MIGRASI DAN URBANISASI DITINJAU DARI ASP

MIGRASI DAN URBANISASI DITINJAU DARI ASPEK HUMAN CAPITAL: KONDISI
KESEHATAN MASYARAKAT MIGRAN DI SLUM AREA DALAM KAITANNYA
DENGAN PRODUKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN
Rafika Farah Maulia, Universitas Indonesia

Migrasi merupakan salah satu fenomena yang menjadi isu paling penting terutama di negara-negara
berkembang. Adanya migrasi masyarakat dari desa ke kota mengakibatkan terjadinya urbanisasi di kota-kota
besar. Pada beberapa kasus di negara berkembang, urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar tidak diimbangi
dengan kesiapan daerah tersebut untuk menerima penduduk migran dalam jumlah yang sangat banyak
sehingga terjadilah over population yang mengakibatkan terbentuknya daerah-daerah kumuh atau slum area di
perkotaan. Penduduk yang berada di slum area pada umumnya memiliki tingkat kebersihan yang sangat buruk
sehingga berdampak pada kondisi kesehatan mereka. Kesehatan yang kurang baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi produktivitas seseorang dalam melakukan berbagai pekerjaan.
Diimplikasikan bahwa kondisi kesehatan yang buruk akan menurunkan produktivitas seseorang sehingga
menurunkan pendapatan orang tersebut. Hal ini berarti bahwa kemiskinan yang terjadi pada warga migran,
khususnya yang berada di daerah slum, tidak hanya diakibatkan oleh tidak adanya keterampilan yang mereka
miliki akan tetapi juga diakibatkan oleh kesehatan mereka yang buruk sehingga menjadikan mereka kurang
produktif. Studi ini akan membahas bagaimana kondisi kesehatan masyarakat migran di slum area
berpengaruh pada produktivitas dan kesejahteraannya. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai institusi terkait. Analisis dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dan telaah
pustaka. Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberi alternatif solusi untuk berbagai pihak terkait guna

meningkatkan kesehatan masyarakat di slum area sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan
kesejahteraan masyarakat tersebut.
Kata kunci: migrasi, urbanisasi, human capital, kesehatan, produktivitas,

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap negera memiliki karakteristiknya masing-masing, di negara-negera berkembang
salah satu karakteristik yang paling menonjol adalah kondisi demografinya. Negara berkembang
identik dengan dengan jumlah penduduk yang banyak dengan angka pertumbuhan penduduk
tahunan yang cukup tinggi. Isu yang lebih menarik untuk di telusuri mengenai karakteristik
penduduk di negara berkembang adalah kualitas sumber daya manusianya yang dapat dikatakan
masih rendah. Di sisi lain pemerintah di negara-negara berkembang belum dapat melakukan
pembangunan secara merata di seluruh wilayahnya, sehingga terciptalah daerah-daerah yang
terbangun dan daerah-daerah yang tidak terbangun dengan baik atau dapat dikatakan tertinggal.
Kondisi ketimpangan antar daerah ini menyebabkan adanya migrasi penduduk yang
menimbulkan dampak terjadinya urbanisasi, terutama di kota-kota besar.
Data terakhir menyebutkan bahwa laju urbanisasi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai
51,4 persen atau tertinggi kedua di ASEAN setelah Malaysia dengan angka sebesar 73,4 persen.
Tingkat urbaisasi yang tinggi ini tidak selalu diimbangi oleh kesiapan daerah tujuan migrasi

utnuk menerima para penduduk migran. Di sisi lain, tidak semua penduduk migran ini
mempunyai modal ataupun keterampilan yang dapat dipergunakannya utnuk mencari pekerjaan
di kota. Akibatkanya, pupulasi penduduk miskin meningkat yang berimplikasi pada terciptanya
daerah-daerah kumuh di perkotaan atau slum area karena para penduduk migran yang miskin
tidak mampu menjangkau perumahan yang layak.
Kebersihan penduduk di slum area ini sangatlah memprihatinkan. Hidup di lingkungan
yang sama sekali tidak bersih dan jauh dari kondisi higienis membuat kesehatan para penduduk
ini menjadi taruhannya. Kesehatan yang buruk akan meurunkan produktivitas dari orang itu
sendiri sehingga berdampak negatif pada kualitas hidupnya.
1.2 Tujuan Studi
1.2.1

