BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI

“BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI”
Disusun Untuk Memenuhi Matakuliah
Analisis Kesalahan Bahasa
Peserta Didik Tahun Akademik
2016/2017
Dosen Pengampuh : Siti Fatonah, M. Pd.

Disusun oleh:
Tenri S. Asmayanti (14.601020.047)
Elsa Melinda (14.601020.0473)

JJURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2016

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala limpahan, rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Bunyi Bahasa dan Tata Bunyi”.

makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kesalahan Bahasa,
kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah di tentukan.
Tiada gading yang tak retak. Penyusun menyadari makalah ini bukanlah
karya yang sempurna karena memiliki banyak kekurangan baik dalam hal isi
maupun teknik penulisan. Oleh sebab itu penyusun sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun dan pembaca.
Tarakan, 04 Oktober 2016
Penyusun,

Kelompok 3

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
C. TUJUAN.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
1.

PENGERTIAN BUNYI BAHASA..............................................................2

2.

BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI BAHASA INDONESIA.............5

BAB III PENUTUP...............................................................................................26
A. KESIMPULAN...........................................................................................26
B. SARAN.......................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kegiatan berbahhasa manusia selain secara lisan juga melalui tulisan. Bunyi
bahasa yang pada awalnya terwujud dalam bentuk bunyi akan terwujud dalam
bentuk lambing bunyi yang biasa disebut dengan huruf. Dalam hal itu harus kita
sadari bahwa huruf sebagai wakil dari bunyi atau sebagai lambing bunyi tidak
akan mampu mewakili secara lengkap dan sempurna pada saat ini Bahasa
Indonesia digunakan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia
adalah Bahasa resmi dan Bahasa pertama yang disepakati sebagai bahasa nasional
kita.
Karena hal inilah kami akan memaparkan tentang bunyi Bahasa dan tata bunyi
dalam Bahasa Indonesia yang didalamnya akan membahas tentang bagaimana
sebuah kata atau huruf bisa keluar dari alat ucap serta apa saja bagian-bagian dari
tata bunyi Bahasa Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan bunyi bahasa?
2. Apa saja cakupan dari bunyi bahasa?
3. Apa saja yang termasuk dalam tata bunyi Bahasa Indonesia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian bunyi bahasa?
2. Mengetahui cakupan dari bunyi bahasa?

3. Mengetahui bagian-bagian yang

termasuk dalam tata bunyi Bahasa

Indonesia?

1

BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN BUNYI BAHASA
Getaran udara yang masuk ke telinga dapat berupa bunyi atau suara. Getaran
udara yang dinamakan bunnyi itu dapat terjadi karena dua benda atau lebih
bergesekan atau berbenturan. Bunyi sebagai getaaran udara dapat dapat pula
merupakan hasil yang dibuat oleh alat ucap manusia seperti pita suara, lidah, dan
bibir. Bunyi bahasa dibuat oleh manusia untuk mengungkapkan sesuatu. Bunyi
bahasa dapat terwujud dalam nyanyian atau dalam tuturan.
1.1 Bunyi yang dihasilkan oleh Alat ucap Manusia
Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga factor utama yang terlibat, yakni
sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getarn, dan rongga pengubah

getaran. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan
pernapasan sebagai sumber tenaganya. Pada saat kita mengeluarkan napas,
paru-paru kita menghembuskan tenaga yang berupa arus udara. Arus udara itu
dapat mengalami perubahan pada pita suara. Yang terletak pada pangkal
tenggorokan atau laring. Arus udara dari paru-paru itu dapat membuka kedua
pita

suara yang merapat hingga menghasilkan ciri-ciri bunyi tertentu.

Gerakan membuka dan menutup pita suara itu menyebabkan udara di sekitar
pita suara itu bergetar. Perubahan bentuk saluran suara yang terdiri dari atas
rongga faring, rongga mulut, dan rongga hidung menghasilkan bunyi bahasa
yang berbeda-beda. Udara dari paru-paru dapat keluar melalui rongga hidung,
rongga mulut, atau lewat rongga mulut dan rongga hidung secara bersamaan.
Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi oral;
bunyi bahasa yang yang keluar dari hidung disebut bunyi sengau atau bunyi
nasal. Bunyi bahasa yang arus udaranya sebagian keluar melalui mulut dan
sebagian dari hidung disebut bunyi yang disengaukan atau dinasalisasi.
Pada saat udara dari paru-paru dihembuskan, kedua pita suara dapat merapat
dan merenggang. Apabila kedua pita suara itu berganti-ganti merapat dan

merenggang dalam pembentukan suatu bunyi bahasa, maka bunyi bahasa
yang dihasilkan terasa "berat”. Apabila pita suara direnggangkan sehingga

