KATA PENGANTAR DAN DAFTAR ISI benar

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berisi tentang
“Peritonitis” dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
serta menambah wawasan tentang peritonitisyang terdapat dalam kesehatan untuk
mendukung suatu kinerja..Penulisan makalah ini di dasarkan pada data
sekunder dari beberapa informasi baik dari buku maupun internet yang
membahas tentang peritonitis.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dan dapat manambah wawasan kita mengenai lebih dalam tentang
peritonitis yang mendukung menejemen dalam kesehatan terutama manajemen
kebidanan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, juni 2014

Penulis

3


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang…………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………...2
C. Tujuan ………………………………………………………………….2
BAB II
TINJAUAN TEORI

1.1

Definisi Peritonitis……………………………………………………..3

1.2

Anatomi Fisiologi


1.3

Etiologi Peritonitis……………………………………………………..4

1.4

Patofisiologi peritonitis………………………………………………..5

1.5

Manifestasi Klinik Peritonitis…………………………………………7

1.6

Komplikasi Peritonitis………………………………………………...9

1.7

Penatalaksanaan/pengobatan Peritonitis……………………………..9


1.8

Diagnosa keperawatan peritonitis……………………………………..15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………..21
B. Saran …………………………………………………………………22

DAFTAR PUSTAKA

4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri

tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan
dan terbatas, atau penyakit berat atau sistemik dengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan),
sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab
tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi
pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infeksi (umum) dan abses
abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung
dari penyakit yang mendasarinya.
Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hati kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder adalah perforasi
apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon ascendens.
Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian
atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari
trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab
tersering terjadinya peritonitis.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian peritonitis, dan etiologi peritonitis itu?


5

2. Bagaimanakah patofisiologi peritonitis itu ?
3. Apakah manifestasi klinik peritonitis, dan komplikasi peritonitis itu ?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan/pengobatan peritonitis, dan pengkajian
keperawatan peritonitis itu ?
5. Apakah diagnosa kebidanan dari peritonitis itu ? dan Bagaimanakah rencana
intervensi peritonitis itu ?
1.3

Tujuan Makalah

Tujuan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dan etiologi peritonitis.
2. Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinik, dan komplikasi peritonitis.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan/pengobatan, dan pengkajian peritonitis.
5.


Untuk mengetahui diagnosa kebidanan, rencana dan dampak peritonitis.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan
oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau
pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga
abdomen (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita peritoneal
oleh bakteri atau kimia (marylinn E,doenges, 1999 hal:513)
1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan
dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses

pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat
cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus (Syaifudin, 1997).
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ aksesori. Secara
anatomi saluran pencernaan terbagi atas dua bagian yaitu saluran pencernaan atas
yang dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal dan saluran pencernaan
bawah terdiri dari usus halus bagian proksimal sampai anus, sedangkan organ
aksesori terdiri dari hati, kandung empedu, dan pankreas. (Pearce, c, Evelyn.1999)
a.

Susunan saluran pencernaan

Menurut Pearce, c, Evelyn (1999), susunan saluran pencernaan adalah sebagai
berikut :
1)

Mulut

7

Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan yang terdiri dari dua

bagian luar yang bersifat (vestibula) yaitu ruang diantara gusi dan gigi dengan
bibir dan pipi. Serta bagian dalam yang terdiri atas rongga mulut dimana terdapat
palatum anterior dan posterior yang terdiri atas membran mukosa (palatum mole).
Proses pencernaan dimulai dengan aktivitas mengunyah, dengan cara
menghancurkan makanan sehingga tidak melukai dinding saluran pencernaan dan
memungkinkan membran saluran pencernaan merata dengan bahan yang terdapat
dalam saliva (liur) yang mengandung enzim pencernaan pati amilase, enzim
amilase akan memecah amilum menjadi maltose.
Proses mengunyah ini merupakan kegiatan yang terkoordinasi antara
lidah, gigi, dan otot-otot pengunyah. Di dalam mulut terdapat kelenjar saliva yang
menghasilkan saliva yang berguna untuk proses pencernaan dengan cara
mencerna hidrat arang khususnya amilase, melicinkan bolus sehingga mudah
ditelan, menetralkan dan mengencerkan bolus, selain itu proses menghisap,
menggigit, dan menelan juga merupakan aktivitas mulut.
Dalam proses pengeluaran (sekresi) saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor mekanis-adanya benda (bolus) dalam mulut, faktor psikis bila
mencium atau mengingat makanan yang enak dan faktor kimiawi bila makanan
terasa asam atau asin.
2)


