MAKALAH KONTEKS PENGAJARAN BAHASA DAN KO (1)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecakapan dapat dilihat sebagai tujuan dan dengan demikian dapat didefinisikan
dalam kaitannya dengan berbagai tujuan khusus atau standar, tujuan ini dapat berfungsi
sebagai kriteria yang digunakan untuk menilai kecakapan sebagai sebuah fakta empiris yang
merupakan performansi aktual para siswa tertentu secara individu atau kelompok siswa,
kecapan juga dapat dikaitkan dengan variabel-variabel yang lain dalam model: Konteks,
Karakteristik siswa, Kondisi-kondisi belajar, dan proses belajar. Oleh karena itu,
konseptualisasi dan diskripsi kecakapan merupakan langkah penting dalam kajian
pembelajaran bahasa kedua (H.H. Sterm, 1983).
Istilah-istilah seperti kompetensi linguistik, kompetensi komunikatif, kompetensi
interaksional, dan kompetensi sosiolinguistik digunakan untuk mendiskripsikan banyak
sekali kemampuan atau keterampilan yang berupa penguasaan terhadap suatu bahasa
Konsep kecakapan berbahasa digambarkan dalam hubungannya dengan komponenkomponen bahasa itu sendiri, komunikasi secara berhadap-hadapan, dan pemahaman
terhadap teks-teks tulis.
Pengertian kemampuan komunikatif sendiri dapat melibatkan berbagai macam
sistem pengetahuan dan keterampilan, termasuk kompetansi gramatikal, kompetansi
sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategis.
Beberapa perkembangan terakhir dalam pengajaran bahasa asing telah
memperkenalkan kategori-kategori fungsi bahasa, isi/topik, dan tingkat keakuratan linguistik

dan sebaliknya, kategori ini digambarkan dalam kaitannya dengan tingkat-tingkat kecakapan
dan perilaku-perilaku tertentu, dalam modalitas-modalitas medengarkan, bertutur, membaca,
dan menulis, konsepsi kecakapan ini mencakup berbagai macam sistem pengetahuan tetapi
berada di luar unsur-unsur khusus bahasa.

1

Perkembangan kecakapan B2 (bahasa Kedua) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:
Tujuan program, Kompleksitas bahasa B2, dan kemampuan berbahasa lisan vs kemampuan
berbahasa tulis.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan konteks pembelajaran bahasa?
2. Apakah yang dimaksud dengan mengerti suatu bahasa?
3. Apakah yang dimaksud dengan komponen-komponen kompetensi komunikatif?
4. Apakah yang dimaksud dengan kecakapan bahasa fungsional?
5. Apa sajakah faktor-faktor yang berkaitan dengan kecakapan berbahasa?
6. Apakah yang dimaksud perkembangan kecakapan bahasa kedua?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui maksud konteks pembelajaran bahasa.
2. Mengetahui maksud mengerti suatu bahasa.
3. Mengetahui komponen-komponen kompetensi komunikatif.
4. Mengetahui kecakapan bahasa fungsional.
5. Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan kecakapan berbahasa.
6. Mengetahui kecakapan bahasa kedua.

2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konteks Pembelajaran Bahasa
Menurut N.S. Prabhu, 1992 Pembelajaran dalam kelas merupakan peristiwa yang
berbeda-beda jenisnya. Diantaranya, berupa suatu unit rangkaian kurikulum yang terencana
dan berurutan, atau suatu contoh penerapan metode pengajaran, pola aktivitas sosial yang
terjadi dalam kelas, dan pertemuan antara berbagai kepribadian manusia. Banyak hal yang
terjadi dalam suatu kelas tertentu yang menggambarkan aktivitas rutin yang tidak berubahubah dan dapat mempersatukan berbagai tuntutan yang berbeda-beda dari berbagai dimensi
yang berbeda bagi guru tertentu dan para pembelajar bahasa yang berada dalam asuhan kita.