2

udara tidak tersekat oleh pita suara, maka bunyi bahasa yang dihasilkan akan
terasa “ringan”. Macam bunyi bahasa yang pertama itu umumnya dinamakan
bunyi bersuara, sedangkan yang kedua disebut bunyi tak bersuara.
Perbedaan kedua macam bunyi itu dapat dirasakan jika kita menutup kedua
lubang telinga rapat-rapat sambil mengucapkan bunyi seperti [p] yang
dibandingkan dengan [b]. pada waktu kita mengucapkan [b] terasa getaran
yang lebih besar ditelinga. Disamping itu, pita suara dapat juga dirapatkan
sehingga udara tersekat. Bunyi yang dihasilkan disebut bunyi hambat glottal
[?].
(gambar alat ucap)
1.2 Vokal dan Konsonan
Bunnyi bahasa dibagi menjadi dua kelompok:
1) Vokal
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan
kualitasnya ditentukan oleh tga factor:

a. Tinggi-rendahnya posisi lidah
b. Bagian lidah yang dinaikkan
c. Bentuk bibir pada pembentukan vokal itu.
Pada saat vokal diucapkan, lidah dapat dinaikkan atau diturunkan bersama
rahang, bagian lidah yang dinaikkan atau diturunkan itu adalh bagian depan,
tengah, atau belakang. Jika kita gambarkan dalam bentuk bagan, raganagn
vokal adalah sebgai berikut.

2) Konsonan

3

Bunyi konsonan dibuat dengan cara yang berbeda. Pada pelafalan konsonan
ada tiga factor yang terlibat:
a. Keadaan pita suara
b. Penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap
c. Cara alat ucap bersentuhan dan berdekatan.
Berdasarkan cara artikulasinya, bahasa dibagi menjadi beberapa macam. Bila
udara dari paru-paru dihambat secara total, maka bunyi yang dihasilkan
dengan cara artikulasi semacam itu dinamakan bunyi hambat. Bunyi [p] dan

[b] adalah bunyi hambat, tetapi [m] bukan bunyi hambat karena udara
mengalir lewat hidung. Apabila arus udara melewati saluran yang sempit,
maka akan terdengar bunyi desis yang disebut bunyi Frikatif, misalnya [f] dan
[s]. apabila ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui
samping lidah, maka bunyi tersebut disebut bunyi lateral [l]. kalau ujung lidah
menyentuh tempat yang sama berulang-ulang disebut bunyi getar [r].
1.3 Diftong
Diftong adalah vokal yang berubah kualitasnya pada saat pengucapannya.
Dalam sistem tulisan diftong biasa dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua
huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan. Bunyi [au], [oi] dan [ai]. Diftong
berbeda dari deretan vokal tiap-tiap vokal pada deretan vokal mendapat
hembusan napas yang sama atau hmpir sama;kedua vokal itu termasuk dua
suku kata yang berbeda. Bunyi deretan au dan ai pada kata daun dan main.
1.4 Gugus Konsonan
Gugus konsonan adalah deretan dua konsonan atau lebih yang tergolong
dalam satu suku kata yang sama. Bunyi [pr] pada kata praktik adalah gugus
konsonan; demikian pula dengan [pl] pada plastic, [tr] pada sastra. Pemisahan
bunyi pada kata itu adalah prak-tik, plas-tik, dan sas-tra.
Dengan contoh diatasjelaslah bahwa tidak semua deretan konsonan itu selalu
membentuk konsonan. Dalam bahasa cukup banyak kata yang memiliki dua

konsonan yang berdampingan, tetapi belum tentu deretan itu merupakan gugus

4

konsonan. Contoh lain dari deretan dua konsonan yang bukan gugus konsonan
adalah pt pada cipta, ks pada aksi.
1.5 Fonem dan Grafem
Fonem harus dibedakan dari grafem. Fonem merujuk ke bunyi bahasa,
sedangkan grafem merujuk ke huruf atau gabungan huruf sebagai satuan
pelambangan fonem dalam sistem ejaan. Fonem biasa dilambangkan dengan
huruf dalam penulisannya, sering tidak tampak perbedaannya dari grafem
misalnya, kata pagi terdiri dari empat huruf p, a, g, I. tiap-tiap huruf itu
merupakan grafem yakni , , , dan tiap-tiap grafem itu
melambangkan fonem yang berbeda yakni /p/, /a/, /g/, /i/. akan tetapi, banyak
kata yang tidak memiliki kesamaan seperti itu. Kata hangus masing-masing
terdiri atas enam huruf: h, a,n, g, u, dan s. Dari segi bunyi, kata hangus terdiri
atas lima fonem yakni, /h/, /a/, /ƞ/, /u/, dan /s/.
1.6 Fonem segmental dan Suprasegmental
Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat diruasruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri
suprasegmental seperti tekanan, jangka dan nada. Di samping ketiga ciri itu,

pada untaian terdengar pula ciri suprasegmental lain, yakni intonasi dan ritme.
1.7 Suku Kata
Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan napas dan
biasanya terdiri dari beberapa fonem. Beberapa contoh suku kata adalah
sebagai berikut.
Pergi → per-gi
Ambil → am-bil

2. BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI BAHASA INDONESIA
2.1 Vokal dalam Bahasa Indonesia
Fonem vokal dalam bahasa Indonesia berjumlah enam, yakni [a], [i], [u], [é],
[o], dan [e] Bagan 2.1 memperlihatkan keenam vokal berdasarkan parameter
tinggi-rendah, dan depan-belakang lidah.

5

Fonem /i/ adalah fonem tinggi-depan dengan kedua bibir agak terentang ke
samping. Fonem /u/ merupakan vokal tinggi tetapi meninggi di belakang
lidah. Vokal diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit
membundar.

