ETIKA PROFESI HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM

ETIKA PROFESI HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA (HAMBATAN
DAN UPAYA MENGATASINYA)

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap orang mempunyai kebebasan untuk berucap, bertindak, berperilaku atau
untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi kesenangan sesuai dengan keahliannya dalam rangka
mencapai tujuan hidupnya. Namun setiap orang untuk mencapai tujuan hidup itu, agar dia dapat
hidup tentram, tertib, teratur aman, dan damai serta tidak diganggu oleh orang lain, ia dituntut
untuk mentaati batasan-batasan atau etika dalam pergaulan hidupnya dengan orang lain yang ada
disekitarnya, setiap orang juga dituntut untuk tidak merugikan orang lain dan harus
mempertanggungjawabkan terhadap apa yang dilakukan.
Batasan-batasan bagi mereka yang berprofesi hukum dalam melaksanakan profesinya adalah
etika, adalah kode etik profesi hukum yang berisi kewajiban-kewajiban, larangan-larangan dan
keharusan untuk mempertanggungjawabkan dalam melaksanakan profesinya serta sangsi bagi
yang tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar larangan tersebut[1].
Kode etik profesi merupakan norma yang di tetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi yang
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana membuat dan sekaligus
menjamin mutu profesi itu di mata masyarakat. Fokus perhatian ditujukan pada kode etik polisi,

kode etik jaksa, kode etik hakim, kode etik advokad, dan kode etik notaris.
Dari beberapa kategori di atas yang paling menarik adalah hakim karena hakim berusaha
menemukan hakikat hukum dalam memutuskan masalah yang akan diputuskannya. Penegakan
hukum harus dimulai oleh orang-orang yang mengerti tentang hukum itu sendiri. Keberhasilan
penegakan hukum banyak di tentukan oleh faktor pelaksananya, terutama olah para sarjana
hukum[2].
Sorotan terhadap hukum dan penegakan hukum bukanlah merupakan sosok yang baru di tanah
air kita, dia begitu penting untuk dibicarakan karena hal ini tidak saja merupakan tugas dan
amanah konstitusi (UUD 1945), tetapi lebih jauh di sisi lain ia juga merupakan tonggak sekaligus
benteng untuk tegaknya hukum dan keadilan. Hal ini berhubungan dengan kelangsungan masa
depan pencari keadilan di Indonesia.
Masalah etika dan moral perlu mendapat perhatian yang seksama untuk memberikan jiwa pada
hukum dan penegaknya. Dalam rangka revitalisasi hukum untuk mendukung demokratisasi,

maka masalah moral dan etika mendesak untuk ditingkatkan fungsi dan keberadaanya, karena
saat ini aspek moral dan etika telah menghilang dari system hukum di Indonesia[3].
Oleh karena itu perlu pengaturan yang komprehensif mengenai etika profesi di kalangan penegak
hukum, menciptakan kemandirian kelembagaan, berfungsinya dewan/majelis kehormatan, yang
kesemuanya ini untuk membangun profesionalisme.
1. Rumusan Masalah

Dilihat dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang diungkapkan
lebih lanjut dalam penulisan ini, yaitu:
1. Bagaimanakah jenis pelanggaran kode etik profesi hukum Hakim, Jaksa, advokad dan
Notaris?
2. Bagaimana upaya penegakan hukum pelanggaran kode etik terhadap profesi hukum?
3. Tujuan
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang akan dicapai
penulis adalah untuk mengetahui Bagaimanakah jenis pelanggaran kode etik profesi hukum
Hakim, Jaksa, advokad dan Notaris kemudian Bagaimana upaya penegakan hukum pelanggaran
kode etik terhadap profesi hukum.
1. Metode Penelitian Hukum
Metode Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analisis. Yaitu untuk memperoleh
gambaran mengenai situasi dan keadaan yang ada di Indonesia dengan cara mengumpulkan datadata yang diperoleh dari beberapa bacaan buku yang menjadi bahan refrensi penulis untuk
menganilisis bagaimana jenis pelanggaran kode etik hukum kemudian Bagaimana upaya
penegakan hukum pelanggaran kode etik terhadap Profesi hukum melalui berbagai analisis
tersebut nantinya akan disusun beberapa kesimpulan. Selanjutnya untuk menjawab keseluruhan
permasalahan yang diteliti maka digunakan metode penulisan terhadap asas-asas hukum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Etika
Pembicaraan tentang etika bagi setiap profesi termasuk profesi hukum berkaitan dengan norma
kehidupan antar manusia, yang sangat erat hubungannya dengan hak asasi manusia (human
rights), hak asasi manusia adalah hak dasar anugerah Tuhan yang melekat sejak lahir. Esensi
etika adalah norma hidup antar manusia supaya manusia yang satu memperlakukan manusia
lainnya sebagai manusia. Demikian juga sebaliknya.

Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, dari kata “Ethikos, etos” yang berarti adat, kebiasaan,
praktik[4]. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak
inilah terbentuk kata Etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal usul kata ini, maka etika berarti ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau, ilmu tentang adat kebiasaan[5].
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjunya disebut KBBI) Etika adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)[6]. Moral
merupakan landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari
ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam lingkungan keluarga dan yang
terpenting moral berada pada batin dan atau pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol untuk
penyeimbang bagi pikiran negatif yang akan direalisasikan[7].
Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat yang diyakini
kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Hal tersebut

akan lebih mudah kita pahami manakala mendengar orang mengatakan perbuatannya tidak
bermoral. Perkataan tersebut mengandung makna bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk
atau salah karena melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Jadi kata etika dipakai dalam dua pengertian, yaitu:
1. Sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang diterima sebagai pegangan bagi perilaku
masyarakat. Dalam hal ini etika sama artinya dengan moral atau moralitas, seperti dalam
ungkapan “hal itu tidak etis”.
2. Etika adalah ilmu. Etika adalah studi tentang moralitas dan etika dalam arti pertama.
Etika mempelajari kehidupan baik dan buruk dalam arti moral dan menentukan yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Di sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika khusus selanjutnya
dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Pembedaan etika menjadi etika umum
dan etika khusus ini dipopulerkan oleh Magnis Suseno dengan istilah etika deskriptif. Lebih
lanjut Magnis Suseno menjelaskan bahwa etika umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar
dari moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi etika, masalah kebebasan, tanggung jawab,
dan peranan suara hati. Di lain pihak, etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar dari moral
itu pada masing-masing bidang kehidupan manusia. Adapun etika khusus yang individual
memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri sedangkan etika sosial membicarakan tentang
kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia.[8]


1. Macam-macam Etika
Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang
tingkah laku manusia. Ada 3 pendekatan ilmiah tentang moralitas yaitu, etika deskripsi, etika
Normatif dan Metaetika.

1. Etika Deskriptif
Mempelajari dan menguraikan atau mempelajari moral sesuatu masyarakat, kebudayaan dan
bangsa tertentu dalam suatu periode sejarah ia melukiskan adat istiadat, anggapan-anggapan
tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan dan dilarang.
2. Etika Normatif
Secara sistematis berusaha menyajikan serta membenarkan suatu sistem moral. Disini para ahli
tidak bertindak sebagai penonton netral , seperti dalam etika deskriptif tapi ia melibatkan diri
dengan memberikan penilaian tentang perilaku manusia.
3. Metaetika
Erat hubungannya dengan etika normatif. Sampai tahap tertentu etika normatif dan etika
deskriptif mencakup juga kegiatan metaetika. Metaetika adalah studi tentang etika normatif, ia
terkadang disebut etika analitis , karena ia menganalisa. Metaetika mengkaji makna istilah-istilah
moral dan logika dari penalaran moral.
1. Fungsi Etika
Pada dasarnya etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar bisa mencapai

tujuan hidupnya. Fungsi utama etika yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis
dalam berhadapan dengan berbagai moralitas yang mungkin membingungkan bagi seseorang.
Fungsi ini berangkat dari rumusan etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dan
dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan sesuatu pemikiran yang lebih
mendasar dan kritis[9].
Fungsi etika juga memegang peranan penting. Pendidikan profesional tidak lengkap tanpa
pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika profesional tersebut. Menurut Magnis Suseno
etika adalah pemikiran sistemmatis tentang moralitas ,dan yang dihasilkan secara langsung
bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis F.Magnis Suseno
menyatakan ada empat alasan yang menlatarkan belakanginya.[10]
1. Etika dapat membantu dalam mengali rasionalitas dan moralitas agama,seperti mengapa
Than memerintahkan ini bukan itu
2. Etika membantu dalam mengintterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan
3. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah masalah baru
dalam kehidupan manusia
4. Etika dapat membantu mengadakan diaolog antar agama karena etika memndasarkan
pada rasionallitas bukan wahyu
1. Pengertian Profesi Hukum
Profesi dalam kamus besar bahasa indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu[11]. Jenis profesi yang dikenal antara


lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi pendidikan (guru). menurut Budi
Santoso ciri-ciri profesi adalah :
1. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang
dan diperluas.
2. Suatu teknis intelektual.
3. Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis.
4. Suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi.
5. Beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
6. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.
7. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan
kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota.
Dalam sistematika etika sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, menurut hemat penulis,
dapatlah diketahui bahwa etika profesi termasuk dalam bidang kajian etika sosial yakni etika
yang mebicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat masyarakat.
Lalu apakah yang dikatakan profesi itu sendiri? Dan bagaimana dengan kata bekerja, apakah
berbeda dengan profesi? Profesi berbeda dengan pekerjaan. Sebelum kita mempersoalkan
tentang hakikat profesi, terlebih dahulu perlu diungkapkan bahwa manusia sendiri adalah
makhluq yang senang bekerja. Pengertian berkerja di sini harus ditafsirkan secara luas, tidak
hanya dalam arti fisik, tetapi juga psikis.

