribusi sikap keluarga pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

d. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

1.4.1 Bagi rumah sakit Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan bagi penderita stroke yang mengalami kelemahan anggota gerak dan sendi.

1.4.2 Bagi masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat terutama keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita stroke berkaitan dengan latihan pelaksanaan ROM pada pasien stroke.

1.4.3 Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi institusi pendidikan dalam pembelajaran mata kuliah neurologi.

1.4.4 Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan fungsi kemandirian keluarga selama mendampingi pasien dirawat dirumah sakit.

1.4.5 Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan terhadap keluarga pasien.

2.1.1. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya, yang berbeda sekali dengan

tahayul " #$ penerangan penerangan

kepercayaan

" # (Soekanto, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang "

yang

keliru

# (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip, dan prosedur (Meliono, 2007).

Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya (Meliono, 2007)

2. Proses Adopsi Perilaku Pengalaman dan pengetahuan terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

(kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.

a. %

b. $ yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. $ (menimbang nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. , orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. $ subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng "

#. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). Contohnya ibu ibu membawa anaknya ke tempat pelayanan imunisasi karena diminta kader.

3. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu " %# Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali "

# sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, # sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,

b. Memahami "

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa bayi perlu mendapatkan imunisasi?

c. Aplikasi "

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks, atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip prinsip siklus pemecahan masalah "

# di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis "

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek obyek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis "

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi "

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.Penilaian penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.Penilaian penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan

Kualitas pengetahuan dapat dikelompokkan melalui & Pengetahuan dikatakan baik jika mempunyai skor

76 % 100 %, cukup 56 % 75 %, dan kurang 0 55 % (Arikunto, 2006).

4. Cara memperoleh pengetahuan Cara memperoleh pengetahuaan menurut Notoatmodjo (2003) ada 2 yaitu :

a. Cara Tradisional

1) Cara Coba Salah Cara ini merupakan cara tradisional yang dilakukan apabila seseorang menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba coba saja. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan

tersebut

tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas Sumber pengetahuan dalam cara ini berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas 2) Cara Kekuasaan atau Otoritas Sumber pengetahuan dalam cara ini berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

3) Berdasarkaan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

4) Melalui Jalan Pikiran Dalam hal ini pengetahuan diperoleh melalui penalaran/jalan pikir, baik melalui induksi maupun deduksi. Cara ini pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan pernyataan yang dikemukakan kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah 4) Melalui Jalan Pikiran Dalam hal ini pengetahuan diperoleh melalui penalaran/jalan pikir, baik melalui induksi maupun deduksi. Cara ini pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan pernyataan yang dikemukakan kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah

b. Cara Modern atau Ilmiah Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan disebut metode penelitian ilmiah yang mempunyai sifat lebih sistematis, logis, dan alamiah.

5. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Pengalaman Pengetahuan sebagai gejala kejiwaan yang dipengaruhi oleh pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2007).Menurut Huclok (1998) dalam Nursalam (2001), semakin cukup umur, maka seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Hal ini dipercaya, orang yang lebih dewasa mempunyai pengalaman yang lebih luas.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, dan menurut Soekanto (2002), pengetahuan diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat alat komunikasi, seperti membaca surat kabar, mendengarkan radio, melihat film atau televisi.

b. Fasilitas Fisik Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan perkara/kelancaran tugas. Sedangkan fasilitas merupakan faktor instrumental yang terdiri dari perangkat keras seperti perlengkapan belajar, alat peraga, dan alat lunak seperti penyuluh, serta metode belajar mengajar (Notoatmodjo, 2007).

c. Pendidikan Tingkat pendidikan yang rendah biasanya mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Kuncoroningrat (1997) dalam Nursalam (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Menurut Notoatmodjo (2003), konsep dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertambahan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, lebih matang, pada diri individu, kelompok atau masyarakat.Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan tidak lepas dari pendidikan informal dan formal.

Menurut Saifuddin (2002), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pemahamannya tentang pelayanan kesehatan dan makin rendah tingkat pendidikan maka pemahaman semakin berkurang tentang pelayanan kesehatan.

d. Informasi Dengan memberikan informasi informasi tentang cara cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan kesehatan bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang tetapi dipengaruhi oleh faktor pendukung external yang secara langsung dapat mempengaruhi perubahan perilaku seperti sarana yang dimiliki, fasilitas lain yang tersedia atau alat alat yang dibutuhkan, serta dukungan positif yang diberikan orang lain untuk terjadinya perubahan perilaku. Artinya penyuluhan yang baik belum tentu perilakunya baik, begitu juga sebaliknya.

Menurut Ambarita (2007), pengetahuan diperoleh sebagian besar penduduk dari kegiatan penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan menurut Soekanto (2002), Menurut Ambarita (2007), pengetahuan diperoleh sebagian besar penduduk dari kegiatan penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan menurut Soekanto (2002),

e. Sosial Budaya Masyarakat Kebudayaan tarbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat. Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban mengandung pengertian yang luas meliputi pemahaman, perasaan suatu bangsa yang komplek meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan pembawaan yang lain dari masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

6. Indikator indikator Pengetahuan

(2007), indikator indikator pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi :

Menurut

Notoatmodjo

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :

1) Penyebab penyakit

2) Gejala atau tanda tanda penyakit

3) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari

pengobatan

4) Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi,

dan sebagainya.

