PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA PENGOL

PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA PENGOLAHAN LIMBAH
DOMESTIK SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI KUALITAS DAN KEBERSIHAN
LINGKUNGAN KABUPATEN GRESIK
Wiwin Kumalasari
Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Malang.
Wiwinkumalasari231296@gmail.com
Abstrak: Peranan wilayah Kabupaten Gresik adalah penyangga perkembangan Kota
Surabaya yang ditandai dengan perkembangan kluster permukiman, Pertumbuhan dan
Perkembangan permukiman. Kabupaten Gresik di dominasi oleh permukiman pedesaan
yang banyak menghasilkan jenis sampah organik dari mayoritas kegiatan pertaniannya dan
Limbah domestik lebih kita kenal dengan istilah limbah rumah tangga. Limbah domestik ini
berasal dari pembuangan dalam rumah tangga, seperti sampah dan sejenisnya. Dalam
pembuatan jurnal penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif . Pemerintah
daerah Kabupayen Gresik harus bekerjasama dengan masyarakat untuk bersama-sama
mengelola sampah sedini mungkin dari sumbernya, terutama di daerah-daerah yang tidak
termasuk dalam wilayah pelayanan pengelolaan sampah oleh pemerintah. Komitmen
pemerintah dareah untuk melaksanakan pengelolaan sampah seoptimal mungkin
diwujudkan melalui pembangunan TPA Ngipik dengan menggunakan sistem controlled
landfill. Dan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak TPA tersebut, dilaksanakan
upaya pemantauan kualitas lindi dan kualitas udara ambient secara berkala sesuai dengan
ketentuan pada dokumen pengelolaan lingkungan.

Keywords: Pengolahan, Limbah domestik, Lingkungan

I. PENDAHULUAN
Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten yang berada di Jawa Timur. BatasBatas Kabupaten Gresik meliputi sebelah utara berbatasan dengan Laut jawa, sebelah timur
berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya, seblah selatan Kabupaten Sidoarjo dan
Kabupaten Mojokerto, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. Peranan
wilayah Kabupaten Gresik adalah penyangga perkembangan Kota Surabaya yang ditandai
dengan perkembangan kluster permukiman, Pertumbuhan dan Perkembangan permukiman di
kawasan yang berbatasan dengan Kota Surabaya merupakan indikator semakin meluasnya
kegiatan sosial ekonomi masyarakat berciri perkotaan ke arah perbatasan Surabaya-Gresik
(BALITBANGDA Kabupaten Gresik, 2004). Perkembangan yang begitu pesat pada setiap
sektor pembangunan dan menurunnya kualitas lingkungan hidup cenderung menimbulkan
berbagai masalah pembangunan akibat tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
peningkatan intensitas ruang (Pemutakhiran dan Penyerasian Analisis dan Perencanaan
RTRW Kabupaten Gresik, 2011).
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat
telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.
Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi
serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga


memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.
Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang
tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain
akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu
kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan
lautan.
Kawasan pedesaan di Kabupaten Gresik di dominasi oleh permukiman pedesaan yang
banyak menghasilkan jenis sampah organik dari mayoritas kegiatan pertaniannya dan Limbah
domestik lebih kita kenal dengan istilah limbah rumah tangga. Limbah domestik ini berasal
dari pembuangan dalam rumah tangga, seperti sampah dan sejenisnya. Limbah ini dihasilkan
dari sisa pembuangan makanan, sisa barang-barang yang sudah tidak terpakai dan ingin
segera dibuang, air bekas mencuci atau mandi dan kotoran yang berasal dari tubuh manusia
(feses dan urin). Sejatinya limbah domestik tidak berbahaya seperti limbah industri. Akan
tetapi jika pembuangannya tidak tepat bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat.
Pengelolaan sampah dan Limbah Domestik di permukiman pedesaan banyak menerapkan
pola individual. Pola individual cara pewadahan sampah secara individual dengan cara
membakar, mengubur dan/atau membuangnya ke saluran air atau sungai. Hal ini terjadi
akibat perbedaan karakteristik fisik, karakteristik masyarakat dan gaya hidup masyarakatnya,
termasuk parsarana dan sarana pengelolaan sampah yang ada di wilayah sekitarnya.
Masyarakat sebagai produsen sampah seharusnya lebih bertanggung jawab untuk memelihara

