ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL P (2)

1.1 Definisi Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethikos, yang berarti timbul dari kebiasaan.
Pengertian etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika mencakup analisis
dan penerapan konsep seperti benar-salah, baik-buruk, dan tanggung jawab. Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah
etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku
manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.
Solihin Ismail (2009) di dalam bukunya menjelaskan perbedaan antara norma,
moralitas, dan etika. Norma merupakan aturan mengenai baik dan buruk, benar dan salah.
Menurut norma, membunuh adalah hal yang salah dan ini berlaku secara umum di belahan
dunia manapun dan dalam agama apapun. Jika norma sudah diterima oleh suatu masyarakat
dan sudah menjadi budaya dalam masyarakat tersebut, maka norma tersebut telah berubah
menjadi moralitas. Sedangkan yang dimaksud dengan etika adalah suatu pendekatan
sistematis atas pertimbangan moral berdasarkan penalaran, analisis, sintesis, dan perenungan.
Dalam melakukan pilihan etis atas pertimbangan moral tertentu maka nilai dari masingmasing pihak yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan etis akan sangat menentukan
pilihan yang akan dilakukan.
1.2 Etika Bisnis
Kesadaran akan pentingya etika bisnis tengah melanda Amerika Serikat dan seluruh

dunia. Para penyusun setrategi dan pengambil keputusan seperti CEO dan pemilik perusahaan
merupakan individu yang paling bertanggung jawab untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip
etika yang baik dianut dan dipraktikkan di dalam sebuah perusahaan. Semua perumusan
strategi, implementasi, dan keputusan evaluasi memiliki konsekuensi etis.
Di dalam bukunya yang berjudul Strategic Management, Fred R David menyebutkan
bahwa etika yang baik adalah bisnis yang baik. Sedangkan Etika yang buruk dapat
menggagalkan rencana strategis terbaik. Hal ini berarti peran etika dalam setiap pengambilan
keputusan manajerial sangat penting. Rencana strategis sebaik apapun yang telah dibuat,
tidak akan ada artinya jika tidak melibatkan etika di dalamnya.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis
dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang
saham, masyarakat. Menurut Fred R David etika bisnis dapat didefinisikan sebagai prinsipprinsip etik dalam organisasi yang memandu pengambilan keputusan dan perilaku. Etika
bisnis yang baik merupakan prasyarat untuk manajemen strategis yang baik.
Solihin Ismail (2009: 179) menyebutkan bahwa etika bisnis merupakan penerapan
etika secara umum terhadap perilaku bisnis. Secara lebih khusus lagi makna etika bisnis
menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan oleh manajer dan karyawan dari
suatu organisasi perusahaan (Griffin dan Gilbert, 1999: 82). Sedangkan menurut Epstein

( dalam Solihin Ismail, 2009:179) etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan
oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai
suatu isu, dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam
suatu masyarakat. Melalui pilihan nilai tersebut, individu atau organisasi akan memeberikan
penilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak, serta memiliki
kegunaan atau tidak.
Velasques (2002) berpendapat bahwa etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Sedangkan Hill dan
Jones (1998) mengatakan etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara
salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika
mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral
yang kompleks.
1.3 Pentingnya Etika Bisnis
Seringkali timbul pertanyaan mengapa suatu bisnis memerlukan etika. Bukankah
kegiatan bisnis hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Apakah
dengan menerapkan etika bukannya malah menghambat perusahaan untuk dapat bersaing
dengan para kompetitornya. Menurut Post et. Al (dalam Solihin Ismail, 2009:179) setidaknya
terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara etis.
Ketujuh alasan tersebut adalah:


