BATUBARA KOMPOSISI DAN SIFAT fungs

KOMPOSISI DAN ANALISA

BATUBARA

Penentuan komposisi dan sifat batubara
bermanfaat dalam :
1. menentukan peringkat (rank) dan tipe batubara
2. menentukan macam pemanfaatan batubara
3. menentukan desain peralatan dalam
pemanfaatan batubara
4. menentukan macam variasi pencemaran yang
ditimbulkan oleh pemanfaatan batubara

ANALISA PROKSIMAT
Bertujuan untuk menentukan kandungan :
• moisture (M)
• ash (A)
• voltile matter (VM),
• fixed carbon (FC)
kadang-kadang ditambahkan untuk menentukan
nilai panas dari batubara tersebut.

Hasil analisa kecuali moisture dinyatakan sebagai %
berat dari batubara kering (dry coal).

MOISTURE
Moisture yang yang dikandung batubara:
• free moisture , FM (uap air bebas)
• inherent moisture, IM (uap air terikat)

Free Moisture
Kandungan free moisture atau surface moisture tergantung dari kondisi
penambangan serta keadaan udara pada saat penyimpanan.

Free moisture dapat hilang dengan penguapan, misalnya
dengan air-drying.

Penghilangan berat batubara pada kondisi ini akan menurun
dengan naiknya rank batubara.

Pada lignit menurun sebesar 20% hingga 10%


Pada bituminus dengan kandungan karbon 80% non-caking,
pada bituminus dengan sifat sangat caking dan kandungan
karbon 85% akan menurun sebesar 3 - 4%

antrasit beratnya akan menuurun sebesar 1 - 2%.
Kandungan free moisture sangat penting dalam perencanaan coal
handling dan preparation equipment.

Inherent Moisture
• Kandungan inherent moisture ini disebabkan oleh sifat hidroskopi batubara
dan akan berada dalam pori-pori batubara. Kandungan inherent moisture
dapat ditentukan dengan memanaskan batubara antara temperatur 104 – 110
oC, yaitu setelah dilakukan air-drying.
• Semua rank batubara mempunyai inherent moisture dengan harga yang sangat
rendah pada antrasit, hingga 5% pada bituminus dan si atas 50% untuk lignit.
• Total free moisture dan inherent moisture disebut total moisture (TM),
• bila dalam jumlah yang besar akan sangat tidak diinginkan karena merupakan
suatu zat yang noncombustible. Kandungan air akan berpengaruh pada proses
pembakaran, nilai kalornya akan berkurang sebanyak 12% untuk setiap 1%
kandungan air, karena sejumlah panas akan digunakan untuk panas sensibel

dan panas laten dalam menghilangkan kandungan air tersebut. Kandungan air
yang tinggi akan membutuhkan udara berlebih (excess air) yang lebih besar,
yang akan mengakibatkan rendahnya efektivitas dan efsiensi operasi
pembakaran
• kandungan air mengakibatkan terbentuknya NOx dan asap.

Kandungan Mineral dan
Kandungan Abu
Mineral Matter adalah material noncarbonaceous dalam batubara yang dapat
menurunkan nilai kalor batubara tersebut,
sebagian besar terdiri garam silikat, aluminat,
sulfat, karbonat dan sulfida dari natrium,
kalium, kalsium, magnesium, titanium dan
besi.

• Pada pembakaran mineral matter dalam
batubara akan menjadi abu batubara.
• Berat abu yang terbentuk 10 - 15% lebih
rendah dari mineralnya.
• Perbedaaan ini disebabkan oleh adanya:

1. dehidrasi dari clay dan shales;
2. hilangnya CO2 dari garam karbonat Ca, Mg, dan
Fe;
3. oksidasi pirit menjadi Fe2O3;
4. fikasasi sulfur organik menjadi sulfat;
5. volatilisasi dari alkali dan klorida.

• Kandungan mineral dalam batubara ditentukan dengan
menentukan kandungan abunya.
• Salah satu korelasi antara kandungan mineral matter dan
abu batubara dinyatakan dengan formula Parr berikut:
Mineral matter = 1,08 (abu) + 0,55 S (total)
• komposisi kimia dari abu batubara ini terdiri dari : Silika
(SiO2), Almunium Oksida (Al2O3), Ferric oksida (Fe2O3),
Kalsium oksida (CaO), Magnesium oksida (MgO),
Titanium oksida (Ti2O), alkali (Na2O + K2O) dan sulfur
trioksida (SO3).