lingkungannya, oleh karena itu perencanaan dan penanggulan permasalahan sampah harus
melibatkan masyarakat (Pemutakhiran dan Penyerasian Analisis dan Perencanaan RTRW
Kabupaten Gresik, 2011). Seperti dikutip dari buku Pemutakhiran dan Penyerasian Analisis
dan Perencanaan RTRW Kabupaten Gresik, 2010-2030 :
“Permasalahan

penanganan

sampah

Kabupaten

Gresik

disebabkan

karena

ketidakseimbangan antara jumlah sampah yang ditimbulkan dengan pelayanan penanganan yang
dapat diberikan. Pelayanan pemerintah daerah belum dapat menangani sampah seluruhnya”


Kawasan pedesaan di Kabupaten Gresik adalah kawasan yang belum tersentuh oleh sistem
pengelolaan sampah yang diterapkan pemerintah Kabupaten Gresik, kawasan tersebut adalah
Kecamatan Cerme dan Kecamatan Menganti. Cakupan pelayanan pengelolaan sampah di
Kabupaten Gresik terkonsetrasi di kawasan perkotaaan Kabupaten Gresik, yakni Kecamatan
Gresik, Kebomas dan Manyar dengan (Buku Putih Sanitasi Kabupaten Gresik, 2011) [3].
Berdasarkan penjelasan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, Ketidakseimbangan
pengelolaan sampah yang terjadi di kawasan pedesaan di Kabupaten Gresik disebabkan oleh

banyak hal, yakni kurang efektifnya peranan elemen-elemen pengelolaan sampah, kurangnya
sarana dan prasarana seperti sarana pewadahan, sarana pengumpulan, jumlah dan persebaran
TPS dan alokasi lahan TPA, serta keterbatasan pendanaan. Keterbatasan ini menuntut
pemerintah Kabupaten Gresik untuk melakukan inovasi dalam usaha menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Penerapan pengelolaan sampah dengan pola individual yang terjadi di kawasan pedesaan
di Kabupaten Gresik memiliki dampak negatif yakni, dapat menyebabkan polusi yang
menjangkau daerah lain, kerusakan pada sumber air tanah dan tersumbatnya aliran air sungai
di kawasan sekitarnya sehingga meningkatkan potesi bencana (RDTR).
II. METODE PENELITIAN
Dalam pembuatan jurnal penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif .

Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat
ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi
atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan
suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individual atau
menggunakan angka-angka. Kemudian penulis mengembangkan dengan
pendapat atau pemikiran sesuai dengan teori yang ada.
III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
1.1 Rencana Persampahan
Prediksi volume sampah didasarkan kepada pelayanan penduduk yang dikaitkan dengan
volume timbulan sampah domestic ataupun non domestic. Perhitungan tumbulan sampah
domestik disasarkan pada asumsi-asumsi berikut:


Volume timbulan sampah pada tahun 2009


: 3 liter/orang/hari



Volume timbulan sampah pada tahun 2014

: 4 liter/orang/hari



Persentase pelayanan sampah domestik

: 80% jumlah penduduk



Volume timbulan sampah non domestic

: 25% volume timbulan
sampah domestik


Tabel 4.15 Proyeksi Timbulan Sampah Sampai Dengan Tahun 2030

No

Tahun

Sampah

Total

Jumlah

Standar

Sampah

non

Volume


Penduduk

Sampah

Domestik

Domestik

Sampah

(orang)

(liter/or/hari)

Pelayanan%

3 (m /hari)

3


(m /hari)

(m3/hari)