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi :

1) Jenis jenis makanan bergizi

2) Manfaat makanan bergizi bagi kesehatannya

3) Pentingnya olahraga bagi kesehatan

4) Penyakit penyakit atau bahaya bahaya merokok, minum minuman keras, narkoba, dan sebagainya

5) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan

sebaagainya.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

1) Manfaat air bersih

2) Cara cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat dan sampah

3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat

4) Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi

kesehatan, dan sebagainya.

d. Alat ukur pengetahuan Alat ukur pengetahuan dengan menggunakan kuesioner yang telah valid, hasil diniterprestasikan dengan

presentase. Menurut Nursalam, (2011) pengetahuan

diketahui dan diniterprestasikan dengan presentase:

seseorang

dapat

1) Baik: hasil presentase 76% 100%.

2) Cukup: hasil presentase 56% 75%.

3) kurang: hasil presentase <56%.

2.1.2. Sikap

1) Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup (Notoatmojo, 2003). Sikap juga dapat didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap stimulus atau obyek setelah seseorang mengetahui.

Di kalangan para ahli Psikologi Sosial mutakhir terdapat dua pendekatan tentang pemikiran sikap yaitu:

a. Pendekatan pertama yang disebut juga pendekatan tricomponen yaitu memandang sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, prilaku, dan kognitif terhadap suatu obyek (Breckler, 1984; Katz dan Stotland, 1959;Rajecki,1982; dalam Azwar S, 2008: 6)

b. Pendekatan kedua memandang perlu untuk membatasi konsep sikap hanya pada afektif saja (

). Definisi yang diajukan bahwa sikap tidak lain adalah afek atau penilaian positif atau negative terhadap suatu objek.

(Fishbein dan Ajzen, 1980; Oskamp, 1977; Petty dan Cocopio, 1981; dalam Azwar S, 2008: 6). Definisi Petty, Cocopio, secara lengkap mengatakan: sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau

(Petty dan Cacioppo, 1981 dalam Azwar S, 2008: 6).

2) Struktur Sikap Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:

a. Komponen kognitif Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini) sebagai contoh: Keluarga mengetahui manfaat dari latihan ROM

b. Komponen afektif Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh pengaruh yang mungkin akan b. Komponen afektif Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh pengaruh yang mungkin akan

c. Komponen konatif Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku (Azwar S, 2008: 23). Sebagai contoh membantu pasien latihan ROM

3) Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a. Menerima (

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (

apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan

Memberikan

jawaban jawaban

c. Menghargai (

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi (Notoatmojo,2009: 126).

4) Pembentukan Sikap Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

a. Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama membekas. Penghayatan itu akan membentuk sikap a. Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama membekas. Penghayatan itu akan membentuk sikap

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu individu

asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

masyarakat

d. Media Massa Media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam d. Media Massa Media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam

e. Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya melekatkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Dikarenakan konsep moral dan ajaran dari sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor Emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2008: 30).

5) Dimensi Sikap

Menurut Sax: 1980 (dalam Azwar, 2008: 87) menunjukan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu:

a. Arah Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah seruju atau tidak setuju. Orang yang setuju berarti memiliki sikap yang arahnya positif atau sebaliknya.

b. Intensitas Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda.

c. Keluasan Kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

d. Konsistensi Kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap termaksud.

e. Spontanitas Menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara sepontan.

6) Cara Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003:126). Hasil ukur sikap dapat dibedakan menjadi sikap mendukung (positif) dan sikap tidak mendukung (negatif) (Azwar, 2008).

Beberapa metode pengukuran sikap yaitu:

a. Observasi Perilaku Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Tetapi interpretasi sikap harus sangat hati hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.

b. Penanyaan langsung Cara pengungkapan sikap dengan penanyaan langsung memiliki keterbatasan dan kelemahan yang mendasar. Metode ini akan menghasilkan ukuran yang valid

hanya apabila

situasi

dan kondisinya dan kondisinya

c. Pengungkapan langsung Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung dengan aitem tunggal maupun dengan menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988 dalam Azwar,2008:87).

7) Skala Sikap

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono,2008).

Skala '

variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan baik bersifat

Dengan skala '

(positif) atau bersifat

(negatif). Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban dapat diberi skor sebagai berikut :

a. Selalu , sangat positif diberi skor

b. Sering , positif diberi skor

c. Kadang kadang, netral diberi skor

d. Hampir tidak pernah, negatif diberi skor

e. Tidak pernah, negatif diberi skor

Alat Ukur Sikap Alat ukur sikap dengan menggunakan kuesioner yang valid, hasil diinterpretasikan dengan presentase. Menurut Azwar (2008) sikap seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan presentase :