Tujuan Umum

1.2.1.1 Mengetahui bagaimana kondisi kesehatan masyarakat di slum area mempengaruhi
produktivitas dan kesejahteraan dari masyarakat tersebut.
1

1.2.2


Tujuan Khusus

1.2.2.1 Memahami pengaruh aspek human capital terhadap pembangunan suatu komunitas
masyarakat.
1.2.2.2 Menyusun kerangka solusi untuk mengatasi masalah kesehatan di kawasan kumuh
guna meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
1.3 Pertanyaan Studi
1.3.1

Bagaimana kondisi kesehatan masyarakat di slum area?

1.3.2

Apakah kondisi kesehatan masyarakat di slum area mempengaruhi produktivitas dan
kesejahteraan mereka?

1.3.3

Bagaimana cara yang tepat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di slum area
guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakatnya?


2

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Human Capital
Human capital merupakan investasi produktif terhadap orang-orang mencakup
pengetahuan, keterampilan, gagasan, kesehatan, dan lokasi yang merupakan hasil dari investasi
di bidang tersebut (Todaro, 2012). Dalam Pentagon of assets, human capital merupakan salah
satu sumber daya yang memegang peranan penting bagi pembangunan. Seperti yang telah
disebutkan bahwa human capital terdiri dari berbagai aspek seperti pendidikan, keterampilan,
kesehatan, gagasan, dan lain sebagainya sehingga human capital menjadi bagian terpenting dari
sumber daya manusia (SDM) yang dapat meningkatkan kualitas hidup dari manusia itu sendiri.
Adapun inti dari human capital adalah segala potensi yang ada dalam diri manusia yang apabila
ditingkatkan dapat meningkatkan produktivitas.
Dalam konsep human capital, manusia lebih dipandang sebagai intangible asset. Dalam
hubungan antara salah satu jenis human capital , yaitu kesehatan dengan produktivitas seseorang,
pendekatan human capital berfokus pada kemampuan tak langsung dari kemampuan kesehatan
untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan. Manusia dengan segala
kemampuannya apabila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa.

Ada enam komponen dari modal manusia menurut Ancok (2002) , yakni:
1. Modal intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukaan peluang dan
mengelola ancaman dalam kehidupan. Manusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif
untuk mengelola perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial, politik, teknologi,
hukum dll) yang sangat tinggi kecepatannya.
2. Modal emosional
Emotional Intelligence (kemampuan emosional) untuk menggambarkan kemampuan manusia
untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain agar dia
dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam berinteraksi dengan orang lain.
3. Modal sosial
Jaringan kerjasama di antara warga masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari
permasalahan yang dihadapi mereka.
3

4. Modal ketabahan
Konsep modal ketabahan berasal dari pandangan Paul G. Stoltz yang ditulis dalam buku
Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities ( 1997). Ketabahan adalah modal
untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi ataukah kehidupan sebuah
organsanisasi.

5. Modal moral
Modal moral merupakan etika yang dimiliki oleh seorang individu yang berguna untuk
menimbang baik dan buruk dalam setiap kegiatan yang dilakukan maupuan setiap keputusan
yang diambilnya
6. Modal kesehatan
Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua modal di atas. Badan
yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal. Oleh
karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa bekerja dan berfikir
secara produktif.
2.2 Kesehatan
Seperti yang telah dijelaskan bahwa salah satu jenis human capital adalah kesehatan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Helath Organization / WHO) pengertian sehat
adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu
kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Definisi lain yang tercantum
dalam UU N0. 23/1992 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan
sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Sementara itu Pepkins dalam Ancok (2002) mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan
keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan
penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar. Dari berbagai pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa sehat merupakan suatu kondisi individu dimana terbebas dari segala
macam gangguan dan penyakin baik fisik maupun mental yang membuat individu tersebut dapat
menjalani seluruh kegiatannya dengan baik. Meskipun begitu konsep sehat adalah tidak standart
atau baku serta tidak dapat diterima secara mutlak dan umum. Apa yang dianggap normal oleh