2.2 Mengetahui Suatu Bahasa
Menurut Chomsky, 1965 pengertian “kompetensi“ bahasa ialah untuk
mengkarakterisasikan pengetahuan penutur yang mendasari sistem bahasa, termasuk
kaidah-kaidah untuk menghasilkan kalimat gramatikal.
Kompetensi linguistik dipandang sebagai tata bahasa penutur asli yang telah
terinternalisasi, dan terdiri atas suatu sistem kaidah yang kompleks dan beroperasi pada
tingkat yang berbeda sintaksis, leksikal, fonologi, semantik untuk menentukan organisasi
struktur gramatikal dan kompetensi ini tidak dapat diamati secara langsung dan disamakan
dengan idealisasi penutur-pendengar yang tidak memperlihatkan kesalahan-kesalahan yang
nyata dalam kaitannya dengan keterbatasan ingatan, penyimpangan, pengalihan perhatian,
dan fenomena keragu-raguan seperti pengulangan, permulaan yang salah, jeda, atau
penghilangan.
Menurut Hymes, 1985 istilah komunikasi komunikatif sendiri telah digunakan oleh
sejumlah orang sejak tahun 1970-an untuk menggambarkan kemampuan yang lebih luas
daripada kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan gramatikal bahasa.
3

Paulston, 1974 telah membedakan antara kompetensi linguistik dan linguistik
komunikatif untuk menekankan perbedaan yang sangat penting antara:
1.


Pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa dan struktur bahasa.

2.

Pengetahuan yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif

dalam berbagai interaksi secara berhadap-hadapan.
Ilmuan yang menaruh perhatian terhadap gaya sastra (seni verbal) memahami kompetensi
“retorika” dan kompetensi “naratif” adalah McLendon, 1977. Dan yang menaruh perhatian
terhadap berbagai penggunaan bahasa untuk interaksi mengenal kompetensi “percakapan”
Kennan, 1974, Kompetensi “interaksional” Erickson & Schultz, 1981, Kompetensi “sosial”
Cicourel 1981, dan kompetensi “sosiolinguistik” Troike, 1970. Jenis-jenis kompetensi
tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali kemampuan atau keterampilan berupa
pengetahuan atau penguasaan terhadap suatu bahasa.

2.3 Komponen-komponen Kompetensi Komunikatif
Pengertian kompetensi komunikatif telah dikarakteristikan dengan sejumlah cara.
Penggambaran kemampuan lingistik menurut kaum pandangan struktural memilah unsurunsur bahasa kedalam komponen-komponen yang memiliki sifat-sifat tersendiri dan dapat
diukur secara independen. Misalnya menurut Hernandes-Chaves, Burt, dan Dulay (1978)

memberi ciri bahasa dalam kaitannya dengan matrik tiga dimensi yang terdiri atas 64
kemampuan yang terpisah. Salah satu dimensi terdiri atas aspek-aspek bahasa yang
berkaitan dengan kosa kata, struktur gramatikal, pengucapan, dan semantik. Dimensi kedua
mencakup modalitas bahasa lisan dan modalitas bahasa tulis, dengan kemampuan
pemahaman dan produksi yang berkaitan dengan saluran lisan dan kemampuan membaca
dan menulis yang berkaitan dengan metode tertulis. Dimensi yang ketiga berkenaan dengan
performansi sosiolinguistik dalam kaitannya dengan wilayah penggunaan bahasa (kisaran
gaya bertutur dan fungi-fungsi bahasa) dan tipe-tipe keragaman bahasa (pengetahuan dan
penggunaan dialek standar dan dialek yang tidak standar serta konteks sosiolinguistik,
Misalnya : Rumah, Sekolah, Lingkungan kerja dan lingkungan tetangga).
4