1) Mendukung : hasil presentase ≥ 50 % dari skor jawaban

2) Kurang Mendukung : hasil presentase < 50 % dari skor

jawaban

9) Indikator Sikap

Tabel 2.1 indikator sikap

INDIKATOR Kognitif

SIKAP

1. Keluarga mengetahui manfaat latihan ROM

2. Keluarga mengetahui tujuan latihan ROM

3. Keluarga mengetahui waktu pelaksanaan ROM

4. Keluarga

mengetahui macam macam

gerakan ROM

Afektif

1. Keluarga memberikan dukungan/motivasi kepada pasien dalam aktifitas fisik pasien

2. Keluarga menghargai kemampuan pasien dalam melakukan gerakan fisik

3. Keluarga mendampingi aktifitas fisik pasien

4. Keluarga memperhatikan kemajuan pasien dalam melaksanakan latihan gerak Konatif

1. Keluarga membantu pasien dalam aktifitas fisik pasien

2. Keluarga membantu pasien latihan ROM

3. Keluarga melaksanakan ROM dengan gerakan sesuai aturan ROM

2.1.3. (ROM)

1. Pengertian (ROM) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan peregangan otot, dimana klien menggerakkan masing masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat

kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

2. Tujuan

adalah meningkatkan atau mempertahankan

Tujuan

kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi.

fleksibilitas

dan

3. Manfaat Menentukan nilai kemampuan sendi, tulang dan otot dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot 10 untuk latihan, mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah.

4. Indikasi

a. Pasien semikoma atau tidak sadar

b. Pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri

c. Pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisa ekstremitas total.

5. Kontraindikasi

a. Trombus atau emboli pada pembuluh darah

b. Kelainan tulang dan sendi

c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit jantung (Suratun,dkk,2008)

6. Jenis

a. ROM pasif Latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat di setiap gerakan. Perawat melakukan gerakan persendianklien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50% Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi, pasien dengan tirah baring total. Pada ROM pasif sendi yang digerakan yaitu seluruh persendian tubuh atau hanya pada a. ROM pasif Latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat di setiap gerakan. Perawat melakukan gerakan persendianklien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50% Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi, pasien dengan tirah baring total. Pada ROM pasif sendi yang digerakan yaitu seluruh persendian tubuh atau hanya pada

b. ROM aktif Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 %. Pada ROM aktif sendi yang digerakan adalah seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.

7. Jenis Gerakan ROM Jenis gerakan ROM yang dilakukan adalah :

a. Fleksi : adalah gerakan melipat sendi dari keadaan lurus,contonya fleksi lengan bawah dan fleksi jari.

b. Ekstensi : adalah gerakan meluruskan sendi dari keadaan terlipat, keadaan lurus ini mengakibatkan ukuran lengan atas tungkai menjadi lebih panjang dibanding dari keadaan terlipat.

c. Hiperekstensi : adalah gerakan meregangkan persendian hingga diluar jangkauan normal

d. Rotasi : adalah gerak putar pada sumbu panjang seluruh tungkai kearah luar; d. Rotasi : adalah gerak putar pada sumbu panjang seluruh tungkai kearah luar;

f. Pronasi : adalah gerakan putar kearah dalam dari lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke belakang;

g. Abduksi : adalah gerakan pada bidang frontal untuk “membuka sudut“ terhadap garis tengah.

Contohnya : gerakan merentangkan lengan, merentangkan tungkai dan merentangkan jari – jari tangan;

h. Aduksi : adalah gerakan pada bidang frental untuk menutup sudut terhadap garis tengah. Gerakan ini merupakan gerakan yang sebaliknya dari gerakan abduksi.

i. Flexi dan Extensi Pergelangan tangan

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh

dan siku menekuk dengan lengan.

3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan pasien.

4) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

5) Catat perubahan yang terjadi.

j. Flexi dan extensi Siku

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan mengarah ke tubuhnya.

3) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang

tangannya dengan tangan lainnya.

4) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.

5) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

6) Catat perubahan yang terjadi. k. Pronasi dan Supinasi lengan bawah

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien

dengan siku menekuk.

3) Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.

4) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya

menjauhinya.

5) Kembalikan keposisi semula. l. Abduksi dan Adduksi Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan pasien disamping badannya.

3) Letakan satu tangan perawat di atas pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.

4) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah

perawat.

5) Kembalikan ke posisi semula.

6) Catat perubahan yang terjadi.

m. Flexi dan Extensi Jari – Jari Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Pegang jari – jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki.

3) Bengkokkan (tekuk) jari – jari kebawah.

4) Luruskan jari – jari kaki ke belakang.

5) Kembalikan ke posisi semula.

6) Catat perubahan yang terjadi.

n. Flexi dan Extensi pergelangan kaki siku. Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Letakan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan

satu tangan yang lain diatas lutut.

3) Putar kaki menjauhi perawat.

4) Putar kaki karah terawat.

5) Kembalikkan keposisi semula.

6) Catat perubahan yang terjadi.

2.1.4. Stroke

1. Pengertian Stroke atau cedera cerebro vaskular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2010). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2007).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui

2. Klasifikasi stroke Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

a. Stroke Non Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).

b. Stroke Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).

3. Etiologi Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:

a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.

c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

4. Patofisiologi Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke

adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan perubahan iskemik otak.

otak

tidak

b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (

c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.

d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.