a. Meningkatkan harapan public agar perusahaan dapat menjalankan bisnisnya secara etis.
Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami
sorotan, kritik, bahkan hukuman.
b. Agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholder
lainnya. Sebagai contoh adalah kasus longsornya TPA Leuwi Gajah Kabupaten Bandung
pada 2005 silam. Pengelolaan TPA yang tidak professional mengakibatkan longsornya
gunungan sampah yang mengakibatkan dua kampung terhapus dari peta dan sebanyak
157 jiwa meninggal dunia.
c. Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai
contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University (Post et.al, dalam Solihin Ismail,
2009:180) menunjukkan bahwa terdapat hubungan statistic yang signifikan antara
pengendalian perusahaan yang menekankan pada penerapan etika dan perilaku
bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang baik di sisi lain. Dalam
kasus ini penerapan etika di perusahaan berupa larangan minum alcohol bagi para
pegawai telah menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.
d. Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat
meningkatkan kualitas hubungan bisnis diantara dua pihak yang melakukan hubungan
bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan diantara pihak-pihak yang
terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lain. Sebaliknya jika salah satu pihak tidak dapat

dipercaya, maka pihak yang tidak dapat dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra bisnisnya
bahkan oleh komunitas bisnis secara umum.
e. Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun
competitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh adalah kejahatan pencurian uang
perusahaan yang dilakukan oleh pemilik dan pimpinan perusahaan merupakan factor
utama penyebab kebangkrutan perushaan dibanding factor-faktor lain.
f. Penerapan etika perusahaan secara baik di dalam perusahaan dapat menghindarkan
terjadinya pelanggaran hak-hak pekrja oleh pemberi kerja. Contohnya perusahaan
dianggap tidak etis apabila di dalam perusahaan terjadi diskriminasi besaran gaji yang
disebabkan oleh diskriminasi rasial.
g. Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah
agar perusahaan yang diwakili oleh para pemimpinnya tidak memperoleh sanksi hokum
karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.

1.4 Faktor-faktor Timbulnya Masalah Etika Bisnis

Berbagai permasalahan etika di perusahaan dapat muncul dalam berbagai bentuk
sebagaimana telah dijelaskan diatas. Identifikasi terhadap berbagai faktor yang umum
ditemui sebagai penyebab munculnya permasalahan etika di perusahaan, merupakan satu
langkah penting untuk meminimalkan pengaruh masalah etika bisnis terhadap kinerja

perusahaan.
Post et.al., (2002: 112-113) menguraikan empat faktor yang pada umumnya menjadi
penyebab timbulnya masalah etika bisnis di perusahaan, yaitu: Mengejar Keuntungan dan
Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest); Tekanan Persaingan Terhadap
Laba Perusahaan (Competitive Pressure on Profits); Pertentangan Antara Tujuan Perusahaan
dengan Perorangan (Business Goal versus Personal Values); Pertentangan Etika Lintas
Budaya (Cross-Cultural Contradiction)
Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest)
Ambisi mengerjar keuntungan untuk diri sendiri, nbahkan sikap serakah dapat
mengakibatkan masalah etika. Perusahaan kadang-kadang mempekerjakan karyawan yang
memiliki nila-nilai pribadi tidak layak. Para pekeja ini akan menempatkan kepentingannya
untuk memeperoleh kekayaan melebihi kepentingan lainnya meskipun dalam dalam
melakukan akumulasi kekayaan tersebut dia merugikan pekerja lainnya, perusahaan, dan
masyarakat.
Tekanan Persaingan Terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on Profits)
Ketika perusahaan berada dalam situasi persaingan yang sangat keras, perusahaan sering kali
terlibat dalam berbagai aktivitas masalah bisnis yang tidak etis untuk melindungi tingkat
profitabilitas mereka. Berbagai perusahaan makanan dan minuman di Indonesia ditenggarai
menggunakan bahan pewarna makanan dan minuman yang tidak aman untuk dikonsumsi
manusia tetapi harganya murah, agara mereka bisa menekan biaya produksi dan mendapatkan

harga jual produk yang rendah. Bahkan industry makanan berani menggunakan formalin
yang menjadi bahan pengawet mayat sebagai pengawet makanan.
Pertentangan Antara Tujuan Perusahaan dengan Perorangan (Business Goal versus
Personal Values) Masalah etika dapat pula muncul pada saat perusahaan hendak mencapai
tujuan-tujuan tertentu atau dapat pula muncul pada saat perusahaan hendak mencapai tujuantujuan tertentu atau menggunakan metode baru yang tidak dapat diterima oleh para
pekerjannya.