4

seseorang

masih

mungkin

dinilai

abnormal

oleh

orang


lain,

masing-masing

orang/kelompok/masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat.
WHO telah membagi definisi sehat ke dalam tiga komponen penting yang merupakan
satu kesatuan, yaitu:
1. Sehat Jasmani
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok
manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi,
berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh
fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.
2. Sehat Mental
Sehat mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah kuno “Jiwa
yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat” (Men Sana In Corpore Sano).
3. Sehat Spiritual
Spritual merupakan komponen tambahan pada pengertian sehat oleh WHO dan memiliki arti
penting dalam kahidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan
formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik,

siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang
dinamis dan tidak monoton.
Dalam hubungannya dengan kegiatan ekonomi, kesehatan sangat penting artinya bagi
kesejahteraan, aspek ini merupakan aspek fundamental dalam kaitannya dengan gagasan yang
lebih luas mengenai peningkatan kapabilitas manusia sebagai inti makna pembangunan yang
sesungguhnya dalam kehidupan (Todaro, 2012). Data beberapa tahun terakhir menunjukkan
bahwa telah terjadi perbaikan yang sangat signifikan terhadap kesehatan terutama di negara
berkembang. Pada tahun 1950, terdapat kematian sebanyak 280 per 100 anak dibawah usia 15
tahun di seluruh dunia, angka tersebut turun menjadi 118 per 1000 anak di negara pendapatan
rendah dan 57 per 1000anak di negara yang berpendapatan tinggi. Beberapa penyakit yang
dahulu mematikan kini sudah mulai dapat dikurangi meskipun di berbagai negara penyaki
tersebut masih menjadi masalah yang serius seperti diare dan malaria. Penyakit utama anak-anak
seperti polio juga telah berhasil diatasi melaui pemberian vaksin polio kepada anak-anak. Hal ini
menunjukkan perkembangan positif terhadap kesehatan negara-negara di dunia khususnya
negara berkembang.
5

2.3 Produktivitas
Produktivitas berarti kemampuan menghasilkan sesuatu. Secara lebih jelasnya
produktivitas dapat diartikan sebagau kemampuan menghasilkan suatu kerja yang lebih banyak

daripada ukuran biasa yang telah umum. Pengertian produktivitas pada dasarnya mencakup
sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan di hari lebih baik dari hari
kemarin dan hari esok lebih baik dari baik dari hari ini (Sinungan dalam Ravianto, 1985 ). Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi produktifitas seseorang, antara lain yaitu: pendidikan,
keterampilan, gizi dan kesehatan, etika dan sikap kerja, motivasi, teknologi, dan lain sebagainya.
Ada dua macam alat pengukuran produktivitas, yaitu (Ravianto, 1985 : 139) :
a. Physical productivity, yaitu produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran (size), panjang,
berat, banyaknya unit, waktu, dan biaya tenaga kerja.
b. Value productivity, yaitu ukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang yang
dinyatakan dalam rupiah, yen, dollar dan seterusnya.