Fonem /é/ dibuat dengan daun lidah dinaikkan tetapi agak lebih rendah dari
fonem/i/. Vokal sedang-depan diiringi dengan bentuk bibir yang netral,
artinya tidak terentang dan juga tidak membundar.
Bentuk bibir untuk /o/ kurang bundar jika dibandingkan dengan /u/. Lain
halnya dengan /é/, dan /o/, fonem /e/ adalah vokal sedang-tengah. Bagian
lidah yang agak dinaikkan adalah bagian tengah dan bentuk bibir netral.
Satu-satunya vokal rendah dalam bahasa Indonesia adalah /a/ dan merupakan
vokal tengah. Vokal /a/ diucapkan dengan bagian tengah lidah agak merata
dan mulut terbuka lebar.
2.1.1 Alofon Vokal

6

[i]

[u]

/i/

/u/

[I]

[U]

[e]

[o]

/e/

/o/

[ԑ]

[ᴐ]

Tiap vokal memiliki alofon atau variasi. Pada umumnya alofon setiap fonem
mengikuti pola berikut: lidah yang berada pada posisi tertentu bergerak ke atas
atau ke bawah sehingga posisinya hampir berhimpitan dengan posisi untuk vokal
yang ada di atas atau dibawahnya. Jika digambarkan dalam bagan, alofon fonem
seperti diatas.
Fonem /i/, fonem ini memiliki dua alofon, yaitu [i] dan [I]. fonem /i/ dilafalkan
[i] jika terdapat pada: 1(1) suku kata buka, (2) suku kata tutup yang berakhir
dengan fonem /m/, /n/, atau /ƞ/ dan juga mendapat tekanan yang lebih keras
daripada suku kata lain.
Fonem /e/, fonem ini memiliki dua alofon, yaitu [e] dan [ԑ]. Fonem /e/ dilafalkan
[e] jika terdapat: (1) suku kata buka, dan (2) suku itu tidak diikuti oleh suku
yang mengandung alofon [ԑ]. Jika suku yang mengikutinya mengandung [ԑ], /e/
pada suku kata buka itu menjadi [ԑ]. Fonem /e/ juga dilafalkan [ԑ] jika terdapat
pada suku kata tertutup akhir.
Fonem /ɘ/, fonem ini memiliki satu alofon yakni [ɘ]. Alofon itu terrdapat pada
suku kata buka dan suku kata tutup.

7

Fonem /u/, fonem ini memiliki dua alofon, yaitu [u] dan [U]. fonem /u/
dilafalkan [u] jika terdapat pada: (1) suku kata buka, atau (2) suku kata tutup
yang berakhir dengan /m/, /n/, atau /ƞ/ dan suku ini mendapat tekanan yang
keras.
Fonem /a/, fonem ini hanya memiliki satu alofon yakni [a].
Fonem /o/, fonem /o/ memiliki dua alofon yakni [o] dan [ͻ]. Fonem /o/
dilafalkan [o] jika tedapat pada: (1) suku kata buka dan (2) suku kata itu tidak
diikuti oleh suku lain yang mengandung alofon [ͻ]. Fonem /o/ dilafalkan [ͻ] jika
terdapat pada suku kata tutup atau suku kata buka yang diikuti oleh suku yang
mengandung [ͻ].
2.1.2 Diftong
Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga buah diftong yakni /ay/, /aw/, dan
/oy/ yang masing-masingnya ditulis: ai, au, dan oi. Diftong merupakan
deret dua vokal yang tidak dapat dipisahkan.
Diftong : amboi am-boi, santai san-tai, harimau ha-ri-mau
Deret vokal biasa : dia di-a, soal so-al, kue ku-e
2.2 Konsonan dalam Bahasa Indonesia
Sesuai dengan artikulasinya, konsonan dalam bahasa Indonesia dapat
dikategorikan berdasarkan 3 faktor, (1) keadaan pita suara, (2) daerah
artikulasi, dan (3) cara artikulasinya. Berdasarkan keadaan pita suara,
konsonan dapat bersuara atau tak bersuara. Berdasarkan daerah artikulasinya,
konsonan dapat bersifat bilabial, labiodental, alveolar, palatal, velar, atau
glottal; dan berdasarkan cara artikulasinya, kononan dapat berupa hambar,
frikatif, nasal, getar, atau lateral. Disamping itu, ada lagi yang berwujud
semivokal. Konsonan dalam bahasa Indonesia dapat disajikan dalam bagan
yang berikut.

8

Cara Artikulasi

Daerah Artikulasi

Bilabial

Labiodental

Dental/

Alveoral Platal Velar Glotal
Cara

Daerah

Bilabi

Labioden

Denta

Artikula

Artikula

al

tal

l/

si

si

Hambat

tak

Platal

Velar

Glota
l

Alveor
p

al
t

k

b

d

g

bersuar
a
bersuar
Afrikat

a
tak

c

bersuar
a

j

bersuar
Frikatif

a
tak

f

s

ś

x

ń

ŋ

h

bersuar
a

z

bersuar
Nasal

a
bersuar

Getar

a
bersuar

r

Lateral

a
bersuar

l

Semivo

a

kal

bersuar

m

w

n

y

a

Pada bagan diatas tampak bahwa dalam bahasa Indonesia ada dua puluh dua
konsonan fonem. Cara memberi nama konsonan adalah dengan menyebut
cara artikulasinya dulu, kemudian daerah artikulasinya, dan akhirnya keadaan

