PERILAKU PEMAKAIAN KONDOM DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL

PERILAKU PEMAKAIAN KONDOM DENGAN KEJADIAN
INFEKSI MENULAR SEKSUAL
Gretta Hapsari Amalya1
Abstract:The high incidence of STDs caused by WPS are doing a lot of
irregularities in the prevention and treatment of STIs, for example, would not
wear a condom every time sexual intercourse, while suffering from sexually
transmitted infections continue to serve the guests and if the pain did not want
to take medicine the doctor. This study wanted to prove whether there is a
relationship between behavior and the use of condoms and willingness to serve
guests with the incidence of STIs in the localization Kaliwungu Ngunut
Tulungagung District. This study is a correlational analytic studies using crosssectional approach and the ex post facto. Population studies on the localization
of the entire WPS District Kaliwungu Ngunut Tulungagung and the number of
samples selected 65 people WPS with purposive sampling technique. Variable
measured is the behavior of condom use and willingness to serve the guests as
the independent variable, dependent variable while the incidence of STIs. The
results obtained most of the respondents did not use condoms, as many as 42
respondents (64.62%) and almost all of the respondents are willing to serve
guests, as many as 37 respondents (88.1%). While the incidence of STIs, the
majority of respondents infected with STIs, as many as 34 respondents
(52.31%).
Statistical test used in this study is chi square. Condom use behavior is obtained

p-value 0.000 2 th
26 Resp
(40%)

Sumber: Data Penelitian Primer Tahun 2010

Hasil penelitian pada diagram
diatas menunjukkan bahwa dari total 65
responden hampir setengah dari
responden telah menjadi WPS lebih dari
2 tahun, yaitu sebanyak 27 responden
(42%).
2. Data Khusus
a. Perilaku Pemakaian Kondom
Tabel

1

Hasil tabulasi perilaku
pemakaian kondom


Pemakai Jumlah Prosentase
an
Kondom
1
Ya
23
35.38
2
Tidak
42
64.62
Jumlah
65
100
Sumber: Data Penelitian Primer Tahun 2010

Kesediaan
Jumlah
Pro

melayani
sent
tamu
ase
1
Tidak bersedia
melayani tamu
5
11.9
2
Bersedia melayani
tamu
37
88.1
Jumlah
42
100
Sumber: Data Penelitian Primer Tahun 2010

Berdasarkan tabel 2 didapatkan

dari total 42 responden yang tidak
memakai kondom, hampir seluruhnya
dari responden bersedia melayani tamu,
yaitu sebanyak 37 responden (88, 1%).
c. Kejadian IMS
Tabel 3
No

Hasil tabulasi kejadian IMS

Kejadian IMS

Ju
ml
ah

Prosentase

1


Tidak
Terinfeksi
31
47.69
2
Terinfeksi
34
52.36
Jumlah
65
100
Sumber: Data Penelitian Primer Tahun 2010

No

Berdasarkan tabel 3 didapatkan
dari total 65 responden sebagian besar
dari responden terinfeksi IMS, yaitu
sebanyak 38 responden (58,46%).


Berdasarkan tabel 1 didapatkan
dari total 65 responden sebagian besar
dari responden tidak memakai kondom,
yaitu sebanyak 42 responden (64,62%)
dan 23 responden (35,38%) memakai
kondom.

21

Jurnal Keperawatan Ilmiah STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomer 2/April 2012

Tabulasi Silang Antar Variabel
a. Tabulasi silang Perilaku Pemakaian
Kondom dengan Kejadian IMS
Tabel

N
o

1


Peril
aku
Pema
kaian
Kond
om
Ya

4

Tabulasi Silang Perilaku
Pemakaian
Kondom
dengan Kejadian IMS

Kejadian IMS
Tidak
Terinfeksi
Terinfeksi


6

9.23

10

26.
15
15.
38

32

49.23

27

41.
54


38

58.46

6
5

%

17
2

Tida
k
Juml
ah

Total
J

m
l
2
3
4
2

Jml

J
ml

%

bersedia melayani tamu dan terinfeksi
penyakit IMS, yaitu sebanyak 28
responden (66,67%).
Berdasarkan hasil uji statistik Chi
Square didapatkan nilai p yaitu 0,000 <
0.05, sehingga HO ditolak dan H1

diterima, berarti “ada hubungan antara
perilaku pemakaian kondom dengan
kejadian IMS di lokalisasi Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Tulungagung”.