1.5 Etika Bisnis pada Berbagai Fungsi Perusahaan
Permasalahan etika yang terjadi di perusahaan bervariasi antara fungsi perusahaan
yang satu dan fungsi perusahaan lainnya. Hal ini terjadi karena operasi perusahaan sangat
terspesialisasi dalam berbagai bidang profesi, sehingga setiap fungsi perusahaan cenderung
memiliki masalah etika tersendiri.
Berikut ini akan dibahas berbagai permasalahan etika yang terjadi di beberapa bidang
fungsi perusahaan, yaitu: etika di bidang akuntansi (accounting ethics), keungan (finance
ethics), produksi dan pemasaran (produvtion and marketing ethics), dan teknologi informasi
(information technology ethics).
Etika di bidang akuntansi (accounting ethics) Fungsi akuntansi merupakan komponen
yang sangat penting bagi perusahaan, investor luar, pemerintah, instansi pajak, dan serikat
pekerja membutuhkan data-data akuntansi untuk membuat berbagai keputusan penting.
Dengan demikian kejujuran, integritas, dan akurasi dalam melakukan kegiatan akuntansi

merupakan syarat mutlak yang harus diterapkan oleh fungsi akuntansi.
Salah satu Pratik akuntansi yang dianggap tidak etis misalya penyusunan laporan
keuangan yang berbeda untuk berbagai pihak yang berbeda dengan tujuan memperoleh
keuntungan dari penyusunan laporan keuangan seperti itu. Dalam realita kegiatan bisnis
sering kali ditemukan perusahaan yang menyususn laporan keuangan yang berbeda untuk
pihak-pihak yang berbeda. Ada laporan keuangan internal perusahaan, laporan keunagan
untuk bank, laporan keuangan untuk kantor pajak. Dengan melakukan praktik ini, bagian
akuntansi perusahaan secara sengaja memanipulasi data-data akuntansi dengan tujuan
memperoleh manfaat/keuntungan fonansial dari penyusunan laporan palsu tersebut.
Etika dibidang keungan (finance ethics) Skandal keungan yang berasal dari pelaksanaan
fungsi keuangan secara tidak etis telah menimbulkan bebagai kerugian bagi para investor.
Pelanggaran etika dalam bidang keuangan dapat terjadi misalnya malui praktik window
dressing terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan mengajukan pinjaman ke bank.
Melalui praktik ini seolah-olah perusahaan memiliki rasio-rasio keuangan yang sehat
sehingga layak untuk mendapat kucuran kredit. Padahal sebenarnya kondisi keuangan
perusahaan tidak sehat seperti yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang telah
dipercantik. Contoh lain pelanggaran etika keuangan misalnya melalui penggelembungan
nilai agunan perusahaan, sehingga perusahaan dapat memperoleh kredit melebihi nilai
agunan kredit yang sesungguhnya.


Etika di bidang produksi dan pemasaran (produvtion and marketing ethics) Hubungan
yang dilakukan perusahaan dengan para pelanggannya dapat menimbulkan berbagai
permasalahan etika di bidang produksi dan pemasaran. Untuk melindungi konsumen dari
Pelakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah Indonesia
telah memberlakukan Undang-Undang Nomor Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Dalam Bab IV Undang-undang dijelaskan berbagai perbuatan ayng dilarang dilakukan oleh
pelaku usaha, antara lain, pelaku usaha dilarang memproduksi barang dan jasa yang :
a. Tidak memnuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih/netto dan jumlah hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau eiket barang tersebut
c. Tidak seusai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah hitungan menurut ukuran
sebenarnya
d. Tidak sesiau dengan kondisi, jaminan, kesitimewaan, atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, eiket, atau keterangan barang dan jasa tersebut
Etika di bidang Teknologi Informasi (Information Technology Ethics) Salah satu area
yang memiliki pertumbuhan masalah etika yang paling besar di era 1990 an sampau awal
tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang dapat memunculkan
permasalahan etika dalam bidang ini meliputi : serangan terhadap wilayah privasi seseorang;
pengumpulan, penyimpanan,, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui transasksi