• Batubara dengan kandungan abu sangat tidak
menguntungkan karena akan terbentuknya

clinker (terak).
• Kandungan mineral dari batubara, yaitu:
a. Extraneous mineral/ ash
b. Inherent mineral/ ash

Extraneous mineral
zat anorganik ikutan selama proses koalifikasinya, yaitu
berasal dari tanah kikisan selama proses transportasi
pada pembentukan peat menurut teori drift dan mineral
yang berasal dari vegetabel sekitar tempat terbentuknya
peat. Mineral tipe ini diantaranya clay, pyrites, calcite,
dan Ca, Mg Carbonate yang biasanya terdapat sebagai
kantong, nodula, dan deposit di permukaan.
Extraeous Mineral dapat dihilangkan dari batubara
dengan berbagai teknik, yaitu: metode mekanik dan
pencucian (Float and Sink).

Inherent mineral
• zat anorganik yang ada dalam batubara
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan lumpur.

Zat ini bergabung secara kimia dengan
batubara. Mineral ini tidak dapat dihilangkan
dengan cara seperti yang dilakukan pada
Extraneous Mineral, tapi dapat dilakukan
dengan metode kimiawi.

• Adanya mineral atau abu dalam batubara akan
berpengaruh pada proses penggilingan,
karena akan menambah energi penggilingan.
Dalam bentuk fly ash, kandungan abu akan
menyebabkan korosi pada pipa boiler,
penyumbatan (fouling) serta akan
menghalangi aliran gas panas.

Volatile matter
• Volatile matter dari batubara ditentukan dengan kehilangan berat yang
terjadi bila batubara tersebut dipanaskan tanpa kontak dengan udara pada T
lebih kurang 950 oC dengan laju pemanasan tertentu. Kehilangan berat ini
merupakan hilangnya kandungan gas H2, CO, CO2, CH4, dan uap serta
sebagian kecil tar. Kadungan zat terbang dalam batubara erat hubungannya

dengan rank batubara.
• Kandungan volatile matter ini akan berkurang sesuai dengan naiknya rank
batubara.
• Kandungan zat terbang mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan
intensitas nyala api.
• Kandungan zat terbang yang tinggi akan lebih mempercepat pembakaran
bahan karbon dan sebaliknya. Fuel ratio biasanya digunakan untuk
menunjukkan rank dari batubara. Semakin tinggi fuel ratio, maka karbon
yang tidak terbakar semakin banyak.

Rasio antara kandungan karbon tertambat dengan
kandungan zat terbang dinyatakan sebagai fuel ratio
Kelas batubara
Kokas
Antrasit
Semi Antrasit
Semi Bituminus
Bitumionus Low Volatile
Bitumionus Medium
Volatile

Bitumionus High Volatile
Lignit

Fuel ratio
92
24
8,6
4,3
2,8
1,9
1,3
0,9

Fuel ratio biasanya digunakan untuk menunjukkan rank dari
batubara. Semakin tinggi fuel ratio, maka karbon yang tidak
terbakar semakin banyak.

Fixed Carbon
• Presentase Fixed Carbon (karbon tertambat)
diperoleh dengan mengurangi 100 dari jumlah

presentase volatile matter dan abu dari dry
coal.
FC = 100-VM-Ash

Nilai Kalor
• Nilai kalor batubara merupakan penjumlahan
panas pembakaran dari unsur-unsur yang
dapat terbakar dalam batubara (seperti
karbon, hidrogen dan sulfur) dikurangi dengan
panas peruraian zat carbonaceous dan
ditambah atau dikurangi dengan reaksi
eksotermis dan endotermis dari pembakaran
zat pengotor dalam batubara.

• Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value.
• Gross Heating Value (GHV) diperoleh dengan membakar
sempurna suatu sampel batubara di dalam bomb
calorimeter menghasilkan gas CO2, SO2, air dan nitrogen.
• Net Heating Value (NHV) adalah nilai kalor sebenarnya
yang dimanfaatkan pada saat pembakaran). NHV

dihitung dari GHV dengan mendinginkan gas hasil
pembakaran ke temperatur standar dan airnya
dipertahankan tetap sebagai uap.
• Net Heating Value (NHV) biasanya antara 93 - 97 % dari
gross heating value dan tergantung dari kandungan
inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam
batubara.