Faring dan Esofagus

Merupakan saluran pencernaan yang terletak di belakang hidung, mulut dan
laring. Faring berbentuk kerucut dengan bagian terlebar di bagian atas, yang
berjalan hingga vetebra servikal ke-6, kemudian faring langsung berhubungan
dengan esofagus, sebuah tabung yang memiliki otot dengan panjang ±20-25 cm,
yang terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung kemudian masuk
melalui thorak menembus diafragma yang berhubungan langsung dengan
abdomen dan menyambung dengan lambung.
Esofagus berfungsi menghantarkan makanan dari faring menuju lambung.
Bentuk seperti silinder yang berongga dengan panjang ±2 cm. Kedua unjungnya
dilindungi oleh sfingter. Sfingter bagian atas dalam keadaan normal selalu tertutup
kecuali bila makanan akan masuk ke dalam lambung/muntah, keadaan ini

8

dimaksud untuk mencegah gerakan balik ke sisi organ bagian atas yaitu esofagus.
Proses penghantaran makanan dilakukan dengan kerja peristaltik, lingkaran
serabut otot di depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan
berkontraksi.

3)

Rongga Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan

meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan
menjadi 2 bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan lebih
besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
Batas-batas abdomen :
- Atas : diafragma
- Bawah : pintu masuk panggul dari panggul besar
- Depan dan kedua sisi : otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga
sebelah bawah
- Belakang : tulang punggung dan otot polos dan quadratus lumborum
Isi abdomen :
Sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus besar.
1.

Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang. Lambung


terletak di oblik kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Kapasitas normal lambung 1 – 2 liter. Secara anatomis lambung
terbagi atas fundus, korpus dan antrum pylorus
2.

Usus halus
Usus halus merupakan tabung kompleks berlipat-lipat yang membentang

dari pylorus sampai katup ilosekal, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan
a)

Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, mulai dari pylorus sampai yeyenum. Duodenum

terletak pada daerah epigastrium dan umbilikalis. Pada bagian kanan duodenum
ini terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini

9

bermuara saluran empedu (duktus kaledokus) dan saluran pancreas (duktus
pankreatitis).
Empedu dibuat dari hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus
kaledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amylase yang berfungsi mencerna hidrat arang
menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam
amino atau albumin dan polipeptida.
b)

Yeyenum dan Ileum
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang ± 6 meter. Sambungan yeyenum

dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Lekukan-lekukan yeyenum
menduduki bagian kiri atas rongga abdomen, sedangkan ileum cenderung
menduduki bagian bawah kanan rongga abdomen dan rongga pelvis. Ujung
bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang orifisium
ileosekal.
3.

Usus Besar
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar

1,5 meter yang terbentang dari sekum sampai canalis ani.
a)

Sekum
Pada sekum terdapat katup ileosekal dan appendiks yang melekat pada

ujung sekum. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum.
Appendiks sebagai organ pertahanan terhadap infeksi, kadang appendiks bereaksi
secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya kedalam
rongga abdomen.
b)

Kolon

(1) Kolon ascendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas
dari ileum kebawah hati.
(2) Kolon Transversum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon ascendens sampai ke kolon descendens
berada dibawah abdomen
(3) Kolon Descendens

10

Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke
bawah
(4) Kolon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon descendens terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
c)

Rektum

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus.
4)

Anus

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dari udara
luar. Dinding anus diperkuat oleh 3 sfingter :
a)

Sfingter ani internus berada diatas, bekerja tidak menurut kehendak

b)

Sfingter levator ani, bekerja tidak menurut kehendak

c)

Sfingter ani eksternus berada dibawah, bekerja menurut kehendak

Menurut Syaifudin (1997), Susunan saluran pencernaan adalah sebagai berikut :
1)