%
35.
38
64.
62
10
0.0
0

Hasil Uji Statistik Kesediaan Melayani
Tamu dengan Kejadian IMS
Tabel 6

Hasil Uji Statistik Chi
Square
Kesediaan
Melayani Tamu dengan
Kejadian IMS

Sumber: Data Penelitian Primer Tahun 2010

Hasil penelitian pada tabel 4
didapatkan bahwa dari total 65
responden, hampir setenganya dari
responden tidak memakai kondom dan
terinfeksi penyakit IMS, yaitu sebanyak
32 responden (49,23%).
b. Tabulasi silang Kesediaan Melayani
Tamu dengan Kejadian IMS
Tabel 5

N
o

1

2

Kesedi
aan
Melay
ani
Tamu
Tidak
berse
dia
Berse
dia
Juml
ah

Tabulasi Silang Kesediaan
Melayani Tamu dengan
Kejadian IMS
Kejadian IMS
Tidak
Terinfeksi
Terinfeksi
J
m
%
Jml
%
l

4
10
14

9,52

23,81
33,3

1
27
28

2,38

64,28
66,67

Total
Jm
l

5

%

11,
9

37

88,
1

42

100

Sumber: Data Penelitian Primer Tahun 2010

Hasil penelitian pada tabel 5
didapatkan bahwa dari total 42
responden
yang tidak
memakai
kondom, sebagian besar dari responden

22

Pearson ChiSquare
Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio

Value
5.562(b
)

df

Asy
mp.
Sig.
(2side
d)

1

.018

3.434

1

.064

5.282

1

.022

Fisher's Exact
Test
Linear-by-Linear
Association

5.430

N of Valid Cases

42

1

E
xa
ct
Si
g.
(2
si
de
d)

Ex
act
Sig
.
(1sid
ed)

.0
35

.03
5

.020

a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5.
The minimum expected count is 1.67.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi
Square didapatkan nilai p yaitu 0,035 <
0.05, sehingga HO ditolak dan H1
diterima, berarti “ada hubungan antara
kesediaan melayani tamu dengan
kejadian IMS di lokalisasi Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Tulungagung”.

Perilaku Pemakaian Kondom Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual
(Gretta Hapsari A)

Pembahasan
1.

Perilaku Pemakaian Kondom

Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di lokalisasi Kaliwungu
Kecamatan
Ngunut
Tulungagung,
didapatkan dari total 65 responden
sebagian besar dari responden tidak
memakai kondom, yaitu sebanyak 42
responden (64,62%).
Kondom adalah suatu karet yang
tipis, berwarna atau tak berwarna ,
dipakai untuk menututpi zakar yang
tegang sebelum dimasukkan ke dalam
vagina sehingga mani tertampung di
dalamnya dan tidak masuk vagina.
Dengan demikian mencegah terjadinya
pembuahan. Kondom yang menutupi
zakar juga berguna untuk mencegah
penyakit kelamin.
Ada banyak alasan pria tidak mau
pakai kondom karena merasa kesakitan
dan terluka saat memakainya. Hal itu
membuat tujuan penggunaan kondom
gagal dan risiko penyakit menular
meningkat. Untuk itu, pria sebaiknya
pakai ukuran kondom yang sesuai
dengan ukuran alat kelaminnya. Selain
itu pemakaian kondom menyebabkan
sakit dan tidak pas, itulah alasan
sebagian pria yang tidak mau memakai
kondom. Pemakaian kondom yang tidak
tepat memang bisa merobek kondom
atau membuat
kondom terlepas
sehingga mengurangi hasrat seksual
pasangan.
Kondom yang pas sebaiknya
dipilih pria agar risiko yang tidak
diinginkan bisa dicegah. Pria diketahui
tidak suka membeli kondom ukuran
kecil dan sedang karena merasa percaya
diri dengan ukuran alat kelaminnya.
Tapi sebagian pria juga tidak sadar
bahwa kondom yang mereka beli justru
kekecilan.
Faktor lain yang menyebabkan
pria enggan menggunakan kondom