4.508,5
1

2010

1.127.127

4

80

3.606,81

901,70


1
5.284,2

2

2012

1.321.060

4

80

4.227,39

1.056,85

4
6.259,4


3

2017

1.564.851

4

80

5.007,52

1.251,88

0
7.499,5

4

2022

1.874.897

4

80

5.999,67

1.499,92

9
9.095,1

4

80

7.276,08

1.819,02

0

5
2030 2.273.776
Sumber: Hasil Rencana RTRW Gresik

Permasalahan penanganan sampah, seperti telah disinggung sebelumnya disebabkan
karena ketidakseimbangan antara jumlah sampah yang ditimbulkan dengan pelayanan
penanganan yang dapat diberikan. Pelayanan pemerintah daerah belum dapat menangani
sampah seluruhnya. Keterbatasan sarana menyebabkan hanya sebagian sampah yang
terangkut ke Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) sampah. Oleh karena itu pelaksanaan
pengelolaan sampah harus melibatkan masyarakat karena sebagai penghasil utama sampah,
masyarakat juga harus merasakan dampak negatif jika sampah tidak tertangani.
Pengelolaan sampah seharusnya dilaksanakan secara bertingkat, dimulai dari tahap
pengurangan timbulan sampah (pelaksanaan konsep reduce, reuse, recovery and recycle),
hingga pengolahan dan penimbunan di TPA. Keberhasilan tahapan awal akan mempengaruhi
tahapan selanjutnya. Hasil akhir yang diharapkan adalah berkurangnya jumlah sampah secara
signifikan. Berkaitan dengan itu, perlu diupayakan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
terlibat secara aktif dalam pengelolan sampah. Dimulai dari upaya untuk mengurangi
timbulan, memanfatkan kembali barang, memilih produk isi ulang, membuang sampah pada
tempatnya hingga pemisahan antara sampah kering (anorganik) dengan sampah basah
(organik). Termasuk di dalamnya upaya untuk menekan pemanfaatan plastik sebagai sarana
pembungkus atau kemasan barang.
Pemerintah daerah Kabupayen Gresik harus bekerjasama dengan masyarakat untuk
bersama-sama mengelola sampah sedini mungkin dari sumbernya, terutama di daerah-daerah
yang tidak termasuk dalam wilayah pelayanan pengelolaan sampah oleh pemerintah. Pada

saat ini pengolaan sampah masih terkonsentrasi di wilayah kota Gresik, sehingga proses
pengelolaan sampah di pedesaaan di luar wilayah Kota Gresik harus didorong untuk dapat
dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat dan diusahakan dapat memberi manfaat.
Dengan karakteristik sampah yang didominasi oleh sampah organik, maka pengomposan
merupakan sarana alternatif yang dapat dikembangkan. Pengomposan dapat dilaksanakan di
TPS-TPS, terutama di daerah-daerah yang dapat memanfaatkan hasil pengomposan tersebut,
misalanya untuk pertanian.
Komitmen pemerintah dareah untuk melaksanakan pengelolaan sampah seoptimal
mungkin diwujudkan melalui pembangunan TPA Ngipik dengan menggunakan sistem
controlled landfill. Dan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak TPA tersebut,
dilaksanakan upaya pemantauan kualitas lindi dan kualitas udara ambient secara berkala
sesuai dengan ketentuan pada dokumen pengelolaan lingkungan.
Berkaitan dengan telah selesainya pengoperasian TPA Roomo yang dahulu beroperasi
dengan sistem open dumping, pemerintah daerah tetap berkewajiban untuk mamantau
lingkungan lokasi TPA dan sekitarnya, serta melakukan upaya reklamasi sehingga secara
estetika dan aspek pengelolaan lingkungan TPA Roomo tidak memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan.
Pengelolaan sampah dengan membangun TPA perlu dilaksanakan secara terpadu dan
bekerja sama dengan daerah potensial sekitar seperti Surabaya dan Sidoarjo. Dari hasil
rekapitulasi data dapat dibuat matriks kondisi pengelolaan sampah daerah Surabaya, Gresik,
dan Sidoarjo sebagai berikut :
Tabel 4.16 Matriks Kondisi Pengelolaan Sampah
Wilayah