Mulut

Di dalam rongga mulut terdapat :
a)

Geligi

(1) gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan, lengkap pada
umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah, disebut juga gigi susu.
(2) gigi tetap (gigi permanent) tumbuh pada umur 6-18 bulan tahun jumlahnya
32 buah.
Fungsi gigi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk
memutuskan makanan yang keras dan liat, dan gigi geraham gunanya untuk
mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong.
b)

Lidah

Lidah dibagi atas tiga bagian, yaitu radiks (pangkal) lidah, dorsum (punggung)
lidah, dan apeks (ujung) lidah. Fungsinya yaitu mengaduk makanan, membentuk
suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
2)

Faring

11

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus, didalam
lengkung faring terdapat tonsil yang merupakan kumpulan dari kelenjar limfe dan
banyak mengandung limfosit serta merupakan pertahanan terhadap infeksi.
3)

Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan lambung, panjangnya
±25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung.
4)

Lambung

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama
di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian fundus uteri berhubungan dengan
esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma di depan pankreas
dan limpa, menempel disebelah kiri fundus uteri.
Fungsi lambung terdiri dari :
a)

Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh

peristaltik lambung dan getah lambung.
b)

Getah cerna lambung yang dihasilkan :

(1)

Pepsin fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan

peptone).
(2)

Asam garam (HCl) fungsinya mengasamkan makanan, sebagai anti septic

dan desinfektan,serta membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi
pepsin.
(3)

Renin fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk

kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein susu).
(4)

Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak

yang merangsang sekresi getah lambung .
5)

Intestinum minor

Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada seikum panjangnya ±6 meter, merupakan saluran
paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang
terdiri dari :
a)

Duodenum

b)

Yeyenum

12

c)

Ileum

Fungsi usus halus, terdiri dari :
a)

Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui

kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b)

Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

c)

Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

6)

Intestinum mayor

Panjangnya ±1 ½ meter, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam
keluar yaitu, selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli dan tempat feses. Usus besar terdiri dari seikum, kolon asendens,
kolon transversum, dan kolon desendens.
7)

Rektum

8)

Anus

b.

Peritoneum (selaput perut)

Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum viseral yang melapisi semua organ yang
berada dalam rongga abdomen.
Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau
kantung peritoneum. Pada laki-laki merupakan kantong tertutup dan pada
perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk kedalam rongga
peritoneum. Didalam peritoneum terdapat banyak lipatan atau kantung.
Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terletak disebelah
depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvantura minor
dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesentrium usus
halus.
Fungsi peritoneum :
1)

Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.

2)

Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga

peritoneum tidak saling bergesekan.

13

3)

Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap

dinding posterior abdomen.
4)

Tempat kelenjar limpe dan pembuluh darah yang membantu melindungi

terhadap infeksi (Syaifudin, 1997).
1.3 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari peritonitis antara lain :
a.

Infeksi bakteri : organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang
terkait adalah E. coli, klebsiella, proteus, dan pseudomonas.
b.

Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka

tusuk) atau inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti
ginjal.
c.

Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan

perforasi usus.
d.

Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

Patofisiologi
Adanya inflamasi, infeksi, iskemia,
trauma, atau perforasi tumor

Kebocoran isi dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
Terjadi proliferasi bakteri, edema jaringan
dan eksudasi cairan

14

Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein,
sel darah putih, debris seluler dan darah
Hipermotilitas, ileus paralitik, akumulasi cairan
dan udara dalam usus

Gambar 2. Bagan Patofisiologi Peritonitis
(Smeltzer dan Bare, 2001, hal. 1103)

Manifestasi Klinis
Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai
berikut :
a.

Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.

b.

Peningkatan

kecepatan

denyut

jantung

akibat

hipovolemia

karena

perpindahan cairan kedalam peritoneum.
c.

Mual dan muntah.

d.

Abdomen yang kaku.

e.

Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot

terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
f.

Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah

putih dan takikardia.
g. Rasa sakit pada daerah abdomen
h. Dehidrasi
i.

Lemas

j.

Nyeri tekan pada daerah abdomen

k. Defence musculair
l.