• NHV dapat dihitung dari GHV bila diketahui
kandungan H2 dalam sample, menurut
rumusan berikut:
NHV = GHV – ( % berat H2 ) (9) (panas latent
air) kal/gr

Nilai panas (GHV) suatu zat dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
• Bila mengandung C dan H:
( C % x 7 ,838 )  ( H % x 34 ,160 )
 kal ( gross ) per gram
100


• Bila mengandung C, H dan O:


O
( C % x 7 ,838 )    H 
 x 34 ,160 
8

  kal ( gross ) per gram
100

• Bila mengandung C, H, O, N , S dan air :



O  N  1 
 C % x7,838    H 
 x34,160 x( sx 2,220)  ( H 20 x600)
8



100

= kal (gross) per gram

• Bila batubara digunakan
sebagai bahan bakar,
• maka nilai kalor batubara
merupakan syarat pemilihan
yang utama.

Analisa Ultimat
• bertujuan untuk menentukan kandungan
karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur serta
oksigen dalam batubara.
• Hasil analisa ultimat biasanya dinyatakan
dengan basis mineral matter free coal atau
bila batubara mempunyai kandungan abu
yang kecil dinyatakan dengan dry ash free coal.

• Carbon, Hidrogen dan Oksigen
• Ketiga elemen ini merupakan zat pembentuk
batubara (true coal substance) dan perbandingannya
di dalam batubara merupakan penentu sifat
batubara. Di dalam pengklasifikasian batubara ketiga
elemen ini sangat menentukan.
• Carbon dalam batubara
Karbon dalam batubara merupakan pembentuk
senyawa hidrokarbon aromatik dan alifatik dari
batubara, baik pada cincin benzenoik maupun pada
rantai cabangnya. Unsur karbon dalam batubara
lebih besar dengan fixed carbon batubara.

• Hydrogen dalam batubara
Hidrogen pada batubara akan terikat pada kerangka karbon baik pada
karbon aromatik maupun allifatik. Dua per tiga hidrogen pada batubara
peringkat rendah terdapat dalam hidrokarbon alifatik, dan pada batubara
peringkat tinggi satu pertiga hidrogen terdapat dalam hidrokarbon
alifatik. Bertambahnya peringkat batubara, maka kandungan hidrogen di
aromatik akan bertambah dan hidrogen alifatik akan menurun.
• Beberapa hidrogen terikat pada senyawa selain karbon, yaitu pada
oksigen; nitrogen dan sulfur.
• Kandungan karbon dan hidrogen ditentukan dengan membakar sejumlah
batubara di dalam oksigen pada suatu combustion tube pada kondisi
tertentu. Karbondioksida dan uap air dari gas hasil pembakaran diserap
dengan suatu material penyerap. Berat karbon dioksida serta berat air yang
diserap merupakan jumlah karbon dan hidrogen dari batubara itu.

• Oksigen dalam batubara
• Jumlah oksigen dalam batubara merupakan penunjang yang penting
dalam menentukan sifat serta klasifikasi dari batubara. Bila batubara
sebagai bahan bakar, kandungan oksigen dalam batubara merupakan
hal yang tidak diinginkan dibandingkan dengan moisture dan abu.
• Bertambahnya kandungan oksigen sebanyak 1% akan mengurangi
nilai kalor dari bituminous coal sebanyak 1,7%. Kenaikan kandungan
oksigen dalam bituminous coal juga akan menurunkan caking power
dan moisture akan naik. Batubara dengan kandungan oksigen yang
tinggi mempunyai sifat yang non-caking dan kandungan moisturenya
lebih dari 10% bila dilakukan air-dried; sedang low bituminous coal
adalah strongly caking dan kandungan moisturenya hanya 1 - 2% bila
dilakukan air-dried. Besarnya kandungan oksigen tidak dapat diukur
langsung dihitung dengan mengurangi 100 dari jumlah kandungan
karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur serta ash dengan basis mineral
matter free.

• Nitrogen dalam batubara
• Nitrogen ditentukan dengan metode Kjedahl.
Pada cara ini jumlah batubara dioksidasi
sempurna dengan asam sulfat pekat, potasium
sulfat dan sedikit air raksa. Persentase
nitrogen dalam batubara diperoleh dari
jumlah ammonia yang dihasilkan.