dikarenakan kondom juga mempunyai
beberapa kekurangan, diantaranya:
menganggu kenyamanan bersenggama,
selalu harus memakai kondom yang
baru, selalu harus ada persediaan,
kadang ada yang tidak tahan (alergi)
terhadap karetnya, tingkat kegagalannya
tinggi jika terlambat memakainya,
sobek bila memasukkannya tergesagesa.
Pria dengan kondom yang tidak
pas
akan
cenderung
melepas
kondomnya sebelum acara seks selesai
dan akhirnya tujuan pemakaian kondom
pun gagal. Kondom yang tidak pas
mempunyai dampak bisa berakibat fatal
jika kondom terlepas atau robek.
Kesadaran pria memakai kondom
perlu dibarengi dengan kesadaran yang
tinggi pula akan ancaman berbagai
penyakit seperti gonnore, clamydia,
sifilis, HIV dan lainnya.
2. Kesediaan Melayani Tamu
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di lokalisasi Kaliwungu
Kecamatan
Ngunut
Tulungagung,
didapatkan dari total 42 responden yang
tidak memakai kondom hampir
seluruhnya dari responden bersedia
melayani tamu, yaitu sebanyak 37
responden (88,1%).
Kesediaan menerima pengaruh
fihak lain itu biasanya tidak berasal dari
hati kecil seseorang akan tetapi lebih
merupakan
cara
untuk
sekedar
memperoleh reaksi positif seperti
pujian,
dukungan,
simpati
dan
semacamnya sambil menghindari hal –
hal yang dianggap negatif. Tentu saja
perubahan perilaku yang terjadi dengan
cara seperti itu tidak akan dapat
bertahan lama dan biasanya hanya
tampak selama pihak lain menyadari
akan perubahan sikap yang ditunjukkan.
Kesediaan WPS melayani tamu
memang pekerjaan mereka menuntuk

23

Jurnal Keperawatan Ilmiah STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomer 2/April 2012

untuk melayani tamu. Adapun ada
sebagian kecil responden yang tidak
mau
melayani
tamu,
mungkin
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor,
antara lain kondisi fisik mereka,
kesehatan, mood, ataupun faktor lain
sehingga pada saat penelitian ada
sebagian kecil yang menyatakan tidak
melayani tamu.
Hasil penelitian pada diagram 5.1
didapatkan hampir setengah dari
responden berumur diatas 35 tahun.
Dimana pada umur tersebut seorang
wanita sudah mengalami penurunan
fungsi organ seksual, sehingga secara
fisik akan mudah lelah. Hal tersebut
juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan ada sebagian responden
yang tidak melayani tamu.
3. Kejadian IMS
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di lokalisasi Kaliwungu
Kecamatan
Ngunut
Tulungagung,
didapatkan dari total 65 responden
sebagian besar dari responden terinfeksi
IMS, yaitu sebanyak 34 responden
(52,31%).
Infeksi Menular Seksual (IMS)
adalah suatu infeksi yang sebagian
besar penularanya melalui hubungan
seksual. Hubungan seksual tidak hanya
dilakukan secara kelamin, mulut dengan
kelamin, dan tangan dengan alat
kelamin, sehingga kelainan yang timbul
akibat penyakit ini tidak terbatas pada
alat kelamin saja, tetapi dapat juga pada
daerah di luar alat kelamin (ekstra
genital). Tanda-tandanya juga bias pada
mata, mulut, saluran pencernaan, hati,
otak, dan bagian tubuh lainnya.
Contohnya HIV/AIDS dan Hepatitis B
yang menular lewat hubungan seks
tetapi penyakitnya tidak dapat dilihat
dari
kelaminnya,
artinya
alat
kelaminnya masih tampak sehat
meskipun orangnya membawa bibit