Sebaliknya, Oller (1978, 1979) memberikan argumen terhadap adanya faktor bahasa
global yang menimbulkan sebagian besar perbedaan performansi dalam berbagai macam
ukuran kecakapan berbahasa. Ekspresi konsep tunggal kecakapan, yang dideskripsikan
sebagai “tata bahasa ekspektansi”, sangat berhubungan dengan variabel-variabel kognitif
dan prestasi akademik, dan tampaknya ia muncul di antara keempat keterampilan bahasa
tersebut semuanya (mendengarkan, bertutur, membaca, dan menulis). Kemampuan global
dikaitkan dengan keyakinan bahwa “dalam penggunaan bahasa yang bermakna, tata bahasa
ekspektansi yang pragmatis semacam ini harus berfungsi dalam semua kasus” (1979: 25),

dan bahwa kemampuan perseptual ini merupakan “sistem yang secara psikologis memang
nyata yang secara berurtan menyusun unsur-unsur linguistik secara tepat waktu dan dalam
kaitannya dengan unsur-unsur ekstralinguistik secara bermakna” (1979: 25). Pendapat ini
menekankan peran sentral ekspektasi dan prediksi fungsi bahasa, dan bahwa bahwa bahasa
itu sendiri tidak dapat dipilah-pilah secara bermakna kedalam komponen-komponen yang
terpisah dan memiliki sifat-sifat tersendiri.

Cummins (1980, 1981) mengajukan dua macam pendekatan untuk memberi ciri
kecakapan berbahasa. Mula-mula dia membedakan antara keterampilan komunikasi
interpersonal dasar (BICS) dan kecakapan berbahasa kognitif/akademik (CALP). Dimensi
BICS kecakapan adalah kapasitas komunikatif bahasa yamg diperoleh oleh semua anak
sehingga dapat berfungsi dalam berbagai pertukaran percakapan sehari-hari secara
berhadap-hadapan. Sedangkan CALP melibatkan kemampuan untuk memanipulasi atau
berefleksi pada ciri-ciri bahasa (membaca teks, menulis esai), yang terkait dengan
dukungan-dukungan ekstralinguistik seperti penggunaan gerakan isyarat atau isyarat situasi.
Dengan demikian, kerangka ini mengkonseptualisasikan kecakapan berbahasa di sepanjang
dua kontinum, yaitu:
1)

Kontinum Horizontal: Kontinum ini membedakan antara komunikasi yang terikat


dengan konteks (secara berhadap-hadapan) dan komunikasi yang tidak terikat dengan
konteks ( interaksi dengan teks-teks tertulis).

5

2)

Kontinum Vertikal: Kontinum ini membahas aspek perkembangan kecakapan

komunikasi dalam hubungannya dengan tingkat keterlibatan kognitif yang aktif dalam tugas
atau aktivitas tersebut, misal tugas yang secara kognitif bersifat menuntut yaitu : membujuk
orang atau menulis sebuah karangan untuk menjelaskan proses yang rumit, menuntut
seseorang untuk mengolah banyak sekali informasi (misalnya : pengetahuan tentang topik
dan khalayak, cara-cara untuk mengorganisasi pesan) agar dapat menyelesaikan aktivitas
tersebut. Sedangkan tugas-tugas yang tidak menuntut aspek kognitif terdiri atas aktivitasaktivitas komunikasi yang menuntut sedikit keterlibatan kognitif. Persyaratan-persyaratan
linguistik untuk tugas-tugas ini telah bersifat otomatis seperti dalam salam, meminta izin,
mengisi formulir, dengan informasi, data pribadi, atau memberikan judul cerita atau bab.
Menurut Canale kompetensi komunikatif ada empat, diantaranya:
1.


Komperensi gramatikal yaitu penguasaan kode bahasa (verbal atau non verbal),

dengan demikian berkaitan dengan ciri-ciri semacam ini seperti item-item leksikal, dan
kaidah-kaidah pembentukan kalimat, pengucapan, dan arti harfiah.
2.