Darji Darmodiharjo dan Sidharta menyimpulkan bahwa bekerja merupakan kebutuhan bagi
setiap manusia, khususnya bagi manusia yang memasuki usia produktif. Dengan bekerja manusia
akan memperoleh kepuasan dalam dirinya. Semakin tinggi tingkat kepuasan yang ingin dicapai
oleh manusia atas pekerjaan, semakin keras upaya yang diperlukan, dengan kata lain bahwa
pekerjaan yang mendatangkan kepuasan yang tinggi itu menuntut persyaratan yang tinggi pula
lalu semakin tinggi tuntutan persyaratannya, semakin psikis pula sifat pekerjaannya[12].
Persyaratan-persyaratan yang dilekatkan kepada pekerjaan itu pula yang menyebabkan suatu
pekerjaan mempunyai bobot kualitas berbeda dengan pekerjaan lain sehingga dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi persyaratan suatu pekerjaan maka semakin berkualitas pekerjaan tersebut.
Nah, nilai kualitas pekerjaan yang tertinggi itulah yang disebut dengan profesi[13].
Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan
manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik
maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan dasar manusia;
dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial
dan martabat manusia.
Pengemban profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya hukum, yaitu:
1) Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan profesi hakim, Advokat, dan
Jaksa);
2) Pencegahan konflik (perancangan hukum);


3) Penyelesaian konflik secara informal (mediasi, negoisasi); dan
4) Penerapan hukum di luar konflik.14)
Profesi hukum di Indonesia meliputi semua fungsionaris utama hukum seperti Hakim, Jaksa,
Advokad, Notaris, Kepolisian dan Jabatan lain. Apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran
kode etik, maka mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntukan
kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi
pelanggaran kode etik.
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan
perkembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari
perbuatan luhur.
Frans Margins Suseno (1975) mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari
keperibadian profesional hukum.
1.
2.
3.
4.
5.

Kejujuran
Otentik

Bertanggung jawab
Kemandirian moral
Keberanian moral

Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum merupakan sarana yang mewujud dalam
berbagai kaidah perilaku kemasyarakatan yang disebut kaidah hukum. Keseluruhan kaidah
hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tersusun dalam suatu sistem yang disebut
tata hukum. Ada dan berfungsinya tata hukum dengan kaidah-kaidah hukumnya serta
penegakannya merupakan produk dari perjuangan manusia dalam upaya mengatasi masalahmasalah kehidupan. Dalam dinamika kesejahteraan manusia, hukum dan tata hukumnya tercatat
sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pengadaban dan penghalusan dari
budi manusia.
Pengemban profesi hukum memiliki dan menjalankan otoritas profesional yang bertumpu pada
kompetensi teknikal yang lebih superior. Sedangkan masyarakat yang tersandung masalah
hukum dan bersinggungan dengan profesi tersebut tidak memiliki kompetensi teknikal atau tidak
berada dalam posisi untuk menilai secara obyektif pelaksanaan kompetensi tekhnikal pengemban
profesi yang diminta pelayanan profesionalnya. Karena itu, masyarakat yang tersandung masalah
hukum dan bersinggungan dengan profesi tersebut berada dalam posisi tidak ada pilihan lain
kecuali untuk mempercayai pengemban profesi terkait. Mereka harus mempercayai bahwa
pengemban profesi akan memberi pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat
serta tidak akan menyalahgunakan situasinya, melainkan secara bermartabat. Dan, secara

bermartabat akan mengarahkan seluruh pengetahuan dan keahlian berkeilmuannya dalam
menjalankan jasa profesionalnya.
1. Penegak Hukum