Sumber Daya
Pengelolaan

Lahan TPA

Jumlah Sampah

Surabaya

Tinggi

Kurang

Sangat Banyak

Gresik

Menengah

Cukup Banyak

Sedikit

Sidoarjo

Menengah

Kurang

Banyak

Sumber : Rekapitulasi Dinas Pemukiman Jawa Timur
Kota Surabaya memiliki sumber daya pengelolaan sampah berupa pendanaan, teknologi,
armada angkutan, dan teknisi terampil menghadapi terbatsnya lahan untuk TPA dan tingginya
jumlah timbulan sampah. Sedangkan daerah lain tidak mengalami masalah lahan dan jumlah
sampah, tetapi terbatas masalah sumber daya. Pengembangan pengelolaan sampah terpadu
mempunyai keunggulan antara lain :
-

Permasalahan lahan dapat ditanggung bersama

-

Permasalahan pengelolaan (teknologi, tenaga ahli, mobilisasi pendanaan) dapat
ditanggung bersama)

-

Sensitifitas mayarakat di tiap daerah yang berbeda.
Namun kendala yang menghadang adalah masalah transportasi dan institusi, dimana

masalah pengangkutan sampah lintas daerah administrasi rawan permasalahan dengan pihak
masyarakat. Masalah institusi juga perlu dipertimbangkan mengingat adanya undang-undang
kewilayahan seperti UU No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah. Perencanaan
pengelolaan sampah terpadu dapat dilakukan dengan perencanaan sebagai berikut :
1. Pengelolaan sampah Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Sidoarjo akan
menggunakan Tempat Pengolahan Akhir sampah bersama dan terpadu.
2. Institusi pengelola dapat berasal dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur, maupun
Pemerintah Kabupaten/Kota terkait melalui instansi teknis yang ada.
3. Tidak tertutup kemungkinan peran serta swasta secara penuh maupun parsial
4. Diperlukan perjanjian kerja sama serta bentuk organisasi pengelolaan sampah terpadu.
5. Penentuan pengadaan lahan yang akan digunakan sebagai lahan TPA atau Depo Transfer
sampah maupun hal yang berkaitan dengan aspek teknis yang disesuaikan dengan peran
yang akan diambil oleh pihak-pihak terkait.
6. Pengelolaan direncanakan untuk jumlah timbulan sampah pada proyeksi tahun tertentu.
Tingkat pelayanan yang diharapkan di kota Surabaya adalah seluruh bagian
Surabaya, artinya 100% dari jumlah timbulan sampah. Untuk kabupaten Sidoarjo dan Gresik
tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan asumsi jumlah penduduk yang dilayani. TPA
bersama direncanakan untuk dibangun di Kecamatan Kedamean. Arahan pengembangan
sistem persampahan, meliputi:
a. pemilihan lokasi baru untuk tempat pembuangan akhir harus sesuai dengan persyaratan
teknis dan daya dukung lingkungan;
b. pengurangan masukan sampah ke TPA Ngipik dengan konsep mengurangi –
menggunakan kembali – mengolah kembali (reduce-reuse-recycle) di sekitar wilayah
sumber sampah; dan
c. rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan tidak
bergerak di seluruh kecamatan; dan
d. mengarahkan TPA Regional dalam kawasan yang terintegrasi dengan instalasi
pemrosesan lumpur tinja (IPLT), waste to energy, dan kawasan pengelolaan sumberdaya
buatan di Kecamatan Kedamean.
Penanganan Pemerintah daerah Pulau Bawean perlu melakukan studi dan

menerapkan sebuah sistem pengelolaan sampah, yang meliputi aspek penyapuan,
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir (pengolahan).
Distribusi Prasarana Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Peta 4.7
Peta 4.7 Rencana Distribusi Prasarana Pengelolaan Lingkungan