e-commerce; perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik, dan hak
kekayaan intelektual (Spinello, 1997)
1.6 Tanggung Jawab Perusahaan
Untuk memenuhi kontrak sosialnya terhadap masyarakat, perusahaan dihadapkan
pada beberapa tanggung jawab sosial secara simultan. Tanggung jawab sosial perusahaan
9corporate social responsibility-CSR) merupakan salah satu diantara beberapa tanggung
jawab perusahaan kepada stakeholders. Stakeholders 9pemangku/pemegang kepentingan)
dalam hal ini adalah orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau diperngaruhi oleh
berbagai keputusan kebijakan maupun operasi perusahaan 9Post dkk., 2002: 8). Jones (1995)
selanjutnya mengklasifikasikan stakeholders tersebut kedalam dua kategori, yaitu : inside
stakeholders dan outside stakeholders

a. Inside Stakeholders
Terdisri dari orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya
perusahaan serta berada di dalam organisai perusahaan. Termasuk ke dalam kategori
inside stakeholders adalah pemegang saham (stakeholders), para manajer (Managers) dan
karyawan (employees).
b. Outside stakeholders
Terdisri dari orang-orang maupun pihak-pihak (constituencies) yang bukan pemilik
perusahaan, bukan pemimpin perusahaan dan bukan pula karyawan perusahan tetapi

memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta
tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Termasuk ke dalam kategori outside
stakehoders

adalah

pelanggan

(customers),

pemasok

(suppliers),

pemerintah

(goverment), masyarakat lokal (local communities) dan masyarakat secara umum
(general public)
Stakeholders akan memberikan dukungan terhadap operasi perusahaan apabila
mereka memperoleh imbalan dari perusahaan, yang sebanding atau lebih besar dibandingkan

dengan konstribusi yang mereka berikan kepada perusahaan (donaldson dan preston, 1995).
Imbalan yang diharapkan akan diterima stakeholders dari perusahaan bermacam-macam dan
sangat bergantung ppada kepentingan dan tuntutan stakeholders tersebut. Imbalan yang
diharapkan dapat berupa dividen (bagi pemegang saham), gaji dan bonus memadai (bagi
manajer dan karyawan), produk yang berkualitas dengan harga terjangkau (bagi
konsumen/pelanggan). Memasok bahan baku yang kontinu dengan harga yang kompetitive
(bagi pemasok), pembayaran pajak (bagi pemerintah) serta keberadaan perusahaan yang
dapat membantu menyelesaikan masalah masyarakat (bagi masyarakat lokal)
Sedangakan kontribusi yang dapat memberikan stakeholders kepada perusahaan dapat
berbentuk keahlian, pengetahuan. Peraturan yang dibutuhkan perusahaan selama menjalankan
kegiatan usahanya, modal , bahan baku produksi , pasokan sumberdaya manusia yang
memiliki persyaratan jabatan (job requirement) sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Tabel
15.1 menunjukkan beberapa contoh imbalan yang diterima stakehoders dan kontribusi
stakehoders kepada perusahaan.