1. Arti penegak hukum
Pengertian penegak hukum dapat dirumuskan sebgai usaha melaksanakan hukum sebgai
mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran
memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakan kembali. Penegakan hukum dilakukan
dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
1. Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbut lagi
(percobaan);
2. Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);
3. Penyisihan atau pengecualian (pencabutan hak-hak tertentu);
4. Pengenaan sanksi badan (pidana, penjara, pidana mati);
Dalam pelaksanaannya tugas penegekan hukum, penegakan hukum wajib menaati norma-norma
yang telah ditetapkan. Notohamidjojo menggunakan empat norma yang penting dalam
penegakan hukum, ytaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatautan, dan kejujuran.
1. Kemanusiaan
Norma kemanusiaan menuntut agar dalam penegakan hukum manusia senantiasa diperlakukan
sebagai manusia yang memiliki keluhuran pribadi. Dihadapan hukum, manusia harus
dimanusiakan, artrinya dalam penegakan hukum manusia harus dihormati sebagai pribadi dan
sekaligus sebagai mahlik social. Martabat manusia yang terkandung didalam hak-hak manusia
menjadi prinsip dasar hukum, yaitu dasar kenmanusiaan dal adil dan beradab.
Manusia menuntut kodratnya adalah baik, namun kondisi hidup yang kadangkala memaksa
manusia berbuatrjahat-justru untuk mempertahankan kodratnya itu. Untuk mempertahankan
hidup, maka dia mencuri hak orang lain walaupun dia sadar bahwa mencuri hak orang lain itu
dilarang oleh hukum positif. Menurut pertimbangannya, daripada mati kelaparan lebih baik
bertahan hidup dengan barang curian, dan hidup adalah hak asasi yang harus dipertahankan.
2. Keadilan
Menurut Thomas Aquinas, keadilan adalah kebiasaan untuk memberikan kepada orang lain apa
yang menjadi haknya berdasarkan kebebasan kehendak. Kebebasan kehendak itu ada pada setiap
manusia. Hak dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat. Adanya hak mendahului
adanya keadilan. Hak yang dimiliki setiap manusia melekat pada kodrat manusia itu sendiri,
bukan semata-mata berasal dari luar diri manusia . jadi, adanya hak itu dapat diketahui dari dua
sisi. Pada satu sisi hak itu melekat pada diri karena kodrat manusia, sedangkan pada sisi lain hak
itu merupakan akibat hubungan dengan pihak lain melalui kontrak, keputusan hukum. Hak
karena kodrat bersifat mutlak, sedangkan hak karena kontrak, keputusan hukum bersifat relative.
Hak pada sisi pertama sering disebut hak kodrat yang berasal dari hukum kodrat (ius naturale).
Hak pada sisi lainnya disebut hak kontrak yang berasal dari hukum positif. Thomas aquinus
menyatakan bahwa segala sesuatu yang bertentengan dengan hak kodrat selalu dianggap tidak
adil. Manusia mempunyai hak kodrat yang berasal dari tuhan, tetapi juga mempunyai kewajiban

kodrat terhadap orang lain. Apabila hak kodrat itu dijelmakan kepada hukum positif, maka
segala sesuatu yang bertentangan dengan hukum positif selalu dianggap tidak adil.
Keadilan merupakan salah satu bentuk kebaikan yang menuntun manusia dalam berhubungan
sesama manusia. Seorang disebut adil bila mengakui orang lain sebagai orang yang mempunyai
hak yang seharusnya dipertahankan atau diperolehnya. Keadilan juga dapat dalam bentuk
kewajiban, sebagai hutang yang harus dibayar kepada orang lain. Sanksi pidana terhadap pelaku
kejahatan berfungsi sebagai pembayaran kembali untuk memulihkan pelanggaran pidana yang
telah dilakukannya. Sanksi pidana berfungsi mengalihkan keadilan yang dirusak oleh pelaku
kejahatan. John Kaplan seperti dikutip oleh muladi dan barda nawawi menyatakan, pemidanaan
mengandung arti bahwa hutang penjahat telah dibayar kembali.
3. Kepatutan (equity)
Pada dasarnya kepatutan merupakan suatu koreksi terhadap keadilan legal. Keadilan legal adalah
keadilan yang menerbitkan hubungan antara individu dan masyarakat atau Negara. Yang
diperlukan oleh manusia adalah koreksi atau perhatian khusus kepada dirinya. Kepatutan
memperhatikan dan memperhitungkan situasi dan keadaan manusia individual dalam penerapan
keadilan, kepatutan merupakan kebaikan yang menggerakan manusia untuk berbuat secara
rasional dan menggunakan keadilan. Kepatutan menyingkirkan kekerasan dan kekejaman hukum
terutama dalam situasi dan kondisi khusus. Dengan menggunakan kepatutan, hubungan yang
meruncing antara manusia dikembalikan kepada proporsi yang sewajarnya.
4. Kejujuran
Penegak hukum harus jujur dalam menegakan hukum atau melayani pencari keadilan dan
menjauhkan diri dari perbuatan curang. Kejujuran berkaitan dengan kebenaaran, keadilan,
kepatutan yang semuanya itu menyatakan sikap bersih dn ketulusan pribadi seseorang yang sadar
akan pengendalian diri terhadap apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Kejujuran
mengarahkan penegakan hukum agar bertindak benar, adil, dan patut. Kejujuran adalah kendali
untuk berbuat menurut apa adanya sesuai dengan kebenaran akal (ratio) dan kebenaran hati
nurani (ratio) dan kebenaran hati nurani. Benar menurut akal, baik menurut hati nurani. Benar
menurut akal diterima oleh hati nurani.
Penegak hukum yang jujur melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, dan itu menurut
pertimbangannya adalah baik. Kejujuran itu dibuktikan oleh[14]:
1.
2.
3.
4.