• Sulfur dalam batubara
• Biasanya kandungan sulfur di dalam batubara sama dengan jumlah
kandungan nitrogen dalam batubara yaitu berkisar antara 0,5 - 2,5%.
Penentuan sulfur dilakukan dengan metode Eschka.
• Sulfur dalam batubara terdapat dalam bentuk yaitu sebagai pirit
FeS2, pada pemanasan dalam suasana oksidasi dan berubah menjadi
besi oksida Fe2O3 sambil melepas SO2.
• Bentuk kedua yaitu dalam senyawa organik, yaitu senyawa sulfur
yang ada dalam tar dan gas, dan senyawa ketiga dalam bentuk
kalsium sulfat (CaSO4).
• Senyawa sulfur di dalam batubara akan sangat merugikan antara lain
akan menimbulkan korosi, akan menimbulkan polusi SO2 dari udara,
senyawa sulfur dioksidasi menjadi SO2 dan SO3. Kedua oksida ini di
dalam larutan alkali akan menjadi sulfat, misalnya BaSO4 yang
dihasilkan merupakan persentase sulfur di dalam batubara.

• Posfor dalam batubara
• Posfor dalam batubara terdapat dalam bentuk
posfat dan senyawa organik posfat. Pada
pembakaran semua posfat ini akan menjadi
abu. Jumlah posfor dalam batubara ditentukan
dalam analisa abu. Kandungan posfor tidak
penting dalam pembakaran tetapi metalurgi
akan merupakan hal yang penting.

Persyaratan Kualitas Batubara untuk Pembangkit Tenaga
Parameter
Total Moisture, %
Free Moisture, %
Ash (ad), %
Volatile Matter (dmmf),
%
GHV, (ad), MJ/kg
Total Sulphur (ad), %
Temperatur Fusi
abu. oC

Syarat
4-8
Low

Batas
Maks. 12-15
Maks. 10-12

Low

Maks. 15-20

25-35
15-25
High
Low

Maks. 25
Maks. 25
Min. 24-25
Maks. 0,5-2.0

High-ISO A Min. 1200-1050
Low-ISO C Maks. 1350-1430

Nitrogen (dmmf), %
Khlorin (ad), %

Low
Low

0,8 – 1,1
0,1- 0,5

Hardgrove Indeks (ad)

High

Mn. 50-55

Maks. ukuran (size), mm

25-30

35-40

Fines Content
(< 0,5 mm)

15-20

25-30

Keterangan
Mengurangi CV, maks. 15%
memudahkan handling dan
grinding
Mengurangi CV, masalah pada
handling
Side fired furnaces, down fired
furnaces
Pilihan
basis
perhitungan
(GHV/NHV atau adb/ar)
Tergantung
regulatori
lingkungan setempat
Dry bottom
Furnaces Wet
bottom furnaces tergantung
fleksibilitas
peralatan
dan
prosedur operasi
Akan mengurangi NOx
Mengurangi
tendensi
terbentuknya endapan abu
Tergantung kapasitas grinding
dan output
Tergantung dari pulverizer
Tergantung
penggilingan
basah)

karakteristik
(terutama yang

Pengujian Batubara
• Dalam menentukan sifat caking dan coking dari
suatu batubara, diperlukan pengujian batubara,
yaitu :
Sifat Coking
• Gray King Assay
• Dilatometer
Sifat Caking
• Free Swelling Index
• Roga Index

Gray King Assay
• Pengujian ini bertujuan untuk menentukan tipe dari coke suatu
batubara yang merupakan parameter dalam klasifikasi batubara.
• Batubara berukuran 72 mesh dipanaskan tanpa kontak dengan
udara dalam suatu retort tube, dari suhu 300 - 600 oC selama 1
jam. Coke yang terbentuk dibandingkan dengan reference dari
seri standar coke. Seri standard coke ini yaitu: A, B, C, D, E, F, G,
G1, G2, G3 dan Gx. Makin ke kanan makin tinggi sifat cokingnya
• Selain tipe coke pengujian dengan gray King Asay dihasilkan juga
komposisi dari gas sebagai low karbonisasi yaitu karbonisasi
pada suhu 600oC. Selain itu diperoleh jumlah tar, nilai aklor dari
komposisi gas tersebut, dan specific grativitynya.

Dilatometer
• Pengujian ini dilakukan untuk menentukan sifat coking dari
batubara. Coke coal akan melunak dan akan berkurang
(kontraksi) volumenya sebagai akibat pemanasan. Pada
kenaikan temperatur berikutnya coke coal akan menjadi
piastis dan volumenya akan membesar. Peristiwa ini akan
digambarkan pada suatu kertas grafik oleh suatu pena yang
menghubungkan pensil batubara sample
• Pemanasan dilakukan sampai suhu tertentu, tidak terjadi lagi
perubahan volume dari batubara ini. Temperatur preheating
disesuaikan dengan kandungan volatile matter batubara.