6

BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1 Kondisi Kesehatan Masyarakat di Slum Area
Slum area atau yang biasa di sebut dengan kawasan kumuh merupakan suatu kawasan
yang identik dengan pemukiman penduduk yang sangat padat dengan karakteristik bangunanya
yang semi permanen atau bahkan non permanen, ukuran rumah kecil atau bahkan sangat kecil,
cenderung kotor, dan memiliki kondisi sanitasi yang buruk. Kawasan-kawasan semacam ini

sangat mudah ditemukan di pinggiran kota-kota besar di negara berkembang, termasuk di
Indonesia. Slum area ini biasanya banyak terdapat di bantaran sungai, daerah dekat pasar dan
juga pabrik, pinggiran rel kereta api, terminal, dan tempat-tempat umum lain yang biasa
dikunjungi oleh banyak orang. hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat di slum area ini
adalah penduduk migran yang tidak dapat menjangkau pemukiman yang layak karena tidak
memiliki penghasilan yang cukup atau dapat dikategorikan miskin. Hal ini terbukti dengan data
dari survey sigkat yang pernah saya lakukan di daerah pemukiman kumuh sekitar Terminal
Terpadu Kota Depok. Data hasil dari survey tersebut menunjukkan seluruh responden yang
berhasil saya wawancarai, yaitu total 28 orang adalah bukan penduduk asli Kota Depok
melainkan penduduk migran dari daerah lain di Jawa dan Sumatera seperti Purwokerto,
Tasikmalaya, Tegal, Lampung, dan daerah lainnya. Mereka tinggal di daerah tersebut karena
tidak ada pilihan lain harus tinggal dimana.
Kondisi di slum area yang hampir bisa dipastikan kotor dan menjadi sarang berbagai
macam bakteri membuat kesehatan penduduk yang tinggal di daerah ini menjadi terancam.
Mereka dapat dengan mudah terkena berbagai macam penyakit. Penyakit yang lazim ditemui
antara lain diare dan penyakit saluran pencernaan lainnya, penyakit kulit, flu, cacingan, bahkan
penyakit berat seperti demam berdarah, tipes, dan lain sebagainya. Pada dasarnya belum ada data
valid yang menunjukkan kondisi kesehaan masyarakat di slum area ini dikarenakan mereka
bukan penduduk asli kota tesebut sehingga tidak tercatat sepenuhnya dalam data demografi
regional. Beberapa survey dan penelitian yang dilakukan pun belum mampu memerikan taksiran
angka pasti mengenai berapa banyak penduduk yang tinggal di pemukiman kumuh ini yang
memiliki keluhan penyakit.

7

Dikarenakan keterbatasan data, mari kita mengerucutkan ruang lingkup analisis menjadi
lebih sempit. Mengambil contoh

kasus di Jakarta sebagai kota dengan tingkat urbanisasi

tertinggi di Indonesia, menggunakan data yang tersedia dari Badan Pusat Statistik dengan
asumsi sebagai berikut: a. Total Rukun Warga (RW) di DKI Jakarta sebayak 1673 dan jumlah
Rukun Warga (RW) yang termasuk dalam katagori kumuh sebanyak 264 (Data Pemprov DKI
Jakarta), maka total kawasan pemukiman kumuh di DKI Jakarta sebanyak 16 persen dari total
seluruh wilayah DKI Jakarta. Apabila penduduk DKI Jakarta pada akhir tahun 2014 tercatat
sebanyak 10.075.300 jiwa (data Bappeda DK Jakarta) maka 16% dari total penduduk yaitu
sekitar 1.612.048 jiwa tinggal di kawasan pemukiman kumuh yang rentan terjangkit berbagai
macam penyakit. Angka ini tentu saja belum termasuk warga di pinggiran Jakarta yang tidak
terdata dalam pendataan ini karena tidak memiliki kelengkapan administrasi, sehingg sangat
dimungkinkan bahwa jumlah penduduk yang tinggal di pemukiman kumuh lebih banyak dari
yang sudah disebutkan.
Berikut disajikan data keluhan kesehatan oleh warga DKI Jakarta dari 2009 sampai tahun
2010.