Perbuatan rasional (benar);
Pelayanan terhadap pencari keadilan manusiawi (beradab);
Bicaranya lemah lembut dan ramah (sopan);
Wanita diperlakukan secara wajar dan sopan (senonoh);

BAB III

PEMBAHASAN
1. Kode etik Profesi Hukum
Etika atau kode etik profesi hukum adalah norma moral yang harus ditaati oleh mereke yang
berprofesi dibidang hukum. Untuk membuat hukum yang baik diperlukan oleh orang-orang yang
memiliki moral dan etika yang baik. Demikian juga untuk melaksanakan dan penegakkannya.
Beberapa contoh bidang-bidang profesi penegak hukum antara lain:
1. Kode etik Hakim
Kode etik profesi hakim adalah norma etika yang berlaku dan harus ditaati oleh hakim,
organisasi ini dibuat oleh organisasi mereka yang berprofesi sebagai hakim, yaitu Ikatan Hakim
Indonesia (IKAHI), dalam munas IKAHI VIII di Bandung tanggal 30 Maret 2001 diputuskan
profesi kode etik hakim Indonesia. Dalam kode etik tersebut antara lain dinyatakan[15]:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kode etik profesi hakim dan pedoman tingkah laku
Maksud dan tujuan
Sifat hakim
Sikap hakim
Kewajiban dan larangan hakim
Komisi Kehormatan profesi hakim
Sangsi
Pemeriksaan 2. Kode etik Jaksa

Sebagai pelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa berdasarkan Keputusan
Jaksa Agung Nomor: Kep/074/j.a.7/1978 tanggal 17 Juli 1978 disahkan Panji Adhyaksa. Panji
ini merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambang cita-cita kejaksaan dan
pengikat jiwa korps kejaksaan. Pada panji tersebut terdapat lambang korps kejaksaan.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan
ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan
sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang
baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah
pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat jika setelah
kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan institusinya, sehingga dari
perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru yang tercermin
dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam
memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang
penegakan hukum.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna
melaksanakan tuigas penegakan hokum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran,

maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam peraturan jaksa agung RI
(PERJA) No. : Per-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007.
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
1. Kewajiban pasal (3)
2. Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang dan peraturan kedinasan yang
berlaku
3. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan asas peradilan yang
diatur dalam KUHAP.
4. Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan kebenaran
5. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ ancaman, opini public secara langsung
atau tidak langsung
6. Bertindak secara objektif dan tidak memihak
7. Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa
maupun korban
8. Membangun dan memelihara hubungan antara aparat penegak hokum dan mewujudkan
system peradilan pidana terpadu
9. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau financial atau mempunyai nilai
ekonomis secara langsung atau tidak langsung
10. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan
11. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.
12. Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan
sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undang dan instrument hak asasi
manusia yang diterima secara universal.
13. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
14. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan
15. Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai dengan kebijakan
pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran
b.

Larangan (pasal 4)

Dalam menjalankan tugas profesi jaksa dilarang:
1. Menggunakan jabatan dan atau kekuasaanya untuk kepentingan pribadi atau pihak lain
2. Merekayasa fakta-fakta hokum dalam penanganan perkara
3. Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik atau
dan psikis
4. Meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan serta melarang keluarganya
meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan sehubungan dengna jabatannya
5. Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau mempunyai
hubungan pekerjaan, partai, atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara
langsung atau tidak langsung

6. Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun
7. Membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan kepenegakan hokum
8. Memberikan keterangan kepada public kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang
ditangani
Sanksi
Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pasal 5, yaitu;
9. (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa terhadap Kode Perilaku Jaksa dapat berupa
tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang. Jaksa yang
tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang dapat
dijatuhi tindakan administratif.
10. (2) Penjatuhan tindakan administratif kepada Jaksa berdasarkan Kode Perilaku Jaksa
tidak menghapuskan pemberian sanksi pidana, antara lain berdasarkan KUHP, UndangUndang Tindak Pidana Korupsi, dsb; pemberian sanksi berdasarkan Undang-Undang
Kejaksaan dan turunannya serta pemberian hukuman disiplin pegawai negeri berdasarkan
PP 30 Tahun 1980.
11. (3a) Tindakan administratif berupa pembebasan dari tugas-tugas Jaksa berarti
pencabutan segala wewenang yang melekat pada fungsi Jaksa.
12. (3b) Tindakan administartif berupa pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang lain
maksudnya adalah pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang kelasnya lebih rendah
paling singkat selama 1 (satu) tahun, dan paling lama 2 (dua) tahun. Setelah masa
menjalani tindakan administratif selesai, maka Jaksa yang bersangkutan dapat
dialihtugaskan lagi ketempat yang setingkat dengan pada saat sebelum menjalani
tindakan administratif[16].
13. Kode Etik Advokat
Adokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundangundangan. Hak Imunitas Advokat adalah hak advokat yang tidak dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk
kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Hak atas informasi dalam menjalankan
profesinya advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi
pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan untuk pembelaan kepentingan lainnya.
Advokat dalam menjalankan tugas dilarang membeda-bedakan karena jenis kelamin, agama,
politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. Advokat tidak dapat diidentikan
dengan kliennya dalam membela perkara kliennya.
Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dari kliennya, kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang. Advokat berhak atas kerahasian hubungannya dengan klien, termasuk
perlindungan atas dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap
penyadapan atas komunikasi elektronik. Advokat juga wajib memegang rahasia jabatan tentang
hal-hal yang diberitahukan oleh klien, dan tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya
hubungan antara advokat dan kliennya.

Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan
martabat profesinya. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian
sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan
kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya. Advokat yang menjadi pejabat negara tidak
melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut[17].
4. Kode Etik Notaris
Dasar hukum mengenai keberadaan Notaris/lembaga notariat terdapat pada Buku Ke-empat
KUH Perdata tentang Pembuktian dan Kedaluwarsa. Dikenal adanya alat bukti tertulis, alat bukti
tertulis yang paling kuat adalah berbentuk akta otentik.
Yang dimaksudkan dengan akta otentik (Pasal 1868 KUH Perdata) adalah suatu akta yang
didalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawaipegawai / pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuat.
Pejabat yang berwenang membuat akta otentik ini ditentukan, dengan undang-undang. Notaris
diatur dalam NOTARIS REGLEMENT S. 1860 No. 3 yang menggantikan Instructie voor
Notarissen in Indonesia S. 1822 No. 11. Yang disebut NOTARIS adalah pejabat umum yang
satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan,
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya,
menyimpan aktanya dan prosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat atau orangorang lain.
Inti tugas Notaris sebagai Pejabat Umum adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubunganhubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa-jasa notaris, yang pada
asasnya sama dengan tugas hakim memberi putusan tentang keadilan para pihak yang
bersengketa.
Notaris merupakan jabatan bebas dari pengaruh tekanan, maka jabatan notaris diangkat oleh
kepala negara. Notaris dalam membuat grosse akta tertentu dicantumkan kalimat “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” ini membawa konsekwensi mempunyai
kekuatan eksekutorial[18].
1. Upaya penegakan hukum pelanggaran kode etik terhadap penegak hukum
Kode etik merupakan bagian dari hukum positif tetapi tidak mempunyai sangsi yang keras.
Keberlakuan kode etik porfesi semata-mata berdasarkan moral anggota profesi, berbeda dengan
keberlakuan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa dan dibekali dengan sangsi
yang keras. Jika seseorang tidak patuh kepada peraturan perundang-undangan dia akan dikenai
sangsi oleh negara, karena tidak mempunya sangsi keras, maka pelanggar kode etik profesi tidak
merasakan akibat dari perbuatannya. Malahan dia merasa seperti tidak apa-apa dan tidak
berdosa.

Sering terjadinya perbuatan profesional yang mengabaikan kode etik profesi karena beberapa
alasan yang paling mendasar, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun karena
hubungan kerja dalam organisasi profesi, disamping sifat manusia yang konsumerisme dan
imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan. Atas dasar faktor tersebut, maka
dapat di jabarkan hambatan penegakan etika profesi hukum, Antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Pengaruh sifat kekeluargaan
Pengaruh jabatan.
Pengaruh konsumerisme.
Karena lemah Iman.
Pengaruh sifat kekeluargaan