9

pita suara. Konsonan /p/, misalnya, adalah konsonan hambat bilabial tak
bersuara, sedangkan /j/ adalah konsonan afrikat palatal bersuara.
Pasangan konsonan hambat /p/-/b/, /t/-/d/, dan /k/-/g/, selain memiliki
pebedaan dalam daerah artikulasinya, juga mempunyai kesamaan dalam
pembentukannya, yakn /p/, /t/, dan /k/ dibentuk dengan pita suara tak
bergetar, sedangkan /b/, /d/, dan /g/ dengan pita suara yang bergetar. Karena
itu, tiga konsonan yang pertama itu dinamakan konsonan tak bersuara,
sedangkan ketiga yang lain disebut konsonan bersuara.
Konsonan hambat bilabial /p/ dan /b/ dilafalkan dengan bibir atas dan bibir
bawah terkatup rapat sehingga udara dari paru-paru tertahan untuk sementara
waktu sebelum katupan itu dilepaskan.
Contoh:
/pola/

pola

/bola/

bola

/lapar/

lapar

/kabar/

kabar

Konsosnan hambat alveolar /t/ dan /d/ umunya dilafalkan dengan ujung lidah
ditempelkan pada gusi. Udara dari paru-paru sebelum dilepaskan. Karena
dipengaruhi bahasa daerah, ada pula orang yang melafalkan kedua konsosnan
itu dengan melafalkan ujung atau daun lidah pada bagian belakang gigi atas
sehingga terciptalah bunyi dental dan bukan alveolar. Perbedaan daerah
artikulasi itu tidak penting dalam tata bunyi bahasa Indonesia.
Contoh:
/tari/
/pantai/

tari
pantai

Konsonan hambat velar

/dari/
/pandai/

dari
pandai

/k/ dan /g/ dihasilkan dengan menempelkan

belakang lidah pada langit-langit lunak. Udara dihambat disini dan kemudian
dilepaskan.

10

Contoh:
/kalah/

kalah

/galah/

galah

/akar/

akar

/agar/

agar

Dalam bahasa Indonesia terdapat enam konsonan frikatif, lima tak bersuara,
yakni /f/, /s/, / /, /x/, dan /h/, dan satu yang bersuara, yakni /z/. Konsonan
frikatif labiodental /f/, artinya, konsonan itu dibuat dengan bibir bawah
didekatkan pada bagian bawah gigi atas sehingga udara dari paru-paru dapat
melewati lubang yang sempit antara gigi dan bibir yang menimbulkan bunyi
desis. Sebagian orang sukar melafalkan bunyi ini dan menggantinya dengan
bunyi /p/.
Contoh:
/fakultas/ /pakultas/
/lafal/

fakultas

/lapal/

lafal

Penggantian /f/ dengan /p/ hendaklah dihindari.
Dalam tulisan, ada kalanya /f/ dilambangkan dengan huruf v.
Contoh:
/faria/

varia

/fisa/

visa

Konsonan frikatif alveolar /s/ dihasilkan dengan menempelkan ujung lidah
pada gusi atas sambil melepaskan udara lewat samping lidah sehingga
menimbulkan bunyi desis.
Contoh:
/saya/

saya

/masa/

masa
11

/nanas/

nanas

Konsonan frikatif alveolar /z/ dibentuk dengan cara pembentukan /s/, tetapi
dengan pita suara yang bergetar.
Contoh:
/zeni/

zeni

/rezim/

rezim

Bandingkan

/seni/ seni

Konsonan frikatif palatal tak bersuara /š/ dibentuk dengan menempelkan
depan lidah pada langit-langit keras, tetapi udara dapat melewati samping
lidah dan menimbulkan bunyi desis.
Contoh:
/šak/

syak

Bandingkan /sak/

sak

/šah/

syah

/sah/

sah

Konsonan frikatif velar /x/ dibentuk dengan mendekatkan punggung lidah ke
langit-langit lunak yang dinaikkan agar udara tidak keluar melalui hidung.
Udara dilewatkan celah yang sempit keluar rongga mulut.
Contoh:
/xas/

khas

/axir/

akhir

Bandingkan

/kas/

kas

Konsonan frikatif glottal /h/ dibentuk dengan melewatkan arus udara di antara
pita suara yang menyempit sehingga menimbulkan bunyi desis, tanpa
dihambat di tempat lain.
Contoh:
/habis/

habis

12

/paha/

paha

Dalam bahasa Indonesia terdapat dua konsonan afrikat. Satu tak bersuara,
yakni /c/ dan satu bersuara, yakni /j/
Konsonan afrikat palatal /c/ dilafalkan dengan dauh lidah ditempelkan pada
langit-langit keras dan kemudian dilepas secara perlahan sehingga udara
depan lewat dengan menimbulkan bunyi desis. Sementara itu, pita suara
dalam keadaan tidak bergetar. Konsosnan palatal /j/ dibentuk dengan cara
yang sama dengan pembentukan /c/, tetapi pita suara dalam keadaan bergetar.
Contoh:
/cari/

cari

/jari/

jari

/acar/

acar

/ajar/

ajar

Kelompok konsonan nasal terdiri atas /m/, /n/, /ǹ/, dan /ŋ/. Keempat konsonan
nasal itu bersuara.
Konsonan nasal bilabial /m/ dibuat dengan kedua bibir dikatupkan, kemudian
udara dilepas melalui rongga hidung.
Contoh:
/makan/