Keluhan Kesehatan Penduduk Jakarta Tahun 2009 - 2013
(dalam persen)
40
37.3
35

34.36

32.98

34.24
30.64

30
25
20
15
10
5
0
2009

2010

2011

.Grafik 1. Data Keluhan Kesehatan Penduduk Jakara

8

2012

2013

Dari grafik yang disajikan dapat diketahui bahwa keluhan kesehatan yang dialami oleh
seluruh penduduk Jakata cenderung mengalami penurunan dari tahun 2009 sampai tahun 2013.
Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kesehatan penduduk Jakarta mengalami perbaikan
meskipun tren yang terjadi tidak selalu konstan turun akan tetapi lebih fluktuatif. Penurunan
yang terjadi dapat diakibatkan oleh banyak faktor antara lain yaitu kesadaran warga Jakarta akan
pentingnya hidup sehat yang mulai mengalami peningkatan, adaanya program Kartu Jakarta
Sehat (KJS) yang diluncurkan oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu yaitu Joko Widodo.
Angka yang disajikan pada grafik di atas dapat mejadi dua kali lipat apabila wilayah
yang didata hanya pada daerah pemukiman kumuh, dikarenakan di daerah pemukiman kumuh
kemungkinan warganya terserang penyakit lebih besar dibandin dengan seluruh daerah di Jakarta
yang sebagiannya juga merupakan kawasan pemukiman elit. Keluhan kesehatan yang dirasakan
warga di daerah pemukiman kumuh dapat mencapi lebih dari 60% dari total warga yang tinggal
di daerah tersebut. Perkiraan ini di dapat dari data survey singkat yag dilakukan oleh beberapa
mahasiswa pada kelas Ekonomi Kemiskinan yang menyebutkan bahwa 19 dari 30 atau 63%
responden yang diwawancarai di daerah Kampung Bandan mengaku megalami keluhan penyakit
dalam tiga bulan terakhir. Keluhan penyakit yang paling banyak dialami adalah diare, penyekit
kulit, dan reumatik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan warga di daerah pemukiman
kumuh atau slum area jauh lebih buruk dari pada kondisi kesehatan warga yang tinggal di
pemukiman dengan kebersihan yang terpelihara.
3.2 Kesehatan dan Produktivitas Warga di Slum Area
Salah satu aspek human capital yaitu kesehatan sangat erat pengaruhnya dengan
produktivitas dari orang itu sendiri. Orang yang sehat, baik secara fisik maupun mental akan
dapat melakukan pekerjaan secara lebih baik dari pada mereka yang kondisi kesehatannya
kurang.

Pada pembahasan sebelumnya, telah disajikan data estimasi kondisi kesehatan

masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh. Data yang disajikan memang belum
dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena masih terhambat oleh terbatasnya pihak
yang menyediakan data yang valid mengenai kondisi-kondisi penduduk di kawasan kumuh.
Akan tetapi data yang didapat dari survey singkat pada beberapa orang di Kampung Bandan
kiranya dapat memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai kondisi penduduk di kawasan
pemukiman kumuh.
9

Pendapatan Perkapita Penduduk Jakarta Tahun 2005 - 2013
(dalam ribu rupiah per tahun)
90000
80000