24

penyakit ini. Kalau kita berhubungan
seks dengan orang tersebut, kita dapat
tertular walaupun hanya sekali (Dirjen
PPM dan PL, 2004).
IMS bisa terjadi disebabkan oleh
beberapa perilaku seks antara lain:
sering berganti pasangan seksual,
mempunyai lebih dari satu pasangan
seksual,
hubungan seks dengan
pasangan yang tidak dikenal (WPS),
masih terus berhubungan seks walaupun
dengan
keluhan
IMS,
tidak
menggunakan
kondom
saat
berhubungan seks dengan pasangan
berisiko tinggi.
Infeksi
Menular
Seksual
disebabkan oleh kurang lebih 20-50
mikroorganisme yang terdiri atas
bakteri, parasit, jamur dan virus
termasuk HIV (FKUI, 2003).
IMS
seringkali
tidak
menampakkan gejala, terutama pada
wanita. Namun ada pula IMS yang
menunjukkan gejala umum sebagai
berikut : 1) Keluarnya cairan dari
vagina, penis atau dubur yang berbeda
dari biasanya, 2) Rasa perih, nyeri atau
panas saat kencing atau setelah kencing,
atau menjadi sering kencing, 3) Adanya
luka terbuka, luka basah di sekitar
kemaluan atau sekitar mulut (nyeri
ataupun tidak), 4) Tumbuh seperti
jengger ayam atau kutil di sekitar alat
kelamin, 5) Gatal di sekitar alat
kelamin, 6) Terjadi pembengkakan
kelenjar limfa yang terdapat pada
lipatan paha, 7) Pada pria, kantung pelir
menjadi bengkak dan nyeri, 8) Pada
wanita, sakit perut bagian bawah yang
kambuhan
(tetapi
tidak
ada
hubungannya
dengan
haid),
9)
Mengeluarkan
darah
setelah
berhubungan seks, dan 10) Secara
umum merasa tidak enak badan atau
demam.

Perilaku Pemakaian Kondom Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual
(Gretta Hapsari A)

4.

Hubungan Perilaku Pemakaian
Kondom dengan Kejadian IMS

Berdasarkan hasil uji statistik Chi
Square didapatkan nilai p yaitu 0,000 <
0.05, sehingga HO ditolah dan H1
diterima, berarti “ada hubungan antara
perilaku pemakaian kondom dengan
kejadian IMS di lokalisasi Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Tulungagung”.
Kejadian
IMS
berhubungan
dengan perilaku kesehatan, yaitu
dimana transaksi seksual atau aktivitas
seksual
antara
WPS
dengan
pelanggannya berlangsung dengan tidak
aman dan tidak terlindungi dari
berbagai macam penularan IMS.
Batasan ini mempunyai dua unsur
pokok yaitu respon dan stimulus atau
perangsangan. Respon atau reaksi
manusia,
baik
bersifat
positif
(pengertian, persepsi, dan sikap) mampu
bersifat aktif (tindakan yang nyata atau
praktis), sehingga apabila seseorang
memahami pola perilaku seksual
sehingga dampaknya adalah angka
kejadian IMS akan menurun.
Perjalanan IMS berawal dari
adanya penderita IMS, baik yang
menimbulkan gejala maupun yang
bersifat
asimtomatis,
melakukan
interaksi yang intens dengan manusia
lainnya yang tidak menderita IMS.
Interaksi tersebut salah satunya adalah
interaksi seksual (sexual interaction),
dimana hubungan seksual yang terjadi
antara penderita IMS dengan pasangan
seksnya yang tidak menderita IMS
berlangsung tidak aman. Hal tersebut
bisa berupa pola hubungan seksual yang
tidak sewajarnya, misalnya melalui
anus (anal intercourse), ataupun
hubungan seksual yang tidak terlindungi
yaitu tanpa penggunaan kondom
sebagai barier yang dimiliki oleh
partner seksualnya.
Hasil penelitian pada tabel 5.4
didapatkan bahwa dari total 65