Bising usus berkurang atau menghilang

15

m. Nafas dangkal
n. Tekanan darah menurun
o. Nadi kecil dan cepat
p. Renjatan
q. Berkeringat dingin
r.

Pekak hati menghilang

Dampak terhadap perubahan system tubuh lain
1) Sistem pernafasan
Adanya perasaan nyeri di daerah perut menyebabkan klien takut bernafas
sehingga udara yang masuk tidak maksimal, dan pernafasan klien menjadi cepat.
Dengan adanya peritonitis cairan dalam abdomen meningkat sehingga
menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru tidak optimal.
2) Sistem pencernaan
Peritonitis menyebabkan cairan dari organ abdomen keluar rongga abdomen
akibat dari terjadinya infeksi pada salah satu organ abdomen yang menyebabkan
peritonitis, sehingga organ-organ abdomen terinfeksi oleh cairan tadi yang
menyebabkan perforasi atau infeksi organ-organ abdomen. Sehingga peristaltic
usus menurun karena usus terinnfeksi, sehingga pengeluaran feses terhambat.
3) Sistem kardiovaskuler
Akibat peritonitis terjadi perpindahan cairan secara besar dari lumen usus ke
dalam romgga peritoneal dan menurunkan cairan dalam rongga vascular sehingga
dapat menyebabka hipovolemia.
4) system Perkemihan
Peningkatan cairan dalam rongga intertisial dan penurunan cairan dalam ruang
vascular mengakibatkan penurunan cairan dan serum dalam tubuh sehingga
merangsang hipotalamus untuk megsekresi aldostteron yang akan meningkatkan
reabsorbsi air dan antrium dalam tubulus ginjal dan menyebabkan penurunan
produksi urine.
Karena peritonitis dapat dilakukan operasi abdomen atau Laparatomy eksplorasi
yang dapat menimbulkan pendarahan pasca operasi, yang menyebabkan
kehilangan darah. Kehilangan darah yang banyak dapat merangsang ginjal untuk

16

menghasilkan eritropoeitin karena adanya hipoksia jaringan akibat penurunan
jumlah darah, hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerja ginjal, sedangkan
suplai nutrisi dan O2 sedikit dan jika berlangsung lama dapat mempercepat
kerusakan ginjal.
5) Sistem Syaraf
Peritonitis merupakan inflamasi peritoneum karena infeksi bakteri ynag berasal
dari salah satu organ dalam rongga peritoneum, Karen ainfeksi tersebut sehingga
dapat merangsang pem=ngeluaran zat-zat proteolitik untuk mensekresi serotonin,
histamine dan bradikinin sehingga menimbulkan nyeri.
6) Sistem muskuloskeletal
Dampak dari tindakan operasi bagi klien yang tidak adequat akan menimbulkan
ketidakstabilan dalam mobilisasi dini dan melakukan aktivitas. Adanya rasa nyeri
akibat luka, ketahanan dan kekuatan menurun dapat mempengaruhi terhadap
aktivitas atau mobilitas fisik klien. Ketidaktahuan klien tentang regimen pasca
operasi juga mempengaruhi pemenuhan perawatan diri klien.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pemeriksaan diagnostic
pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a.

Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang

lebih dari 20.000 /mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan
hemokonsentrasi .
b.

Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.

c.

Amylase serum biasanya meningkat.

d.

Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.

e.

Kultur,

organisme

penyebab

mungkin

teridentifikasi

dari

darah,

eksudat/sekret atau cairan asites.
f.

Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila

perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
g.

Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.

h.

Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,

amilase, empedu, dan kreatinin.

17

Penatalaksanaan Medis
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a.

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari

penatalaksanaan medik.
b.

Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.

c.

Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.

d.

Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi

ventilasi.
e.

Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga

diperlukan.
f.

Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

g.

Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi

dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
h.

Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

B.

Asuhan Keperawatan Peritonitis

Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Nurusalam,

2001, hal. 17).
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pengkajian pada penderita
dengan peritonitis adalah sebagai berikut :
a.

Aktivitas/Istirahat

Gejala :

Kelemahan.

Tanda : Kesulitan ambulasi.
b.