Table 15.1 Imbalan dan Kontribusi Stakeholders
Stakeholders

Kontribusi ke perusahaan

Imbalan dari perusahaan

Inside Stakeholders
Pemegang saham

Uang dan modal

Manajer

Kemampuan dan keahlian

Karyawan

Kemampuan dan keahlian

Dividen, peningkatan harga
saham
Gaji, bonus, kekuasaan
Upah, gaji, bonus, promosi
dan pekerjaan yang stabil

Outside Stakeholders
Pelanggan

Pembelian barang dan jasa

Pemasok

Input berkualitas tinggi

Kualitas dan harga barang
dan jasa
Pembelian input dengan

harga yang wajar
Pemerintah
Peraturan
Pajak
Menurut Post (2002;69) perusahaan secara silmutan akan menjalankan tiga kenis
tanggung jawab kepada staleholders yang berbeda-beda, dimana ketiga tanggung jawab ini
harus dijalankan secara seimbang. Penekanan ke salah satu jenis tanggung jawab saja akan
menyebabkan perusahaan tidak akan berjalan secara optimal. Ketiga jenis tanggung jawab
tersebut meliputi : economic responbility, legal responbility dan social responbility. Post dkk
menggambarkan pelaksanaan ketiga jenis tanggung jawab tersebut secara berimbang pada
bidang irisan diantara ketiga jenis tanggung jawab perusahaan sebagaimana dapat dilihat
pada tabel 15.1
Tanggung jawab Ekonomi
Perusahaan korporasi dibentuk dengan tujuan untuk menghasilakn laba secara
optimal. Dalam kegiatan ini para pengelola korporasi memiliki tanggung jawab ekonomi
(economic responsibility), diantara nya kepada para pemegang saham (stakeholders) dalam
bentuk pengelolaan perusahaan yang menghasilkan laba, dimana laba tersebut sebagian
diantaranya akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan sebagian laba
lainya merupakan laba ditahan yang akan diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan.

Tanggung jawab Hukum

Kendati

perusahaan

korporasi

didirikan

untuk

menghasilkan

laba,dalam

melaksanakan operasinya korporasi harus memeatuhi berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku sebagai bentuk tanggung jawab hukum perusahaan
Hukum dan peraturan dibuat agar perusahaan berjalan sesuai dengan harapan yang
dimiliki masyarakat. Selain itu hukum dan peraturan juga membantu menciptakan “arena
permainan bisnis” yang relatif adli bagi semua pemain bisnis dalam suau industri yang saling
bersaing satu dengan lainya. tujuan ingin dicapai melalui penegakan hukum dan peraturan
adalah agar perusahaan yang satu tidak dirugikan oleh tindakan perusahaan pesaing lainya.
Tanggung jawab Sosial
Tanggung jawab ketiga yang harus dijalankan perusahaan adalah tanggung jawab
sosial perusahaan, Kotler dan Lee(2005) memberikan rumusan mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) sebagai berikut
“corporate social responsibility is a commitment to improve community well being through
duscretionary bisiness practices and contribution of corporat resources”
Dalam definisi tersebut kotler dan Lee memberikan penekanan pada kata
discretionary, dalam arti bahwa kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan
secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan akttivitas
bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-undangan seperti kewajiban untuk
membayar pajak atau juga memberikan nuansa bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas
CSR harus menaati hukum dalam pelaksanaan bisnisnya, artinya sangatlah tidak tepat bila
kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan yang tidak baik dalam memperlakukan karyawan
atau melakukan berbagai kecurangan baik dalam membuat

laporan keuangan maupun

merusak lingkungan hidup.
Pandangan Milton Friedman mengenai tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan lebih mudah untuk dipahami
dengan menanyakan kepada siapa sebenarnya pengelola perusahaan (manajer) bertanggung
jawab. Dalam hal ini terdapat dua konsepsi utama mengenai kepada siapa pengelola
perusahaan bertanggung jawab (Baron, 2005: 663) Pendapat pertama berasal dari milton
Friedman. Menurut Milton Friedman, tanggung jawab sosial perusahaan adalah menalankan
bisnis sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan , yakni dalam bentuk menghasilkan uang
sebanyak mungkin, sementara pada saat yang sama mengindahkan aturan dasar yang
digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana diatur oelh hukum dan perundang-