makan

/simpan/ simpan
Konsonan nasal alveolar /n/ dihasilkan dengan cara menempelkan ujung lidah
pada gusi untuk menghambat udara dari paru-paru. Udara itu kemudian
dikeluarkan lewat rongga hidung.
Contoh:
/nama/

nama

/pintu/

pintu

13

Konsonan nasal palatal /ǹ/ dibentuk dengan menempelkan depan lidah pada
langit-langit keras untuk menahan udara dari paru-paru. Udara yang
terhambat itu kemudian dikeluarkan melalui rongga hidung sehingga terjadi
persengauan. Konsonan nasal palatal /ǹ/ seolah-olah terdiri atas dua bunyi, /n/
dan /y/, tetapi kedua bunyi ini telah luluh menjadi satu.
Contoh:
/ǹiur/

nyiur

/taǹa/

tanya

Konsonan nasal velar /ŋ/ dibentuk dengan menempelkan belakang lidah pada
langit-langit lunak dan udara kemudian dilepas melalui hidung.
Contoh:
/ŋaray/

ngarai

/karaŋan/ karangan
Konsonan getar alveolar /r/ dibentuk dengan menempelkan ujung lidah pada
gusi, kemudian menghembuskan udara sehingga lidah tersebut secara
berulang-ulang menempel pada dan lepas dari gusi. Sementara itu, pita suara
dalam keadaan bergetar.
Contoh:
/raja/

raja

/gardu/

gardu

Konsonan lateral alveolar /l/ dihasilkan dengan menempelkan daun lidah pada
gusi dan mengeluarkan udara melewati samping lidah. Sementara itu, pita
suara dalam keadaan bergetar.
Contoh:

14

/lama/

lama

/malam/ malam
Dalam bahasa Indonesia ada dua fonem yang termasuk semivokal, yakni /w/
dan /y/. Bunyi semivokal itu dibentuk tanpa penghambatan arus udara
sehingga menyerupai pembentukan vocal, tetapi dalam suku kata kedua bunyi
itu tak pernah menjadi inti suku kata. Kedua fonem semivokal itu dibentuk
dengan pita suara dalam keadaan bergetar.
Semivokal bilabial /w/ dilafalkan dengan mendekatkan kedua bibir tanpa
menghalangi udara yang dihembuskan dari paru-paru.
Contoh:
/waktu/

waktu

/awal/

awal

Semivokal palatal /y/ dihasilkan dengan mendekatkan depan lidah pada
langit-langit keras, tetapi tidak sampai menghambat udara yang keluar dari
paru-paru.
Contoh:
/yatim/

yatim

2.2.1 Alofon Konsonan
Seperti halnya dengan vocal, tiap fonem konsonan mempunyai pula alofon
yang dalam banyak hal ditentukan oleh posisi fonem tersebut dalam kata
atau suku kata.
Fonem /p/. Fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [pʾ]. Alofon
[p] adalah alofon yang lepas, artinya, kedua bibir yang terkatup dibuka
untuk menghasilkan bunyi. Alofon macam itu terdapat pada posisi awal
suku kata; karena itu, alofon itu dapat pula terdapat ditengah kata.

15

Sebaliknya, alofon [pʾ] adalah alofon tak lepas; artinya, kedua bibir
tertutup untuk beberapa saat sebelum pembentukan bunyi berikutnya.
Alofon itu terdapat pada posisi akhir suku kata. Pada umumnya alofon
seperti itu terdapat pada akhir kata pula.
Fonem /b/. Fonem /b/ hanya mempunyai satu alofon, yakni [b] yang
posisinya selalu mengawali suku kata. Di dalam kata, posisinya dapat juga
di tengah.
Fonem /t/. Fonem /t/ mempunyai dua alofon: [t] dan [tʾ]. Seperti halnya
dengan [p], [t] adalah alofon yang lepas, yang pada pembentukannya ujung
lidah menyentuh gusi tetapi lidah itu segera dilepaskan. Sebaliknya alofon
[tʾ] dibuat dengan ujung lidah masih tetap melekat pada gusi untuk
beberapa saat. Alofon [t] terdapat pada awal suku kata, sedangkan [tʾ]
pada akhir suku kata.
Fonem /d/. Fonem /d/ hanya mempunyai satu alofon, yakni [d] yang
posisinya selalu diawal suku kata. Seperti halnya dengan , pada akhir
kata dilafalkan [tʾ], tetapi berubah menjadi [d] jika diikuti oleh
akhiran yang mulai dengan vokal.
Fonem /k/. Fonem /k/ mempunyai tiga alofon, yakni alofon lepas [k],
alofon taklepas [kʾ], dan alofon tak bersuara [?]. Alofon yang pertama
terdapat di awal suku kata, sedangkan alofon yang kedua dan ketiga di
akhir suku kata. Di akhir kata, terutama kata-kata asal bahasa Melayu dan
serapan dari bahasa non-Eropa, alofon [kʾ] bervariasi bebas dengan [?].
Fonem /g/. Fonem /g/ hanya mempunyai satu alofon, yakni [g] yang
terdapat pada awal suku kata. Pada akhir suku dan akhir kata huruf g
dilafalkan [kʾ]. Akan tetapi, jika kata yang berakhir dengan huruf g itu
diikuti akhiran yang mulai dengan vokal, huruf itu akan dilafalkan [g].
Fonem /f/. Fonem /f/ mmpunyai satu alofon, yakni [f] yang posisinya
dapat pada awal atau akhir suku kata.