Sirkulasi

Gejala :
Edema
c.

Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
jaringan.

Eliminasi

18

Gejala :

Ketidakmampuan defekasi dan flatus, diare (kadang-kadang).

Tanda :

Cegukan ; distensi abdomen, abdomen diam.

Penurunan haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar
(obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.Hiperesonan/timpani (ileus), hilang
suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen).
d.

Makanan/Cairan

Gejala :

Anoreksia, mual/muntah, haus.

Tanda :

Muntah proyektil.

Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
e.

Nyeri/Kenyamanan

Gejala :

Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu,

terus menerus oleh gerakan.
Tanda :

Distensi, kaku, nyeri tekan.

Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri
sendiri.
f.

Pernapasan

Gejala :
g.

Pernapasan dangkal, takipnea.

Keamanan

Gejala :

Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca melahirkan,

abses peritoneal.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan seperti yang di kutip oleh Carpenito (2000) oleh Nursalam
(2001, hal. 35) adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntanbilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah
dan merubah.
Diagnosa keperawatan pada peritonitis menurut Doengoes, dkk. (1999) adalah :

19

a.

Risiko tinggi terhadap infeksi (septikemia) berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltik).
b.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan

ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area
peritoneal.
c.

Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi kimia peritoneum perifer (toksin),

trauma jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi
abdomen).
d.

Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual/muntah, disfungsi usus, abnormalitas metabolik,
peningkatan kebutuhan metabolik.
e.

Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status

hipermetabolik.
f.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
Rencana dan Rasional
Secara sederhana rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2001,
hal. 51)
Rencana intervensi untuk diagnosa keperawatan pada klien dengan peritonitis
menurut Doenges, dkk. (1999) adalah sebagai berikut :
a.

Risiko tinggi terhadap infeksi (septikemia) berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltik).
Tujuan : Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau
eritema, tidak demam.
Intervensi :
1)

Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya

hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam, takipnea.
Rasional : Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan
vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung.

20

2)

Catat warna kulit, suhu, kelembaban.

Rasional : Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septicemia,
selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai
tanda syok.
3)

Pertahankan teknik aseptic ketat pada perawatan drain abdomen atau luka

insisi/terbuka.
Rasional :

Mencegah

meluas

dan

membatasi

penyebaran

organisme

infeksi/kontaminasi silang.
4)

Observasi drainase pada luka/drain.

Rasional : Memberikan informasi tentang status infeksi.
5)

Pertahankan teknik steril bila pasien terpasang kateter, dan berikan

perawatan kateter/kebersihan perineal rutin.
Rasional : Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus
urinarius.
6)

Kolaborasi : Ambil contoh/awasi hasil pemeriksaan seri darah, urine, kultur

luka.
Rasional : Mengidentifikasi mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji
keefektifan program antimicrobial.
7)

Kolaborasi : Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila diindikasikan.

Rasional : Dilakukan untuk membuang cairan dan untuk mengidentifikasi
organisme infeksi sehingga terapi antibiotic yang tepat dapat diberikan.
8)

Kolaborasi : Berikan antimikrobial, contoh gentamicin (garamycin).

Rasional : Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negatif.
b.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan

ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area
peritoneal.
Tujuan : Terjadinya keseimbangan cairan, haluaran urin adekuat dengan berat
jenis urin stabil, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan
pengisian kapiler meningkat, dan berat badan dalam rentang normal.

21

Intervensi :
1)

Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardia, takipnea, demam.

Rasional :

Membantu

dalam

evaluasi

derajat

deficit

cairan/keefektifan

penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan.
2)

Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan

berat badan harian.
Rasional : Menunjukan status hidrasi keseluruhan.
3)

Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema

perifer/sakral.
Rasional :

Hipovolemia,

perpindahan

cairan,

dan

kekurangan

nutrisi

memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan.
4)

Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering dan

pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.
Rasional : Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak
kulit.
5)

Kolaborasi : Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit,

protein, albumin, BUN, kreatinin.
Rasional : Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ.
6)

Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretik sesuai indikasi.

Rasional :

Mengisi/mempertahankan

volume

sirkulasi

dan

keseimbangan

elektrolit.
7)

Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/intestinal.