Interprestasi Hasil Dilatometer
Caking
Dilatometer Observation
grade
Caking capasity
(Group No)
Unchanged
0
Non coking
Contraction
(hanya
1
Very week coking
konstraksi)
Contraction and negative
2
Week coking
dilation (turun naik hingga
garis awal T1 → )
Over 0 up to 50% dilation
3
Middle coking
Over 50% up to 140%
4
Good coking
dilation
Over 140% dilation
5
Excess coking
capasity

Free Swelling Index (Nilai muai
bebas)
• Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat
caking dari suatu batubara.
• Batubara dengan ukuran 72 mesh dipanaskan di
dalam suatu crucible di mana kontak dengan
udara selama 1,5 jam pada suhu 800 oC.
• Residu yang dihasilkan dibandingkan dengan profil
standard residu yaitu 1, 11/2, 21/2, 3, 31/2, 4, 41/2, 5,
51/2, 6, 61/2, 7, 71/2, 8, 81/2 dan 9. Makin besar
swelling number makin caking suatu batubara

Roga Index
• Pengujian ini digunakan untuk menentukan sifat caking dari suatu
batubara.
• Satu gram batubara dicampur dengan 5 gram antrasit dan ditekan
selama 30 detik oleh beban seberat 6 kg. Setelah ini dilakukan
karbonisasi pada suhu 850 oC selama 15 menit. Mechanical
strengthnya diukur dengan agglutinating value dari batubara
tersebut. Setelah karbonisasi ini, residu (coke) yang diperoleh diayak
pada ayakan 1 mm dan residu yang ditinggalkan pada ayakan
ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam drum dan haluskan
dalam drum sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Setelah
masing-masing 5 menit ayak dengan ayakan 1 mm dan timbang
residu yang diperoleh

Sifat Fisis dari Batubara
• Batubara mempunyai beberapa sifat fisis yang
akan berbeda dengan peringkatnya. Beberapa
sifat fisis itu diantaranya: densitas atau spesifik
gravitas, porositas, sifat caking dan coking, sifat
plastis, angle of repose, sifat termal, kapasitas
panas (specific heat), konduktivitas, solubilitas,
softening dan grindability batubara.

Densitas atau specific gravity



Densitas batubara seperti zat padat lainnya dibedakan atas 3 (tiga) , yaitu:
bulk density, apparent density, dan true density.
Bulk density atau densitas curah adalah jumlah massa per satuan volum
dari tempat batubara itu berada. Besarnya tergantung dari:
1) ukuran dan bentuk partikel,
2) jumlah moisture, bentuk tempat batubara (container) dan cara
pemuatan batubara ke tempat itu. Batubara yang kompak akan
mempertinggi bulk density sebanyak 20%. Pada batubara halus,
densitasnya akan menurun dengan bertambahnya kandungan moisture.
Adanya free moisture sebesar 4-6 % dalam batubara halus akan
menurunkan hingg1 15% bulk density dibandingkan batubara kering
dengan ukuran yang sama.

• Densitas atau specific gravity dari batubara ditentukan oleh: 1). karakter dari bagian yang
terbakar (combustible portion), yaitu berupa group polar yang dikandung, dan jumlah abu
batubara. Abu batubara lebih berat dari batubara sehingga adanya kandungan abu akan
mempertinggi densitas batubara. Bulk density dihitung dengan mengukur berat batubara
pada suatu tempat tanpa adanya ketukan.
• Apparent density serta true density dapat menentukan struktur molekul batubara. Densitas
diukur menggunakan piknometer. Volume zat padat diukur berdasarkan volume medium
likuid yang dipindahkan. Dengan memperhatikan medium yang dipakai , maka ada mercury
density, water density dan helium density. Mercury density merupakan apparent density.
Sedangkan water density dan helium density memberikan besarnya true density.
Perbedaan ini ditentukan oleh besarnya pori (sehingga menentukan kemampuan penetrasi
likuid ke pori) dan dipengaruhi oleh kandungan gugus polar pada batubara. Helium density
lebih besar dibandinkan dengan water density dan mercury density. Batubara peringkat
rendah dimana kandungan oksigennya tinggi (gugus polar), mempunyai density yang besar
dibandingkan dengan batubara peringkat tinggi dimana batubara ini sangat bersifat
hidropobik.
• Densitas terendah pada batubara dengan kandungan C antara 83 - 90%, karena pada
batubara ini ukuran porinya paling kecil dan mempunyai sifat hidropobik. Densitas
terendah ini serupa dengan nilai maksimum berat molekul dan minimum crosslink density