1.2 Rencana Sistem Sanitasi Lingkungan
Arahan pengembangan sistem sanitasi lingkungan, meliputi:
a. penerapan sistem pembuangan on site sanitation, dimana pengelolaan limbah dilakukan
oleh masing-masing rumah tangga dan kegiatan serta menerapkan sistem komunal pada
wilayah-wilayah padat penduduk yang tersebar di seluruh kecamatan;
b. mengarahkan setiap rumah sakit dan puskesmas di seluruh kecamatan untuk mempunyai
fasilitas dan peralatan pengolahan limbah medis dan melakukan pengelolaan secara baik
dengan melakukan pemisahan antara limbah berbahaya dan limbah tidak berbahaya;
c. mengarahkan setiap industri besar maupun sedang yang untuk mempunyai fasilitas
pengolahan limbah setempat maupun komunal; dan
d. mengembangkan sistem IPLT yang berada satu lokasi yang terpadu dengan TPA.
1.3 Rencana Sistem Jaringan Air Bersih
Arahan pengembangan sistem jaringan air bersih, terdiri atas:
a. pembangunan reservoir di Desa Giri Kecamatan Kebomas, Desa Morowudi Kecamatan
Cerme, dan Kecamatan Benjeng;
b. pembangunan intake di Desa Cangkir Kecamatan Driyorejo dan Desa Sumengko
Kecamatan Wringinanom;
c. pembangunan IPA di Kecamatan Driyorejo,dan Desa Bringkang Kecamatan Menganti;
d. pemasangan pipa transmisi dan pipa distribusi;
e. pengembangan sambungan rumah baik permukiman maupun perumahan;
f. membuat kran umum atau sumur umum untuk masyarakat menengah ke bawah yang
berada di kawasan padat perkotaan; dan
g. pengembangan sistem pelayanan air bersih sederhana yang dikelola sendiri oleh
masyarakat pedesaan yang belum terlayani di seluruh kecamatan.
1.4 Rencana Sistem Jaringan Drainase
Arahan pengembangan sistem jaringan drainase, terdiri atas:
a. melakukan normalisasi dan perawatan lainnya pada saluran primer pada kawasan yang
tingkat pelayanan drainasenya rendah;
b. melakukan pembangunan dan perawatan pada saluran sekunder dan saluran tersier pada
kawasan yang tingkat pelayanan drainasenya rendah; dan
c. pembangunan sistem drainase yang terpadu dengan pembangunan prasarana perkotaan
lainnya.

IV. KESIMPULAN
Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten yang berada di Jawa Timur. BatasBatas Kabupaten Gresik meliputi sebelah utara berbatasan dengan Laut jawa, sebelah timur
berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya, seblah selatan Kabupaten Sidoarjo dan
Kabupaten Mojokerto, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. Peranan
wilayah Kabupaten Gresik adalah penyangga perkembangan Kota Surabaya yang ditandai
dengan perkembangan kluster permukiman, Pertumbuhan dan Perkembangan permukiman di
kawasan yang berbatasan dengan Kota Surabaya. Kabupaten Gresik adalah kawasan yang
belum tersentuh oleh sistem pengelolaan sampah yang diterapkan pemerintah Kabupaten
Gresik, kawasan tersebut adalah Kecamatan Cerme dan Kecamatan Menganti. Cakupan
pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Gresik terkonsetrasi di kawasan perkotaaan
Kabupaten Gresik, yakni Kecamatan Gresik, Kebomas dan Manyar. Komitmen pemerintah
dareah untuk melaksanakan pengelolaan sampah seoptimal mungkin diwujudkan melalui
pembangunan TPA Ngipik dengan menggunakan sistem controlled landfill. Dan sebagai
upaya untuk meminimalkan dampak TPA tersebut, dilaksanakan upaya pemantauan kualitas
lindi dan kualitas udara ambient secara berkala sesuai dengan ketentuan pada dokumen
pengelolaan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Pohan dan Supriharjo.2012.Pengolahan Sampah Perumahan Kawasan Pedesaan
Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah di Kabupaten Gresik. (online).
(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-28087-3608100010-Paper.pdf). diakses pada
tanggal 26 april 2017.
[2] Huzaein. 2009. Penanganan Dan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Memperbaiki
Kualitas Dan Kebersihan Lingkungan.(online).(
http://huzaeni.blogspot.co.id/2009/12/penanganan-dan-pengelolaan-sampah-rumah.html).
diakses pada tanggal 26 April 2017.
[3] Pemutakhiran Dan Penyerasian Analisis Dan Perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Gresik 2010. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian Dan
Pengembangan Daerah Kabupaten Gresik 2010. Gresik
[4] Sumarmi.2012.Pengembangan Wilayah Berkelanjutan.Malang;Aditiya Media Publising