Rasional : Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari usus.
c.

Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi kimia peritoneum perifer (toksin),

trauma jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi
abdomen).
Tujuan : Nyeri hilang/terkontrol.
Intervensi :

22

1)

Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan

karakteristiknya.
Rasional : Perubahan dalam lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukan
terjadinya komplikasi.
2)

Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi.

Rasional : Memudahkan drainase cairan/luka karena gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena gerakan.
3)

Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam,

latihan relaksasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan memfokuskan kembali perhatian.
4)

Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkungan

yang tidak menyenangkan.
Rasional : Menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan tekanan/nyeri
abdomen.
5)

Kolaborasi : Berikan obat analgesik, narkotik.

Rasional : Membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
6)

Kolaborasi : Berikan obat antiemetik, contoh hidrokzin.

Rasional : Menurunkan mual/muntah yang dapat meningakatkan nyeri abdomen.
7)

Kolaborasi : Berikan obat antipiretik, contoh asetaminofen.

Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan demam/menggigil.
d.

Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual/muntah, disfungsi usus, abnormalitas metabolik,
peningkatan kebutuhan metabolik.
Tujuan : Mempertahankan berat badan dalam rentang normal.
Intervensi :
1)

Catat adanya muntah/diare.

Rasional : Jumlah besar aspirasi dari gaster dan muntah/diare diduga terjadi
obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut.
2)

Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada/hiperaktif.

Rasional : Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi/iritasi usus dapat
menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare.

23

3)

Ukur lingkar abdomen.

Rasional : Memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster/usus dan/atau
akumulasi asites.
4)

Timbang berat badan dengan teratur.

Rasional : Kehilangan/peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi
kehilangan lanjut diduga ada defisit nutrisi.
5)

Kolaborasi ; Awasi BUN, protein, albumin, glukosa, keseimbangan nitrogen

sesuai indikasi.
Rasional : Menunjukan fungsi organ dan status kebutuhan nutrisi.
6)

Kolaborasi : Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai

lembut.
Rasional : Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi
menurunkan risiko iritasi gaster.
e.

Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status

hipermetabolik.
Tujuan : Ansietas menurun sampai tingkat dapat ditoleransi dan klien tampak
rileks.
Intervensi :
1)

Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non-verbal pasien.

Rasional : Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan
sakit.
2)

Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.

Rasional : Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
3)

Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.

Rasional : Membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.

24

f.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
Intervensi :
1)

Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh.

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan
membuat pilihan berdasarkan informasi.
2)

Diskusikan program pengobatan, jadwal, dan kemungkinan efek samping.

Rasional : Antibiotic dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya
dirawat.
3)

Anjurkan melakukan aktivitas biasanya sesuai toleransi, dan sediakan waktu

untuk istirahat adekuat.
Rasional : Mencegah kelemahan, meningkatkan perasaan sehat.
4)

Kaji ulang pembatasan aktivitas contoh hindari mengangkat berat,

konstipasi.
Rasional : Menghindari peningkatan tekanan intraabdomen yang tidak perlu dan
tegangan otot.
5)

Lakukan penggantian balutan secara aseptik, perawatan luka.

Rasional : Menurunkan resiko kontaminasi.
Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari setiap rencana tindakan keperawatan
yang telah di buat pada tahap perencanaan intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Adapun pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan independen : suatu
tindakan keperawatan tanpa petunjuk / perintah dari dokter atau tenaga kesehatan
lainnya, dependen : suatu tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis. tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana

25

tindakan medis dilakukan, interdependen : suatu tindakan yang memerlukan suatu
kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya : ahli gizi, fisioterapi, dan
dokter (Nursalam, 2001, hal. 63).

Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor kekurangan yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi sebagai suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik
pada kesehatan klien. dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai
suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektivitas tindakan keperawatan
(Nurusalam, 2001, hal. 71).

26

Price,

Wilson.

2005. Patofisiologi

:

Konsep

Klinis

Penyakit.Jakarta:EGC
Potter, Perry. 1999. Ketrampilan dan Prosedur Dasar.Jakarta : EGC
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

27

Proses-proses