52478.3

70000
40889.1

60000

Bukan Pertania - Golongan Atas

50000
Axis Title

40000
23122
30000
20768.9

20000

Bukan Pertanian - Golongan Bawah
25503.7

11083.2
10000
0
2005

2010

2013

Grafik 2. Penapatan Perkapita Penduduk Jakarta Tahun 2005 – 2013
Grafik di atas merepresentasikan dua golongan pekerjaan yang dilakukan oleh
penduduk Jakarta. Asumsikan bahwa seluruh penduduk yang tinggal di daerah kumuh
merupakan pekerja bukan pertanian – golongan bawah dan untuk pekerja bukan pertanian golongan atas adalah penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Kedua grafik tersebut
menunjukkan tren yang semakin meningkat, hal ini mengindikaskan bahwa pendapatan perkapita
masyarakat Jakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, peningkatan yang
terjadi berbeda-beda, untuk pekerja bukan pertanian – golongan bawah peningkatan pendapatan
yang diperoleh tidak sebesar peningkatan pendapatan pada pekerja bukan pertanian – golongan
atas. Hal ini berarti pekerja golongan bawah jauh lebih sulit untuk meningkatkan pendapatannya
dari pada pekerja golongan atas.
Ada beberapa fator yang mungkin saja menjadi alsan dibalik sulitnya pekerja golongan
bawah meningkatkan pendapatannya, yang pertama adalah bahwa pendidikan mereka rendah dan
tidak memiliki keterampilan lain selain apa yang mereka kerjakan sehingga mereka tidak dapat
dengan mudah berganti pekerjaan yang lebih menguntungkan. Faktor yang kedua dapat saja
dilatarbelakangi oleh alasan kesehatan. Pekerja golongan atas memiliki kesehatan yang lebih
baik dibanding pekerja golongan bawah, hal ini dapat dilihat dar kedaua grafik yang telah
disajikan. Pada tahun 2010 pekerja golongan atas yang memiliki keluhan kesehatan 34,36%
dimana pendapatan rata-rata mereka sebesar Rp 40.889.100, sedangkan pada tahun yang sama
10

pekerja golongan bawah yang memiliki keluhan kesehatan sebanyak 68,72% (asumsi di kali
dua) dengan pendapatan rata-rata yang hanya Rp 20.768.900. Data tersebut menunjukkan selisih
penapatan sebesar dua kali lipat.
Sesuai analisis yang telah disampaikan, berdasarkan data yang tersaji sagat mungkin
bahwa perbedaan pendapatan yang terjadi antara pekerja bukan pertanian – golongan bawah dan
pekerja bukan pertanian – golongan atas dipengaruhi oleh tingkat kesehatan mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa kesehatan seseorang memang memiliki pengaruh yang besar terhadap
produktivitasnya. Tentu saja hal ini merupakan seuatu kenyataan yang rasional. Orang yang sakit
tidak akan mampu mengerjakan pekerjaanya dengan baik, andaipun dipaksa untuk bekerja maka
hasil yang diperoleh tidak akan optimal yang berarti tidak sebanyak atau sebaik dengan hasil
pekerjaan orang yang sehat. Implikasi dari kasus ini adalah bahwa mereka yang tinggal di daeah
pemukiman kumuh atau slum area, dalam kasus ini khususnya di Jakarta, memiliki produktivitas
yang rendah yang ditunjukkan dengan rendahnya penapatan perkapita diakibatkan karena kondisi
kesehatan yang buruk yang mana dalam hal ini ditunjukkan oleh keluhan kesehatan yang dialami
olehwarganya.

11

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis masalah yang telah dilakukan baik melalui studi kepustakaan
maupun pengolaha data, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesehatan masyarakat di daerah pemukiman kumuh atau slum area tergolong buruk,
sebanyak lebih dari 60% warga yang tinggal di daerah ini mengalami keluhan kesehatan.
Angka ini dua kali lipat lebih tinggi dari pada keluhan kesehatan yang dialami oleh
penduduk yang tinggal di pemukiman dengan kebersihan yang terawat
2. Kesehatan yang buruk tersebut diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang kotor dan tidak
terawat dengan baik sehingga menjad sarang berbagai macam bakteri dan serangga yang
dapat mengakibatkan penyakit.
3. Selain mempengaruhi kualitas hidup masyarakat, kesehatan yang buruk juga berpengaruh
terhadap produktivitas seseorang. Warga yang tinggal di daerah pemukiman kumuh dengan
tingkat kesehatan yang rendah memiliki pendapatan yang rendah pula. Faktor kesehatan
mungkin buka menjadi satu-satunya alasan mengapa para warga ini memliki penghasilan
yang rendah, akan tetapi kesehatan memiliki pengaruh yang cukup besar dala hal
produktivitas masyarakat sehingga mempengaruhi pendapatannya.
4.2 Saran
Masalah kesehatan adalah masalah bersama bagi semua pihak, tidak hanya bagi
individu itu sendiri melainkan juga bagi masyarakat sekitar dan pemerintah setempat. Perlu
adanya kerjasama yang baik untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di pemukiman
kumuh ini. Siapapun mereka, warga asli atau pun pendatang, mendapatkan kesehatan yang
baik merupakan hak asasi setiap manusia sehingga semua orang wajib untuk menjaga hak
asasi terebut. Selain itu, meningkatkan kesehatan penduduk juga merupakan salah satu cara
untuk mengentaskan kemiskinan dan juga meningkatkan kualitas hidup manusia. Bagi
negara, apabila kemiskinan di negaranya rendah dan sumber daya manusia yang dimilikinya
unggul maka akan turut membantu dalam mempercepat pembangunan negara.