Kompetensi sosiolinguistik yaitu penguasaan terhadap penggunaan bahasa yang

sesuai dalam berbagai konteks sosiolinguistik yang berbeda.
3.

Kompetensi wacana yaitu penguasaan bagaimana caranya mengombinasikan dan

menginterpretasikan bentuk-bentuk dan arti untuk mencapai teks lisan atau tulis yang
terpadu dan jenis-jenis yang berbeda dengan menggunakan piranti kohesi dan kaidah-kaidah
koherensi.
4.

Kompetensi strategis yaitu penguasaan terhadap strategi-strategi verbal dan non


verbal.
Kompetensi komunikatif adalah digunakan untuk pengetahuan maupun keterampilan
dalam mengunakan bahasa. Komunikasi yang sesungguhnya melibatkan berbagai macam
sistem yang mendasari pengetahuan linguistik dan pengetahuan non lingustik tentang dunia
dan keterampilan (penggunaan konvensi-konvensi sosiolingistik suatu bahasa tertentu).
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Bachman dan Palmer (1982) untuk memperkuat
komponen-komponen kompetensi komunikatif yang telah dihipotesikan oleh Canale dan
6

Swain (1980) membuat mereka mengidentifikasikan tiga macam kompetensi yaitu:
kompetensi linguistik, kompetensi pragmatik, dan kompetensi sosiolinguistik. Namun
Cummins dan Swain 1986 mencatat bahwa Bachman dan Palmer tidak bisa membedakan
kompetensi gramatikal dari kompetensi pragmatik di antara sekelompok mahasiswa ESL
pada tingkat universitas.
Faerch, Haastrup, dan Phillipson 1984 berpendapat bahwa kompetensi komunikatif
terdiri atas fonologi/ortografi, tata bahasa, kosa kata, pragmatig, wacana, strategi-strategi
komunikasi, dan kefasihan.
Pemahaman terhadap kompetensi komunikatif menimbulkan berbagai implikasi
penting bagi bagaimana bahasa diujikan dan bagaimana bahasa diajarkan dalam perspektif

komunikatif. Cummins dan Swain 1986 memberikan argumen mereka terhadap perlunya
mengetes bagaimana berbagai macam komponen atau sifat kompetensi komunikatif dapat
saling dibedakan satu dari yang lain bagi beberapa kelompok siswa tertentu dalam situasisituasi pembelajaran yang khusus. Singkatnya kompetensi komunikatif mencakup
komponen-komponen bahasa semacam ini seperti pengetahuan tentang kosa kata, tata
bahasa, fonologi, dan penggunaan bahasa berkenaan dengan aspek-aspek semacam ini
seperti fungsi, situasi, dan teks lisan atau tes tulis.

2.4 Kecakapan Bahasa Fungsional
Konsep kecakapan, sebagaimana tercermin dalam pedoman ACTFL (1986) meliputi
fungsi, konteks, dan keakuratan. Fungsi mengacu pada tindak komunikatif yang siswa harus
mampu melakukannya, seperti menyebutkan berbagai peristiwa satu per satu, mengajukan
pertanyaan, dan menceritakan aktivitas-aktivitas masa lalu atau masa yang akan datang.
Konteks mengacu pada topik atau isi situasi bertahan hidup sehari-hari, perjalanan,
kepentingan profesional dimana fungsi-fungsi tersebut diwujudkan.
Peformansi bertutur tingkat pemula secara khusus ada kaitannya dengan tiga kategori
khusus (pemula rendah, pemula menengah, dan pemula tinggi). Penutur lanjutan juga
diklasifikasikan menurut tiga tingkatan yaitu lanjutan rendah, lanjutan menengah dan
7

lanjutan tinggi. Siswa tingkat mahir dikelompokan menjadi mahir dan mahir plus, yang

diikuti dengan penutur tingkat canggih (super level),
Silabus negara bagian New York State Modern Language for Communication (1986)
memberi ciri kompetensi kompetensi bahasa dalam kaitannya dengan tingkat pencapaian
bukan tingkat kecakapan.
Silabus New York menempatkan situasi di tengah-tengah kerangka komunikatif dan
membedakan antara mereka dengan modalitas bahasa dan tingkat kecakapan.