16

Fonem /s/. Fonem /s/ mempunyai satu alofon, yakni [s] yang terdapat pada
awal atau akhir suku kata.
Fonem /z/. Fonem /z/ mempunyai atu alofon, yakni [z] yang terdapat pada
awal suku kata.
Fonem /š/. Fonem /š/ mempunyai satu alofon, yakni /š/ yang terdapat
hanya pada awal suku kata.
Fonem /x/. Fonem /x/ mempunyai satu alofon, yakni [x] yang terdapat
pada awal dan akhir suku kata.
Fonem /h/. Fonem /h/ mempunyai du alofon, yakni [h] dan [h]. Alofon [h]
tidak bersuara, sedangkan [h] bersuara. Di antara dua vokal, banyak orang
yang melafalkan /h/ sebagai [h]. Di posisi lain /h/ dilafalkan sebagai [h].
Pada kata tertentu, /h/ kadang-kadang dihilangkan. Dalam untaian tuturan /
h/ diakhir kata kadang-kadang tidak diucapkan.
Fonem /c/. Fonem /c/ mempunyai satu alofon, yakni c] yang terdapat pada
awal suku kata.
Fonem /j/. Fonem /j/ juga hanya mempunyai satu alofon, yakni [j]. Seperti
halnya dengan [c], [j] hanya menduduki posisi awal pada suku kata; pada
beberapa kata serapan, /j/ pada akhir suku kata diucapkan sebagai [j] atau
diganti dengan [t].
Fonem /m/. Fonem /m/ mempunyai satu alofon, yakni [m] yang terdapat
pada awal atau akhir suku kata.
Fonem /n/. Fonem /n/ mempunyai satu alofon, yakni [n] yang terdapat
pada awal atau akhir suku kata.
Fonem /ń/. Fonem /ń/ mempunyai satu alofon, yakni [ń] dan hanya
terdapat pada awal suku kata.

17

Fonem /ń/ yang diikuti fonem /j/, /c/, atau /š/ di dalam ejaan dilambangkan
oleh , seperti pada panjang [pańjaŋ].
Fonem /ŋ/. Fonem /ŋ/ mempunyai satu alofon, yakni [ŋ] yang terdapat
pada awal atau akhir suku kata.
Fonem /r/. Fonem /r/ mempunyai

satu alofon, yakni [r]. Alofon [r]

terdapat pada awal dan akhir suku kata dan diucapkan dengan getaran pada
lidah yang menempel di gusi. Pada orang-orang tertentu, [r] dapat
bervariasi dengan [R], bunyi getar uvular.
Fonem /l/. Fonem /l/ mempunyai satu alofon, yakni [l] yeng terdapat pada
awal atau akhir suku kata.
Huruf konsonan rangkap ll pada Allahdilafalkan sebagai [l], yaitu bunyi [l]
yang berat yang dibentuk dengan menempelkan ujung lidah pada gusi
sambil menaikkan belakang lidah ke langit-langit lunak atau menariknya
kea rah dinding faring.
Fonem /w/. Fonem /w/ mempunyai satu alofon, yakni [w]. Pada awal suku
kata, bunyi [w] berfungsi sebagai konsonan, tetapi pada akhir suku kata
[w] berfungsi sebagai bagian diftong.
Fonem /y/. Fonem /y/ mempunyai satu alofon, yakni [y]. Pada awal suku
kata, /y/ berperilaku sebagai konsonan, tetapi pada akhir suku kata
berfungsi sebagai bagian dari diftong.
2.2.2 Struktur Suku Kata, Kata, dan Gugus Konsonan
Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih
misalkan ban, bantu, membantu, memperbantukan. Betapapun panjangnya
suatu kata, wujud suku yang membentuknya mempunyai struktur dan
kaidah pembentukan yang sederhana. Berikut adalah sebelas macam pola
suku kata yaitu sebagai berikut.
a) V a-mal, tu-a
18

b) VK ar-ti, ber-il-mu
c) KV pa-sar, ka-il
d) KVK pak-sa, pe-san
e) KVKK teks-til, mo-dern
f) KVKKK krops
g) KKV slo¬-gan, kon-tra
h) KKVK trak-tor, kon-trak
i) KKKV stra-te-gi, stra-ta
j) KKKVK struk-tur
k) KKVKK kom-pleks
2.2.3 Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata berhubungan dengan kata sebagai satuan tulisan,
sedangkan penyukuan kata bertalian dengan kata sebagai satuan bunyi
bahasa. Pemenggalan tidak selalu berpedoman pada lafal kata. Misalnya,
afiks pada kata dapat kita penggal walaupun tidak cocok dengan
pelafalannya.
Faktor lain, yang penting pula, adalah kesatuan pernapasan pada kata
tersebut. Marilah kita ambil beberapa contoh. Kata seperti nakal, jika
dilihat dari segi pola sukunya kelihatannya layak untuk dipenggal menjadi
nak dan al karena dalam bahasa Indonesia pola suku kata KVK (nak) dan
VK (al) memang ada.
Akan tetapi, jika kita memperhatikan pula hembusan napas waktu
mengucapkan kata itu akan kita rasakan bahwa hembusan napas pertama
berakhir pada na, sedngkan hembusan yang kedua mulai bukan dengan al,

19

melainkan dengan kal. Karena itu, pemisahan yang benar adalah na-kal
dan bukan nak-al.
Kata walaupun dan maukah sama-sama memiliki urutan vokal au. Namun,
walaupun tidak dapat dipenggal menjadi wala-upun, sedangkan maukah
dapat menjadi ma-ukah.