Salah satu ciri kekeluargaan itu memberi perlakuan dan penghargaan yang sama terhadap
anggota keluarga dan ini dipandang adil, berbeda dengan perlakuan terhadap orang bukan
keluarga. Hal ini berpengaruh terhadap perilaku profesional hukum yang terikat pada kode etik
profesi, yang seharusnya memberikan perlakuan yang sama terhadap klien.
2. Pengaruh jabatan
Seyogyanya, salah satu ciri jabatan adalah bawahan menghormati dan taat kepada atasan. Fungsi
eksekutif terpisah dengan fungsi yudikatif. Seorang hakim memegang dua fungsi sebagai
pegawai negeri sipil dan sebagai hakim. menurut kode etik hakim, hakim memutus perkara
dengan adil tanpa pengaruh atau tekanan dari pihak manapun.
Perkara yang diperiksa oleh hakim diatas ternyata ada hubungan dengan seorang pejabat yang
atasannya sendiri. Dalam kasus ini disatu pihak hakim cenderung hormat kepada atasan dan
bersedia membela atasan sebab jika tidak mungkin hakim tersebut akan dipersulit naik pangkat
atau dimutasikan. Dilain pihak, pejabat mempunyai pengaruh terhadap bawahan dan karena itu
mengirim nota pada hakim agar menyelesaikan perkara tersebut dengan sebaik-baiknya yang
berkonotasi pada membela atasan. Seharusnya hakim berlaku adil dan tidak memihak, namun
ternyata memihak atasannya. Dalam hal ini kode etik profesi di abaikan oleh profesional.
Seharusnya masalah
3. Pengaruh Konsumerisme
gencarnya perusahaan-perusahaan mempromosikan produk mereka melalui iklan media masa
akan cukup berpengaruh terhadap peningkstsn kebutuhan yang tidak sebanding dengan
penghasilan yang diterima oleh penegak hukum. Hal ini mendorong penegak hukum berusaha
memperoleh penghasilan yang lebih besar melalui jalan pintas atau terobosan profesional, yaitu
dengan mencari imbalan jasa dari pihak yang dilayaninya.
Seharusnya pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan kerja ekstra apa
saja yang dapat menjadi sumber penghasilan tambahan baik berkenaan dengan profesi maupun
diluar profesi. Kerja keras adalah konsep manusia dan ini menjadi lambang martabat manusia.
Hal ini merupakan sumber penghasilan tanpa melanggar kode etik profesi.

4. Pengaruh lemah Iman
Salah satu syarat menjadi profesional adalah takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-NYA. Ketakwaan ini adalah dasar moral manusia,
jika manusia mempertebal iman dan takwa maka didalam diriakan tertanam modal yang menjadi
rem untuk berbuat buruk, dengan takwa manusia semakin sadar bahwa kebaikan akan dibalas
dengan kebaikan, sebaliknya keburukan akan dibalas dengan keburukan. Dengan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa profesional memiliki benteng moral yang kuat, tidak mudah tergoda dan
tergiur dengan berbagai macam bentuk materi disekitarny. Dengan iman yang kuat kebutuhan
materi akan dipenuhi secara wajar dan itulah kebahagiaan.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa kode etik profesi adalah bagian dari hukum positif,
tetapi tidak memiliki upaya memaksa yang keras. Hal ini merupakan kelemahan kode etik
profesi bagi aparat penegak hukum yang lemah iman. Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka
upaya alternatif yang dapat ditempuh ialah memasukkan upaya pemaksa yang keras kedalam
kode etik profesi. Alternatif tersebut dapat di tempuh dengan dua cara, yaiu dengan memasukkan
klausul atau kedudukan pada hukum positif undang-undang didalam rumusan kode etik profesi.
Atau legalisasi kode etik profesi melalui pengadilan Negeri setempat.
1. Klausula Penundukkan pada Undang-Undang
Setiap Undang-undang mencantumkan dengan tegassangsi yang diancamkan kepada
pelanggarnya. Dengan demikian menjadi pertimbangan bagi warga, tidak ada jalan lain selain
taat, jika terjadi pelanggaran berati warga yang bersangkutan bersedia dikenai sangsi yang cukup
memberatkan atau merepotkan baginya.

2. Legalisasi Kode etik profesi
Kode etik profesi adalah semacam perjanjian bersama semua anggota bahwa mereka berjanji
untuk memenuhi kode etik yang telah dibuatkan bersama. Dalam rumusan kode etik tersebut
dinyatakan, apabila terjadi pelanggaran kewajiban mana yang cukup diselesaikan oleh dewan
kehormatan, dan kewajiban mana yang harus diselesaikan oleh pengadilan. Untuk memperoleh
legalisasi ketua profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada ketua pengadila
negeri setempat agar kode etik tersebut di sah kan dengan akta penetapan pengadilan yang berisi
perintah penghukuman kepada setiap anggota untuk mematuhi kode etik terbut. Jadi, kekuatan
berlaku dan mengikat. Apabila ada yang melanggar kode etik maka dengan surat perintah,
pengadilan memaksakan pemulihan itu.