2.5 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kecakapan Berbahasa
Di sini kecakapan bahasa fungsional mengacu pada keterampilan performansi dan
perilaku tertentu dalam modalitas-modalitas bahasa yakni mendengarkan, bertutur,
membaca, dan menulis. Kecakapan berbahasa juga mencakup berbagai keterampilan dan
perilaku yang berada di luar unsur-unsur bahasa yang murni bersifat linguistik.

Papalia (1983) berpendapat bahwa kecakapan berkomunikasi tergantung pada:
1.

Penggunaan bahasa interaksi dalam konteks sekolah

2.

Kompetensi linguistik

3.

Wacana dan inferensi kultural

4.

Fungsi strategis

Unsur-unsur ini dapat beroperasi secara bersamaan dengan mengkaji dua contoh kurikulum
terpadu.
Asesmen kecakapan lisan dengan menggunakan prosedur-prosedur wawancara ACTFL/ETS
(1982) Mengikuti rangkaian percakapan tertentu. Pada umumnya siswa bermain “follow the
leader” (ikuti pemimpin), dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dan membicarakan

8

tentang topik-topik yang diajukan oleh pewawancara dan mengajukan serangkaian
pertanyaan kepada pewawancara dalam situasi permainan peran yang terstruktur:
1.

Warm-up (pemanasan) selama fase ini peneliti berupaya membuat kandidat merasa

tenang.
2.

Level Check. Tujuan fase ini adalah untuk menentukan tingkat tertinggi dimana

kandidat secara paling nyaman dan paling konsisten dapat mempertahankan permormasi
bertutur.
3.

Penyelidikan. Fase ini memberikan kesempatan untuk menetapkan plafon yang di

luar tingkat ini performansi bahasa kandidat mengalami kemacetan.
4.

Wind-down. Tujuan fase ini adalah untuk mengijinkan kandidat meninggalakan

wawancara dengan rasa berprestasi.

2.6 Perkembangan Kecakapan Bahasa Kedua
Cummins, 1980 mengutip penelitian Kanada dari sebuah kajian terhadap anak-anak
imigran yang menguasai keterampilan komunikasi lisan dalam pendidikan di sekolah sekitar
dua tahun. Dibutuhkan waktu antara lima hingga tujuh tahun bagi anak-anak tersebut untuk
menguasai keterampilan kognitif bahasa (yang tidak terikat dengan konteks) dalam
kaitannya dengan tugas-tugas akademik.
Menurut Harley, Allen, Cummins, & Swin, 1990 pemerolehan kompetisi wacana dan
aspek-aspek kecakapan tertulis di antara para siswa tampaknya sangat berkaitan dengan
kemampuan kognitif.
Para siswa penutur bahasa inggris yang mengikuti program-program total-immersion
sejak awal, yang dimulai pada taman kanak-kanak, paling sukses dalam memperoleh
penguasaan bahasa perancis seperti penutur aslinya. Program-program lain (Immersion
sebagian sejak awal atau immersion dikemudian hari, yang dimulai pada kelas-kelas
pertengahan) kurang sukses dalam menghasilkan para siswa bilingual, tetapi mereka lebih

9

unggul terhadap model pembelajaran bahasa yang lazim sebagai mata pelajaran (Swain &
Lapkin, 1982).

10

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kecakapan berbahasa dapat disebut sebagai proses pembelajaran yang terdiri dari
keterampilan berbahasa yang berupa lisan maupun tulis, kecakapan berbahasa tidak hanya
bertujuan pada keberhasilan kompetensi seorang siswa, namun dalam segi perfomansi dalam
berinteraksi atau berkomunikasilah yang sangat penting untuk dikembangkan dalam
pembelajaran.

11