Alasannya ialah bahwa au dalam walaupun

merupakan diftong, sedangkan au dalam maukah hanya merupakan
deretan dua vokal biasa aja.
Kata berani dapat dipenggal menjadi be-rani atau bera-ni, tetapi tidak
dapat menjadi ber-ani atau beran-I karena di samping factor kesatuan
napas, bentuk ber dan I masing-masing bukanlah awalan dan akhiran.
Sebaliknya, kata berempat harus kita pisah menjadi ber-empat atau berempat dan tidak menjadi be-rempat karena ber di sini merupakan awalan yang
tentunya menimbulkan gangguan bila dipisahkan unsur-unsurnya.
Kita harus pula menghindari pemenggalan pada akhir kata yang hanya
terdiri atas satu huruf saja. Dengan demikian, meliputi, misalnya, dapat
dipenggal menjadi me-liputi, tetapi tidak boleh menjadi meliput-I karena
huruf –i menjadi berdiri sendiri.
2.3 Ciri Suprasegmental dalam Bahasa Indonesia
2.3.1 Peranan Ciri Suprasegmental
Dalam bahasa tulisan, tanda baca mempunyai peranan yang sangat
penting. Suatu klausa yang terdiri atass kata yang sama dan dalam urutan
yang sama dapat mempunyai arti yang berbeda, bergantung pada tanda
baca yang kita berikan. Klausa seperti Dia dapat pergi dapat merupakan
suatu pernyataan jika diakhiri dengan tanda titik (.). Akan tetapi, jika
diakhiri dengan tanda tnya (?), klausa itu berubah menjadi pertanyaan
seperti yang dapat dilihat di bawah ini.
Dia dapat pergi.

20

Dia dapat pergi?
Dalam bahasa lisan tentu tidak didapati tanda baca seperti itu. Karena
itulah maka cara kita mengucapkan kata dan kalimat sangat penting.
Contoh kalimat di atas yang diucapkan dengan intonasi menurun
memberikan arti pernyataan, sedangkan dengan intonasi yang naik
mengubah artinya menjadi pertanyaan. Dalam keadaan normal, kalimat
pertanyaan Dia dapat pergi diberi aksen pada kata pergi. Akan tetapi,
aksen dapat juga diberikan pada kata dapat atau dia. Dalam hal itu,
informasi yang dinyatakan oleh kalimat itu berbeda dengan yang semula.
Jika dapat menjadi aksen, kalimat itu mengandung informasi agar
pendengar mengerti bahwa dia betul-betul dapat pergi. Jika dia mendapat
aksen makna kalimat itu mengandung informasi bahwa orang lain tidak
dapat pergi. Dia yang dapat pergi.
Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak
berperan sebagai pembeda kata. Meskipun begitu, pelafalan kata yang
menyimpang dalam hal tekanan, jangka, dan nada akan terasa janggal.
2.3.2 Intonasi dan Ritme
Pertama-tama kita harus membedakan pengertian intonasi dari pengertian
ritme. Kita berbicara tentang ritme jika kita membahas pola pemberian
aksen pada kata dalam untaian tuturan (kalimat). Pemberian aksen itu
dilakukan dengan selang waktu yang sama untuk bebrapa bahasa dengan
selang waktu yang berbeda untuk bebrapa bahasa yang lain. Bahasa
Inggris, misalnya, mengikuti ritme yang berdasarkan jangka waktu
sehingga kedua kalimat berikut
John’s
The professor’s

/here

/now
/in Bandung

/this evening

21

Diucapkan dengan jangka waktu yang agak sama. The professor’s
mempunyai waktu pengucapan yang sama dengan John’s, in Bandung
sama lamanya dengan here, dan this evening sama dengan now.
Sebaliknya, bahasa Indonesia mengikuti ritme yang berdasarkan jumlah
suku kata: makin banyak suku kata, makin lama pula waktu untuk
pelafalannya.
Perhatikan contoh yang berikut.
Jono

/disini

/sekarang

Guru besar itu

/di Bandung

/malam ini

Kalimat kedua pada contoh di atas dilafalkan dengan waktu yang lebih
lama daripada kalimat pertama karena jumlah suku kata yang ada pada
kalimat kedua itu lebih banyak daripada jumlah suku yang ada pada
kalimat pertama.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, intonasi merupakan urutan
pengubahan nada dalam untaian tuturan yang ada dalam suatu bahasa. Pola
pengubahan nada itu membagi suatu tuturan (kalimat) dalam satuan yang
secara gramatikal bermakna. Tiap-tiap pola pengubahan nada itu
menyatakn informasi sintaksis tersendiri.
Bagian kalimat tempat berlakunya suatu pola perubahan nada tertentu
disebut kelompok tona. Pada setiap kelompok tona terdapat satu suku kata
yang terdengar menonjol yang menyebabkan terjadinya perubahan nada.
Suku kata itulah yang mendapat aksen. Pada contoh berikut diperlihatkan
pengubahan nada dengan angka yang ditempatkan di bawah kalimat.
(3)
2(4)

Dia menerima uang dari ayahnya.
-3 1 ↓ #
Dia menerima uang dari ayahnya.