undangan. Dengan demikian tujuan utama dari suatu perusahaan korporasi adalah
memaksimalkan laba atau nilai pemegang saham . bahkan Friedman memandang para
manajer yang memiliki pendapat bahwa pimpinan perusahaan memiliki tanggung jawab
sosial terhadap masyarakat secra luas, merupakan para manajer yang bertindak tidak sejalan
dengan keinginan pemegang saham.
Konsepsi Friedman menunjukkan bahwa pemegang saham (stakehoders) merupakan
pemilik perusahaan dan mempunyai hak kepemilikian terhadap laba yang dihasilkan oleh
perusahaan. Sementara itu para manajer merupakan agen (agents) yang bertindak untuk
kepentingan pemilik perusahan. Para manajer dapat pula bertindak tidak sejalan dengan
kepentingan pemegang saham, dan untuk memastikan bahwa para manajer bisa bertindak
sesuai dengan kepentingan pemegang saham maka harus dilakukan pengawasan terhadap
para manajer tersebut yang akan menjadi beban bagi perusahaan dan dikenal sebagai agency
cost (baron, 2005)
Di dalam pasar modal yang efisien,, pemegang saham secara mutlak akan sepakat
bahwa mereka lebih menyukai maksimalisasi laba yang akan meningkatkan nilai perusahan.
Dengan demikian, jika manajemen tidak melalukan maksimalisasi laba maka pasar akan
melakukan koreksi di pasar baik malalui pengambilalihan perusahaan maupun melalui
mekanisme proxy test
1.7 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Lima puluh tahun yang lalu, H. R Bowen berpendapat bahwa para pelaku bisnis
memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan, membuat keputusan atau
melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat
(Watrick dan Cochran, 1985). Pendapat Bowen tersebut ialah memberikan kerangka dasar
bagi pengembangan konsep Tanggung Jawab sosial perusahaan (Corporate social
Responsibility-CSR)
Sebagaimana ditekankan oleh Bowen kewajiban atau tanggung jawab sosial dari
perusahaan bersandar pada keselarasan antara tujuan-tujuan (objectives) dan nilai-nilai
perusahaan (corporate values) dengan berbagai tujuan dan nilai-nilai dari suatu masyarakat.
Kedua hal yang telah disebutkan oleh bowen yakni keselarasan dengan tujuan dan nilai-nilai
masyarakat merupakan dua premis dasar tanggung jawab sosial perusahaan. Premis pertama,
perusahaan untuk menjalankan bisnis harus berada dalam bingkai pedoman yang ditetapkan
masyarakat. Dalam hal ini, seperti halnya pemerintah perusahaan memiliki kontrak sosial
yang berisi sejumlah hak dan kewajiban. Kontrak sosial itu akan mengalami perubahan

sejalan dengan perubahan kondisi masyarakat. Tetapi apapun perubahan yang terjadi kontrak
sosial ini pula yang akan menjadi wahana bagi perusahaan untuk menyesuaikan tujuan-tujuan
perusahaan dengan tujuan-tujuan masyarakat yang pelaksanaanya dimanifestasikan dalam
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.
Premis kedua, yang mendasari tanggung jawab sosial adalah bahawa pelaku bisnis
bertindak sebagai agen moral (moral agent) dalam suatu masyarakat. Pembuatan keputusan
yang dilakukan oleh pimpinan puncak perusahaan senantiasa melibatkan pertimbanagn nilai
atau mencerminkan nilai-nilai yang dimiliki oleh manajemen puncak. Oleh sebab itu agar
terjadi keselarasan antara nilai-nilai yang dimiliki perusahaan dengan nilai-nilai yang dimiliki
masyarakat, maka manajer perusahaan haruss berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
masyarakat. Premis kedua ini memuat dimensi etis dari tanggung jawab sosial.