12

Peningkatan kesehatan bagi masyarakat di area pumikiman kumuh ini dapat
dilakukan dengan banyak cara dan juga dapat dilakukan oleh siapa saja, antara lain yaitu:
1. Perbaiki kebersihan dan kesehatan lingkungan melaui optimalisasi program pemerintah
dibidang sanitasi seperti Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Sanitasi Berbasis
Masyarakat (SANIMAS), Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat
(PAMSIMAS), dan lain sebagainya.
2. Sosialisasi kesehatan kepada masyarakat di pemukiman kumuh. Intensif posyandu dan
juga pemberian vaksin.
3. Penertiban kawasan kumuh dengan cara relokasi ke tempat yang lebih baik seperti rumah
susun.
4. Penyediaan lebih banyak tempat sampah di kawasan kumuh dengan pengelolaan yang
baik dan tegas. Karena pada dasarnya masyarakat bersedia untuk di atur asalkan ada
kepastian yang jelas dari pemerintah.
5. Pemberdayaan masyarakat seperti pembuatan bank sampah, pengelohan sampah menjadi
energi lain, daur ulang sampah mejadi barang yang bernilai dengan melibatkan seluruh
lapisan masyarakat agar dapat saling berbagi ilmu satusama lain.
4.3 Masalah yang Belum Terselesaikan
Masalah yang muncul apabila kondisi kesehatan masyarakat di daerah kumuh ini
diperbaiki adalah adanya kemungkinan terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota
dalam kuantitas yang lebih besar lagi. Hal ini terjadi karena apabila kesehatan ditingkatkan
maka masyarakat di daerah lain akan melihat hal ini sebagi peningkatan fasilitas yang dapat
menarik niat mereka untuk berpindak ke kota. Tentunya hal in akan menajdi masalah yang
semakin besar. Oleh karena ini diperlukan studi lebihb lanjut untuk menemukan bagaimana
cara untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di daerah kumuh tanpa menarik
warga di daerah lain untuk berpindah ke tempat ini nantinya.

13

DAFTAR PUSTAKA
Ancok, D. (2002), Outbound Management Training: Aplikasi Ilmu Perilaku dalam
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: UII Press.
Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Manajemen. Jakarta: SIUP (Diakses dari http://skripsimanajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-definisi-produktivitas-kerja.html , 23
Desember 2015)
Sumarna Almarogi. Pengertian SEhat dan Sakit Menurut Para Ahli WHO. Diakses dari
http://www.infosehat.id/pengertian-sehat-menurut-para-ahli/ (23 Desember 2015)
The Liang Gie. 1987. Ensiklopedia Administrasi. Jakarta: Ghalia Indonesia (Diakses dari
http://skripsi-manajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-definisi-produktivitaskerja.html , 23 Desember 2015)
Todaro, Michael, Stephen C. Smith. 2012. Economic Development. Boston, United Stated of
America: Pearson Education, Inc.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2015. Diakses dari
http://www.bappedajakarta.go.id/ (23 Dsember 2015)
Badan Pusat Statistik. 2015. Diakses dari http://www.bps.go.id/ (23 Desember 2015)

14