responden, hampir setenganya dari
responden tidak memakai kondom dan
terinfeksi penyakit IMS, yaitu sebanyak
32 responden (49,23%).
Hal tersebut menunjukkan bahwa
pada orang-orang yang berperilaku
seksual berisiko tinggi, hanya kurang
dari 1 orang yang tertular IMS pada
kelompok pengguna kondom. Secara
medis dan epidemiologis diketahui
bahwa akan terjadi penurunan penularan
IMS pada para pengguna kondom. Dari
studi tersebut juga diketahui bahwa
kondom efektif mencegah IMS.
Bila digunakan secara benar dan
konsisten, kondom mempunyai peranan
penting dalam kesehatan masyarakat,
khususnya dalam pencegahan IMS,
termasuk HIV dan Hepatitis B.
Penggunaan kondom yang baik akan
mengurangi risiko terinfeksi penyakit
tersebut, bagi mereka yang tidak
mampu berpuasa seks.
Kondom memiliki fungsi double
protection yaitu selain untuk mencegah
penularan IMS juga dapat digunakan
sebagai alat kontrasepsi. Hingga saat ini
kondom merupakan alat kontrasepsi
yang paling efektif untuk mengurangi
risiko penularan penyakit seksual.
Bahkan vasektomi atau pemotongan
saluran sperma pada pria pun tidak
mampu mencegah IMS.
Orang yang sudah mengetahui
dirinya terinfeksi IMS harus tetap
menggunakan kondom walaupun sudah
divasektomi untuk mencegah penularan
IMS pada pasangannya, kecuali IMSnya sudah diobati dan sembuh. Meski
demikian, angka penggunaan kondom
pada masyarakat Indonesia masih
rendah.
Pengetahuan dan penyebaran
informasi tentang kondom masih sangat
rendah
sehingga
orang
belum
menggunakannya
secara
tepat.
Kegagalan kondom lebih sering
disebabkan
pemakainya
tidak

25

Jurnal Keperawatan Ilmiah STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomer 2/April 2012

menggunakannya dengan benar, dan
bukan karena mutu kondom itu sendiri.
Mengingat bahwa tidak ada obat
atau intervensi lain dalam pencegahan
IMS, maka penggunaan kondom secara
konsisten dalam berhubungan seksual
merupakan cara pencegahan penularan
IMS yang paling efektif selain dengan
cara abstain seks.
5.

Hubungan Kesediaan Melayani
Tamu dengan Kejadian IMS

Berdasarkan hasil uji statistik Chi
Square didapatkan nilai p yaitu 0,035 <
0.05, sehingga HO ditolak dan H1
diterima, berarti “ada hubungan antara
kesediaan melayani tamu dengan
kejadian IMS di lokalisasi Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Tulungagung”.
WPS adalah orang yang bekerja
dengan memperdagangkan seksual. IMS
adalah
penyakit
infeksi
yang
penularannya
terutama
melalui
hubungan seksual. Banyak kasus yang
asimtomatik terutama pada penderita
wanita, kurangnya kesadaran dari para
WPS dan mahalnya biaya pengobatan
yang
menyebabkan
para
WPS
mengobati
sendiri
penyakitnya.
Kesediaan melayani tamu saat sakit
IMS berhubungan dengan perilaku
kesehatan, dimana aktifitas seksual
antara WPS dengan pelanggannya
berlangsung tidak aman dan tidak
terlindungi.
Dalam semalam, WPS biasa
melayani empat sampai lima tamu, dan
hampir semuanya tidak menggunakan
kondom. Hasil penelitian pada diagram
5.3 menunjukkan bahwa dari total 65
responden hampir setengah dari
responden telah menjadi WPS lebih dari
2 tahun, yaitu sebanyak 27 responden
(42%), sehingga dengan pelayanannya
terhadap tamu yang terhitung sudah
sering tersebut, didukung dengan
sebagian
besar
responden tidak