1.8 Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Social Dan Etika Bisnis
a. Pelaksanaan hubungan industrial pancasila
Banyak pengusaha yang telah menyusun dan melaksanakan hubungan industrial
pancasila ini dalam bentuk yang sering dikenal sebagai “kesepakatan kerja bersama atau
KKB”. KKB ini merupakan sebuah aturan hubungan kerja yang akan menjadi pedoman
tentang hubungan antara pengusaha dengan para pekerja atau karyawan perusahaan yang
biasanya dituangkan dalam sebuah buku. Dalam buku KKB tersebut dadakan berbagai
ketentuan hak-hak serta kewajiban karyawan. Kewajiban karyawan tentu saja sudah jelas
yaitu melaksanakan tugas pekerjaan yang dipikulnya sesuai dengan jabatan yang
disandangnya.
Sedangkan hak-hak karyawan meliputi hak atas gaji maupun bentuk-bentuk
penerimaan yang lain sepeerti kesejahteraan baginya. Misalnya saja berbentuk hak cuti
hamil, cuti melahirkan, cuti tahunan, uang rekreasi, premi kerja lembur, bonus, tunjangan
hari raya, pakaian kerja, tunjangan kesehatan serta hak untuk mengembangkan bakat
serta kehidupan agama dan kerohaniannya.
b. Analisis dampak lingkungan
Banyak oengusaha saat ini telah melakukan AMDAL dalam melakukan kegiatan
bisnisnya. Wujud nyata dalam pelaksanaan AMDAL tersebut tercermin dari dalam
pelaksanaan pengolahan limbah industri sedemikian rupa sehingga limbah tersebut tidak
mengganggu lingkungan. Proses produksi yang dilakukan oleh suatu bisnis tidak jarang

akan menimbulkan pencenaran lingkungan atau polusi, baik polusi udara, polisu air,
maupun polusi suara dan sebagainya. Dalam hal ini masih banyak pula perusahaan yang
belum menyadari akan tanggung jawabnya terhadap pengolahan limbah industry ini. Hal
ini pada umunya disebabkan karena kurangnya kesadaran pengusaha terhadap pencemaran
lingkungan.
c. Penerapan prisnsip kesehatan dan keselamatan kerja
Penerapan prinsip K3 telah banyak dilaksanakan pula oleh pengusaha kita. Seperti
kita ketahui bahwa ada beberapa perusahaan yang telah memperoleh penghargaan “Zero
Accident” atau “Tidak Pernah Terjadi Kecelakaan Kerja”. Perusahaan yang memperoleh
penghargaan ini berarti telah menjalankan proses peroduksinya sedemikian lama tanpa
mengalami kecelakaan kerja bagi karyawannya. Hal ini merupakan prestasi yang cukup
bagus dalam menjaga kesehatan dan keselamatan kerja. Guna menjalankan praktek K3
tersebut tentu saja memerlukan banyka peralatan pelindung bagi para pekerja dalam
menjalankan tugasnya baik berupa topi pengaman, masker, maupun pakaian kerja khusus.
d. Perkebunan inti rakyat
Pelaksanaan program pemerintah yang berupa Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
dimana dalam hal ini yang merupakan perkebunan besar seperti halnya milik Negara atau
BUMN berfungsi sebagai perusahaan inti yang akan berfungsi sebagai motor penggerak
pembangunan perkebunan rakyat di sekitarnya yang akan merupakan plasma, dan plasma
itu akan bertindak sebagai pemasok bahan baku bagi perkebunan milik Negara, sehingga
sistem ininakan terjadi hubungan timbal balik yang bersifat “win-win” antara perusahaan
besar dengan perusahaan milik rakyat yang pada umunya kecil. Dengan demikian maka
pembangunan bangsa akan dapat berjalan secara seimbang dan sailing topang menopang.
e. Sistem bapak angkat - anak angkat
Pelaksanaan sistem ini juga banyak membantu kelancaran proses pembangunan
bangsa serta keterkaitan industry maupun keterkaitan kepentingan masyarakat banyak.
Praktek tersebut tentu saja juga tidak mudah dilaksanakan karena diperlukan kesadaran
yang tinggi dari para pengusaha besar yang harus bersedia untuk membantu
perkembangan bagi pengusaha kecil yang seringkali banyak menimbulkan persoalan bagi
penguaha besar yang menjadi bapak angkat tersebut.