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Kode etik Hakim
Kode etik profesi hakim adalah norma etika yang berlaku dan harus ditaati oleh hakim,
organisasi ini dibuat oleh organisasi mereka yang berprofesi sebagai hakim, yaitu Ikatan Hakim
Indonesia (IKAHI), dalam munas IKAHI VIII di Bandung tanggal 30 Maret 2001 diputuskan
profesi kode etik hakim Indonesia. Dalam kode etik tersebut antara lain dinyatakan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kode etik profesi hakim dan pedoman tingkah laku
Maksud dan tujuan
Sifat hakim
Sikap hakim
Kewajiban dan larangan hakim
Komisi Kehormatan profesi hakim
Sangsi
Pemeriksaan

2. Kode etik Jaksa
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
1. Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang dan peraturan kedinasan yang
berlaku
2. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan asas peradilan yang
diatur dalam KUHAP.
3. Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan kebenaran
4. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ ancaman, opini public secara langsung
atau tidak langsung
5. Bertindak secara objektif dan tidak memihak
6. Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa
maupun korban
7. Membangun dan memelihara hubungan antara aparat penegak hokum dan mewujudkan
system peradilan pidana terpadu
8. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau financial atau mempunyai nilai
ekonomis secara langsung atau tidak langsung
9. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan
10. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.
11. Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan
sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undang dan instrument hak asasi
manusia yang diterima secara universal.
12. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
13. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan

14. Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai dengan kebijakan
pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran
3. Kode etik Advokad
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan
martabat profesinya. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian
sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan
kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya. Advokat yang menjadi pejabat negara tidak
melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut
4. Kode etik Notaris
Pejabat yang berwenang membuat akta otentik ini ditentukan, dengan undang-undang. Notaris
diatur dalam NOTARIS REGLEMENT S. 1860 No. 3 yang menggantikan Instructie voor
Notarissen in Indonesia S. 1822 No. 11. Yang disebut NOTARIS adalah pejabat umum yang
satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan,
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya,
menyimpan aktanya dan prosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat atau orangorang lain.
1. Saran
Para pekerja profesional dituntut harus profesional sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam
peraturan profesi masing-masing. Perlu adanya peraturan tegas apabila ada pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh para pekerja profesional

DAFTAR PUSTAKA

Literatur
2012.
A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di
Indonesia, Selaras, Malang, 2012.
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
Adnan Qohar, Pengertian Etika dan Profesi Hukum, WKPA Jombang, 2002.
1994.

Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1994.

Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara Perdata,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2012.
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar, Kanisius, Yogyakarta, 1995.
Munir Fuady, Profesi Mulia: Etika Profesi bagiHakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan
Pengurus, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2006.
Soerjanto Poespowardojo, Menuju Kepada Manusia Seutuhnya Dalam Bunga Rampai Sekitar
Manusia, Gramedia, Jakarta, 1994.
Suparman Usman, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Gaya Media
Pratama, Jakarta, 2008.
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
Situs Internet
http://kbbi.web.id/etika
http://sherlyvhandayani.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-fungsi-jenis-peranan-dan.html
http://ujeberkarya.blogspot.co.id/2010/05/penegak-hukum-dan-kode-etik.html
[1] Suparman Usman, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Gaya Media
Pratama, Jakarta, 2008, hal 1
[2] Ibid, hal 3
[3] Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2006, hal. 38.
[4] Ibid, hal 12
[5] Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 13
[6] http://kbbi.web.id/etika
[7] A. Purwa hadiwardoyo, Moral dan masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1994, hal 13
[8] DRS.H. ADNAN QOHAR, Pengertian Etika dan Profesi Hukum, WKPA Jombang
[9] Franz magnis Suseno, Etika Dasar, Kanisius, Yogyakarta, hal 23
[10] http://sherlyvhandayani.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-fungsi-jenis-peranan-dan.html

[11] KBBI Hal 789
[12] Soerjanto Poespowardojo, menuju kepada manusia seutuhnya dalam bunga rampai sekitar
manusia, gramedia, Jakarta, 1994, hal 72
[13] Opcit, hal 15
[14] http://ujeberkarya.blogspot.co.id/2010/05/penegak-hukum-dan-kode-etik.html
[15] Suparman Usman, Op. Cit., hal 162.
[16] Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara Perdata,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2012, hal.8- 12.
[17] Munir Fuady, Profesi Mulia: Etika Profesi bagiHakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator,
dan Pengurus, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 83.
[18] A. A.Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia,
Selaras, Malang, 2012, hal.4-6.