22

2-

3 2/2 1

1↓#

Pada contoh pertama perubahan nada terdapat pada kata ayahnya,
sedangkan pada contoh kedua perubahan nada terjadi pada kata uang.
Pada contoh berikut diperlihatkan tiga kelompok tona dalam satu kalimat.
(5)

Dia berbaring di kursi, sambil merokok.

2 3 /2-

33/

2-

3 1 ↓#

Kelompok tona pertama pada contoh (5) itu adalah dia. Kelompok yang
kedua ialah berbaring di kursi, sedangkan kelompok yang ketiga adalah
sambil merokok.
Perlu dicatat bahwa kelompok tona tidak mempunyai hubungan satu lawan
satu dengan satuan sintaksis. Kalimat (3) dapat saja dijadikan tiga
kelompok tona dalam berbicara lambat, sehingga menjadi
(6)

Dia / menerima uang / dari ayahnya.

2 3 / 2-

31/2

3

1↓#

Suku kata yang mendapat aksen dalam kelompok tona tidak dapat
diramalkan karena sangat bergantung pada apa yang dianggap paling
penting oleh pembicara. Pada umumnya sebutan atau (komen) tidak akan
menerima aksen. Aksen biasanya diberikan pada pokok pembicaraan
(topik) seperti pada contoh berikut.
(7)

Amin / muridnya.

2–3/23

1↓#

Pada contoh (7) itu Amin merupakan pokok pembicaraan dan muridnya
merupakan sebutan. Pada kalimat yang sama dapat saja muridnya menjadi
pokok, yaitu jika pembicaraannya mengenai murid. Dalam hal yang

23

demikian, kata yang mendapat aksen adalah Amin yang menjadi sebutan
seperti pada contoh berikut.
(8)

Amin / muridnya.

3

2/1

1 1↓#

Pengubahan nada pada suku kata yang mendapat aksen dapat bermacammacam. Pada contoh (4) dan (8) di atas tampak bahwa intonasi kelompok
tona pertama menurun. Kemungkinan lain adalah bahwa intonasi pada
kelompok tona pertama meninggi. Contohnya ialah kalimat (3), (5), dan
(7).
Intonasi naik dapat juga terjadi di tengah kalimat, terutama pada akhir
klausa, seperti pada contoh yang berikut.
(9)

Tamu yang datang tadi / kawan istri saya.

2-

3 3 / 2-

3

1↓#

Pola intonasi serupa juga terdengar pada kalimat yang menyatakan daftar,
seperti contoh berikut.
(10)
2-

Dia membeli baju, / sepatu,/ dan sarung.
33/233

/2

3

1↓#

Pola interaksi serupa juga tampak pada kalimat yang mengalami
topikalisasi, yakni pengutamaan bagian kalimat yang dikontraskan dengan
keterangannya. Bandingkan kedua contoh berikut.
(11)
2-

a. Jendela kamar itu / rusak.
3

3 / 2 3 1 ↓#

b. Kamar itu, / jendelanya / rusak.
2-

3 3 /2-

3

3 / 2 3 1 ↓#

24

Pola intonasi dalam bahasa Indonesia yang dicarakan di atas hanyalah pola
umum saja. Apabila kita memperhatikan orang berbicara, akan terdengar
bermacam-macam variasi intonasi untuk pola kalimat yang sama.
Titinada 4 biasanya digunakan untuk menyatakan emosi yang tinggi
seperti pada orang sedang marah, kesakitan, terkejut, atau kegirangan.
Contoh:
(12)
4 1

Bodoh, kamu!
/ 1

(13)

1↓#

Aduh!

2 4 ↓#
(14)
4

Hore, kita menang!

2 /2

3

1 ↓#

25

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas menjelaskan tentang bagaimana proses terjadinya suatu
bunyi,bunyi dapat terjadi karena adanya suatu getaran atau gesekan yang terjadi
sehinngga mengeluarkan sebuah bunyi yang akan diterima oleh indera
pendengaran. Dalam tata bunyi dan bunyi bahasa terdapat beberapa bagian, salah
satuny aadalah Bunyi yang Dihasilkan oleh Alat Ucap,dalam penbentukan bunyi
bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yakni sumber tenaga, alat ucap yang
menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran. Bunyi-bunyi bahasa
Indonesia diuraikan berdasarkan cara bunyi-bunyi tersebut dihasilkan oleh alat
ucap. , Diftong, Fonem dan Grafem, Gugus Konsonan, dan Vokal dan Konsonan.
Dalam tata bunyi bahasa juga mencakup tentang ciri suprasegmental serta bagian
lagi jadi dalam materi bunyi bahasa dan tata bunyi banyak mencakup beberapa
bagian ilmu fonologi.
B. SARAN

saran yang dapat penyusun berikan ialah salah satunya dengan cara mempelajari
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke
depannya. Amin.

26

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan , dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka

27