26

menggunakan kondom, maka penularan
IMS sangat rentan sekali terjadi.
Terjadinya penularan IMS melaui
mukosa kulit tubuh yang terbuka,
misalnya pada mukosa dinding vagina,
konjungtiva mata, dinding anus atau
rektum, permukaan kulit yang terbuka.
Kemudian bakteri tersebut akan
berpindah tempat pada manusia sehat
lainnya, berkembang biak, melakukan
metatase atau penyebaran ke seluruh
tubuh melalui sistem peredaran darah.
Pada keadaan lanjut setiap hubungan
seksual
yang
dilakukan
akan
membuahkan penderita IMS baru, dan
akan seperti itu seterusnya jika tidak
tertangani dengan baik. Mobilitas yang
tinggi dari para WPS akan mempercepat
penyebarluasan
IMS
yang
juga
melibatkan masyarakat berisiko rendah
seperti ibu rumah tangga dan lainnya,
yang dijembatani oleh para pelanggan
WPS.
Simpulan
Tingginya angka kejadian IMS
di karenakan pengunjung yang tidak
memakai kondom dan kesediaan WPS
dalam melayani tamu meskipun tamu
tersebut tidak memakai kondom.
Saran
Disarankan bagi WPS agar
meningkatkan
kesadaran
untuk
memakai kondom karena mampu
mengurangi kejadian IMS.
Dan untuk petugas kesehatan
setempat agar sering mengadakan
penyuluhan
kesehatan
tentang
pentingnya
menghindari
penyakit
infeksi yang penularannya terjadi lewat
hubungan seksual yang sering berganti
pasangan.

Perilaku Pemakaian Kondom Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual
(Gretta Hapsari A)

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S.
(1998).
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
___________.
(2002).
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik. Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Daili S.F. (1999). Penyakit Menular
Seksual. Edisi 2. Jakarta: FKUI.
___________.
(2003).
Penyakit
Menular Seksual. Edisi 2. Jakarta:
FKUI.
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Tulungagung. Laporan Tahun
2009/2010.
FKUI.
(2000).
Kapita
Selekta
Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
___________. (2000). Kapita Selekta
Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.
Hupatena, Ronald. (2003). AIDS, PMS
dan Perkosaan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Mahfoez, I, dkk. (2005). Metodologi
Penelitian Bidang Kesehatan,
Keperawatan dan Kebidanan. Ed.
Yogyakarta: Fitra Maya.
Manuaba,
IBG.
(2005).
Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Margono. (2001). Dampak Pergaulan
Bebas. Jakarta: Rekayasa Putra.
Muchtar, Rustam. (2005). Sinopsis
Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.
Mundiharno. (1999). Perilaku Seksual
Beresiko Tertular PMS dan
HIV/AIDS. Universitas Gajah
Mada.
Notoatmodjo. Soekidjo. (2002). Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
____________.
(2003).
Metode
Penelitian Kesehatan dan Ilmu

Perilaku
Kesehatan.
Jakarta:
Rineka Cipta.
Nurainur.
(1997).
Pengantar
Epidemiologi Penyakit Menular.
Jakarta: Rineka Cipta.
___________. (2003). Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan
Konsep dan Penerapan. Jakarta:
Salemba Medika.
RI,
Depkes.
(1999).
Pedoman
Pengobatan Penyakit Menular
Seksual. Jakarta: Ditjen PPM &
PLP.
____________.
(1996).
Pedoman
Penatalaksanaan
Penyakit
Menular Seksual. Jakarta: Ditjen
PPM & PLP.
____________.
(2003).
Pedoman
Penatalaksanaan
Penyakit
Menular Seksual. Jakarta: Ditjen
PPM & PLP.
Meliono, Armayanti. (2007). Perilaku
Seksual.
[internet].
http://id.wikipedia.org. Diakses 21
Juni 2010.
www.cybernet.com. Anonim. (2007).
Upah Tenaga Kerja Wanita.
Wening, Noor. (2009). Mitos dan
Perilaku
Seksual
Remaja.
[internet]. http:/ / w w w .jaw apos.com .
Diakses 21 Juni 2010.
Suryaatmadja,
Susanto.
(2009).
Kencing Nanah Ancam Anak, Ada
Yang Mengaku Pernah Ke
Lokalisasi.
[internet].
http:/ / w w w .jaw apos.com . Diakses
21 Juni 2010.

1

Dosen
Fakultas
Ilmu
Universitas Kadiri Kediri

Kesehatan

27